Anda di halaman 1dari 8

Peradilan Islam di Masa

Kerajaan Islam Nusantara

Oleh:
{ Alinda Puspita Sari
Ibnu Paqih
Brian Asmara T.K
Nurhiddah Rahmawati
Mila Rosandi
Peradilan di Masa Kerajaan Mataram
Peradilan di Kerajaan Mataram masih dipengaruhi ajaran hindu
yaitu:Peradilan Pradata dan Padu.Sultan Agung tidak merombak
lembaga peradilan yang ada tetapi hanya memasukkan unsur-unsur
hukum dan ajaran agama Islam dalam Peradilan Pradata dengan
mengorbitkan orang-orang yang berkompeten dalam bidang
hukum Islam di lembaga peradilan. Namun, setelah kondisi
masyarakat dipandang siap dan paham dengan kebijakan yang
diambil Sultan Agung,maka Peradilan Pradata yang ada diubah
menjadi Pengadilan Surambi. Dinamakan Pengadilan Surambi karena
diselenggarakan di Serambi Masjid Agung.Ketua pengadilan
meskipun pada tataran kebijakan masih berada di tangan sultan,
tetapi dalam pelaksanaannya berada di tangan penghulu yang
didampingi beberapa orang ulama dari lingkungan Pesantren
sebagai anggota majelis.
Peradilan Islam di Kerajaan
Aceh
Setelah kerajaan Samudera Pasai ditaklukkan Portugis sekitar tahun 1521
M, kerajaan itu berada di bawah pengaruh kerajaan Aceh Darussalam.
Kekentalan pengaruh ajaran islam pada masyarakat Aceh ini tidak hanya
terjadi pada masa-masa kerajaan saja, tetapi juga serasa hingga sekarang.
Itulah sebabnya Aceh Darussalam mendapat julukan Serambi
Mekkah.Mazhab hukum Islam yang berkembang di Kerajaan Aceh
adalah Mazhab Syafii.

Ada 2 Ulama yang terkenal di Masa Kerajaan Aceh yang menulis kitab
fiqih berbahasa Melayu,yaitu:Syekh Nuruddin Al-Raniri dengan kitab
nya yang berjudul Shirath Al-Mustaqiim dan Syekh Abdurrauf Singkel
atau disebut juga Teungku Syiah Kuala.Syekh Abdurrauf Singkel
menulis sebuah kitab fiqih berbahasa Melayu lengkap pertama yang
berjudul Miratu Thulab fi Tashil Marifah al-Ahkam As-Syariah li Al-Mulki
Wahhab yang membahas selain masalah ibadah juga muamalah
(Politik,Sosial,dan Ekonomi).
Tingkatan-Tingkatan Peradilan Agama di Kerajaan
Aceh Darussalam

Sultan
bersama
Malikul Adil,
Panglima Orang Kaya
Sagi Sri Paduka
Ulubalang Tuan, Orang
Kaya Raja
Bandahara,
Keucik dan dan Faqih
Balai (ulama)
Muhkim
Peradilan
Agama di Kerajaan
Cirebon

Peradilan Peradilan Peradilan


Agama Drigama Cilaga
Semenjak Sultan Maulana Hasanuddin memegang kekuasaan
memegang kekuasaan di Banten telah terdapat jabatan qadhi.
Sejarah Banten menyebut Qadhi dengan sebutan Kiai Ali / Ki
Ali.

Qadhi pada masa permulaan dijabat oleh ulama dari


Mekkah,tetapi belakangan,terutama setelah wafatnya Sultan
Abu Mafakhir tahun 1651 M,qadhi yang diangkat berasal dari
keturunan bangsawan Banten.Yang pertama ditetapkan adalah
Pangeran Jaya Santika,tapi karena Pangeran Jaya Santika wafat
tidak lama setelah pengangkatan itu dalam perjalanan
menunaikan ibadah haji maka jabatan qadhi diserahkan kepada
Entol Kawista yang kemudian diberi gelar Pekih (Faqih)
Najmuddin.

Qadhi di Kesultanan Banten disamping berperan dalam bidang


administrasi hukum juga berperan di dalam bidang politik
seperti:dalam penentuan penerus tahta.

Peradilan Islam di Banten


Peradilan di Masa Kesultanan Gowa-
Tallo

Di dalam struktur kerajaan Gowa-Tallo ditempatkan Parewa


Syara (Pejabat Syariat) yang berkedudukan sama dengan Parewa
Adek (Pejabat Adat) yang sebelum datangnya Islam telah ada

Parewa Syara dipimpin oleh kadi yaitu pejabat tertinggi dalam


syariat islam yang berkedudukan di pusat kerajaan.Dimasing-
masing Paleli diangkat pejabat bawahan yang disebut imam
serta dibantu oleh seorang khatib dan ssorang bilal. Para kadi
dan pejabat urusan ini diberikan gaji yang diambilkan dari zakat
fithrah, zakat harta, sedekah Idul Fithri dan Idhul Adha, kenduri
kerajaan, penyelenggaraan mayat dan penyelenggaraan
pernikahan
Peradilan Agama Islam di Palembang
Pada zaman Kesultanan Palembang secara garis besar peradilan dapat
di bagi menjadi 2:Pertama, Pangeran Nata Agama yang berwenang
dalam urusan-urusan keagamaan seperti perkawinan,kelahiran dan
kematian,kewarisan,perwalian,kelalaian atau pelanggaran terhadap
hukum-hukum agama.Dan kedua Kyai Tumenggung Karta yang
melaksanakan tugas-tugas pengadilan meurut hukum adat.

Setelah surutnya Kesultanan Palembang,lembaga Peradilan Agama


yang menjadi wewenang dari Pangeran Nata Agama tetap
berjalan.Tentu saja bukan sebagai aparat pemerintahan dizaman
Sultan,melainkan pejabat tradisional yang lebih dikenal dengan
sebutan Pangeran Penghulu,dengan wewenang yang lebih sempit
meliputi urusan perkawinan,waris,hibah,wakaf umum,penentuan awal
puasa dan hari raya.Masih berjalannya fungsi Pangeran Nata Agama
ini terbukti dari produk hukum tertua yang berhasil ditemukan
berbentuk penetapan hibah ditahun 1878.

Anda mungkin juga menyukai