Anda di halaman 1dari 31

Metodologi Hadis Tahlili dan Maudui

Di ampu oleh:

Dr. M. Maulana Nur Kholis, MA

Oleh:

An’im Falahuddin

M. Khoirul Anwar Gholibi

Moh Robibin Abdul Rohman

Unin Pitono

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS KH. ABDUL CHALIM

MOJOKERTO

2024

I
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah yang berjudul "Metodologi
Hadis Tahlili (Analitik) dan Hadis Maudui (Tematik)" ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam mata kuliah Studi Hadis.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi perbaikan makalah
ini di masa mendatang. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan
bantuan dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan
menambah wawasan bagi kita semua.

Mojokerto, 17 Mei 2024

Penulis

II
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 1
BAB II................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ................................................................................................... 2
A. Pengertian Hadis Tahlili ............................................................................... 2
B. Kualitas/ Kedudukan Hadis .......................................................................... 6
C. Perawi Hadis................................................................................................. 6
D. Penjelasan Kosa Kata dan Frase ................................................................... 8
E. Kandungan Hadits .......................................................................................10
F. Konsep Hadis Tahlili ...................................................................................13
G. Pengertian Hadis Maudui .............................................................................14
H. Konsep Hadis Maudui .................................................................................24
BAB III ................................................................................................................26
KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................26
A. Kesimpulan ..................................................................................................26
B. Saran............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................27

III
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Para ulama terdahulu telah banyak melakukan penafsiran terhadap hadits-hadits
yang terdapat dalam berbagai kitab hadits, yakni dengan menulis kitab-kitab syarah.
Meskipun kitab-kitab tersebut telah banyak disusun, tetapi upaya untuk melakukan metode
yang digunakan oleh para ulama dalam penyusunan kitab-kitab syarah tersebut hampir
tidak tersentuh.
Berdasarkan fakta-fakta diatas, mengetahui cara atau metode pemahaman hadits-
hadits yang digunakan oleh para ulama dalam menyusun kitab syarah menjadi sebuah
keniscayaan, hal tersebut diperoleh untuk memperoleh kerangka umum bangunan
metodologis dalam pemahaman hadits.
Para penulis telah mempersembahkan karya-karya mereka dibidang syarah hadits.
Jika karya-karya tersebut dicermati, maka dapat diklasifikasikan beberapa metode yang
dipergunakan oleh para pensyarah. Metode-metode syarah yang dimaksud adalah metode
tahlili, ijmali, muqorin dan maudlu’i.
Metode-metode ini diadopsi dari metode penafsiran al-Qur’an dengan melihat
karakter persamaan yang terdapat antara penafsiran al-Qur’an dan penafsiran atau syarah
hadits. Artinya metode penafsiran al-Qur’an dapat diterapkan dalam syarah hadits dengan
mengubah redaksi/kata al-Qur’an menjadi hadits; tafsir mejadi syarah

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan metodologi hadis tahlili dan hadis maudui?
2. Bagaimana konsep dan langkah-langkah dalam metodologi hadis tahlili?
3. Bagaimana konsep dan langkah-langkah dalam metodologi hadis maudui?
4. Bagaimana contoh penerapan dari masing-masing metodologi tersebut?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian dan konsep dari metodologi hadis tahlili dan hadis maudui.
2. Memaparkan langkah-langkah dalam metodologi hadis tahlili dan hadis maudui.
3. Memberikan contoh penerapan dari masing-masing metodologi tersebut.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadis Tahlili
Secara etimologi kata “tahlili” berasal dari kata ‫ تحليال‬- ‫ حلل – يحلل‬yang berarti
menguraikan1. Metode tahlili adalah metode analisa yang biasa digunakan dalam ilmu
tafsir untuk menginterpretasi ayat-ayat al-Qur’an. Metode ini kemudian diadopsi oleh para
pakar hadis dalam menginterpretasi hadis Nabi saw.

Dari segi bahasa, tahlili berarti menjelaskan setiap bagian dari suatu jenis serta
fungsinya masing-masing2. Sedangkan defenisi terminologinya, metode tahlili adalah
metode yang mengurai kosa kata dan lafadz, menjelaskan apa yangh diistinbatkan dan
mengaitkan antara satu sama lain dengan merujuk aspek historis dan nash-nash yang lain3.

Metode syarah Tahlili adalah menjelaskan hadits-hadits Nabi dengan memaparkan


segala aspek yang terkandung dan menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya
sesuai dengan kecenderungan dan keahlian pensyarah.4 Metode tahlili adalah suatu metode
pemahaman hadis yang menjelaskan hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dengan
memaparkannya dari segala aspek yang terkandung dalam hadis tersebut, serta
memaparkan makna-makna yang tercakup di dalamnya sesuai dengan kecenderungan dan
keahlian pensyarah.5

1. Ciri-ciri Metode Tahlili

Ciri-ciri metode tahlili, syarah hadis yang mengikuti metode ini dapat mengambil
bentuk ma’tsur (riwayat) yaitu, cara mensyarah hadis nabi Saw dengan dalil-dalil yang
ada, baik dengan ayat-ayat al-Quran atau hadis itu sendiri, dengan pendapat sahabat,
maupun dengan pendapat tabi’in; atau ra’y (pemikiran) yaitu, syarah hadis yang
didasarkan pada ijtihad pensyarah dan menjadikan akal fikiran sebagai pendekatan
utamanya.6

1
IbnuManzhur, Lisȃn al ‘Arab, (Cairo: Dar al Ma’arif, 1119), Hlm. 978.
2
Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit ( Cet IV; Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah, 2004), h. 194.
3
H.S. Agil Husain al Munawar dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, (Cet I;Semarang: Dina
Utama,1994), Hlm. 36.
4
Ibid, Hlm. 29.
5
Ibid, Hlm. 45.
6
Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi , Hlm. 73.

2
3

Secara umum kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahliliy


biasanyaberbentuk mat’sur(riwayat) atau ra’yu (pemikiran rasional). Syarah yang
berbentuk ma’tsur ditandai dengan banyaknya dominasi riwayat-riwayat yang datang
dari sahabat, tabi’in atau ulama hadîts. Sementara syarah yang berbentuk ra’yu banyak
didominasi oleh pemikiran rasional pensyarahnya.

Kitab-kitab syarah yang menggunakan metode tahlili mempunyai ciri-ciri sebagai


berikut :7

a. Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang


terkandung di dalam hadîtssecara komprehensif dan menyeluruh.
b. Dalam pensyarahan, hadîts dijelaskan kata demi kata, kalimat demi
kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga menerangkan sabab
al wurud dari hadîts–hadîts yang dipahami jika hadis tersebut memiliki
sabab wurud-nya.
c. Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh
para sahabat, tabi’in dan para ahli syarah hadis lainnya dari berbagai
disiplin ilmu.
d. Di samping itu dijelaskan juga munasabah(hubungan) antara satu hadits
dengan hadits yang lain.
e. Selain itu, kadangkala syarah dengan metode ini diwamai kecenderungan
pensyarah pada salah satu mazhab tertentu, sehingga timbul berbagai
corak pensyarahan, seperti corak fiqhy dan corak lain yang dikenal dalam
bidang pemikiran Islam.

Di refrensi lain Ciri-ciri kitab syarah yang menggunakan metode tahlili dapat
diketahui sebagai berikut :8

a. Pensyarahan yang dilakukan menggunakan pola menjelaskan makna yang


terkadung di dalam suatu hadis secara komprehensif dan menyeluruh.

7
Buchari M, Ibid, Hlm. 28.
8
Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi ., Hlm. 74.
4

b. Dalam pensyarahan, hadis dijelaskan menggunakan kata demi kata,


kalimat demi kalimat secara berurutan serta tidak terlewatkan juga
menerangkan sabab al-wuruddari hadis-hadis yang dipahami, jika hadis
tersebut memliliki sabab al-wurud.
c. Diuraikan pula pemahaman-pemahaman yang pernah disampaikan oleh
para sahabat, tabi’in, dan para ulama hadis maupun para ahli syarah hadis
lainnya dari berbagai disiplin ilmu.
d. Dijelaskan pula mengenai munasabah (hubungan) antara hadis yang satu
dengan hadis yang lainnya.
e. Selain itu, kadan pula syarah dengan metode ini diwarnai dengan
kecenderungan pensyarah terhadap salah satu mazhab.
2. Kelebihan Dan Kekurangan Metode Tahlili

Maka, sebagaimana metode syarah (tafsir) yang lain, metode tahlili (analitis) juga
memiliki kelemahan dan kelebihan, diantaranya :

a. Kelebihan ;
1) Ruang lingkup yang luas: Metode analisis mempunyai ruang lingkup yang
termasuk luas. Metode ini dapat digunakan oleh pensyarah dalam dua bentuknya
ma’tsur dan ra’y.
2) Memuat berbagai ide: Metode analitis relatif memberikan kesempatan yang luas
kepada pensyarah untuk mencurahkan ide-ide dan gagasannya dalam mensyarah
hadis.
b. Kekurangan ;
1) Menjadikan petunjuk Hadis parsial: Metode analitis juga dapat membuat
petunjuk Hadis bersifat parsial atau terpecah-pecah, sehingga terasa seakan-akan
memberikan pedoman secara tidak utuh dan tidak konsisten karena penjelasan
yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari penjelasan yang diberikan pada
hadis-hadis lain yang mirip atau sama dengannya.
2) Melahirkan pensyarah subyektif. Metode analitis ini member peluang yang luas
kepada pensyarah untuk mengemukakan ide-ide dan pemikirannya.
5

3) Masuk pemikiran Israiliat: Metode tahlili tidak membatasi pensyarah dalam


dalam mengemukakan penjelasannya, maka berbagai pemikiran dapat masuk ke
dalamnya, tidak terkecuali pemikiran Israiliat9.
3. Contoh hadits terkait aplikasi metode Tahlili
Pada makalah ini, kami memberikan tanda bahwa yamg termasuk sanad pada hadis
ini adalah lafadz yang bergaris bawah, matan adalah lafadz yang kami beri tanda dengan
huruf tebal sedangkan mukharrij adalah lafadz yang terletak dalam tanda kurung.
‫وحدثني زهير بن حرب حدثنا جرير عن عمارة وهو ابن القعقاع عن أبي زرعة عن أبي هريرة قال قال رسول‬
‫هللا صلى اللهم عليه وسلم تضمن هللا لمن خرج في سبيله ال يخرجه إال جهاد في سبيلي وإيمانا بي وتصديقا برسلي فهو‬
‫علي ضامن أن أدخله الجنة أو أرجعه إلى مسكنه الذي خرج منه نائال ما نال من أجر أو غنيمة والذي نفس محمد بيده‬
‫ما من كلم يكلم في سبيل هللا إال جاء يوم القيامة كهيئته حين كلم لونه لون دم وريحه مسك والذي نفس محمد بيده لوال أن‬
‫يشق على المسلمين ما قعدت خالف سرية تغزو في سبيل هللا أبدا ولكن ال أجد سعة فأحملهم وال يجدون سعة ويشق‬
‫عليهم أن يتخلفوا عني والذي نفس محمد بيده لوددت أني أغزو في سبيل هللا فأقتل ثم أغزو فأقتل ثم أغزو فأقتل و حدثناه‬
10
)‫(رواه مسلم‬. ‫أبو بكر بن أبي شيبة وأبو كريب قاال حدثنا ابن فضيل عن عمارة بهذا اإلسنا‬

Terjemahan:“…Dari Abi Hurairah RA. Dari Nabi saw. bersabda “Allah akan
menanggung orang yang keluar di jalan Allah hanya untuk berjihad di jalanku (Allah),
beriman kepadaku dan membenarkan rasulku, maka dia akan dijamin untuk dimasukkan
ke dalam surga atau kembali ke rumahnya dalam keadaan memperoleh pahala atau
ghanimah (harta rampasan). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya, tak satupun
luka yang diperoleh di jalan Allah, kecuali datang pada hari kiamat sebagaimana
keadaannya ketika dilukai. Warnanya adalah warna darah, wanginya seharum misik
(minyak wangi). Demi jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya seandainya tidak
memberatkan terhadap orang Islam saya tidak akan duduk dibelakang pasukan (tidak ikut)
berperang di jalan Allah selamanya akan tetapi saya tidak mampu (fisik dan materi) untuk
membawa mereka (perang) dan mereka juga tidak akan mampu bahkan mereka akan
merasa berat untuk diam (tidak ikut saya dalam perang). Demi jiwa Muhammad dalam
genggaman-Nya saya rindu untuk berperang di jalan Allah lalu saya terbunuh (kata
tersebut diulangi tiga kali).

9
Hujair A. Sanaky,Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna dan Corak Mufassirin). Al-
Mawarid Edisi XVIII Tahun 2008. Hlm. 276-277.
10
Abu al-Husain, Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 1996) Jilid 3 Hlm. 1495.
6

B. Kualitas/ Kedudukan Hadis


Semua perawi hadits tersebut di atas tsiqah, mulai dari Abu Hurairah, Abu Zur’ah,
“Umarah bin al-Qa’qa’, Jarir bin Abd Humaid dan Zuhair bin Harb, sehingga bisa
dipastikan hadis tersebut shahih. Apa lagi hadis tersebut didukung oleh riwayat lain sebagai
berikut:

1) Dengan teks yang sama panjangnya terdapat dalam Sunan Ibnu Majah kitab al-Jihad
bab Fadhl al-Jihad fi Sabilillah, Jilid 2: 920.

2) Dengan teks yang sama tapi hanya sampai pada lafal ‫ غنيمة‬terdapat dalam beberapa
kitab, antara lain dalam sunan al-nasa’i, kitab al iman wasyari’uhu bab al-jihad dan
musnad Ahmad sebanyak tiga kali.

3) Dengan menggunakan lafal ‫ انتدب هللا‬bukan ‫ تضمن هللا‬terdapat dalam Shahih al-Bukhari
dalam kitab al-iman bab al-jihad min al-iman jilid 1:22, sunan al-Nasa’i dua kali yaitu
dalam kitab al-jihad Ma Takaffallah jilid 3:12, dan kitab al-iman wasyari’uhu bab al-
jihad jidil 6:536, serta dalam musnad Ahmad sebanyak tiga kali jilid 2:384 dan 399.

C. Perawi Hadis
Pada makalah ini kami menguraikan riwayat hidup 2 di antara perawi hadis di atas,
yaitu:

1. Abu Hurairah

Abu Hurairah adalah salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis-
hadis Rasulullah saw. Mengenai nama aslinya dan nama ayahnya, para sejarawan beragam
komentar. Di antara mereka ada yang mengatakan Abd Rahman bin Shahar dan ada pula
yang mengatakan Abd Rahman bin Ghanam, bahkan ada yang menyebut namanya dengan
nama Abdullah, Sakin, Amir, Barir dan masih banyak lagi nama-nama yang lain11.[12]
Namun yang paling masyhur adalah Abd Rahman bin Sakhar al-Dawsy (salah satu kabilah
di Yaman), sedangkan nama Islam yang diberikan Rasulullah sebagai pengganti nama
jahiliyahnya adalah Abd Syams bin Sakhar. Kemudian Rasulullah memberinya gelar

11
Abu al-Hajjaj Yusuf bin Zaky al-Mizzy, Tahdzib al-Kamal (Bairut Lebanon: Muassasah al-Risalah, 1980) Jilid
32, Hlm. 463.
7

dengan Abu Hurairah pada saat Rasulullah melihat Abu Hurairah membawa kucing dan
pada akhirnya Abu Hurairahlah yang lebih dikenal dibanding nama aslinya.

Abu Hurairah masuk Islam pada tahun ke-7 hijriyah yaitu pada tahun perang khabar
dan meninggal dunia pada tahun 57 H. di al-Aqiq menurut pendapat yang paling kuat. Dia
juga dikenal sebagai pemimpin ahl al-Shuffah(para sahabat yang menghuni masjid
Nabawi). Dan dialah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Menurut Baqi bin
Mukhallad sebanyak 5374 buah hadis yang dia riwayatkan. Dia mengambil hadis dari
sekitar 800 sahabat, bahkan al-Bukhari meriwayatkan sekitar 93 hadis darinya sementara
Imam Muslim meriwayatkan sekitar 189 hadis darinya.[1213] Dan dia juga termasuk
sahabat yang mendapatkan doa khusus dari Rasulullah yaitu doa agar dapat menghapal
semua apa yang didengarnya sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan
al-Turmudzi dalam kitab mereka.13[14]

Diantara guru-gurunya adalah Rasulullah sendiri dan sahabat-sahabat senior seperti


khulafa’ al-rasyidin,sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga, Aisyah dan lain-lain.
Sementara murud-muridnya antara lain dari kalangan sahabat seperti Anas bin Malik, Jabir
bin Abdullah, Usamah bin Zaid dan sahabat-sahabat junior, sedangkan dari kalangan tabi’in
antara lain adalah Hasan al-Bashry, Said bin Musayyib, Atha’ bin Abi Rabah, Ibnu Syihab
al-Zuhry dan lain-lain.

2. Abu Zur’ah

Nama sebenarnya adalah Abdulah bin Abdul Karim, seorang hafidh besar yang
terkenal, teman temannya mengakui kelebihannya dalam ilmu hadits, Abu Zur’ah seorang
penghapal hadits dan seorang yang mendhabitkannya.

12
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Sinar Grafika Offset, cet ke-1, 2008), Hlm. 247 .
13
Shahih al-Bukhari Kitab al-‘Ilm bab Hifzh al-‘Ilm Jilid 1 Hlm. 56. Shahih Muslim kitab Fadhail al-
Shahabah bab Min Fadhail Abi Hurairah Jilid 4 Hlm. 1939 dan Sunan al-Turmudzi kitab al-Manaqib
‘anRasulillah bab Manaqib Abi Hurairah Jilid 5, Hlm. 684.
8

Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam kitabnya Ma’rifatu Ulumil Hadits, bahwa


diwaktu Qutaibah bin Sa’ad pergi ke Rai, penduduknya meminta kepadanya.agar
mengeluarkan hadits, Maka Qutaibah menolak dan berkata,” Apakah yang aku riwayatkan
kepada kamu sesudah majlisku dihadiri Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma’in, Ali ibn
Mahdy, Abu Bakar ibn Abi Syainah dan Abu Khuzaimah?”. Mereka berkata kepadanya :
disini ada seorang pemuda yang dapat menyebutkan segala apa yang telah anda riwayatkan
dari majlis ke majlis, maka Abu Zur’ah pun menyebut hadits satu per satu. Al-Hakim
menggolongkan beliau ini ke dalam golongan fuqaha hadits.Ia wafat pada tahun 264
H.[1415]

D. Penjelasan Kosa Kata dan Frase


‫ تضمن‬: Akar katanya adalah ‫ن‬-‫م‬-‫ ض‬yang berarti menjadikan sesuatu dalam
kandungan/himpunan sesuatu lain. Namun dalam hadis ini artinya adalah menjamin
dengan cara mewajibkan pada diri atas dasar memberi karunia dan memulyakan yang
berarti menanggung atau menjamin.15[16]

‫ جهاد‬: Berasal dari kata ‫ جهد‬yang berarti payah, usaha atau tenaga sehingga kata ‫الجهاد‬
jika dibaca fathah jimnya maka bermakna tanah tandus atau keras sehingga dapat
dikatakan‫جهاد‬ adalah usaha kuat dan keras atau mengarahkan seluruh daya dalam
menghadapi apa saja.[1617] sehingga dalam hadis ini, jihad adalah mengerahkan segala
daya dalam berperang.

‫ إيمان بي‬: Berasal dari kalimat ‫ أمن‬yang memiliki dua arti yaitu amanah (dapat
dipercaya, ketentraman hati) dantasdiq (pembenaran).[1718]

Maksud iman dalam hadis di atas adalah keyakinan dengan hati, pembenaran dengan
lisan dan pengaplikasian dengan fisik. Makna asli iman adalah keyakinan dan pembenaran
mantap yang tak tercampuri oleh keraguan atau kebimbangan.

14
Http : // Sabda Islam.Wordpres.com/ 2009/11/27/ Abu Zahrah, (13-01- 2010).
15
Abu al-Hasan Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah, (Bairut Lebanon: Dar al-Fikr) Jilid 3
,Hlm. 292.
16
Muhammad bin Mukrim bin Manzhur al-Afriqy, Lisan al-Arab (Bairut Lebanon: Dar Ihya’ al-Turats al-Araby,
1996) Jilid 3, Hlm.133.
17
Mu’jam Maqayis al-Lughah. Op.Cit. Jilid 1, Hlm. 138
9

‫ وتصديق برسلي‬: Maksud dari lafal ini adalah meyakini akan kebenaran para utusan
Allah yang mulya. Dan lafal ini juga mengandung dalil atau argumentasi bahwa iman
adalah sesuatu yang universal yang tidak dapat dipecah-pecah atau dipereteli. Maka iman
tidak akan sah hanya dengan beriman kepada sebagian kandungannya sedangkan
kandungan iman yang lain diingkari seperti beriman kepada Allah dan mendustakan para
rasul.18[19]

‫ ضامن‬: Kata ‫ ضامن‬dalam hadis ini adalah menjadikan orang-orang yang berjihad di
jalan Allah dalam jaminan dan tanggungan Rasulullah agar dimasukkan ke dalam surga di
akhirat kelak. Meskipun lafal‫ ضامن‬dalam bentuk isim fa’il namun maknanya dapat berarti
isim maf’ul yakni orang yang dijamin.

‫ غنيمة‬: Kata ini pada dasarnya menunjukkan arti memanfaatkan sesuatu yang tidak
pernah dimiliki sebelumnya. Namun dalam hadis ini, yang dimaksud dengan ‫ غنيمة‬adalah
harta yang diperoleh oleh para mujahid dari musuh-musuhnya dengan cara paksa atau
karena menang.

‫أجر‬ : adalah balasan bagi setiap amal, jamaknya adalah ‫ أجور‬atau ‫ إجارة‬sehingga
dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan ‫ أجر‬dalam hadis ini adalah paha dari Allah
swt yang akan diberikan dan dinikmati di akhirat kelak.

‫ نفس محمد بيده‬: Kalimat ini merupakan salah satu bentuk sumpah atas nama Allah, Dzat
Yang Maha Suci lagi Maha Pencipta, karena semua jiwa makhluk ada dalam genggaman-
Nya. Dialah yang memiliki hak penuh akan kehidupan dan kematian, penciptaan dan
pengadaan.

‫كلم‬ : Kata yang terdiri dari ‫م‬-‫ل‬-‫ ك‬ini memiliki dua makna yaitu ucapan yang
memahamkan dan juga bermakna luka.[1920] Dan dalam hadis ini, makna yang
dikehendaki adalah makna luka, maksudnya bahwa tak satupun luka yang didapat dalam
medan perang di jalan Allah kecuali luka itu akan muncul di hari kiamat seperti semula,
warnanya bagaikan warna darah dan wanginya sewangi minyak kasturi.

Muhammad Ali al-Shabuny, Min Kunuz al-Sunnah. Hlm. 170.


18
19
Mu’jam Maqayis al-Lughah. Op Cit. Jilid 5, Hlm. 106.
10

‫ يشق‬: kata ini bermakna kesusahan, kepayahan dan keberatan. Sebagaimana firman
Allah (‫ “ )وما أريد أن أشق عليك‬Maka aku tidak hendak memberatkan atau menyusahkan
kamu”.Dan dalam hadits juga dikatakan (‫)لوال أن أشق علي أمتي ألمرتهم بالسواك عند كل صالة‬
“Seandainya aku tidak menyusahkan atau memberatkan umatku, niscaya aku suruh mereka
untuk bersiwak (sikat gigi) setiap mau shalat”.

‫ خالف سرية‬: Lafal ini terdiri dari dua kata yaitu ‫ خالف‬yang berarti belakang dan ‫سرية‬
yang berarti sekelompok pasukan atau satu kompi pasukan. Dari sini dapat dipahami bahwa
maksud lafal tersebut adalah Rasulullah tidak mau ketinggalan dalam medan perang,
bahkan dia ingin keluar dan ikut serta dalam setiap perang bersama kelompok atau kompi
pasukan yang berjihad di jalan Allah.

‫ سعة‬: Arti dasarnya adalah keluasan, kemewahan dan kelapangan, akan tetapi yang
dimaksud dalam hadis ini adalah kekuatan, kekuasaan dan harta yang cukup untuk
menyiapkan pasukan dalam berjihad di jalan Allah.

‫ لوددت‬: Kata ini berasal dari tiga huruf yaitu ‫د‬-‫د‬-‫ و‬yang menunjukkan arti suka, kasih,
sayang, harap dan angan-angan sehingga maksudnya adalah saya suka dan mengharap
sekali.

‫أغزو‬ : Kata ‫ أغزو‬terdiri dari huruf ‫و‬-‫ز‬-‫ غ‬yang berarti mencari sesuatu, sukar
membuahkan atau melahirkan sehingga ‫الغازى‬ yaitu orang yang mencari dan susah
menghasilkan. Oleh karena itu, orang yang berperang dikatakan ‫ الغازى‬karena dia mencari
ridha Allah namun harus melalui susah payah.

E. Kandungan Hadits
Dengan bentuk yang mengagumkan ini, Rasulullah memberikan gambaran tentang
pahala atau balasan orang yang berperang atau berjihad di jalan Allah yaitu mereka yang
mengorbankan jiwa dan hartanya demi mengangkat harkat dan martabat agama serta
memuliakan kalimat Allah. Balasan dan pahala apa yang lebih besar (dari pahala jihad
ini) dan kedudukan apa yang lebih tinggi melebihi kedudukan yang diperuntukkan Allah
kepada orang-orang yang berjihad di Jalan-Nya.

Kehidupan itu adalah kehidupan abadi lagi kekal selama-lamanya dalam surga
keabadian dan singgasana kenikmatan. Kehidupan itu hanyalah sebagian anugerah yang
11

diberikan oleh Allah sebagai penghormatan kepada para mujahid. Di samping itu, dalam
kehidupan dunia, Allah telah menyiapkan untuk mereka panggilan yang indah (nama
yang harum) di mana nama-nama mereka akan dikenang dalam daftar sejarah sepanjang
zaman.

Mereka senantiasa hidup meskipun jasad telah tiada, mereka senantiasa disebut dan
dielukan oleh setiap bibir dan dicintai oleh setiap hati. Dan inilah rahasia pelarangan Allah
berkata bahwa para syuhada (pahlawan yang gugur di medan perang) telah mati/gugur
karena sesungguhnya Allah mengabadikan nama baik mereka. Anugerah dan kemulyaan
itu sudah cukup menjadi sebuah penghormatan dan kebanggaan bagi mereka.

Sungguh hadis Rasulullah telah menjelaskan bahwa Allah telah menjamin surga
bagi siapa saja yang berjihad di jalan Allah, mengikhlaskan amal baiknya untuk Allah,
beriman kepada Rasul-Nya, membenarkan dan meyakini janji-janji-Nya. Pahala dan
balasan yang besar ini hanya diperuntukkan bagi mujahid yang menuntut penegakan
kalimat Allah dan memulyakan agama dibalik jihadnya. Rasulullah pernah ditanya
tentang seseorang yang berperang karena nafsu belaka supaya dikenal bahwa dia
pemberani, atau berperang karena memperoleh materi (harta rampasan) atau berperang
karena melindungi keluarganya, maka Rasulullah menjawab dengan kalimat yang
mengagumkan seperti yang diriwayatkan darinya “Barang siapa yang berperang untuk
menegakkan dan mengangkat kalimat Allah maka dialah yang berperang di jalan Allah”.
Bahkan Rasulullah menutup hadisnya dengan sebuah sumpah bahwa seandainya bukan
karena orang-orang Islam akan mengalami kerumitan dan kesusahan dan seandainya
bukan kerena kepayahan yang akan menimpa orang-orang mukmin, maka Rasulullah
tidak akan pernah ketinggalan sedikitpun mengambil bagian dalam setiap perang. Akan
tetapi karena belas kasih sayangnyalah terhadap umatnya sehingga dia tidak turut serta
dalam setiap perang.

Rasulullah mengharap dan berangan-angan agar dia terbunuh di jalan Allah


kemudian hidup kembali kemudian berjihad dan terbunuh dan begitulah seterusnya,
karena dia tahu betapa besar pahala dan balasan bagi syuhada di jalan Allah, maka
hormatilah dan mulyakanlah setiap panglima dan pemimpin. Betapa indah seorang
12

sastrawan muslim berkebangsaan Turki seraya berkata “Jika Anda tidak terbakar dan aku
tidak terbakar maka dari mana cahaya itu akan muncul?”.

Hadist di atas memberikan informasi tentang pentingnya setiap muslim untuk


berjihad di jalan Allah sebab apapun yang terjadi, apakah menang atau kalah, semuanya
akan mendapatkan balasan. Jika menang maka ada dua balasan yang diperoleh yaitu
balasan dunia berupa materi (harta rampasan) dan pahala di akhirat nanti, namun jika
kalah atau terbunuh maka juga akan mendapat balasan yakni pahala dan mati syahid.
Bahkan arwah mereka berada dalam surga. Kalaupun tidak, mereka akan masuk surga
bersama para al-sabiqin (orang Islam awal) dan al-muqarrabin (orang-orang yang dekat
dengan Allah) tanpa hisab, tanpa adzab bahkan tanpa siksa karena dosa-dosanya sebab
mati syahid-lah yang menjadi penebus dan penghapus atas dosa-dosa yang telah
dilakukannya selama hidup20.[21]

Adapun pengertian jihad menurut bahasa yaitu bermakna mengerahkan seluruh


kemampuan antara kedua belah pihak unuk saling mempertahankan posisinya, meskipun
hanya berdasarkan perkiraan saja. Kan makna jihad menurut pengertian syara’, urf dan
istilah adalah berperang di jalan Allah dengan segala ketentuannya.21

Meskipun demikian, setiap muslim yang berjihad harus mengetahui syarat-syarat


atau kriteria agar perjuangannya dianggap jihad di jalan Allah. Di antaranya adalah:

a) Perjuangannya murni untuk menegakkan kalimat Allah

b) Beriman kepada Allah dan para rasul-Nya

c) Ikhlas karena Allah dalam berjuang.

Hanya dengan cara ini, perjuangan seseorang bernilia ibadah di sisi Allah swt dan
berhak mendapatkan jaminan dan janji Allah swt.

Di antara pesan dan kesan yang dapat dipetik dari hadis di atas antara lain:

20
Yahya bin Syaraf al-Nawawy, Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi,Jilid 13, Bairut Lebanon: Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, 1421 H/2000 M, Hlm. 19.
21
Syamsuddin Ramadlan al-Nawiy, Hukum Islam seputar Jihad dan Mati Syahid,Surabaya:Fadillah Print, Cet. I,
2006,Hlm. 33.
13

a) Keutamaan jihad dan mati syahid.


b) Jaminan dan balasan bagi orang yang berjihad di jalan Allah, baik di dunia
dengan mendapatkan materi maupun di akhirat dengan pahala yang besar dan
surga.
c) Pentingnya iman dan ikhlas dalam setiap aktivitas.
d) Semua luka yang didapat dalam berjihad akan menjadi saksi di akhirat kelak.
e) Boleh bersumpah dengan memakai nama Allah, sifat atau apa saja yang
mengarah kepada-Nya.
f) Bukti belas kasih dan kelembutan Rasulullah kepada umatnya
g) Mendahulukan mashlahah yang paling penting di atas mashlahah yang lain.
h) Anjuran untuk menjaga kasih sayang terhadap sesama muslim khususnya dan
manusia pada umumnya.
i) Berusaha menghilangkan hal-hal yang tidak menyenangkan atau membebani
orang lain.
j) Senantiasa berharap memperoleh kebaikan dan mati syahid.
k) Anjuran berangan-angan baik meskipun secara adat (biasanya) mustahil terjadi.
l) Jihad hanya fardhu kifayah bukan fardhu ‘ain22.

F. Konsep Hadis Tahlili


Konsep dasar dari hadis tahlili adalah melakukan analisis kritis terhadap hadis
untuk mengidentifikasi keaslian, keabsahan, dan makna yang terkandung dalam hadis
tersebut. Analisis ini melibatkan kajian tentang perawi, konteks sejarah, serta relevansi
hadis dengan Al-Qur'an dan hadis lainnya.

1. Langkah-langkah Metodologi Hadis Tahlili


a. Penentuan Hadis yang Akan Dikaji : Memilih hadis yang akan dianalisis.
b. Kajian Sanad : Memeriksa keaslian dan keshahihan sanad hadis dengan meneliti
para perawi.

22
Faidah, pesan dan kesan yang dicatat dalam makalah ini diambil dan disaring dari al-Muntaqy Syarh al-Muwattha’
Malik Jilid 3 hal 21, Fath al-Bary Jilid 1 hal 58 Syarh al-Nawawi ‘ala Shahih Muslim Jilid 13 hal 19. Tuhfah al-
Ahwadzi Syarh Sunan al-Turmudzi Jilid 5 hal 206 Syarh al-Suyuthi ‘ala Sunan al-Nasa’i Jilid 8 Hlm. 117
14

c. Kajian Matan : Menganalisis teks hadis untuk memahami makna dan pesan yang
terkandung.
d. Kontekstualisasi Hadis : Menghubungkan hadis dengan konteks sejarah dan sosial
pada masa itu.
e. Komparasi dengan Hadis dan Al-Qur'an Lainnya : Membandingkan hadis dengan
sumber lainnya untuk menemukan keselarasan atau kontradiksi.
f. Penarikan Kesimpulan : Menyimpulkan hasil analisis yang komprehensif.
2. Contoh Penerapan Hadis Tahlili

Contoh penerapan metode hadis tahlili dapat dilihat pada analisis hadis tentang
niat dalam beramal. Hadis ini diriwayatkan oleh Umar bin Khattab: "Sesungguhnya
segala amal perbuatan tergantung pada niatnya..." (HR. Bukhari dan Muslim). Melalui
metode tahlili, kita dapat menganalisis sanad hadis ini, memeriksa perawi-perawinya,
serta memahami makna niat dalam berbagai konteks amal perbuatan.

G. Pengertian Hadis Maudui


Apabila dilihat dari segi bahasa, kata maudhu’ Adapun pengertian maudhu’ menurut
istilah ulama hadits yaitu:

‫هو ما نسب اٍىل الرسول صل ى اهلل عليه و سل م واختالقا و كذبا مها مل يقله‬
‫أو يفعله أو يقره‬
Artinya: “Sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah saw dengan cara mengada-
ada dan dusta , yaitu yang tidak pernah beliau sabdakan, beliau kerjakan maupun beliau
taqrirkan”. ( Ajaj Al-Khatib, Ushul al Hadist 1981:415)

Para ahli hadis mendefinisikan bahwa Hadis Maudhu adalah: Hadis yang diciptakan
dan dibuat-buat oleh orang-orang pendusta dan kemudian dikatakan bahwa itu hadis
Rasulullah saw. (Subhi Shalih, Ulumul hadts wa Musthalahuhu,: 263) Dari pengertian di
atas dapat kita simpulkan bahwa Hadist maudhu’ adalah segala sesuatu (riwayat) yang
disandarkan pada Nabi Muhammad saw, baik perbuatan, perkataan, maupun taqrir secara
di buat-buat atau disengaja dan sifatnya mengada-ada atau merupakan bentuk isim maf’ul
dari kata ‫ وضع ـ‬berbohong. Tegasnya hadis maudhu adalan ‫يضيع‬. Kata ‫ وضع‬memiliki
15

beberapa makna, antara lain: hadis yang diada-ada atau dibuat-buat (Ajaj al Khatib,
Ushulul Hadits : 415).

Hadis semacam ini tentu saja tidak benar dan tidak dapat diterima tanpa terkecuali,
sebab ini sesungguhnya bukan hadis, tindakan demikian adalah merupakan pendustaan
terhadap Nabi Muhammad saw. yang pelakunya diancam dengan neraka. dan hadis ini
haram untuk disampaikan pada masyarakat umum kecuali hanya sebatas memberikan
penjelasan dan contoh bahwa hadist tersebut adalah maudhu’ (palsu).

1. Sejarah Munculnya Hadis maudhu’

Masuknya secara massal penganut agama lain ke dalam Islam, yang merupakan
bukti keberhasilan dakwah Islamiyah ke seluruh dunia, secara tidak langsung menjadi
factor yang menyebabkan munculnya hadist-hadist palsu. Tidak bisa diingkari bahwa
masuknya mereka ke Islam, di samping ada yang benar-benar murni tertarik dan percaya
kepada ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad, tetapi ada juga segolongan
mereka yang menganut agama Islam hanya karena terpaksa tunduk pada kekuasaan Islam
pada waktu itu. Golongan ini kita kenal dengan kaum munafik dan Zindiq. Terjadinya
pertikaian politik yang terjadi pada akhir masa pemerintahan khalifah Utsman bin Affan
dan Khalifah Ali bin Abi Thalib merupakan awal adanya benih-benih fitnah, yang memicu
munculnya pemalsuan hadis,tetapi pada masa ini belum begitu meluas karena masih
banyak sahabat ulama yang masih hidup dan mengetahui dengan penuh yakin akan
kepalsuan suatu hadist. Para sahabat ini mengetahui bahaya dari hadist maudhu’ karena ada
ancaman yang keras dikeluarkan oleh Nabi SAW terhadap orang yang memalsukan hadist,
Namun pada masa sesudahnya, yaitu pada akhir pemerintahan Khalifah Bani Umayyah
pemalsuaan hadis mulai marak , baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri, maupunyang
dibuat oleh orang diluar Islam. Menurut penyaksian Hammad bin Zayyad terdapat 14.000
hadis maudhu. Abdul Karim al Auja mengaku telah membuat 4.000 Hadis maudhu.

Terpecahnya ummat Islam menjadi beberapa golongan politik dam


keagamaan menjadi pemicu munculnya hadis maudhu. Masing-masing pengikut kelompok
ada yang berusaha memperkuat kelompoknya dengan mengutip dalil dalil dari Al Qur’an
dan hadis, menafsirkan/men’ tawilkan Al Qur’an dan hadis menyimpang dari arti
sebenarnya, sesuak denagan keinginan mereka. Jika mereka tidak dapat menemukan yang
16

demikian itu maka membuat hadis dengan cara mengada-ada atau berbohong atas diri
Rasulullah saw. Maka muncullah hadis-hadis tentang keutamaan para khalifah (secara
berlebihan) dan para pemimpin golongan dan mazhab (Ajaj al Khatib : 416) Menurut Subhi
Shalih, hadis maudhu mulai muncul sejak tahun 41 H, yaitu ketika terjadi perpecahan
antara Ali bin Abi Thalib yang didukung oleh penduduk Hijaz dan Irak dengan Muawiyah
bin Abi Sufyan yang didukung oleh penduduk Syria dan Mesir, Ummat Islam terbagi
kepada beberapa firqah: Syi’ah, Khawarij dan Jumhur. Karena itu menurut Subhi Shaleh,
bahwa tmbulnya Firqah-firqah dan mazhab merupakan sebab yang paling penting bagi
timbulnya usaha mengada –ada habar dan hadis.(Subhi Shalih : 266-267).

2. Faktor-faktor Penyebab Munculnya Hadist Maudhu’

Bertitik tolak dari hadis-hadis maudhu yang tersebar, nampaknya motivasi dan
tujuan pembuatan hadis maudhu bervariasi, diantaranya :

a. Faktor Politik

Pertentangan di antara umat Islam timbul setelah terjadinya pembunuhan


terhadap khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak dan kekhalifahan
digantikan oleh Ali bin Abi Thalib menyebabkan Umat Islam pada masa itu terpecah-
belah menjadi beberapa golongan, seperti golongan yang ingin menuntut bela terhadap
kematian khalifah Utsman dan golongan yang mendukung kekhalifahan Ali (Syi’ah).
Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya, seperti Khawarij dan
golongan pendukung Muawiyyah, masing- masing mereka mengklaim bahwa
kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka, masing- masing ingin
mempertahankan kelompoknya, dan mencari simpati massa yang paling besar dengan
cara mengambil dalil Al- Qur’an dan Hadist. Jika tidak ada dalil yang mendukung
kelompoknya, mereka mencoba mentakwilkan dan memberikan interpretasi
(penafsiran) yang terkadang tidak layak. Sehingga mereka membuat suatu hadist palsu
seperti Hadist - Hadist tentang keutamaan para khalifah, pimpinan kelompok, dan
aliran- aliran dalam agama. Yang pertama dan yang paling banyak membuat hadist
maudhu’ adalah dari golongan Syi’ah dan Rafidhah. Kelompok syi’ah membuat hadis
tentang wasiat nabi bahwa Ali adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah
17

setelah beliau dan mereka menjatuhkan orang-orang yang dianggap lawan-lawan


politiknya, yaitu Abu Bakar, Umar, dan lain-lain. Diantara hadis maudlu tersebut:

‫ي‬¹ ‫ري و خليفيت يف أهلي خري من أخلف بعدي عل‬¹‫ي و موقع س‬¹ ‫وصي‬

menjadi yang dan wasiatku, menerima “Yang Artinya: dari penggantiku dan
rahasiaku tempat keluargaku adalah Ali. Di pihak Mu’awiyah ada pula
yang membuat hadis maudhu sebagai berikut:

‫االمناء عند اللة ثال ثه انا وجربيل ومعا ويه‬


Artinya: “ Orang yang dapat dipercaya disisi Allah ada tiga yaitu: Aku, Jibril
dan Mu’awiyah”.

b. Faktor Kebencian dan permusuhan.

Keberhasilan dakwah Islam menyebabkan masuknya pemeluk


agama lain kedalam Islam, namun ada diantara mereka ada yang masih menyimpan
dendam dan sakit hati melihat kemajuan Islam. Mereka inilah yang kemudian
membuat hadis-hadis maudhu. Golongan ini terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi,
Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam dan benci terhadap agama
Islam. Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka
mereka mengambil jalan yang buruk ini,yaitu menciptakan sejumlah hadist
maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam dan menghilangkan kemurnian
dan ketinggiannya dalam pandangan ahli fikir dan ahli ilmu. Diantara hadis yang
dibuat kelompokini yaitu:

‫ظ ر ِإى َل الَو ِْجه اج َل ِِم ْي ِل ِع َبا َدة‬


َ َّ‫الن‬

Artinya: “Melihat (memandang) kepada muka yang indah, adalah ibadat”.

ٍ ‫ْال َبا ِذ ِْْنَا ن ِشَفاء ك ل َش‬


‫ْىء‬
Artinya: “Buah terong itu, penawar bagi segala penyakit”.
18

Ada yang berpendapat bahwa faktor ini merupakan faktor awal munculnya
hadist maudhu’. Hal ini berdasarkan peristiwa Abdullah bin Saba’ yang mencoba
memecah-belah umat Islam dengan mengaku kecintaannya kepada Ahli Bait. Sejarah
mencatat bukti bahwa ia adalah seorang Yahudi yang berpura-pura memeluk agama
Islam. Oleh sebab itu, ia berani menciptakan hadist maudhu’ pada saat masih banyak
sahabat ulama masih hidup.

Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadist maudhu’ dari kalangan orang


zindiq ini, adalah:

1) Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000 hadist maudhu’
tentang hukum halal- haram, ia membuat hadis untuk menghalalkan yang
haram dan mengharamkan yang halal. Akhirnya, ia dihukum mati olen
Muhammad bin Sulaiman, Walikota Bashrah.
2) Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang dihukum bunuh oleh Abu Ja’far Al-
Mashur.
3) Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati oleh Khalid bin
Abdillah.
c. Faktor Kebodohan.

Ada golongan dari ummat Islam yang suka beramal ibadah namun kurang
memahami agama, mereka membuat at hadist-hadis maudlu (palsu) dengan tujuan
menarik orang untuk berbuat lebih baik dengan cara membuat hadis yang berisi
dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal dengan menyebutkan kelebihan dan
keutamaan dari amalan tertentu tanpa dasar yang benar melalui hadist targhib yang
mereka buat sendiri. Biasanya hadis palsu semacam ini menjanjikan pahala yang
sangat besar kepada perbuatan kecil. Mereka juga membuat hadis maudhu (palsu) yang
berisi dorongan untuk meninggalkan perbuatan yang dipandangnya tidak baik dengan
cara membuat hadis maudhu yang memberikan ancaman besar terhadap perbutan salah
yang sepele. Diantaranya hadis palsu itu :

‫افضل االيام يوم عرفة اذا وافق يوم اجلمعة وهو افضل من سبعني‬
‫حجة يف‬
19

dia berusaha mengumpulkan orang dengan cara membuat hadits-hadits palsu


yang membuat masyarakat suka dan tertarik kepada mreka, menggerakkan
keinginan, juga memberikan harapan bagi mereka.Misalnya:

‫ منقاره من‬,‫ل كلمة طا ئرا‬¹ ‫ خلق اهلل من ك‬,‫ اهلل‬¹‫من قال آإلله إال‬
‫ذهب غري مجعة وريشه من مرجان‬
Artinya: “Seutama-utama hari adalah hari wukuf di Arafah, apabila (hari wukuf
di arafah) bertepatan dengan hari jum’at, maka hari itu lebih utama daripada tujuh
puluh haji yang tidak bertepatan dengan hari jum’at.”

Menurut al Qur’an yang dimaksud haji akbar adalah ibadah haji itu sendiri ( Al
Qur’an Surah Attaubah : 3) dengan pengertian bahwa ibadah umrah disebut dengan
haji kecil. Hadis maudhu itu dibuat oleh muballig guru agama yang ingin memberi
nilai lebih kepada ibadah haji yang wukufnya bertepatan dengan hari jum’at.

d. Fanatisme yang keliru

Sikap sebagian penguasa Bani Umayah yang cenderung fanatisme dan rasialis,
telah ikut mendorong kalangan Mawali untuk membuat hadits-hadits palsu sebagai
upaya untuk mempersamakan mereka dengan orang-orang Arab.Misalnya:

‫ابغض الكالم إىل اهلل الفارسية… وكالم أهل اجلنة العربية‬


Artinya: “Percakapan yang paling dimurkai Allah adalah bahasa Persia dan
bahasa penghuni surga adalah bahasa Arab”

Selain itu, Fanatisme Madzhab dan Teologi juga menjadi factor munculnya
hadis palsu, seperti yang dilakukan oleh para pengikut Madzhab Fiqh dan Teologi,
diantaraya:

‫من رفع يده يف الركوع فال صالة له‬


Artinya: “Barang siapa yang mengangkat tangannya ketika ruku’, maka
tiadalah shalat baginya”
20

Hadis ini diduga dibuat oleh pengikut mazhab yang tidak mengangkat tangan
ketika ruku’.

e. Faktor Popularitas dan Ekonomi

Sebagian tukang cerita yang ingin agar apa yang disampaikan nya menarik
perhatian orang,

Artinya: “Barang siapa membaca la ilaha illallah, niscaya Allah menjadikan


dari tiap-tiap kalimatnya seekor burung, paruhnya dari emas dan buahnya dari
marjan”.

Demikian juga para pegawai dan tokoh masyarakat yang ingin mencari muka
(menjilat ) kepada penguasa membuat hadsi-hadis maudhu untuk tujuan supaya lebih
dekat dengan penguasa agar mendapatkan fasilitas tertentu atau popularitas saja.
Misalnya Ghiyadh Ibn Ibrahim ketika datang kepada khalifah Al Mahdi yang pada
saat itu sedang mengadu burung merpati, Ghiyadh memalsukan hadis berikut:

‫ف أو حافر اوجناح‬¹ ‫ال يف نصيل أو ح‬¹‫ال سبق إ‬

Artinya: “Tidak ada perlombaan kecuali pada panah, unta kuda dan burung”

Kata “ Janah” adalah tambahan yang dibuat oleh Ghiyadh untuk menarik
simpati dari Khalifah al Mahdi.

Para pedagang barang-barang tertentu juga membuat hadis- hadis palsu


tentang keutamaan barang dagangannya misalnya.

‫الديك االبيض حبييب وحبيب حبييب جربيل‬

" Artinya: Ayam putih adalah kekasihku dan kekasih oleh kekasihku Jibril”

Hasbi Assiddiqy menjelaskan bahwa golongan yang membuat hadis maudhu


itu ada sembilan golongan yaitu:

1) Zanadiqah (orang orang zindiq)


2) Penganut-penganut bid’ah.
21

3) Orang-orang dipengaruhi fanatik kepartaian


4) Orang-orang yang ta’ashshub kepada kebangsaan, kenegerian dan
kkeimanan.
5) Orang-orang yang dipengaruhi ta’ashshub mazhab.
6) Para Qushshas ( ahli riwayat dongeng).
7) Para ahli Tasawuf zuhhad yang keliru
8) Orang-orang yang mencarai pengahrgaan pembesar negeri.
9) Orang –orang yang ingin memegahkan dirinya dengandapat meriwayatkan
hadis yang diperoleh orang lain. ( Hasbi Ashshiqqiqy, Sejarah dan
Pengantar Ilmu Hadis: 255)
3. Ciri-ciri Hadis Maudhu

Indikasi ke-maudhu’ an hadist adakalanya berkaitan dengan rawi/ sanad dan


mungkin pula berkaitan dengan matan.

a. Ciri yang berkaitan dengan rawi / sanad:


1) Periwayatnya dikenal sebagai pendusta, dan tidak ada jalur lain yang periwayatnya
tsiqoh meriwayatkan hadist itu. Misalnya, Ketika saad ibn Dharif mendapati
anaknya pulang sekolah sedang menangis dan mengatakan bahwa dia dipukul
gurunya, maka Saad ibn Dharif berkata : Bahwa Nabi saw bersabda:

‫معلموا صبيانكم شراركم اقلهم رمحة لليتيم واغلظهم على املسكني‬

Artinya: "Guru anak kecil itu adalah yang paling jahat diantara kamu, mereka
paling sediki kasih sayangnya kepada anak yatim dan paling kasar terhadap orang
miskin."

Al Hafdz Ibnu Hibban mengatakan bakwa Saad ibn Dharif adalah seorang
pendusta/ pemalsu hadits. ( Mustahafa Zahri, Kunci memahami Musthalahul Hadits
: 101)

2) Periwayatnya mengakui sendiri membuat hadist tersebut. Maisarah ibn Abdirrabih


al Farisi mengaku bahwa dia telah membuat hadis maudhu tentang keutamaan Al
qur’an.., dan ia juga mengaku membuat hadis maudhu tentang keutamman Ali ibn
Abi Tahalib sebanyak 70 buah hadis. (Musthafa Zahri, : 100).
22

3) Ditemukan indikasi yang semakna dengan pengakuan orang yang memalsukan


hadist, seperti seorang periwayat yang mengaku meriwayatkan hadist dari seorang
guru yang tidak pernah bertemu dengannya. Karena menurut kenyataan sejarah
guru tersebut dinyatakannya wafat sebelum ia sendiri lahir. Misanlnya, Ma’mun ibn
Ahmad al Harawi mengaku mendengar hadis dari Hisyam ibn Hammar. Al hafiz
ibn Hibban menanyakan kapan Ma’mun datang ke Syam? Ma’mun menjawab:
tahun 250. Maka ibnu Hibban mengatakan banwa Hisyam ibn Ammar wafat tahun
254. Ma’mun menjawab bahwa itu Hisyam ibn Ammar yang lain.( Musthafa Zahri,
: 100).

4. Ciri-ciri yang berkaitan dengan Matan

Kepalsuan suatu hadis dapat dilihat juga pada matan, berikut ciri-cirinya:

1) Kerancuan redaksi atau Kerusakan maknanya.


2) Berkaitan dengan kerusakan ma.na tersebut, Ibnu Jauzi berkata: Saya sungguh malu
dengan adanya pemalsuan hadis. Dari sejumlah hadis palsu, ada yang mengatakan:
“ Siapa yang salat, ia mendapatkan 70 buah gedung, pada setiap gedung ada 70.000
kamar, pada setiap kamar ada 70 000 tempat tidur, pada setiap tempat tidur ada 70
000 bidadari. Perkataaan ini adalah rekayasa yang tak terpuji. ( Nuruddin : 323)
3) Setelah diadakan penelitian terhadap suatu hadis ternyata menurut ahli hadis tidak
terdapat dalam hafalan para rawi dan tidak terdapat dalam kitab-kitab hadis.

Misalnya perkataan yang berbunyi:

‫اهلل اخذ امليثاق علي كل مؤمن ان يبغض على منا فق وعلي كل منا فق ان‬

‫مؤمن كل يبغض ان‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah mengambil Janji kepada setiap orang mukmin
untuk membenci kepada setiap munafik, dan kepada setiap munafik untuk membenci
kepada setiap mukmin”

4) Perkataan diatas tidak diketahui sumbernya.


23

Hadisnya menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, seperti


ketentuan akal, tidak dapat ditakwil, ditolak oleh perasaan, kejadian empiris dan
fakta sejarah.

Misalnya perkataan yang berbunyi:

‫اذا عطشس الرجل عند احلديث فهودليل صدقه‬

Artinya “Jika seseorang bersin ketika membacakan suatu hadis, maka itu
menandakan bahwa pembicaraanya benar”.

Musthafa Assiba’i memuat tujuh macam ciri Hadis palsu yaitu:

1) Susunan Gramatikanya sangat jelek.

2) Maknanya sangat bertentangan dengan akal sehat.

3) Menyalahi Al qur’an yang telah jelas maksudnya.

4) Menyalahi kebenaran sejarah yang telah terkenal di zaman Nabi saw.

5) Bersesuaian dengan pendapat orang yang meriwayatkannya, sedang orang tersebut


terkenal sangat fanatic terhadap mazhabnya.

6) Mengandung suatu perkara yang seharusnya perkara tersebut diberitakan oleh orang
banyak, tetapi ternyata diberitakan oleh seorang saja.

7) Mengandung berita tentang perberian pahala yang besat untuk perbuatan kecil, atau
ancaman siksa yang berat terhadap suatu perbuatan yang tidak berarti ( Syuhudi
Ismail : 178).

Menurut Hasbi Ashshddiqy, ciri Hadis palsu apabila:

1) Maknanya berlawanan dngan hal-hal yang mudah dipahami.

2) Berlawanan dengan ketentuan umum dan akhlak atau menyalahi kenyataan.

3) Berlawanan denga ilmu kedokteran.

4) Menyalahi peraturan- peaturan akal terhadap Allah.

5) Menyalahi ketentuan Allah dalam menjadikan alam.


24

6) Mengandung dongengan- dongengan yang tidak dibenarkan akal.

7) Menyalahi keterangan Al Qur’an yang terang tegas.

8) Menyalahi kaedah umum.

9) Menyalahi hakikat sejarah yang telah terkenal dimasa Nabi saw.

10) Sesuai dengan mazhab yang dianut perawi, sedang perawi itu orang sangat fanatic
mazhabnya.

11) Menerangkan urusan yang seharusnya kalau ada dinukilkan oleh orang banyak.

12) Menerangkan pahala yang sangat besar terhadap suatu perbuatan kecil atau
siksaan yang amat besar terhadap suatu amal yang tak berarti: (Hasbi
Ashshiddiqy, pokok-pokok ilmu Dirayah Hadis: .369-374)

H. Konsep Hadis Maudui


Konsep dasar dari hadis maudui adalah mengidentifikasi tema tertentu,
mengumpulkan semua hadis yang terkait dengan tema tersebut, dan kemudian
menganalisisnya untuk mendapatkan gambaran yang utuh. Metode ini membantu dalam
memahami bagaimana suatu tema dijelaskan dalam berbagai hadis.

1. Langkah-langkah Metodologi Hadis Maudui


a. Penentuan Tema : Memilih tema atau topik yang akan dikaji.
b. Pengumpulan Hadis : Mengumpulkan hadis-hadis yang terkait dengan tema yang telah
ditentukan.
c. Klasifikasi Hadis : Mengelompokkan hadis-hadis tersebut berdasarkan subtema atau
aspek tertentu.
d. Analisis Kontekstual : Menganalisis hadis dalam konteks historis dan sosial untuk
memahami implikasinya.
e. Penarikan Kesimpulan : Menyimpulkan pemahaman tentang tema berdasarkan analisis
seluruh hadis yang dikumpulkan.
2. Contoh Penerapan Hadis Maudui
25

Sebagai contoh, dalam mengkaji tema "keadilan", kita dapat mengumpulkan


hadis-hadis yang berbicara tentang keadilan dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya,
hadis tentang keadilan dalam memimpin, keadilan dalam keluarga, dan keadilan dalam
bermuamalah. Setelah mengumpulkan dan menganalisis hadis-hadis tersebut, kita dapat
memperoleh gambaran yang komprehensif tentang konsep keadilan dalam Islam.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Metodologi hadis tahlili dan hadis maudui adalah dua pendekatan yang berbeda
namun saling melengkapi dalam kajian hadis. Hadis tahlili fokus pada analisis kritis
terhadap sanad dan matan untuk memahami makna hadis secara mendalam, sementara
hadis maudui mengumpulkan dan menganalisis hadis berdasarkan tema tertentu untuk
mendapatkan pemahaman yang utuh tentang tema tersebut.

B. Saran
Penelitian lebih lanjut tentang metodologi hadis perlu terus dilakukan untuk
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan Islam. Penggunaan kedua metodologi ini
diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik dan komprehensif tentang
hadis-hadis Rasulullah SAW.

26
DAFTAR PUSTAKA

A.Sanaky, Hujair. Metode Tafsir (Perkembangan Metode Tafsir Mengikuti Warna dan Corak
Mufassirin). Al-Mawarid Edisi XVIII, 2008.

Al-Afriqy, Muhammad bin Mukrim bin Manzhur. Lisan al-Arab, Jilid 3, Bairut Lebanon: Dar
Ihya’ al-Turats al-Araby, 1996.

Al-Azami, M. M. (1977). Studies in Hadith Methodology and Literature. American


Trust Publications.

Al-Husain, Abu , Muslim bin al-Hajjaj. Shahih Muslim, Jilid 3, Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub,
1996.

Al-Kandahlawi, M. Y. (2004). Introduction to the Science of Hadith. Darussalam


Publishers.

Al-Mizzy, Abu al-Hajjaj Yusuf bin Zaky. Tahdzib al-Kamal, Jilid 32, Bairut Lebanon:
Muassasah al-Risalah, 1980.

al-Nawawy, Yahya bin Syaraf. Shahih Muslim bi Syarh al-Nawawi, Jilid 13, Bairut Lebanon:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1421 H/2000 M.

Al-Nawiy, Syamsuddin Ramadlan. Hukum Islam seputar Jihad dan Mati


Syahid, Surabaya:Fadillah Print, Cet. I, 2006.

Al-Qattan, Manna’ Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Riyadh. Mansyurat al-Ashr al-Hadis. 1973.

Arna'ut, S. (1989). The Methodology of Hadith Evaluation. Islamic Foundation.

Http : // Sabda Islam.Wordpres.com/ 2009/11/27/ Abu Zahrah, (13-01- 2010).

Husain al Munawar, Agil dan Masykur Hakim, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi
Tafsir, Semarang: Dina Utama,Cet. I, 1994.

Ibn Hajar Al-Asqalani. (1997). Nuzhat al-Nazr fi Tawdih Nukhbat al-Fikar. Dar al-
Ma’arif.

Khamdan, dkk, Studi Hadis Teori dan Metodologi,


27
28

M. Mustafa Azmi. (1977). Studies in Early Hadith Literature. American Trust


Publications.

Majid Khon, Abdul. Ulumul Hadis, Jakarta: Sinar Grafika Offset, cet ke-1, 2008.

Majma al-Lugah al-Arabiyah, al-Mu’jam al-Wasit, Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah,


Cet IV, 2004.

Manzhur, Ibnu. Lisȃn al ‘Arab, Cairo: Dar al Ma’arif, 1119.

Mu’jam Maqayis al-Lughah. Jilid 1

Muhammad Ali al-Shabuny, Min Kunuz al-Sunnah.

Nizar, Ali. Memahami Hadits Nabi, Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahman, Cet ke-1, 2001.

Shahih al-Bukhari Kitab al-‘Ilm bab Hifzh al-‘Ilm Jilid 1 hal. 56. Shahih
Muslim kitab Fadhail al-Shahabah bab Min Fadhail Abi Hurairah Jilid 4 hal. 1939
dan Sunan al-Turmudzi kitab al-Manaqib ‘anRasulillah babManaqib Abi
Hurairah Jilid 5, hal. 684.

Anda mungkin juga menyukai