Anda di halaman 1dari 25

ISU-ISU HUKUM DALAM

E-COMMERCE & ECONTRACT

Isu-Isu Hukum Dalam


E-Commerce dan E-Contract

Adanya permasalahan-permasalahan baik yang bersifat teknis maupun yuridis.


Permasalahan teknis adalah permasalahan reliabilitas teknologi elektronik itu
sendiri sebagai core technology beserta piranti-piranti pendukungnya dalam
hubungannya dengan penggunaannya sebagai media niaga. Permasalahan non
teknis adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan implikasi-implikasi yang
terlahir dari pengaplikasian teknologi elektronik dalam dunia perdagangan (M.
Arsyad Sanusi, E-Commerce : Hukum dan Solusinya)
Karakter internet atau cyber space yang bersifat global atau universal, maka
permasalahan-permasalahan yang timbul pun memiliki kecenderungan untuk juga
berkarakter global dan universal. Contoh: permasalahan Hukum Perdata
Internasional.
Permasalahan dalam e-commerce dikategorikan ke dalam dua kelompok, yaitu
permasalahan yang bersifat substantif dan permasalahan yang bersifat prosedural.

Permasalahan Substantif
A.

Masalah Keaslian, Keotentikan dan Integritas Data


Data message merupakan landasan utama
terbentuknya suatu kontrak elektronik, baik
kesepakatan mengenai persyaratanpersyaratan dan ketentuan-ketentuan
kontrak (terms and condition) atau
substansinya.
Beberapa teknik untuk menjamin keotentikan
data dan integritas data message, yaitu
teknik kriptografi (cryptography) dan tanda
tangan elektronik (electronic signature).

KRIPTOGRAFI
Suatu teknik pengamanan serta
penjaminan keotentikan data yang
terdiri dari dua proses, yaitu eknripsi
(encryption) dan deskripsi
(descryption)

ENKRIPSI
Suatu proses yang dilakukan untuk
membuat suatu data menjadi tidak
dapat terbaca oleh pihak yang
tidak berhak karena data-data
tersebut telah dikonversikan ke
dalam bahasa sandi atau kodekode tertentu.

DESKRIPSI
Merupakan kebalikan dari Enkripsi,
yaitu merupakan proses menjadikan
suatu data atau informasi yang telah
di-enkripsi menjadi bisa terbaca oleh
pihak yang berhak.

Suatu tanda tangan secara umum harus


dapat menjalankan sejumlah fungsi
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi penandatangan;
2. Memberikan kepastian tentang
keterlibatan seseorang dalam
penandatanganan tersebut;
3. Mengasosiasikan orang tertentu dengan
isi dokumen;
4. Menyatakan kepemilikan dokumen pada
si penandatangan.
(Adrian Mc Cullaghi, Peter Little, William Cacli)

7 Karakteristik yang dimiliki


tanda tangan tradisional:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Dapat dibuat dengan mudah oleh orang yang sama;


Dapat dikenali dengan mudah oleh pihak ketiga;
Relatif sulit dipalsukan oleh pihak ketiga;
Dibubuhkan dan disertakan dalam dokumen
sehingga keduanya menjadi satu kesatuan;
Melibatkan proses fisik (penulisan tinta ke atas
kertas);
Sama untuk semua dokumen yang ditandatangani
oleh orang yang sama;
Relatif sulit untuk dihapus tanpa adanya bekas.

Dari perbandingan karakteristik


antara tanda tangan secara umum
dan tanda tangan secara
tradisional, maka tanda tangan
elektronik dapat ditolak
keabsahannya, karena tidak
memenuhi butir 5 dan 7
(melibatkan proses fisik dan
kemudahan untuk dihapus)

Namun, menurut para pakar tanda tangan


elektronik harus diterima keabsahannya
sebagai tanda tangan dengan alasn sebagai
berikut:
1. Tanda tangan elektronik dibubuhkan oleh
seseorang/beberapa orang yang
berkehendak dan diikat secara hukum.
2. Tanda tangan elektronik dapat dibuat atau
dibubuhkan dengan menggunakan
peralatan mekanik seperti halnya tanda
tangan tradisional.
3. Sifat keamanan yang sama seperti tanda
tangan tradisional.
4. Unsur niat dapat dipenuhi oleh tanda
tangan elektronik.
5. Tanda tangan elektronik dapat diletakkan
di bagian mana saja dari suatu dokumen
seperti tanda tangan tradisional.

B. Permasalahan Validitas
Permasalahan substansial lainnya dalam
e-commerce adalah masalah yang
berkaitan dengan keabsahan dokumen
elektronik yang digunakan dalam
pembentukan kontrak elektronik serta
permasalahan kontrak elektronik itu
sendiri. Permasalahan tersebut erat
kaitannya dengan wujud dokumen dan
tanda tangan elektronik yang cenderung
untuk tidak tertulis langsung diatas kertas,
melainkan lebih bersifat abstrak
(intangible)

C. Permasalahan yang Bersifat ProseduralAplikatif

Masalah Yurisdiksi atau Forum


Yang dimaksud adalah judicial jurisdiction, yang
merujuk pada kekuasaan pengadilan untuk
mengadili kasus-kasus tertentu, dalam hal ini kasuskasus yang berkaitan dengan transaksi-transaksi
dalam e-commerce maupun e-contract.
Masalah yurisdiksi merupakan masalah krusial dan
kompleks dalam konteks e-commerce.

Pergeseran Paradigma
Yurisdiksional Akibat
Lahirnya Internet dan
Man should not draw. Lines on the land. The winds will dim
them, the snows
will cover them, and the train will wash
Cyber
Space
them away
Intinya, suatu sistem hukum selalu terkait sangat erat
dengan wilayah khusus mereka yang sepenuhnya
ditentukan oleh garis-garis batas.
Namun, kehadiran internet dan e-commerce telah
membuat batas-batas fisik ruang dan waktu menjadi tak
lagi memiliki arti (borderless) karena kehadirannya
memang dirancang untuk itu.

Sehubungan dengan permasalahanpermasalahan tersebut, Amerika Serikat


mengenal adanya dua tipe yurisdiksi
Subject

Matter Jurisdiction
(Kompetensi Absolut)
Kompetensi Relatif

Keberadaan yurisdiksi
yang didasarkan atas
keberadaan lokasi server
dan/atau sifat dari
website adalah tidak
tepat.

Amerika Serikat telah memiliki The


Long Arm Statute yang
memungkinkan negara ini untuk
memberikan penekanan pada
keberlakuan sistem hukum
nasional negaranya untuk dapat
berlaku secara extra territorial ke

Applicable Law/Choice of Law


Dalam hal tidak adanya pilihan hukum dalam
suatu perjanjian atau kontrak, maka hal yang
terpenting adalah menemukan hukum yang
berlaku bagi kontrak tersebut. Untuk itu dapat
dipergunakan beberapa teori sebagai berikut:
Lex loci contractus
Lex loci solutionis
The proper law of the contract
The most characteristic connection

Masalah Pembuktian
Dalam praktek pengadilan di Indonesia,

penggunaan data elektronik sebagai alat bukti


yang sah masih belum biasa digunakan.
Padahal di beberapa negara seperti Australia,
Chili, Jepang, China, dan Singapura telah
memiliki peraturan hukum yang memberikan
pengakuan data elektronik sebagai alat bukti yang
sah. Contoh: Contract Law of The Peoples
Republic of China 1999.

Aspek Pembuktian Perdata


Secara

perdata, di Indonesia suatu perselisihan


akan diselesaikan di badan peradilan Indonesia
(choice of forum) dan dengan hukum Indonesia.
Hukum Pembuktian Indonesia tercantum di
dalam Buku IV dari Burgerlijk Wetboek (BW)
Dalam acar perdata pembuktian lebih bersifat
formil. Jadi sekiranya ada alat bukti yang
dipalsukan maka persidangan acara perdata
akan menunggu diputuskannya kasus pidana
tersebut.

Aspek Pembuktian Pidana


Adanya 4 (empat) sistem pembuktian:
1.
Pembuktian berdasarkan keyakinan hukum
(conviction in time)
2.
Pembuktian berdasarkan undang-undang
secara positif (positief wettelijke bewijstheorie)
3.
Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan
hakim atas alasan yang logis (la conviction
raisonnee)
4.
Sistem pembuktian menurut undang-undang
secara negatif (negatief wettelijke
bewijstheorie)

Masalah Etika dan Kebijakan


Publik
Isu-isu hukum dalam e-commerce
mencakup:
Masalah privasi
Kekayaan intelektual
Masalah kebebasan berbicara
Masalah pajak
Perlindungan konsumen

Severine Dusolier menyebutkan beberapa


permasalahan dalam perdagangan secara
elektronik anatara lain:
Masalah Hukum Perpajakan
Masalah Pembayaran Elektronik
Masalah Hukum Kontrak dan Pembuktian
Liabilitas/Tanggung Jawab
Hak Atas Kekayaan Intelektual
Perlindungan Konsumen
Permasalahan Privasi
Hukum Perdata Internasional

Isu Hukum e-Commerce dan eContract di Indonesia

Indonesia saat ini sangat membutuhkan suatu


undang-undang yang akan mengatur tentang
legalitas kontrak-kontrak bisnis elektronik
(business e-contract), verifikasi tanda tangan
elektronik, pengaturan tindak kejahatan cyber
(cyber crime), dan sebagainya.
Para pelaku tindak kejahatan tersebut dapat
dengan mudah lolos dari jerat hukum karena
tidak adanya aturan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang mengatur
permasalahan tersebut di Indonesia.

Tidak adanya ketentuan


hukum dan perundangundangan

Seringkali pengadilan di Indonesia


berpandangan bahwa karena Indonesia
belum memiliki undang-undang khusus
yang melarang tindakan cybersquating
sebagai tindakan yang melawan hukum,
maka terdakwa harus dibebaskan.
Legalitas Kontrak Elektronik
Keyakinan/Kepercayaan Konsumen
Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti
Meningkatnya Angka Kejadian Cybercrime

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai