yaitu serangkaian tindakan yaitu serangkaian tindakan penyidik penyelidik untuk mencari dan dalam hal dan menurut cara yang menemukan suatu peristiwa yang diatur dalam Undang-Undang ini diduga sebagai tindak pidana guna untuk mencari serta mengumpulkan menentukan dapat atau tidaknya bukti yang dengan bukti itu dilakukan penyidikan menurut cara membuat terang tentang tindak yang diatur dalam undang-undang pidana yang terjadi dan guna ini. menemukan tersangkanya. Perbedaan Penyelidik Penyidik
Yang berwenang Setiap pejabat polisi negara 1. pejabat polisi negara
Republik Indonesia Republik Indonesia. (Pasal 4 KUHAP) 2. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. (Pasal 6 KUHAP) 1. menerima laporan atau 1. menerima laporan atau Wewenangnya pengaduan dari seorang tentang pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; adanya tindak pidana; 2. mencari keterangan dan barang 2. melakukan tindakan pertama bukti; pada saat di tempat kejadian; 3. menyuruh berhenti seorang 3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan tersangka dan memeriksa tanda serta memeriksa tanda pengenal pengenal diri tersangka; diri; 4. melakukan penangkapan, 4. mengadakan tindakan lain penahanan, penggeledahan dan menurut hukum yang bertanggung penyitaan; jawab. 5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; Selain itu, atas perintah penyidik, 6. mengambil sidik jari dan penyelidik dapat melakukan memotret seorang; tindakan berupa: 7. memanggil orang untuk 1. penangkapan, larangan didengar dan diperiksa sebagai meninggalkan tempat, tersangka atau saksi; penggeledahan dan penahanan; 8. mendatangkan orang ahli yang 2. pemeriksaan dan penyitaan diperlukan dalam hubungannya surat; dengan pemeriksaan perkara; 3. mengambil sidik jari dan 9. mengadakan penghentian memotret seorang; penyidikan; 4. membawa dan menghadapkan 10.mengadakan tindakan lain seorang pada penyidik. menurut hukum yang bertanggung jawab. (Pasal 5 KUHAP) (Pasal 7 ayat [1] KUHAP) Dokter Sebagai Pembuat Visum Et Repertum Visum et repertum (VeR) adalah keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil pemeriksaan medis terhadap manusia, hidup ataupun mati, ataupun bagian/diduga bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan peradilan. Visum et repertum berperan sebagai salah satu alat bukti yang sah dalam proses pembuktian perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. Dalam hal ini, hasil pemeriksaan dan laporan tertulis ini akan digunakan sebagai petunjuk sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 184 KUHAP bahwa alat bukti yang sah yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dokter Sebagai Pembuat Visum Et Repertum Visum et repertum dibuat berdasarkan undang- undang yaitu pasal 120, 179, dan 133 ayat 1 KUHAP, maka dokter tidak dapat dituntut karena membuka rahasia pekerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 322 KUHP, meskipun dokter membuatnya tanpa seizin pasien. Pasal 50 KUHP mengatakan bahwa barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana, sepanjang visum et repertum tersebut hanya diberikan kepada instansi penyidik yang memintanya, untuk selanjutnya dipergunakan dalam proses pengadilan. Dokter Sebagai Saksi Ahli
Pasal 1 butir (28) Keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan Pasal 120 ayat (1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau orang yang memiliki keahlian khusus. Pasal 133 ayat (1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya. Pasal 179 ayat (1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan. Dokter Sebagai Saksi Ahli
Pasal 179 ayat (1) KUHAP menyatakan: "Setiap orang
yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan". Pasal 133 ayat (2) menyatakan: Keterangan ahli yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli, sedangkan keterangan yang diberikan dokter bukan ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan Pasal 187 huruf c menyatakan bahwa salah satu alat bukti surat adalah: surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi kepadanya. DAFTAR PUSTAKA Andi Hamzah, 2002, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika Bambang Poernomo, 1982, Seri Hukum Acara Pidana Pandangan Terhadap Azaz-azaz Umum Hukum Acara Pidana, Liberty, Yogyakarta, Erni Widhayanti, 1988, Hak-hak Tersangka/Terdakwa di Dalam KUHAP, Liberty, Yogyakarta Hartanto dan Murofiqudin, 2001, Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia dengan Undang-Undang Pelengkapnya, Surakarta, Muhamadiyah University Press Hari Sasangka dan Lily Rosita, 2003, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana,Mandar Maju, Bandung Tolib Setiady, 2009, Pokok-pokok Ilmu Kedokteran Kehakiman, Alfabeta, Bandung Waluyadi, 2007, Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan dan Aspek Hukum Praktik Kedokteran, Djambatan, Jakarta Yahya Harahap, 1993, Pembahasan dan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Pustaka Kartini, Jakarta Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP; ---------------------------, Undang-Undang Nomor 39 Tahun2009 Tentang Kesehatan; ----------------------------, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran; ---------------------------, Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2010;