Anda di halaman 1dari 13

Kejang demam atau febrile convulsion ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu

rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit. Anamnesis Anamnesis pada anak selalunya adalah alloanamnesis . Riwayat penyakit Pada umumnya, hal-hal yang perlu diketahui mengenai satu keluhan atau gejala mencakup: Lamanya keluhan berlansung Bagaimana terjadinya gejala : mendadak, perlahan-lahan, terus-menerus, berupa serangan-serangan, hilang timbul, berhubungan dengan waktu (sore, pagi, siang, malam) Berat-ringannya keluhan dan perkembangannnya : apakah menetap, cenderung bertambah berat, cenderung berkurang Terdapatnya hal yang mendahului keluhan Apakah keluhan tersebut baru pertama kali dirasakan atau sudah pernah sebelumnya Apakah saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien menderita keluhan yang sama Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya

Demam Demam merupakan keluhan yang paling sering ditemukan, dan didapatkan pada pelbagai penyakit baik infeksi maupun non-infeksi. Pada keluhan demam perlu ditanyakan : Berapa lama panas berlansung

Karakteristik demam: timbul mendadak, remiten, intermiten, kontinu, apakah timbul pada malam hari, berlansung beberapa hari, menurun dan naik kembali. Gejala penyerta: menggigil, kejang, kesadarannya menurun, meracau, mengigau, mencret, muntah, sesak napas, menunjukkan manifestasi pendarahan.

Kejang Frekuensi dan lamanya kejang Kapan kejang terjadi Kejang pertama kali atau sudah pernah sebelumnya; bila sudah pernah berapa kali dan bila (waktu anak berumur berapa) Sifat kejang : tonik, klonik, umum atau fokal. Lama serangan, interval antara dua serangan, kesadaran pada waktu kejang dan keadaan setelah kejang Gejala penyerta: panas, muntah, adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran, apakah terdapat kemunduran kepandaian anak

Riwayat imunisasi Status imunisasi penderita harus ditanya rutin, khususnya imunisasi BCG, DPT, Polio, dan Campak. Bila mungkin dengan tanggal saat imunisasi diberikan dan dimana diberikan. Untuk mengetahui status perlindungan pediatric yang diperoleh anak. Membantu diagnosis pada beberapa keadaan tertentu.

Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik Tanda Vital Tanda Ransang Meningeal Kaku kuduk (Nuchal rigidity) Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menepel pada dada.

Brudzinski I (Brudzinskis neck sign) Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien dan tangan lainnya di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak terangkat, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif. Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi panggul dan lutut.

Brudzinski II (Brudzinskis contralateral leg sign) Fleksi tungkai pasien pada sendi panggul secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya ada sendi panggul dan sendi lutut.

Kernig Penderita dalam posisi terlentang dilakukan fleksi tungkai atas tegak lurus, kemudian dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Pada iritasi menigeal ekstensi lutut secara pasif akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan.

A: Kernig, B: Brudzinski I

Pemeriksaan Penunjang Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi : 1. Darah Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) BUN indikasi nefrotoksik akibat dari pemberian obat Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 144 meq/dl ) 2. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan

infeksi, pendarahan penyebab kejang. 3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi 4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala. 5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal. 6. CT Scan : Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.

Diagnosis Banding 1. Epilepsy Merupakan kompleks gejala yang timbul akibat akibat gangguan fungsi otak yang gangguan fungsinya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai proses patologik. Kejang epileptic ialah satu gejala gangguan fungsi otak yang paling sering ditemukan. Epilepsy adalah gangguan kronik, dengan tanda utama adalah kejang spontan yang berulang. Gejala-gejala atau tanda-tanda penyakit ayan ini adalah apabila penyakit ini akan kambuh, penderita biasanya merasa pusing, pandangan berkunang-kunang, alat pendengaran kurang sempurna. Selain itu, keluar keringat berlebihan dan mulut keluar busa. Sesaat kemudian, penderita jatuh pingsan diiringi dengan jeritan. Semua uraturat mengejang, lengan dan tungkai menjulur kaku, tangan menggenggam dengan eratnya, acapkali lidah luka tergigit karena rahang terkatup rapat, si penderita sulit bernafas dan muka merah atau kebiru-biruan. Selama terserang ayan, biasanya mata tertutup dan akhirnya tertidur pulas lebih dari 45 menit. Apabila telah bangun dan ditanya, tidak lagi ingat apa-apa yang telah terjadi atas dirinya. Serangan ayan yang demikian itu senantiasa datang berulang-ulang.

2. Ensefalitis Ensefalitis virus akut adalah penyakit yang menakutkan dan sering membahayakan. Gamabaran klinis bervariasi dan sering termasuk nyeri kepala, letargi, muntah, anoreksia, dan keluhan non-spesifik lain. Sering dijumpai kelaianan fungsi mental yang bermanifestasi sebagai kebingungan, penurunan daya ingat, memberontak yang tidak biasa, halusinasi dan koma. Bangkitan kejang sering terjadi. Pemeriksaan neurologic biasanya memperlihatkan kelainan fokal yang mungkin samar.

Pemeriksaan funduskopi sering memperlihatkan peninggian tekanan intra-kranial. Pemeriksaan CSS mungkin memperlihatkan pleositosis ringan samapi sedang dengan sel polimorf atau mononukleus, peningkatan ringan samapai sedang konsentrasi protein dan glukosa selalunya normal. EEG biasanya memperlihatkan perlambatan difus dengan atau tanpa perubahan paroksisimal.

3. Meningitis Bakterialis Meningitis adalah infeksi ruang subarachnoid dan leptomeningen yang disebabkan oleh berbagai organism pathogen. Aspek penting yang harus dipertimbangkan mencakup usia, etnik, musim, factor pejamu, dan pola resistensi antibiotic regional di antara pathogen yang mungkin. Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kakukuduk. Namun, pada anak di bawah dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Perubahan tingkat kesadaran lazim terjadi, sebgaian besar penderita mengalami letargi, iritabilitas, atau delirium. Pemeriksaan fisik mungkin memperlihatkan tanda-tanda iritasi meningen kaku kuduk, tanda krenig dan Brudzinski yang positif. Bayi mungkin menunjukkan peenonjolan ubun-ubun, kelainan saraf keenam, mungkin terjadi akibat peninggian tekanan intrakranium atay peradangan di ruang subarknoid. Pleositosis sering dijumpai pada meningitis bakterialis, dengan hitung sel darah putih CSS dalam rentang 100-10,000 sel/L. selpolimorfonuklear mendominasi dan biasanya melebihi 90% total. Hipoglikorakia biasanya ditemukan dengan kadar glukosa CSS biasnya kurang dari 30-50% kadar glukosa serum. Konsentrasi protein biasanya meningkat dalam 100-500mg/dL. Perwarnaan gram akan positif pada lebih dari 90% pasien.

Diagnosis Kerja - Manifestasi Klinik Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf. Kriteria Livingstone dipakai sebagai pedoman membuat diagnosis kejang demam sederhana, yaitu :

Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun Kejang berlangsung tidak lebih dari 15 menit Kejang bersifat umum Kejang timbul dalam 16 jam pertamam setelah timbulnya demam Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukkan kelainan Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi empat kali

Epidemiologi Ada pengaruh genetic yang kuat karena frekuensi kejang demam meningkat di antara anggota keluarga. Insidensi pada orang tua berkisar antara 8% dan 22% dan pada saudara kandung 9% dan 17%. Angaka indeks pada kembar monozigotik jauh lebih tinggi daripada kembar dizigotik yang angkanya mendekati angka pada saudara kandung. Pada orang tua dari anak dengan kejang demam ditemukan peningkatan insidensi epilepsy. Frekuensi epilepsy di antara berbagai anggota keluarga adalah 4-10%. Etiologi Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat misalnya : tonsilitis ostitis media akut, bronchitis, dll

Patofisiologi Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan

konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

Penatalaksanaan Medika mentosa

1. Terapi fase akut/ penghentian kejang a. Sering berhenti sendiri b. Sewaktu kejang i. Pakaian yang ketat dibuang ii. Cegah aspirasi posisi miring terutama kalau muntah/ banyak lendir

iii. Jalan napas dibebaskan oksigenasi baik dan terjamin iv. Isap lendir secara teratur, beri Oksigen kalau perlu intubasi v. Awasi tanda-tanda vital: kesadaran, TD, respirasi, fungsi jantung vi. Menurunkan suhu yang tinggi vii. Pemberian Diazepam Secara IV a. Kadar tertinggi 1-3 b. Dosis: 0,3-0,5mg/kgBB perlahan-lahan (1-2mg/mnt) dlm waktu lebih dari 2 menit. c. Dosis maksimum: 20mg d. Bila masih kejang ulangi dengan dosis dan cara yang sama (interval 5-10) Secara IR a. Kadar tertinggi 5 b. Dosis 0,5-0,7mg/kgBB i. 5mg pada BB kurang 10kg ii. 10mg pada BB 10kg atau iii. 5mg pada umur <3thn iv. 7,5mg pada umur >3tahun viii. Asam valproat (depakene) atau fenobarbital Diberikan setealah diazepam Fenobarbital : secara Im dengan loading dose a. Dosis awal: 10-20mg/kgBB selanjutnya 4-8mg/kgBB/hr b. Efek samping dosis tinggi IR i. Depresi napas, hipotensi, letargi-somnolen jadi harus dipantau dengan ketat c. Jangan diberikan diazepam setelah pemberian fenobarbital dosis tinggi dapat menyebabkan cave hipotensi dan depresi napas. Bila kejang tidak berhenti diberikan fenitoin (dilantin)

Dosis awal 10-20mg/kgBB (IV) dalam NaCl 0,9% perlahan-lahan dengan kecepatan 1mg/kgBB/mnt atau <50mg/mnt Bila kejang berhenti, dosis lanjutan 4-8mg/kgBB/hr, 12 jam setelah dosis awal

Dalam 30-60 menit kadar diazepam dalam otak berkurang dapat timbul kejang semula

2. Mencari dan terapi penyebab 3. Terapi profilaksis agar kejang demam tidak berulang a. Profilaksis intermiten pada waktu demam i. OAKD hanya diberikan sewaktu demam (orang tua/ pengasuh harus cepat mengetahui bahwa anak demam) ii. Obat yang cepat diabsorbsi &cepat masuk otak iii. OAKD intermiten: Fenobarbital intermiten hasil kurang memuaskan Diazepam (lebih cepat penyerapannya) IR: tiap 8jam setiap suhu 38,5C Oral: 0,3mg/kgBB/hari dalam 3 dosis pada waktu anak demam ES: ataksia, ngantuk, hipotonia, iritabel Terapi intermiten: menurunkan risiko berualang KD 30-60% b. Terapi profilaksis kontinu/ rumat Fenobarbital : 3-4mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis kadar dalam darah 16mg/ml hasil bermakna untuk cegah berulangnya KD. ES: iritabel, hiperaktif, pemarah, agresif, kesulitan belajar

Asam Valproat Sama/ lebih baik daripada fenobarbital untuk mencegahnya berulangnya kejang Dosis: 15-40mg/kgBB/hari dalam 2-3dosis Tidak menyebabkan kelainan watak ES: hepatotoksik

Fenitoin dan Karbamazepin tidak efektif

Profilaksis kontinu o Berguna untuk mencegah berulangnya KD berat yang dapat mengakibatkan kerusakan otak o Tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy o Lama pemberian : 1thn setelah kejang terakhir dan lalu dihentikan bertahap dalam 1-2bln Rumatan o Indikasi Kejang lama > 15 Kelaianan neurologis nyata sebelum/ sesudah kejang, mis: hemiparesis, paresis TODD, palsi sereberi, retardasi mental, hidrosefalus. Kejang fokal Dipertimbangkan bila: Kejang berulang 2x dalam 24jam KD pada bayi <12bulan KD 4x setahun

o Diberikan secara selektif dan jangka pendek

Non-medika mentosa Edukasi kepada orang tua Mengurangi kecemasan Yakinkan KD umunya prognosis baik Ajarkan cara penanganan kejang Informasikan kemungkinan akan berulang kembali Pemberian obat untuk cegah rekurensi tetapi ingatkan efek sampingnya Tidak ada bukti bahwa terapi mengurangi kejadian epilepsy dikemudian hari Apabila anak kejang kembali Tetap tenang dan jangan panik Longgarkan pakaian terutama sekitar leher Bila tidak sadar :

Posisi terlentang dengan kepala miring Jangan memasukkan sesuatu apapun ke dalam mulut walau untuk mencegah lidah tergigit Bersihkan lendir/ ludah/ muntahan dari mulut dan hidung

Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang Tetap bersama anak selama kejang Diazepam rekta; jangan diberikan bila kejang berhenti Bawa ke dokter/ klinik/ RS bila kejang 5

Pencegahan Edukasi pada ibu bapa Ibu bapa diberikan penyuluhan tentang kejang demam. Cth: pada musim hujan, ibu bapa tidak menggalakkan anak untuk bermain di luar. Imunisasi

Prognosis Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan kematian, resiko seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung faktor : Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut di atas, di kemudian hari akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13 %, dibanding bila hanya terdapat satu atau tidak sama sekali faktor tersebut, serangan kejang tanpa demam 2%-3% saja.

Komplikasi Timbul dari sekuele-sekuele kejang demam dan kejadiannya dipengaruhi oleh status pasien sebelum kejang demam dan tipe kejang.

Gangguan belajar dan perilaku, retardasi mental, deficit koordiansi dan motorik dll.

Epilepsy Anak yang menderita kejang demam berisiko lebih besar mengalami epilepsy, dibandingkan dengan yang tidak. Factor resiko terjadinya epilepsy di kemudian hari : Kelainan neurologis dan perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama Kejang demam kronik Riwayat epilepsy pada ortu/ saudara kandung o Kemungkinan epilepsy tidak dapat dicegah dengan member terapi rumat pada kejang demam.

Anda mungkin juga menyukai