Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI PENDENGARAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Jiwa

Program Profesi Ners STIKes Kuningan

Dosen Pembimbing :
TIM

Disusun Oleh :

PUJAWATI OKTAVIA (JNR0200114)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
KUNINGAN
2021
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

A. Kasus (Masalah Utama)

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

B. Pengertian

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan

sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,

perabaan atau penghidu. Klien merasa stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada

(Damaiyanti,2012).

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan


interna (pikiran) dan rangsangan eksterna (dunia luar). Klien memberi persepsi atau

pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai

contoh klien mengatakan mendengar suara padahal padahal tidak ada orang yang

berbicara (Direja, 2011).

Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsangan apapun pada panca indera

seorang pasien, yang terjadi dalam keadaan sadar/bangun, dasarnya mungkin organik,

fungsional, psikotik atapun histerik (Kosmita, 2017).

C. Etiologi

Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik , tress berat yang

mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik diri. Isolasi soasial merupakan

keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau

keinginan untuk meningkatkan ketertiban dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk

membuat kontak.
Data subjektif :

1. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan

2. Melaporkan dengan ketidaknyamanan kontak dengan situasi soasial

3. Mengungkapkan perasaan tak

berguna Data Objektif :

1. Tidak tahan terhadap kontak yang

lama 2. Tidak komunikatif

3. Kontak mata buruk

4. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri

5. Kurang aktivitas

6. Wajah tampak murung dan sedih

Kegagalan berinteraksi dengan orang lain (Kosmita, 2017).

D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala seseorang yang mengalami halusinasi adalah :

1. Tahap 1 (Comforting)

a. Tertawa tidak sesuai dengan situasi

b. Menggerakkan bibir tanpa bicara

c. Bicara lambat

d. Diam dan pikirannya dipenuhi pikiran yang menyenangkan.

2. Tahap 2 (Condeming)

a. Cemas

b. Kosentrasi menurun

c. Ketidakmampuan membedakan realita

3. Tahap 3

a. Pasien cenderung mengikuti halusinasi


b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

c. Perhatian dan konsentrasi menurun

d. Efek labil

e. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk)

4. Tahap 4 (Controlling)

a. Pasien mengikuti halusinasi

b. Pasien tidak mampu mengendalikan diri

Berisiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Kosmita, 2017).

E. Faktor Predisposisi (Biologis, Paikologis, dan Sosial Budaya)

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan

respon neurobiologis yang maladatif baru nilai dipahami. Ini

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas

dalam perkembangan skizofernia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik

berhubungan dengan perilaku psikotik

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan

dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan

terjadinya skozofernia.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya

atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan

skizofernia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, artopi korteks bagian

depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak

tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada

penyalahgunaan zat adaktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam

mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih

kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti :

kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan

yang terisolasi disertai stress (Yosep, 2010 ).

F. Faktor presipitasi

1. Dimensi Fisik

Halusinasi dapat timbul oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar

biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan

kesulitan dalam waktu lama.

2. Dimensi Emosional

Perasaaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi

merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah

memaksa dan menakutkan.

3. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan

memperlihatkan penurunan fungsi ego seseorang yang pada awalnya halusinasi

merupakan usaha dari ego itu sendiri untuk melawan implus yang menekan, namun

merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil

seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

4. Dimensi Sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi sosial dan

menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.

5. Dimensi Spriritual

Secara spriritual klien dengan halusinasi dimulai dengan kehampaan hidup, rutinitas

tidak bermakna, hilangnya keinginan untuk beribadah dan jarang berupaya secara

spriritual untuk menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam

upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang

menyebabkan memburuk (Kosmita, 2017).

G. Pohon Masalah

Harga diri rendah

Gangguan sensori perseptual : Halusinasi


H. Data yang Perlu Dikaji

Masalah keperawatan Data yang perlu dikaji


A. Perubahan Persepsi Subjektif:

Sensori: Halusinasi 1. Klien mengatakan mendengar sesuatu.

(pendengaran) Objektif:

1. Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri saat

dikaji.

2. Bersikap seperti mendengarkan sesuatu.

3. Berhenti bicara di tengah- tengah kalimat untuk

mendengarkan sesuatu.

4. Disorientasi.

5. Kosentrasi rendah.

6. Pikiran cepat berubah-ubah.

7. Kekacauan alur pikiran.

Data dikaji dengan menanyakan suara siapa yang

didengar,berkata apabila halusinasi yang dialami

B. Isi Halusinaasi adalah halusinas dengar, atau apa bentuk bayangan

yang dilihat oleh klien bila jenis halusinasi adalah

halusinasi penglihatan, bau apa yang tercium untuk

halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap untuk

halusinasi pengecapan, atau merasakan apa di

permukaan tubuh bila halusinasi perabaan.

C. Waktu dan Frekuensi Data yang dikaji dengan menanyakan kepada klien
Halusinasi kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali

sehari, seminggu atau bulan, pengalaman halusinasi

itu muncul, bila mungkin klien diminta menjelaskan

kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut.

Informasi ini penting untuk mengidentifasi pencetus

halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu

diperhatikan saat mengalami halusinasi.

Perlu diidentifikasi situasi yang dialami klien

D. Situasi Pencetus sebelum mengalami halusinasi. Data dapat dikaji

Halusinasi dengan menanyakan kepada klien peristiwa atau

kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul.

Selain itu, juga bisa mengobservasi apa yang

dialamai klien menjelang muncul halusinasi untuk

memvalidasi klien.

E. Respon Klien Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah

mempengaruhi klien bisa dikaji dengan

menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat

mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien

masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau

sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran d.d klien mendengar suara
bisikan (D.0085)
2. Risiko harga diri rendah kronis b.d gangguan psikiatrik (D.0101)

J. Rencana Tindakan Keperawatan

No Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia (SDKI) Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SLKI) (SIKI)

1. Gangguan persepsi sensori


Setelah dilakukan Intervensi : Manajemen
berhubungan dengan gangguan
intervensi keperawatan Halussinasi
pendengaran d.d klien
selama 1 x 24 jam
mendengar suara bisikan
diharapkan halusinasi Observasi :
(D. 0085)
pendengaran bisiskan 1. Monitor perilaku yang
Kategori : Psikologis
menurun atau pasien mengindikasi halusinasi
Subkategori : Integritas Ego
dapat tenang dengan 2. Monitor dan sesuaikan
kriteria hasil : tingkat aktivitas dan
Definisi :
1. tidak lagi mendengar stimulasi lingkungan
Perubahan persepsi terhadap
bisikan 3. Monitor isi halusinasi
stimulus baik internal maupun
2. perilaku halusinasi (mis. Kekerasan atau
eksternal yang disertai dengan
membaik membahayakan diri)
respon yang berkurang,
3. tidak lagi melamun
berlebihan atau terdistorsi.
4. tidak lagi Terapeutik :
mondar- mandir 1. Pertahankan lingkungan
Penyebab :
aman.
1. Gangguan pendengaran
2. Lakukan tindakan
keselamatan ketika tidak
Gejala dan Tanda Mayor :
dapat mengontrol
Subjektif :
perilaku.
1. Mendengar suara
3. Diskusikan perasaan dan
bisikan Objektif
respon terhadap
1. Respons tidak sesuai
halusinasi
Bersikap seolah mendengar
4. Hindari perdebatan
suara bisikan.
tentang validasi
halusinasi.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : Edukasi :
1. Menyatakan kesal 1. Anjurkan memonitor
sendiri situasi terjadinya

Objektif : halusinasi
1. Menyendiri 2. Anjurkan bicara pada
2. Melamun orang yang dipercaya
3. Konsentrasi buruk untuk memberi dukungan
4. Disorientasi waktu, tempat, dan umpan balik korektif
orang atau situasi terhadap halusinasi.
5. Curiga 3. Anjurkan melakukan
6. Melihat ke satu arah distraksi (mis.
7. Mondar-mandir Melakukan aktivitas, dan

8. Bicara sendiri teknik relaksasi).


4. Ajarkan pasien dan
Kondisi Klinis Terkait : keluarga cara mengontrol
1. Gangguan psikotik halusinasi.

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian obat
2. Risiko harga diri rendah kronis Setelah dilakukan Intervensi : Promosi
b.d gangguan psikiatrik intervensi keperawatan Harga Diri
(D.0101) selama 1 x 24 jam
diharapkan harga diri Observasi :
Definisi : meningkat atau pasien 1. Identifikasi budaya,
Beresiko mengalami evaluasi dapat percaya diri dengan agama, ras, jenis
atau perasaan negatif terhadap kriteria hasil : kelamin, dan usia
diri sendiri sendiri atau 1. Meningkatkan terhadap harga diri
kemampuan klien yang Penilaian diri positif 2. Monitor verbalisasi yang
berlangsung dalam waktu lama perasaan memiliki merendahkan diri sendiri
dan terus meneus. kelebihan 3. Monitor tingkat harga
2. Meingkatkan diri setiap waktu, sesuai
Faktor Risiko : Penerimaan penialaian kebutuhan
1. Gangguan psikiatrik positif
2. Kegagalan berulang 3. Meningkatkan Terapeutik :
3. Ketidaksesuaian budaya mencoba hal baru 1. Monitor terlibat dalam
4. Ketidaksesuaian spiritual 4. Meningkatkan kontak verbalisasi
5. Ketidakefektifan koping mata 2. Motivasi menerima

terhadap kehilangan 5. Meningkatkan percaya tantangan atau hal baru


6. Kurang mendapat kasih diri berbicara 3. Diskusikan prnyataan
sayang tentang harga diri
7. Kurang keterlibatan dalam 4. Diskusikan kepercayaan
kelompok/masyarakat terhadap penilaian diri
8. Kurang penghargaan dari 5. Diskusikan pengalaman
orang lain yang meningkatkan
9. Ketidakmampuan harga diri
menunjukkan perasaan 6. Diskusikan persepsi

10. Perasaan kurang didukung negatif diri


orang lain 7. Diskusikan alasan
11. Pengalaman traumatik mengkritik diri atau rasa
bersalah
Kondisi Klinis 8. Diskusikan penetapan
1. Gangguan Mental tujuan realistis untuk
mencapai harga diri yang
lebih tinggi
9. Diskusikan bersama

keluarga untuk
menetapkan harapan dan
batasan yang jelas
10. Berikan umpan balik
positif atas peningkatan
mencapai tujuan
11. Fasilitasi lingkungan
dan aktivitas yang
meningkatkan harga

diri
Edukasi :
1. Jelaskan kepada
keluarga pentingnya
dukungan dalam
perkembangan konsep

positif diri pasien


2. Anjurkan
mengidentifikasi
kekuatan yang dimiliki
3. Anjurkan
mempertahankan
kontak mata saat
berkomunikasi dengan
orang lain

4. Anjurkan membuka diri


terhadap kritik negatif
5. Anjurkan mengevaluasi
perilaku
6. Ajarkan cara mengatasi
bullying
7. Latih peningkatan
tanggung jawab untuk
diri sendiri

8. Latih
pernyataan/kemampuan
positif diri
9. Latih cara berfikir dan
berperilaku positif
10. Latih meningkatkan
kepercayaan pada
kemampuan dalam
menangani situasi.
K. Trend issue keperawatan jiwa di masa pandemi covid-19

PERMASALAHAN KESEHATAN MENTAL AKIBAT PANDEMI COVID-19

Permasalahan kesehatan mental menjadi isu yang tidak terelakkan di tengah pandemi

Covid-19. Tulisan ini bertujuan menggambarkan permasalahan kesehatan mental di

Indonesia akibat pandemi Covid-19 dan upaya pemerintah dalam mencegah serta

mengatasinya. Permasalahan kesehatan mental seperti cemas, depresi, dan trauma karena

Covid-19 dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Terhadap permasalahan ini, pemerintah

memiliki layanan Sejiwa untuk membantu masyarakat mengatasi ancaman psikologi

akibat pandemi Covid-19. Selain itu, pemerintah juga meluncurkan Pedoman mengenai

Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial pada Pandemi Covid-19, di samping

berupaya mengembangkan Desa Siaga Covid-19. Dalam hal ini, DPR RI, khususnya

Komisi IX, perlu mendukung upaya yang telah dilakukan Kementerian Kesehatan terkait

pencegahan, penanganan, serta pelaksanaan tindak lanjut permasalahan kesehatan mental

akibat pandemi Covid-19 (Winurini, 2020).

DAFTAR PUSTAKA

Anasari, N.M (2019). Laporan Pendahuluan Halusinasi. Kementerian Kesehatan Repiblik


Indonesia Politeknik Kesehatan Denpasar.
https://www.scribd.com/document/402107254/Lp-Halusinasi
Damayanti, N. (2012). Buku Bimbingan Konseling. Yogyakarta: Araska
Direja. (2011). Asuhan Keperawan Jiwa Yogyakarta : Nuha Medik
Kosmita. (2017). Laporan Pendahuluan Halusinasi Pendengaran.
https://www.scribd.com/document/342136493/Lp-Halusinasi-Pendengaran

PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi Indikator Diagnostik. Ed.
1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriterian Hasil
Keperawatan. Ed. 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Interνensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tibdakan
Keperawatan. Ed. 1. Jakarta : DPP PPNI.
Winurini (2020). Permasalahan Status Mental Akibat Covid-19. Journal Pusat Penelitian
Badan Keahlian DPR RI. Vol. XII No. 15
http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XII-15-I-P3DI-

Agustus-2020-217.pdf
Yosep. (2010). Keperawatan Jiwa. Jakarta : Reflika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai