Anda di halaman 1dari 28

Pedoman Cara Uji Klinik

yang Baik
(CUKB)
DI INDONESIA

ICH-GCP
ISI Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik
Pendahuluan
1. Daftar Istilah (05)
2. Prinsip ICH-GCP (06)
3. Dewan Kaji Institusi / Komisi Etik (DKI / KE)
4. Peneliti
5. Sponsor
6. Protokol dan Amandemen Protokol Uji Klinik
7. Brosur Peneliti
8. Dokumen Esensial Utk Pelaksanaan Suatu Uji Klinik
Lampiran-lampiran
Pedoman Cara Uji
Lampiran
Contoh Surat Persetujuan Komisi Etik
Contoh Informasi untuk Calon Subyek
Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor
02002/SK/KBPOM
Deklarasi Helsinki
Susunan Keanggotaan Kelompok Kerja Uji kLINIK
Pedoman Cara Uji Klinik yang Baik
Pendahuluan
1. Daftar Istilah
2. Prinsip ICH-GCP
3. Dewan Kaji Institusi / Kornisi Etik (DKI / KE)
3.1 Tanggungjawab
3.2 Komposisi, Fungsi dan Cara Kerja
3.3 Prosedur
3.4 Rekaman
Pedoman Cara Uji
4. Peneliti
4.1 Kualifikasi Peneliti dan Perjanjian Tertulis
4.2 Sumber yang memadai..
4.3 Pelayanan Medik terhadap Subyek Uji Klinik
4.4 Komunikasi dengan D KI / KE
4.5 Kepatuhan terhadap Protokol
4.6 Produk yang diteliti
4.7 Prosedur Randornisasi dan Pembukaan Ketersamaran
4.8 PSP dari Subyek Uji Klinik
4.9 Rekaman danLaporan
4.10 Laporan Perkembangan Uji Klinik
4.11 Pelaporan Keamanan
4.12 Penghentian Dini atau Penangguhan suatu Uji Klinik
4.13 Laporan Akhir oleh Peneliti..
Pedoman Cara Uji
5. Sponsor
5.1 Jaminan Mutu dan Pengawasan Mutu
5.2 Organisasi Riset Kontrak (aRK)
5.3 Keahlian Medik
5.4 Desain Uji Klinik
5.5 Manajemen Uji Klinik, Penanganan Data, dan
Penyimpanan Rekaman
5.6 Pemilihan Peneliti
5.7 Pembagian Tugas dan Fungsi
Pedoman Cara Uji
5.8 Kompensasi kepada Subyek dan Peneliti
5.9 Keuangan
5.10 Pemberitahuan / Penyerahan kepada Otoritas
Regu1atori
5.11 Konfirmasi Kajian Oleh DKI/KE
5.12 Informasi ten tang Produk yang diteliti
5.13 Pembuatan, Pengemasan, Pe1abelan, dan
Pengkodean Produk yang Diteliti..
5.14 Pasokan dan Penanganan Produk yang Diteliti
5.15 Akses terhadap dokumen
Pedoman Cara Uji

5.16 Informasi Keamanan


5.17 Pe1aporan Efek Samping Obat
5.18 Pemantauan (Monitoring)
5.19 Audit.
5.20 Ketidakpatuhan
5.21 Penghentian Dini atau Penangguhan suatu Uji
Klinik
5.22 Laporan Uji / studi Klinik
5.23 Uji Klinik Multisenter..
Pedoman Cara Uji
6. Protokol dan Amandemen Protokol Uji Klinik
6.1 Informasi Umum
6.2 Informasi Latarbelakang
6.3 Tujuan dan Maksud Uji Klinik
6.4 Disain Uji Klinik
6.5 Pemilihan dan Penghentian Subyek ,
6.6 Pengobatan Subyek
6.7 Penilaian Efikasi.
6.8 Peni1aian Keamanan
6.9 Statistik
Pedoman Cara Uji
6.10 Akses Langsung pada Data / Dokumen
Sumber
6.11 Pengawasan Mutu dan Jaminan Mutu
6.12 Etik
6.13 Penanganan Data dan Penyimpanan
Dokumen
6.14 Keuangan dan Asuransi
6.15 Kebijakan Publikasi.
6.16 Suplemen
Pedoman Cara Uji
7. Brosur Peneliti
7.1 Pendahuluan
7.2 Pertimbangan Umum
7.3 Isi Brosur Peneliti
7.4 Lampiran 1
7.5 Lampiran 2
Pedoman Cara Uji
8. Dokumen Esensial Untuk Pelaksanaan Suatu
Uji Klinik
8.1 Pendahuluan
8.2 Sebelum Fase Klinik dari Uji Klinik Dimulai
8.3 Selama Pelaksanaan Klinik dari Uji Klinik
8.4 Setelah Uji Klinik Selesai atau Dihentikan
Pedoman Cara Uji
Lampiran
Contoh Surat Persetujuan Komisi Etik
Contoh Informasi untuk Calon Subyek
Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 02002/SK/KBPOM
Deklarasi Helsinki
Susunan Keanggotaan Kelompok Kerja Uji kLINIK
.
Pedoman Umum
Dalam menilai pendaftaran obat baru, dunia
intemasional telah sepakat untuk hanya mengakui
kesahihan data uji klinik yang dilakukan dg memenuhi
suatu standar yg disebut The International Conference
on Harmonization - Good Clinical Practice (ICH-GCP).
Good Clinical Practice adalah suatu standar kualitas
etik dan ilmiah internasional untuk mendisain,
melaksanakan, mencatat, dan melaporkan uji klinik
yang melibatkan partisipasi subyek manusia.
Pedoman Umum
Negara yg tdk mengikuti standar ini akan tersisih dlm
kegiatan uji klinik dan pengembangan obat baru dan
juga tdk dpt mengekspor hasil produksi obatnya ke
negara lain.

Tuntutan dunia internasional untuk melindungi hak


azasi manusia dan upaya menjaga keselamatan
manusia yg menjadi subyek uji klinik terasa semakin
mendesak.
Pedoman Umum
BPOM bersama kalangan pelaku uji klinik telah
memikirkan adanya buku pedoman Cara Uji Klinik yang
Baik (CUKB) di Indonesia.
Pedoman CUKB Indonesia sepenuhnya mengadopsi
standar yang ditetapkan dalam International Conference
on Harmonization Good Clinical Practice (ICH-GCP) yang
dilengkapi dengan ketentuan mengenai beberapa hal
yang belum diatur dalam ICH-GCP, yang diserahkan
kepada setiap negara untuk mengaturnya.
Pedoman Umum
Pedoman ini terdiri dari 3 bagian.
Bagian pertama berisi beberapa pedoman umum
mengenai uji klinik di Indonesia yang menjelaskan
mengenai beberapa hal yang belum diuraikan dalam
pedoman ICH-GCP,
Bagian kedua merupakan terjemahan ICH-GCP (E6)
yang diadopsi dalam pedoman ini,
Bagian ketiga berupa lampiran.
Pedoman umum mengenai uji klinik di
Indonesia (1)
1. Institusi yg banyak melakukan uji klinik perlu
mempunyai Komisi Ilmiah yang bertugas melakukan
kaji segi ilmiah suatu protokol uji klinik sebelum
diteruskan ke Komisi Etik yang bertugas melakukan kaji
dari segi etik.
2. Tidak semua institusi perlu mempunyai Komisi Etik
sendiri. Peneliti uji klinik dari institusi yg belum/tidak
mempunyai Komisi Etik sendiri dapat meminta layanan
kaji etik dari institusi terdekat yang telah mempunyai
Komisi Etik. Dalam satu institusi hanya dibenarkan ada
satu Komisi Etik penelitian pada subyek manusia.
Pedoman umum (2)
3. Komisi Etik di institusi harus memenuhi persyaratan
seperti yang diuraikan dalam pedoman CUKB ini.
4. Setiap protokol uji klinik harus dikaji dan disetujui dulu
oleh suatu Komisi Ilmiah di institusi sebelum dapat
diteruskan ke Komisi Etik. Surat permohonan kaji etik
yang diajukan oleh peneliti dilengkapi dengan semua
dokumen yang diperlukan untuk itu. Bila di suatu
institusi belum atau tidak ada Komisi Ilmiah, maka
tugas kaji ilmiah ini dibebankan kepada Komisi Etik
sehingga anggota Komisi Etik itu perlu disesuaikan
untuk tugas ini.
Pedoman umum (3)
5. Komisi Etik harus memberikan respons kepada peneliti
dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari terhitung
diterimanya surat permohonan kaji etik dari peneliti
yang dilengkapi dengan semua dokumen yang
diperlukan.
6. Untuk meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan uji
klinik multi senter, penilaian etik cukup dilakukan satu
kali di institusi tempat peneliti utama bekerja.
Penilaian etik di senter-senter lainnya hanya dilakukan
bila dirasakan perlu oleh senter tersebut.
Pedoman umum (4)
7. Uji klinik yang dilaksanakan tanpa mintu persetujuan
Komisi Etik lebih dulu dapat ditangguhkan atau
dihentikan oleh Komisi Etik institusi setempat
dan/atau Badan Pengawas Obat dan Makanan.
8. Komisi Etik atau institusi tempat uji klinik dilakukan,
dibenarkan menarik sejumiah biaya yang wajar dari
peneliti atau sponsor sebagai imbalan pelayanan kaji
etik yang diberikan. Ketidaksanggupan peneliti atau
sponsor untuk membayar biaya yang diminta tidak
boleh dijadikan alasan oIeh Komisi Etik atau
institusinya untuk menolak memberi layanan kaji etik.
Pedoman umum (5)

9. Peneliti, Monitor (Clinical Research Associate, CRA),


Koordinator Uji Klinik (Clinical Research Coordinator;
CRC) dan peneliti-pembantu harus mengikuti
pelatihan mengenai CUKB sebelum penelitian dimulai
dan memahami protokol agar dapat melaksanakan
tugasnya masing-masing dengan baik.
Pedoman umum (6)
10. Semua Kejadian Tidak Diinginkan yang Serius (Serious
Adverse Events) yang terjadi dalam uji klinik, selain
dilaporkan segera oleh peneliti kepada sponsor,
Organisasi Riset Kontrak (Contract Research
Organization, CRO) (bila ada), dan Komisi Etik, harus
juga dilaporkan kepada Badan Pengawas Obat dan
Makanan. Pelaporan ke Komisi Etik dan Badan
Pengawas Obat dan Makanan dalam waktu 15 hari
setelah kejadian. Bila ada pelaporan susulan harus
dilakukan secepatnya sampai episode Kejadian Tidak
Diinginkan yang Serius berakhir.
Pedoman umum (7)
11. Semua subyek uji klinik dan peneliti harus diasuransikan
(untuk obat yang belum dipasarkan) atau diberi ganti
rugi (untuk obat yang sudah dipasarkan) oleh sponsor
bila terjadi klaim efek samping yang merugikan sebagai
akibat keikutsertaannya dalam uji klinik tersebut.
Pernyataan pemberian ganti rugi ini harus tercantum
dalam informasi yang diberikan kepada calon subyek.
Bila ada keraguan apakah ada hubungan sebab-akibat
antara dampak negatif dan keikutsertaan dalam uji
klinik, maka perlu dimintakan pendapat Tim Penasehat
Uji Klinik Nasional yang dibentuk oleh BPOM.
Pedoman umum (8)
12. Kebijakan mengenai publikasi harus lebih dulu
disetujui bersama antara sponsor dan peneliti, dan
termasuk dalam surat perjanjian yang ditandatangani
kedua belah pihak sebelum uji klinik dimulai bila hal ini
belum tercantum dalam protokol uji klinik. Di samping
itu kebijakan mengenai authorship juga harus disetujui
lebih dulu antar para peneliti.
Pedoman umum (9)
13. Uji klinik yang dilakukan oleh peserta Program
Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) memprioritaskan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Deklarasi
Helsinki, namun harus selalu diupayakan untuk
memenuhi standar CUKB. Pembimbing peserta
program PPDS berperanan penting untuk memastikan
akurasi data yang disajikan.
Pedoman umum (10)
14. Uji Klinik fase Pasca Pemasaran harus mempunyai nilai
ilmiah yang tinggi dan dilaksanakan sesuai dengan
CUKB (Catatan: Post Marketing Surveillance tidak
termasuk kategori Uji Klinik).
15. Uji Klinik obat tradisional diharapkan menggunakan
secara paralel pedoman CUKB ini dengan Panduan
Pedoman Uji Klinik obat Tradisional.
Formulir yang dimuat dalam Lampiran

1. Contoh surat persetujuan Komisi Etik


2. Contoh informasi untuk calon subyek
3. Peraturan Uji Klinik Indonesia

---oOo---

Anda mungkin juga menyukai