Anda di halaman 1dari 34

Stroke merupakan penyebab utama

keempat kematian di Amerika Serikat, dan


penyebab utama kecacatan jangka
panjang pada tahun 2008 (Minino et al,
2011).

Prevalensi stroke di Indonesia pada tahun 2013 berdasarkan


diagnosis tenaga kesehatan adalah 57,9 % (Kemenkes RI, 2013).
Pneumonia
aspirasi
berat
Obstruksi
Disfagia merupakan jalan napas
masalah bagi 16-
60% pasien dengan
stroke (Robinson,
2011).

Hipovolemia

Kurangnya Gagal
nutrisi
tumbuh
Hilangnya fungsi otak baik secara fungsional maupun
struktural yang disebabkan oleh berhentinya pasokan
darah ke otak yang disebabkan keadaan patologis
pembuluh otak (De Freitas et al, 2009).

Trombosis Emboli

Hemoragik STROKE Iskemia


Stroke Hemoragik

Stroke Non Hemoragik


Hipertensi Hipertensi
Pecahnya aneurisma Penyakit Jantung
Fibrilasi atrium
Malformasi arteri Endokarditis
vena Stenosis mitralis
Infark jantung
Angioma kavernosa Merokok
Alkoholisme Anemia sel sabit
Transient Ischemic Attack (TIA)
Diskrasia Darah Stenosis karotis asimtomatik
Terapi antikoagulan Diabetes Melitus
lHiperhomosisteinemia
Angiopati amiloid Hipertrofi ventrikel kiri
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
Fisik

Anamnesis
Umum Khusus

Umum - Tanda vital signs, termasuk irama jantung


- Bising kardial, meningismus
- Tingkat kesadaran, behavior

Kognitif - Orientasi, perhatian, gangguan lapang pandang


- Fungsi bahasa (kelancaran, komprehensi, repetisi)
- Refleks primitif (grasping, kurang inisiasi, perseverasi).
- Gangguan memori jangka pendek (3 kata dalam 5 menit)

Nervus Kranialis - Ptosis, refleks cahaya pupil, konfrontasi lapangan pandang


- Gerakan okuler, nistagmus
- Paralisis fasial dan sensasi
- Disfagia
- Deviasi lidah dan palatum, disartria

Anggota Gerak - Kedua lengan dan kaki serta kemampuan untuk mengangkat dan kekuatannya
- Ataksia
- Sensasi
- Refleks (refleks tendo, refleks kutaneus plantar)
Penetapan jenis
STROKE
berdasarkan
Algoritma Stroke
Gajah Mada
1 TIA sebelum 1
serangan

2 Permulaan serangan -sangat mendadak (1-2menit) 6,5


-mendadak (menit-1jam) 6,5
-pelan-pelan (beberapa jam) 1

3 Waktu serangan -bekerja (aktivitas) 6,5


-istirahat/duduk/tidur 1
-bangun tidur 1

4 Sakit kepala waktu -sangat hebat 10


serangan -hebat 7,5
-ringan 1
-tidak ada 0

5 Muntah -langsung sehabis serangan 10


-mendadak (bebrapa menit-jam) 7,5
-pelan-pelan (1hari/>) 1
-tidak ada 0

6 Kesadaran -menurun langsung waktu serangan 10


-menurun mendadak (menit-jam) 10
-menurun pelan-pelan (1hari/>) 1
-menurun sementara lalu sadar kembali 1
-tidak ada gangguan 1

7 TD sistol -waktu serangan sangat tinggi (>200/110) 7,5


-waktu masuk RS sangat tinggi (>200/110) 7,5
-waktu serangan tinggi (>140/100) 1
Waktu masuk RS tinggi (>140/100) 1

8 Tanda rangsangan -kaku kuduk hebat 1


selaput otak -kaku kuduk ringan 5
-tidak ada kaku kuduk 0

9 Pupil -isokor 5
-anisokor 10
-pinpoint kanan/kiri 10
-midriasis kanan/kiri 10
-kecil dan reaksi lambat 10
-kecil dan reaktif 10

10 Fundus okuli -perdarahan subhialoid 10


-perdarahan retina (flame shaped) 7,5
-normal 0
Penetapan jenis STROKE berdasarkan
Sisiraj Stroke Score
Note : SSS > 1 = Stroke Hemoragik
SSS < 1 = Stroke Non Hemoragik
Laboratorium: Darah Lengkap,
PT, APTT, GDS, Elektrolit, Ureum,
Kreatinin
EKG
Gangguan pernapasan dan denyut jantung
akibat pembengkakan otak dan dislokasi
yang menekan pusat vital di otak yang
mengendalikan pernapasan dan denyut
jantung.
Pneumonia aspirasi akibat masuknya
makanan atau cairan kedalam paru karena
mengalami disfagia.
Pembekuan darah di arteri jantung dan
paru.
Infeksi saluran kemih, infeksi dada, dan
infeksi kulit akibat dekubitus.
Komplikasi kardiovaskuler seperti gagal
jantung.
Keadaan patologi menelan yang didefinisikan sebagai sulit,
menyakitkan, atau gangguan menelan (Goyal, 1997).

disebabkan oleh kompresi eksternal kerongkongan,


seperti getah bening, obstruksi node, penyempitan
intrinsik, seperti sclerosis, atau makanan bolus yang
Mekanik sangat besar (Goyal, 1997).

Hilangnya kontrol sistem saraf pusat untuk menelan,


yang biasanya terjadi pada otak atau batang otak
yang terjadi akibat stroke (Clarkson, 2011).
Motorik
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
Fisik

Anamnesis
Disfagia mekanik: mula-mula
sulit menelan hanya terjadi Bila sumbatan telah terjadi
pada waktu menelan makan progresif dalam beberapa
padat. Bolus makanan tersebut bulan dengan penurunan
kadang perlu didorong berat badan, maka perlu
dengan air, dan pada dicurigai suatu keganasan di
sumbatan yang lebih lanjut, esofagus.
cairan akan sulit ditelan.

Disfagia motorik: keluhan sulit


menelan makanan padat dan
cair terjadi dalam waktu yang Disfagia yang hilang dalam
bersamaan. Selain itu beberapa hari dapat
masuknya cairan ke dalam disebabkan oleh peradangan.
hidung waktu minum
menandakan adanya
kelumpuhan otot-otot faring.
Pemeriksaan daerah leher Daerah rongga mulut
untuk melihat dan meraba diperiksa apakah ada
adanya massa tumor atau tanda peradangan
pembesaran kelenjar limfa orofaring dan tonsil yang
yang dapat menekan dapat mengganggu
esofagus proses menelan.

Pemeriksaan kelumpuhan
otot-otot lidah dan arkus
faring yang disebabkan
gangguan di pusat
menelan maupun pada
saraf cranialis n. V, n. VII, n.
XI, n. X, dan n. XII
Foto polos esofagus dan foto dengan kontras dapat
menyingkirkan diagnosis massa tumor dan disfagia mekanik
lainya.
Pemeriksaan fluoroskopi digunakan untuk melihat
kelenturan dinding esofagus, gangguan peristaltik,
penekanan lumen esofagus dari luar, isi lumen esofagus
dan kelainan mukosa esofagus.
CT scan dan MRI untuk mengevaluasi bentuk esofagus dan
jaringan di sekitarnya.
CT scan dan MRI kepala dapat membantu melihat
kelainan di otak yang dapat menyebabkan disfagia
motorik.
Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai fungsi
motorik esofagus dengan mengukur tekanan dalam dalam
lumen esofagus dan tekanan sfingter esofagus, sehingga
dapat dinilai gerakan peristaltik secara kualitatif dan
kuantitatif
Fase akut (hari
ke 0 14 Fase pasca akut
sesudah onset : sasaran
Pengelolaan Pengelolaan pengobatan
penyakit)
umum pedoman konservatif dititik beratkan
Menyelematkan 5B tindakan
neuron jangan rehabilitasi
Breathing, Blood,
sampai mati dan Pengelolaan penderita dan
Brain, Bladder,
proses patologik operatif pencegahan
Bowel.
tidak terulangnya
mengancam stroke
fungsi otak
Jalan nafas harus terbuka TD awal tidak boleh
BREATHING

BLOOD
lebar, hisap lendir dan langsung diturunkan,
slem untuk mencegah karena dapat
kekurangan oksigen. memperburuk
Intubasi dilakukan pada keadaankecuali sistol >
pasien GCS <8. pasien 220 dan atau diastole
sebaiknya berbaring >120, sistol >180 dan atau
miring kiri kanan diastole >100. penurunan
bergantian tiap 2 jam. TD max 20%.
Keseimbangan cairan
dan elektrolit diawasi. Jika
gula darah tinggi dapat
diberikan insulin

Th/ insulin reguler


Th/ nicardipin (0,5 6 mcg/kgBB/menit infus dengan skala luncur
kontinyu), diltiazem (5 40 g/Kg BB/menit drip), dengan dosis GD > 150
nitropusid (0,25 10 g/Kg BB/menit infus kontinyu), 200mg/dL 2 unit, tiap
nitrogliserin (5 10 g/Kg BB/menit infus kontinyu), kenaikan 50 mg/dL
dinaikkan dosis 2 unit
labetolol (20 80 mg iv bolus tiap 10 menit),
insulin sampai
captopril 6,25 25 mg/oral/sub lingual dengankadar GD > 400
mg/dL dosis insulin 12
unit
BRAIN Bila TIK meningkat yang Hindari infeksi saluran Kebutuhan cairan dan

BOWEL
BLADDER
ditandai dengan nyeri kemih bila terjadi retensio kalori perlu diperhatikan,
kepala, muntah proyektil urine sebaiknya dipasang hindari obstipasi, jaga
dan bradikardi relatif kateterr intermitten. supaya defekasi teratur,
maka diberikan mannitol Apabila terjadi pasang NGT bila
20% 1-1,5 gr/kgBB inkontinensia urine, pada didapatkan kesulitan
dilanjutkan 6x100cc (0,5 laki-laki pasang kondom menelan makanan.
gr/kgBB) dalam 15-20 kateter, pada wanita Kekurangan albumin perlu
menit dengan dipasang kateter. diperhatikan karena
pemantauan osmolalitas dapat memperberat
300-320 mOsm. edema otak.
Peningkatan suhu tubuh
harus dihindari karena
memperbanyak
pelepasan
neurotransmitter eksitorik,
radikal bebas, kerusakan
BBB dan merusak
pemulihan metabolism
enersi serta memperbesar
inhibisi terhadap protein
kinase. Hipotermia ringan
30 C atau 33 C
mempunyai efek
neuroprotektif. Bila kejang
beri antikonvulsan
diazepam iv karena akan
memperburuk perfusi
darah ke jaringan otak.
Pengelolaan konservatif Stroke Iskemik

Reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin


dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator).
Agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika
didapatkan afasia) (PERDOSSI, 2007).
Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral

Pemberian anti perdarahan : epsilon aminocaproat 30-36 gr/hari


Asam traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah
yang sudah terbentuk oleh tissue plasminogen.
Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamine 1 mg pada
pasien yang mendapatkan heparin 100 mg dan 10 mg vitamin K
intravena pada pasien yang mendapatkan warfarin dengan
prothrombin time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan sekitar neuroprotektif
Kesulitan mengunyah
Tersedak
Batuk
Aspirasi
Pneumonia berat
Sumbatan jalan napas
Malnutrisi
Dehidrasi
Stres psikologis atau kecemasan atas
makan
Rehabilotasi
Modifikasi Diet
Stroke adalah gangguan fungsi saraf pada otak baik lokal
maupun global yang munculnya mendadak, progresif, dan
cepat.
Komplikasi medis yang sering menyebabkan kematian dalam
bulan pertama setelah stroke salah satunya adalah terjadi
pneumonia aspirasi yang diakibatkan masuknya makanan atau
cairan kedalam paru oleh karena mengalami disfagia.
Disfagia adalah keadaan patologi menelan yang didefinisikan
sebagai sulit, menyakitkan, atau gangguan menelan. Secara
umum, ada dua jenis disfagia: mekanik dan motor disfagia.
Motor disfagia adalah hilangnya kontrol sistem saraf pusat untuk
menelan, yang biasanya terjadi pada otak atau batang otak
yang terjadi akibat stroke.
Lesi otak dapat mengganggu kontrol pengunyahan dan
transportasi bolus selama adanya lesi di kortikal yang melibatkan
girus presentralis dan parese saraf kranialis n. V, n.VII, n. IX, n.X,
dan n. XII.
Clarkson, K. 2011. The management of Dysphagia After Stroke. British Journal of Neuroscience Nursing, 7(1), 436-440. Retrieved from EBSCOhost.

Daniels, S., Huckabee, M. 2008. Dysphagia Following Stroke. San Diego: Plural Publishing, Oxford.

Davis, L. 2007. Quality of Life Issues Related to Dysphagia. Topics in Geriatric Rehabilitation, 23(4), 352-365. Retrieved from EBSCOhost.Garcia
(from continuing education packet)

De Freitas, Christoph, Bogousslavsky J. 2009. Topographic Classification of Ischemic Stroke, in Fisher M. (Ed). Handbook of Clinical Neurology, Vol.
93 (3rd series). Elsevier BV.

Devroey D, Van Casteren V, Buntinx F. 2003. Registration of Stroke Through the Belgian Sentinel Network and Factors Influencing Stroke Mortality.
Cerebrovasc Dis.;16:272279.

Efiaty, A. S. 2009. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam: Kesulitan Menelan. Jakarta. FK UI.

Goyal RK, Hirano I: 1996. Mechanisms of Disease: The Enteric Nervous System. N Engl J Med 334:110

Huether, S. E., McCance, K. L. 2008. Understanding Pathophysiology: 4th ed. China: Mosby Elsevier.

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kemenkes RI.

Logemann, J. 1998. Evaulation and Treatment of Swallowing Disorders. 2nd ed. Austin, Tex:Pro-Ed.

Mendell, D., Logemann, J. 2007. Temporal Sequence of Swallow Events During the Oropharyngeal Swallow. Journal of Speech Language and
Hearing Research. 50(5), 1256-1271.

Michel, P. and Bogousslavsky, J. 2004. Stroke for the General Practitioner. Chapter 1: Introduction to Stroke and its Management. Cerebrovasc
Dis 15: 110.

Minino, Murphy SL, Xu J, Kochanek. 2011. Deaths: Final Data for 2008. Natl Vital Stat Rep;59(10).

PERDOSSI. 2007. Pedoman Penatalaksanaan Stroke. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI).

Robinson, Blake. 2011. Post-Stroke Patients with Dysphagia. The Ohio State University College of Nursing.

Smeltzer. S. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, volume 3. Jakarta: EGC.

Veigin, V. 2007. Stroke: Panduan Bergambar Tentang Pencegahan Dan Pemulihan Stroke. Jakarta; EGC.
Usia
> 70 tahun : tidak ada tindakan operasi
60 70 tahun : pertimbangan operasi lebih ketat
<60 tahun : operasi dapat dilakukan lebih aman

Tingkat kesadaran
Koma/spoor : tidak dioperasi
Sadar/somnolen : tidak dioperasi kecuali keasadaran atau keadaan neurologiknya
menurun

Topis lesi
Hematoma lobar (kortical dan subcortical) : TIK tidak tidak dioperasi, sedangkan apabila
TIK disertai tanda herniasi maka dilakukan operasi.
Perdarahan putamen : dioperasi apabila deficit neurologic memburuk
Perdarahan thalamus : tidak dioperasi
Perdarahan serebelum : >3cm dalam minggu pertama maka dilakukan operasi

Penampang volume hematoma


Bila > 3 cm atau vol > 50 cc atau penampang kecil tetapi kesadaran semakin
menurun maka operasi

Waktu yang tepat untuk pembedahan


Dianjurkan operasi cito dalam 6 7 jam setelah serangan sebelum timbul edma
otak

Anda mungkin juga menyukai