MUSKULOSKELETAL
Kelompok
1:
Adhe Irma
Iin Undriani
Hastuti
Hisbawati
Marianus
Ndiwal
Muh. Aris
Munandar
Reumatoid Artritis
PENGERTIAN
ETIOLOGI
pencernaan
2.Komplikasi
syaraf ARTRI
PATOFISOLOGI
KOMPLIKASI
REUMATOID
3.Nodulus reumatoid
Pada artritis reumatoid,
ekstrasinovial
reaksi autoimun terutama
4.Penurunan
terjadi
pada
jaringan
kemampuan untuk
sinovial. Proses fagositosis
melakukan aktivitas
menghasilkan
enzimhidup sehari-hari ,
enzim dalam sendi. Enzimdepresi, dan stres
enzim
tersebut
akan
keluarga dapat
memecah
kolagen
menyertai
sehingga terjadi edema,
eksaserbasi
proliferasi
membran
penyakit. (Corwin,
sinovial,
dan
akhirnya
2009).
membentuk panus. Panus
5. Osteoporosis.
akan
menghancurkan
6.Nekrosis sendi
tulang
rawan
dan
panggul.
menimbulkan erosi tulang,
7.Deformitaas sendi.
akibatnya menghilangkan
Tujuan
penatalaksanaan
1.Tes
faktor
reuma
reumatoid
artritis
adalah
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
biasanya positif
pada PENATALAKSANAAN/PENG
mengurangi nyeri, mengurangi
lebih dari 75% pasien OBATAN
inflamasi,
menghentikan
artritis
reumatoid
kerusakan
sendi
dan
terutama bila masih
meningkatkan
fungsi
dan
kemampuan
mobilisasi
aktif.
penderita.
2.Protein
C-reaktif
Adapun
penatalaksanaan
biasanya positif.
umum
pada
rheumatoid
3.LED meningkat.
arthritis antara lain :
4.Leukosit normal atau
1. Pemberian terapi
2. Pengaturan aktivitas dan
meningkat sedikit.
istirahat
5.Anemia
normositik
3. Kompres panas dan dingin
hipokrom
akibat
4. Diet
adanya inflamasi yang
5. Banyak minum air untuk
kronik.
membantu mengencerkan asam
urat yang terdapat dalam darah
6.Trombosit meningkat.
sehingga tidak tertimbun di
7.Kadar albumin serum
sendi. (NANDA, 2013).
turun dan globulin
DX 4 : Defisit perawatan
diri B/D kerusakan
musculoskeletal,
penurunan kekuatan, daya
tahan, nyeri pada waktu
bergerak, depresi.
Gout Artritis
Secara
klinis KLINIS
ditandai
MANIFESTASI
KOMPLIKASI
a. Penyakit ginjal
b. Batu ginjal
kristal)
c. Hipertensi
(endapan
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1.Pemeriksaan
serum asam urat
2.Eusinofil Sedimen Rate (ESR)
3.Urine specimen 24 jam
4.Analisis cairan aspirasi dari
sendi yang mengalami inflamasi
akut atau maternal aspirasi dari
sebuah tofi menggunakan jarum
Kristal
urat
yang
tajam,
memberikan diagnosis definitive
gout..
5.USG
PENATALAKSANAAN
1. Diet
2. Hindari obat-obatan yang
mengakibatkan hiperurisemia seperti
tiazid, diuretic, aspirin, dan asam
nikotinat yang menghambat ekskresi
asam urat dari ginjal.
3. Mengurangi konsumsi alcohol (bagi
peminum alkohol).
4. Tirah baring
5. Obat-obatan yang dberikan pada
penderita akut (kolkisin, OAINS,
kortikosteroid, analgesik)
PEMERIKSAAN FISIK
B1 (Breathing)
Inspeksi: bila tidak melibatkan sistem pernapasan,biasanya ditemukan kesimetrisan rongga
dada, klien tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan.
Palpasi: taktil fremitus seimbang kiri dan kanan
Perkusi : Suara resona pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara napas hilang/melemah pada sisi yang sakit, biasanya di dapat suara ronki
atau mengi.
B2 (Blood) : pengisian kapiler kurang dari 1 detik,sering ditemukan keringat dingin,dan pusing
karena nyeri.
B3 (Brain) : kesadaran biasanya kompos mentis
kepala dan wajah : ada sianosis
mata
: sclera biasanya tidak ikterik
leher
: biasanya JVP dalam batas normal
B4 (Blader) : produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan , kecuali penyakit gout sudah mengalami komplikasi ke gijal berupa pielonefritis,
batu asam urat ,dan GGK yang akan menimbulka perubahan fungsi pada sistem ini
B5 (bawel) : kebutuhan eliminasi pada kasus gout tidak ada gangguan, tetapi perlu dikaji
frekuensi, konsistensi,warna, serta nbau feses. Selain itu perlu di kaji frekiensi, konstitensi,
warna, bau, dan jumlah urine. Klien biasanya mual,mengalami nyeri lambung,dan tidak ada
nafsu makan, terutama klien yang memakai obat analgesik dan anti hiperurisemia
B6 (Bone) : pada pengkajian ini ditemukan keluhan nyeri sendi yang merupakan keluhan
utama yang mendorong klien mencari pertolongan (meskipun sebelumnya sendi sudah kaku
dan berubah bentuknya). Nyrin biasaya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang
dengan istirahat. Beberapa ferakan tertentu kadang menimbulkan nyeri yang lebuh
dibandingkan dengan gerakan yag lain. Deformitas sendi (temuan tofus) terjadi dengan temuan
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
INTERVENSI
DX.1 : Nyeri akut berhubungan dengan agen-agen penyebab cedera fisik
Tujuan : Pasien mampu menjelaskan kadar dan karakteristik nyeri.
Kaji nyeri pasien
R/ Memberikan informasi sebagai dasar dan pengawasan keefektifan intervensi
Bantu pasien untuk mendapatkan posisi yang nyaman
R/ Untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan mendistribusikan
kembali tekanan pada bagian tubuh
Lakukan tindakan kenyamanan untuk meningkatkan relaksasi, seperti pemijatan,
mengatur posisi, dan teknik relaksasi.
R/ Membantu pasien mwmfokuskan pada subjek pengurangan nyeri
Cegah agar tidak terjadi iritasi pada tofi, misalnya menggunakan sepatu yang
sempit dan terantuk benda yang keras
R/ Bila terjadi iritasi maka akan semakin nyeri
Berikan obat-obatan yang dianjurkan sesuai indikasiR
R/ untuk mengurangi nyeri yang adekuat
informasi
Tujuan : pasien mampu
mengkomunikasikan apa yang
dirasakan dan yang diajarkan.
a. Kaji kemampuan pasien dalam
mengungkapkan intruksi yang diberikan
R/Mengetahui respond an kemampuan
kognitif pasien dalam menerima
informasi
b. Berikan jadwal obat yang di gunakan
meliputi nama obat, dosis, tujuan dan
efek samping
R/Tindakan ini dapat meningkatkan
koordinasi dan kesadaran pasien
terhadap pengobatan yang teratur
c. Berikan informasi mengenai alat-alat
bantu yang mungkin dibutuhkan
R/mengurangi paksaan untuk
menggunakan sendi dan memungkinkan
individu untuk ikut serta secara lebih
nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan
d. Jelaskan pada pasien menegenai
penyakit yang dialami.
R/memberikan pengetahuan pasien
sehingga dapat menghindari terjadinya
serangan berulang
e. Dorong pemasukan diet rendah purin
dan cairan yang adekuat
KIFOSIS
Gibbus/Kyposisadalahlengkung
Secara umum dikenal tiga jenis
ankedepanpunggung
kifosis.
atas(bungkuk).Biasanyameruju
1. Congenital kyphosis,
kpadabungkuk
yang
Kelainan bawaan sejak di rahim ibu
berlebihan,
lebih dari
40-45
yang harus diatasi
sedini
mungkin,
derajat
sebelum berusia 10 tahun.
2. Postural kyphosis
Yang paling banyak ditemui (pada
remaja
putri)
dan
biasa
disebutbungkuk udang.
3. Scheuermanns khyphosis
(diambil dari nama radiolog Denmark
yang pertama kali menandainya).
Banyak terjadi di usia belasan tahun
terutama pada remaja pria yang terlalu
kurus. Bisa mempengaruhi tulang
ETIOLOGI
Kifosis tidak hanya karena faktor keturunan, melainkan
juga dapat di sebabkan oleh:
Bisa disebabkan kecelakaan.
1.
Faktor kebiasaan duduk lama dalam posisi yang tidak
tegak.
2.
Sering mengangkat beban yang berat dalam posisi tubuh
yang bungkuk.
3.
Orang yang sudah tua, proses osteoporosis atau
pengeroposan tulang.
4.
Pola makan yang tidak teratur serta pola nutrisi yang
tidak seimbang (kurangnya kalsium dalam tulang)
5.
Kurang aktif atau tidak pernah bergerak,
6.
Merokok dan mengkonsumsi obat-obatan terlarang
7.
Menderita penyakit hati, serta
8.
menderita penyakit ginjal, karena sering mengkonsumsi
obat-obatan.
PENGKAJIAN
a) Data Subyektif
Mengeluh demam, badan
menggigil
Merasa lemah
Kulit teraba tebal dan
kaku
Mengeluh nyeri hebat
b) Data Obyektif
Kulit
seluruh
tubuh
eritema dan eksfoliasi
Edema
Skuama halus / kasar
Rambut rontok
Elevated nail
Hiperpigmentasi
paska
inflamasi
c) Data Penunjang
Pemerikasaan
histopatologi
MANIFESTASI KLINIK
Kifosis biasanya ditandai dengan demam dan nyeri pada tulang belakang serta rasa kaku pada
tulang punggung sehingga pasien memiliki keterbatasan untuk bergerak. Gibbus juga sering tidak
Menghasilkan gejala-gejala spesifik, yang dapat di lihat dari tanda yang terjadi pada penderita
gibbus adalah berubahnya penampilan seorang menjadi kelihatan tidak menarik (bungkuk).
4.DX 4 :
Kurang pengetahuan sehubungan
dengan
kurangnya
informasi
tentang
penatalaksanaan perawatan di rumah.
Rencana tindakan
1. Diskusikan tentang pengobatan : nama, jadwal,
tujuan, dosis dan efek sampingnya.
2. Peragakan pemasangan dan perawatan brace
atau korset.
3. Perbanyak diet nutrisi dan masukan cairan
yang adekuat.
4. Tekankan pentingnya lingkungan yang aman
untuk mencegah fraktur.
5. Diskusikan tanda dan gejala kemajuan
penyakit, peningkatan nyeri dan mobilitas.
DIAGNOSA DAN
INTERVENSI
SKOLIOSIS
Skoliosis adalah lengkungan atau
kurvatura lateral pada tulang belakang
akibat rotasi dan deformitas vertebra.
Tiga bentuk skoliosis struktural yaitu :
1. Skoliosis Idiopatik adalah bentuk
yang paling umum terjadi dan
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok
yaitu infantile, yang muncul sejak lahir
sampai usia 3 tahun; anak-anak, yang
muncul dari usia 3 tahun sampai 10
tahun; dan remaja, yang muncul
setelah usia 10 tahun (usia yang paling
umum).
2. Skoliosis Kongenital adalah skoliosis
yang menyebabkan malformasi satu
atau lebih badan vertebra.
ETIOLOGI
Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:
1. Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan
dengan suatu kelainan dalam pembentukan tulang
belakang atau tulang rusuk yang menyatu
2. Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk
atau kelemahan otot atau kelumpuhan akibat
penyakit berikut:
- Cerebral palsy
- Distrofi otot
- Polio
- Osteoporosis juvenil
3. Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1. Rontgen tulang belakang.
2. Pengukuran dengan skoliometer (alat untuk
mengukur kelengkungan tulang belakang)
Skoliometer
3. MRI (jika ditemukan kelainan saraf atau
kelainan pada rontgen).
MANIFESTASI KINIS
Gejalanya berupa:
1. tulang belakang melengkung secara
abnormal ke arah samping
2. bahu dan/atau pinggul kiri dan kanan
tidak sama tingginya
3. nyeri punggung
4. kelelahan pada tulang belakang setelah
duduk atau berdiri lama
5. skoliosis yang berat (dengan
kelengkungan yang lebih besar dari
60%) bisa menyebabkan gangguan
pernafasan.
Kebanyakan pada punggung bagian
atas, tulang belakang membengkok ke
kanan dan pada punggung bagian
bawah, tulang belakang membengkok
ke kiri; sehingga bahu kanan lebih
tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga
mungkin lebih tinggi dari pinggul kiri.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam
kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya
benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masingmasing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri
otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas
lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan
caraberjalan abnormal (mis. cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar penyakit
Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari
lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer,
MANIFESTASI KLINIS
PEMERIKSAAN
DIAGNOSIK
Pemeriksaan yang
paling penting adalah
pemeriksaan USG,
pada bayi yang agak
besar atau anak-anak
dapat dilakukan :
1. Rontgen
Menunjukkan
lokasi / luasnya
fraktur / trauma
2. Scan tulang,
tonogram, CT
scan / MRI
Memperlihatkan
fraktur, juga dapat
digunakan untuk
mengidentifikasika
n kerusakan
jaringan lunak.
PENATALAKSANAAN
PENGKAJIAN
1. Pengkajian
musculoskeletal
2. Kaji tanda iritasi
kulit
3. Kaji respon anak
terhadap traksi
dan
immobilisasi
dalam balutan
gips
4. Pasca operasi
kaji tanda vital
dan drainase
luka
5. Kaji tingkat
perkembangan
anak
6. Kaji kesiapan
orang tua untuk
merawat di
EVALUASI
Hasil yang
diharapkan
1. Pinggul bayi
atau anak
akan tetap
pada posisi
yang
diharapkan
2. Kulit bayi atau
anak akan
tetap utuh
tanpa
kemerahan
atau
kerusakan
3. Orang tua
akan
mendemonstra
sikan aktivitas
perawatan
untuk
SPINA
BIFIDA
DEFENISI
ETIOLOGI
Resiko melahirkan anak dengan
spina bifida berhubungan erat
dengan kekurangan asam folat,
terutama yang terjadi pada awal
kehamilan.
Kelainan
bawaan
lainnya yang juga ditemukan pada
penderita spina bifida (diagnosa
banding)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
2.
3.
4.
5.
DX 1
hambatan
mobilitas fisik
B/D paralisis
motorik
1. Kaji mobilitas
yang ada dan
observasi
trhdp
kerusakan.
Kaji secara
teratur fungsi
motorik.
2. Ubah posisi
klien tiap 2
jam
3. Ajarkan klien
untuk
melakukan
latihan
gerakan aktif
pada
ekstremitas
yang tidak
DIAGNOSA DAN
INTERVENSI
DX 2 gangguan
DX 3 :
inkontinensia
alvi yang B/D
paralisis visera
1. Berikan
penjelasan
pada klien dan
klrga ttg
konstipasi.
2. Auskultasi
bising usus.
3. Anjurkan pada
klien untuk
makan
makanan
berserat
4. Bila klien
mampu
minum, berikan
intake cairan
yang cukup
5. Lakukan
mobilisasi
sesuai dengan
Gangguan
perfusi
jaringan B/D
peningkatan
tekanan
intrakranial
1. Pasien bed rest
total dengan
posisi tidur
terlentang tanpa
bantal
2. Monitor tandatanda status
neurologis dengan
GCS.
3. Monitor TTV
4. Monitor intake
dan output
5. Bantu pasien
untuk membatasi
muntah, batuk.
6. Kolaborasi
7. Berikan cairan
perinfus dengan
perhatian ketat.
8. Monitor AGD bila
diperlukan
pemberian
oksigen
9. Berikan terapi
Etiologi
Umumnya nyeri punggung
bawah disebabkan oleh salah satu
dari berbagai masalah
muskoloskeletal. Nyeri terjadi
akibat gangguan muskuloskeletal
dapat dipengaruhi oleh aktivitas.
a. Regangan lumbosakral akut
b. Ketidakstabilan ligamen
lumbosakral dan kelemahan otot.
c. Osteoartritis tulang belakang.
d. Stenosis tulang belakang
e. Masalah diskus intervertebralis
f. Perbedaan panjang tungkai
g. Pada lansia, akibat fraktur
tulang belakang, osteoporosis atau
metastasis tulang
h. Penyebab lain, seperti
gangguan ginjal, masalah pelvis,
tumor retroperitoneal, aneurisma
abdominal dan masalah
psikosomatik.
Manifestasi Klinik
a. Keluhan nyeri punggung
akut maupun kronis atau
berlangsung lebih dari dua bulan
tanpa perbaikan dan kelemahan.
b. Nyeri bila tungkai
ditinggikan dalam keadaan
lurus, indikasi iritasi serabut
saraf.
c. Adanya spasme otot
paravertebralis (peningkatan
tonus otot tulang postural
belakang yang berlebihan)
d. Hilangnya lengkungan
lordotik lumbal yang normal
e. Dapat ditemukan deformitas
tulang belakang
skoliosis
b. Computed tomography atau CT
Scan; berguna untuk mengetahui
penyakit yang mendasari, seperti
adanya lesi jaringan lunak
tersembunyi di sekitar kolumna
vertebralis dan masalah diskus
intervertebralis.
c. Ultrasonografi atau USG, dapat
membantu mendiagnosis
penyempitan kanalis spinalis.
d. Magneting resonance imaging
atau MRI, memungkinkan
visualisasi sifat dan lokasi patologi
tulang belakang
e. Mielogram dan diskogram, di
mana sejumlah kecil bahan kontras
disuntukkan ke diskus
intervertebralis untuk dapat
melihat visualisasi sinar. Dapat
dilakukan untuk diskus yang
mengalami degenaris atau protrusi
diskus
f. Venogram epidural, digunakan
untuk mengkaji penyakit diskus
Penatalaksanaan
Sebagian besar nyeri
punggung dapat hilang sendiri
dan akan sembuh dalam enam
minggu dengan tirah baring,
pengurangan stres, dan
relaksasi. Klien harus tetap
ditempat tidur dengan matras
yang padat/ kayu penyangga
dan tidak membal selama dua
sampai tiga hari. Pergi ke kamar
mandi boleh dilakukan, namun
kegiatan lain seperti menerima
telepon, mengasuh anak,
aktivitas umum yang
mengakibatkan stres sebaiknya
dihindari. Klien diposisikan
sedemikian rupa sehingga fleksi
lumbal lebih, yang dapat
mengurangi tekanan pada
serabut saraf lumbal. Bagian
DIAGNOSA DAN
INTERVENSI
DX 1 : Nyeri B/D masalah
DX 2 : Kerusakan mobilitas
muskuloskeletal
6.
DX 3: Kurang
pengetahuan B/D
teknik mekanika
tubuh melindungi
punggung
DX 4 : Perubahan
peran berhubungan
dengan gangguan
mobilitas dan nyeri
kronik
1.Bantu klien
1. Ajarkan klien cara
menghadapi stresor
berdiri, duduk,
spesifik dan belajar
berbaring, dan
bagaimana
mengangkat barang
menghadapi stres
dengan benar
tersebut.
2. mengganti sepatu/
2.Membantu klien dan
sandal dgn yg
keluarga dalam
bertumit rendah
mengidentifikasi
3. mengistirahatkan
kebutuhan
salah satu kaki, bagi
ketergantungan yAang
klien yg terpaksa
berkepanjangan
berdiri lama u/
3.Membantu klien dan
mengurangi lordosis
keluarga
lumbal
mengidentifikasi dan
4. Anjurkan klien untuk
menghadapi alasan
melihat postur yang
yang mendasari
benar melalui cermin;
ketergantungan
latih postur dada
4.Konsultasi ke klinik
DX. 5 : Perubahan
nutrisi lebih dari
kebutuhan
berhubungan
dengan obesitas
1. Kolaborasi
penyusunan
program
penurunan berat
badan dan stres
pada punggung
bawah
2. Berikan
pengawasan
terhadap rencana
penuruna n berat
badan klien
3. Lakukan
pencatatan setiap
pencapaian
4. Berikan semangat
dan pujian positif
Etiologi HNP
1. Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra
2. Spinal stenosis
3. Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat,
dll
4. Pembentukan osteophyte
5. Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan
annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas
sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.
Patofisiologi HNP
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami
hernisasi pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan
dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor
dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang
mengakibatkan herniasi nukleus purpolus melalui anulus
dengan menekan akar akar syaraf spinal.
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara L4
sampai L5, atau L5 sampai S1. Arah herniasi yang paling sering
adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal
miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena
neuralis, maka herniasi discus antara L5 dan S1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan
oleh pengurangan kadar protein yang berdampak pada
peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal
meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres
yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik
secara langsung atau tidak langsung pada diskus inter
vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi
nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan
mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus
Komplikasi HNP
1. Infeksi luka karena tindakan pembedahan HNP
2. Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal
Penatalaksanaan HNP
1. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
a. Tidur selama 1 2 hr diatas kasur yang keras
b. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf
c. Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan
analgetik.
d. Terapi panas dingin.
e. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau
korset
f. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya resides
g. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS)
2. Pembedahan
Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap
dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan
neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
DX 2 : Gangguan mobilitas
fisik B/D
hemiparese/hemiplegia
1. Berikan / bantu pasien untuk
melakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif
2. Berikan perawatan kulit
dengan baik, masase titik
yang tertekan setelah rehap
perubahan posisi. Periksa
keadaan kulit dibawah brace
dengan periode waktu
tertentu.
3. Kolaborasi dalam pemberian
analgetik sesuai progran dan
efektivitasnya
4. Rujuk pasien untuk konsultasi
psikologis bila kelemahan
motorik, sensorik, dan fungdi
seksual terjadi permanen
5.
6.
DX 4 : Kurangnya perawatan
diri B/D
hemiparese/hemiplegi, nyeri
DX 5 : Gangguan eliminasi
alvi (konstipasi) B/D
imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
DX 6 : Resiko gangguan
integritas kulit B/D tirah
baring lama
DAFTAR PUSTAKA
Black M., J., & Hawks H., J. (2009). Medical
surgical nursing., clinical management for
positive outcomes., 8th ed. Singapore : Elsevier.
Timby, B.K., & Smith, N.E. (2010). Introductory
Medical Surgical Nursing, 10th ed. Philadelphia :
Lippincott. hal 959 s.d 1022
William, L.S., & Hopper, P.D. (2007).
Understanding medical surgical nursing, 3 rd ed.
Philadelphia : F.A Davis Company. hal 975 s.d
1033.