masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa
masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Kearifan lokal ada di dalam cerita rakyat, peribahasa, lagu, dan permainan rakyat. Kearifan lokal sebagai suatu pengetahuan yang ditemukan oleh masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan keadaan alam suatu tempat. Orang Baduy/Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat sub-etnis Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Nama Badui dibrikan oleh peneliti Belanda yang awalnya bernama Badawi atau Bedoin Arab. Suku Baduy sering disebut urang Kanekes atau orang Kanekes karena tinggal di desa Kanekes. Populasi mereka sekitar 5.000 hingga 8.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang menerapkan isolasi dari dunia luar. Penampilan fisik dan bahasa mereka mirip dengan orang-orang Sunda pada umumnya. Satu- satunya perbedaan adalah kepercayaan dan cara hidup mereka. Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Sedangkan menurut peneliian para ahli mendasarkan pendapatnya dengan cara sintesis dari beberapa bukti sejarah berupa prasasti, catatan perjalanan pelaut Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai 'Tatar Sunda' yang cukup minim keberadaannya. 1. Pendidikan Baduy Muslim jauh lebih banyak yang mempunyai kemampuan baca dan tulis dibanding Baduy Luar. Sejumlah 92% suami atau istri mempunyai kemampuan baca dan tulis. Hal ini menunjukkan memang Baduy Muslim jauh lebih terbuka dan lebih maju dibanding Baduy Luar dan juga Baduy Dalam. Orang Baduy baik Baduy Dalam maupun Luar dilarang sekolah oleh adat . Bagi orang Baduy orang pintar tidak dibutuhkan, yang penting adalah orang yang ngarti (mengerti), sehingga tidak ditipu dan dibodohi oleh orang lain. 2. Mata Pencaharian Orang Baduy Luar mempunyai pekerjaan sebagai pet ani (98. 6% untuk suami dan 90,7% untuk istri). Pekerjaan lainnya adalah berdagang dan bertenun (terutama untuk istri), karena bisa dilakukan di rumah sambil mengasuh anak. Untuk Baduy Muslim lebih banyak variasi jenis pekerjaannya yaitu selain sebagai petani juga ada yang bekerja sebagai guru, buruh atau ibu rumah tangga. 3. Pengetahuan Masyarakat Tentang Kesehatan Masyarakat Etnik Baduy Dalam memperoleh pengetahuan didapat melalui pendidikan informal, yaitu didapatkan secara turun temurun yang disampaikan oleh orang. Dari fakta yang ditemukan dilapangan, usia anak-anak 0-5 tahun pendidikan sepenuhnya ditangani oleh orang tua masing-masing sesuai jenis kelaminnya. Sedangkan usia 6 th ke atas lebih tua banyak ditangani oleh kokolot adat. Cara masyarakat Baduy menjaga lingkungan alam ini diantaranya memang tampak dalam pola tata-letak perkampungan dan menjaga kebersihan lingkungan kampungnya. Ini diwujudkan dengan menyediakan tempat sampah dari bambu dianyam yang diberi ti ang, tujuannya memudahkan untuk memasukkan sampah ke dalam keranjang sampah tanpa turun dari lantai panggung. Umumnya tempat sampah tersebut ditempelkan pada tiang sosoran rumah bagian depan, teras atau dalam bahasa daerahnya disebut gegajegan. Sistem pengetahuan orang Baduy adalah Pikukuh yaitu memegang teguh segala perangkat peraturan yang diturunkan oleh leluhurnya. Berladang/ bercocok tanam/ bertani merupakan pekerjaan utama suku Baduy. Tidak diperbolehkan penggunaan bahan-bahan kimia seperti pestisida terutama bagi orang Baduy Dalam yang hanya mengunakan pola tradisional organik dengan dibantu doa serta mantra-mantra. Dengan demikian pola tanam organik bebas kimia seperti ini, kenyataannya terbukti lebih bermanfaat dan menyehatkan dan malah sekarang mulai banyak ditiru oleh orang kota yang peduli untuk menjaga kesehatannya. Makanan dan minuman warga baduy dibuat sendiri dari kegiatan berladang, dan pasti tidak tercemar bahan kimia pengawet seperti formalin dan borax. Kain dan baju yang dipakai oleh warga Baduy merupakan hasil tenunan sendiri dengan memanfaatkan bahan dan pewarnaan alamiah yang ramah lingkungan dari hutan yang ada. Demikian pula tas dibuat sebagai kerajinan tangan suku Baduy (kain tenun dan tas dapat dibeli sebagai oleh-oleh dari suku Baduy Luar yang tinggal mulai tapak batas sampai dengan jembatan bambu di kampung Gajeboh). Melalui warna baju yang dikenakan kita dapat membedakan suku Baduy Luar umumnya mengenakan warna hitam sedangkan Baduy Dalam warna putih. Untuk kegiatan membersihkan gigi dan badan juga tidak boleh menggunakan odol/pasta gigi dan sabun, karena akan mencemari sungai dan lingkungan. PAKAIAN BADUY LUAR
PAKAIAN BADUY DALAM
(JAMANG SANGSANG) Kearifan lokal suku baduy menimbulkan berbagai dampak dalam berbagai aspek khususnya kesehatan. Seperti pada contohnya menanam padi dan sayuran secara alami tanpa menggunakan pupuk pestisida. Hal itu akan membuat sayuran menjadi lebih sehat dikonsumsi karena tidak mengandung bahan kimia dan juga mengandung gizi lebih bagus dibandingkan sayuran yang menggunakan pupuk pestisida. Disamping itu ada adat istiadat dari suku baduy yaitu ketika mandi mereka tiddak menggunakan sabun, dan juga ketika gosok gigi tidak menggunakan odol. Selain itu suku baduy juga tidak menggunakan detergen, dan bahan bahan kimia lainnya. Hal itu dilakukan agar tidak mencemari lingkungan dan menjaga agar lingkungan tetap bersih. Namun, adat istiadat tersebut juga menimbulkan dampak yang kurang baik bagi kesehatan yaitu suku baduy terkena wabah penyakit kulit yang bernama Frambusia. Frambusia, patek atau puru adalah infeksi tropis pada kulit, tulang dan sendi yang disebabkan oleh bakteri spiroket Treponema pallidum pertenue. Penyakit ini berawal dengan pembengkakan keras dan bundar pada kulit, dengan diameter 2 sampai 5 cm. Sebab, penyebab penyakit Frambusia itu akibat buruknya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), seperti berpakaian sampai berminggu-minggu tidak diganti, mandi tidak menggunakan sabun, dan bahkan warga Baduy ketika tidur tidak beralas tikar. Meskipun penyakit Frambusia itu tidak mematikan, karena menyerang pada bagian kulit saja, seperti luka koreng, tetapi bisa menurunkan produktivitas. Disinilah peran pemerintah dan tenaga kesehatan untuk mengedukasi dan mengatasi masalah yang ditimbulkan kearifan lokal pada masyarakat. Untuk menangani masalah penyakit kulit di Suku Baduy Pengobatan dilakukan secara berkala oleh petugas kesehatan masyarakat. Di kutip dari rimanews.com, Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak dr Firman Rahmatullah di Lebak menuturkan tercatat saat ini sedikitnya 23 warga Baduy dalam yang terkena Frambusia. Mereka telah mendapat pengobatan petugas medis setempat agar cepat sembuh dan wabah tidak menyebar. Dan untuk mencegah terjadinya kembali wabah Frambusia ini pemerintah dan juga tenaga kesehatan setempat mengimbau agar suku baduy memperbaiki pola hidup bersih dan sehat. 1. Etiologi Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis), penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, tetapi dapat mudah tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, dan banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai. 2. Patologi Pada stadium awal ditemukan kelainan pada tungkai bawah berupa kumpulan papula dengan dasar eritem yang kemudian berkembang menjadi borok dengan dasar bergranulasi. Kelainan ini sering mengeluarkan serum bercampur darah yang banyak mengandung kuman. Stadium ini sembuh dalam beberapa bulan dengan parut atrofi. Atau, bersamaan dengan ini timbul papula bentuk butiran sampai bentuk kumparan yang tersusun menggerombol, berbentuk korimbiformis, atau melingkar di daerah lubang-lubang tubuh (anus, telinga, mulut, hidung), muka dan daerah lipatan. Papul kemudian membasah, mengeropeng kekuningan. Pada telapak kaki dapat ditemukan keratodermia. Keadaan ini berlangsung 3-12 bulan. Bila penyakit berlanjut, periosteum, tulang, dan persendian akan terserang. Dalam keadaan ini dapat terjadi destruksi tulang yang terlihat dari luar sebagai gumma atau nodus. Destruksi tulang hidung menyebabkan pembengkakan akibat eksostosis yang disebut goundou. 3. Patofisiologi Frambusia di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak langsung dengan penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema palidum ini biasanya menyerang kulit dan tulang. Pada awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu, setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak segera diobati agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian. Terjadinya kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ektermitas yang menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung. Kelainan pada kulit adanya ulkus-ulkus yang meninggalkan jaringan parut dapat membentuk keloid dan kontraktur.