Anda di halaman 1dari 52

Raka Wibawa Putra

1210211021
Pergerakan usus halus
 Kontraksi pencampuran
 Kontraksi propulsif
Kontraksi pencampuran
 Dicetuskan oleh peregangan dinding karena kimus.
 Peregangan akan menimbulkan kontraksi konsentris
lokal dengan jarak interval tertentu.
 Kontraksi ini berlangsung selama 1 menit dan
menimbulkan segmentasi pada usus halus.
 Bila satu rangkaian segmentasi berelaksasi, maka akan
timbul 1 rangkaian segmentasi baru pada lokasi lain.
 Hal ini akan memotong kimus sebanyak 2-3x/menit.
 Frekuensi maksimal kontraksi ini ditentukan oleh
frekuensi gelombang lambat listrik dalam dinding usus.
 Frekuensi gelombang lambat adalah 12x/menit, kerenanya
frekuensi gelombang segmentasi adalah 12x/menit.
 Hal itu hanya terjadi dalam keadaan ekstrim, normalnya
hanya 8-9x/menit.
 Kontraksi akan melemah atau dihambat oleh obat atropin.
 Kontraksi juga tidak efektif bila tidak dilatarbelakangi
perangsangan pleksus saraf mienterikus.
Gerakan Propulsif
 Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang
peristaltik.
 Gelombang ini berjalan dengan kecepatan 0,5-2,0
cm/detik.
 Pergerakan lebih cepat pada bagian proksimal dan lebih
lambat di bagian terminal.
 Gelombang peristaltik sangat lemah dan biasanya berhenti
setelah 3-5 cm.
 Gelombang ini begitu lambatya sehingga hanya dapat
mendorong kimus 1cm/menit.
 Dibutuhkan waktu 3-5 jam untuk mendorong kimus dari
pilorus ke katup illeosekal.
 Gerakan peristaltik ini berfungsi untuk mendorong
dan meratakan kimus di sepanjang dinding usus
halus.
 Saat mencapai katup illeosekal, kimus kadang
dihambat selama beberapa jam.
 Pada saat orang tersebut makan, akan timbul refleks
gastroileal yang akan meningkatkan peristaltik dan
mendorong kimus melewati katup tsb.
Pengaturan oleh sinyal saraf dan
hormon
 Aktifitas peristaltik meningkat setelah makan.
 Hal ini disebabkan karena peregangan dinding
duodenum dan juga refleks gastroenterik karena
distensi lambung.
 Selain sinyal saraf, hormon juga berperan penting
dalam pengaturan sinyal peristaltik
 Hormon gastrin, CCK, insulin, motilin, dan serotonin
akan meningkatkan motilitas usus.
 Sebaliknya, hormon sekretin dan glukagon akan
menghambat motilitas usus.
Desakan peristaltik
 Iritasi yang kuatdapat menimbulkan peristaltik yang
kuat dan cepat.
 Hal ini disebut dengan desakan peristaltik.
 Keadaan ini sebagian dicetuskan oleh refleks saraf
yang melibatkan sistem saraf otonom dan batang otak.
Fungsi katup illeosekal
 Fungsi utamanya adalah mencegah aliran balik isi
fekat dari sekum ke illeum.
 Katup agak menonjol ke dalam lumen sekum dan
dapat menahan tekanan balik sebesar 50-60 cm H2O.
 Selain itu, terdapat penebalan otot sirkular yang
membentuk sfingter illeosekal.
 Sfingter ini akan tetap berkonstriksi secara sedang dan
mengosongkan isi illeum ke dalam sekum.
 Tahanan ini berfungsi untuk memperlama kimus
dalam illeum, sehigga absorpsi bsia lebih optimal.
Pengaturan umpan balik sfingter
illeosekal
 Derajat konstriksi sfingter dan peristaltik illeum
dipengaruhi oleh refleks sekum.
 Bila sekum meregang, kontraksi sfingter akan
meningkat dan gerakan peristaltik dihambat.
 Ini akan menunda pengosongan kimus tambahan.
 Hal ini juga berlaku bila sekum teriritasi.
 Refleks ini diperantarai oleh pleksus mienterikus dan
juga saraf otonom ekstrinsik, yang melalusi ganglia
simpatis vertebra.
Gerakan Kolon
 Fungsi utama kolon adalah absorpsi air dan
penyimpanan feses.
 Setengah bagian proksimal kolon berfungsi utama
untuk absorpsi.
 Setengah bagian distal kolon berfungsi utama untuk
penyimpanan feses.
 Karena tidak membutuhkan pergerakan yang kuat,
umumnya pergerakan di kolon ini sangat lambat.
 Tetapi pergerakan ini memiliki karakteristik yg mirip
seperti usus halus, yaitu mendorong dan mengaduk.
Gerakan mencampur “haustrasi”
 Pada setiap kontriksi, 2,5 cm otot sirkular akan
berkontraksi dan otot longitudinal terkumpul menjadi
3 pita longitudinal dan berkontraksi.
 Gabungan 2 kontraksi iniakan memberikan bentuk
mirip kantung yang disebut haustrasi.
 Haustrasi mencapai intensitas puncak dalam waktu 30
detik dan menghilang selama 60 detik berikutnya.
 Beberapa menit kemudian, timbul kontaksi haustrae
baru di daerah lain.
 Dengan proses tersebut, feses akan diaduk dan
diputar, sehingga absorpsi air akan optimal.
Pergerakan massa
 Membutuhkan waktu 8-15 jam untuk menggerakan
kimus dari katup illeosekal ke kolon.
 Dari sekum sigmoid, pergerakan massa mengambil
alih peran pendorongan.
 Pergerakan ini terjadi 3x sehari, terutama 15 menit
pertama setelah sarapan.
 Pergerakan ini diawali dengan timbulnyacincin
kontriksi sebagai respons peregangan kolon.
 Kemudian, sepanjang 20 cm bagian distal cincin
kontraksi akan kehilangan haustrasinya dan
berkontraksi sebgai 1 unit.
 Kontraksi ini secara progresif akan akan menimbulkan
tekanan yang lebih besar selama 30 detik, dan
relaksasi selama 2-3 menit berikutnya.
 Satu rangkaian pergerakan massa akan menetap
selama 10-30 menit dan timbul kembali 12 jam
kemudian.
 Bila feses terdorong sampai rektum, akan timbul
keinginan untuk defekasi.
 Pergerakan massa sesudah makan dipermudah oleh
refleks gastrokolik dan duodenolik.
 Refleks ini disebabkan oleh distensi lambung dan
duodenum.
 Refleks tersebut bisa tidak timbul apabila saraf-saraf
otonom ekstrinsik yang menuju kolon telah diangkat.
 Iritasi juga menimbulkan efek yang sama.
Defekasi
 Sebagian besar waktu, rektum tidak berisi feses.
 Hal ini disebabkan karena adanya sfingter fungsional
lemah sekitar 20 cm dari anus pada perbatasan kolom
sigmoid dan rektum.
 Bila pergerakan massa mendorong feses ke dalam
rektum, akan timbul keinginan untuk defekasi,
termasuk refleks kontraksi rektum dan relaksasi
singter anus.
 Pendorongan feses terus menerus dicegah oleh
konstriksi dari sfingter ani internus dan ekstrenus.
 Sfingter ani internus terdiri dari penebalan otot polos
sirkular sepanjang beberapa cm dalam anus.
 Sfingkter ani eksternus terdiri dari otot lurik voluter
yang dipersarafi oleh nervus pundendus yang
merupakan bagian dari saraf somatis.
Refleks defekasi
 Diperantarai oleh saraf enterik dalam dinding rektum.
 Distensi dinding rektum nmenimbulkan sinyal aferen
dan menyebar melalui pleksus mienterikus.
 Hal ini menyebabkan gelombang peristaltik dalam
kolom asenden, sigmoid, dan rektum mendorong feses
ke arah anus.
 Sfingter ani internus berelaksasi karena sinyal
penghambat dari pleksus mienterikus.
 Sfingter ani eksternus akan berelaksasi secara volunter
pada waktu yang ditentukan, dan terjadilah refleks
defekasi.
 Refleks bersifat relatif lemah dan diperkuat oleh
refleks parasimpatis dai segmen akral medula spinalis.
 Sinyal ini menyebabkan efek lain yaitu mengambil
nafas dalam,penutupan glotis, dan kontraksi dinding
abdomen.
 Pada orang dengan medula spinalis yang terpotong,
akan kehilangan kontrol kesadaran sfingkter ani
eksternus.
Sekresi Usus Halus
 Sekresi mukus diusus halus dikeluarkan oleh susunan
kelenjar rapat dari kelenjar mukus campuran yang
disebut kelenjar brunner.
 Kelenjar ini terletak beberapa centimeter pertama
duodenum, terutama antara pilorus lambung dan
papila vateri.
 Sekresi mukus dicetuskan oleh rangsangan taktil atau
iritasi dari mukosa duodenum, rangsangan vagus
ataupun hormon sekretin.
 Mukus bersifat alkali dan memiliki efek menetralkan
asam lambung.
Getah pencernaan Kripta
Lieberkuhn
 Pada permukaan usus, terdapat sumur kecil yang
disebut kirpta lieberkuhn.
 Kripta ini terdiri dari sejumlah sel goblet dan
enterosit.
 Sel goblet menyekresi mukus untuk melumasi dan
melindungi permukaan usus.
 Sel enterosit menyekresi sejumlah besar air dan
elektrolit, berfungsi untuk mengencerkan kimus
untuk mengabsorpsi zat zat terlarut dari kimus.
 Sekresi pengenceran melibatkan sekresi ion aktif
klorida dan sekresi ion bikarbonat.
Enzim pencernaan pada sekresi
usus halus
 Enzim dihasilkan dari serpihan sel enterosit mukosa
yang mengandung enzim berikut:
 Peptidase untuk memecah peptida kecil menjadi asam
amino.
 Sukrase, maltase, isomaltase, dan laktase untuk
memecah disakarida menjadi monosakarida.
 Sejumlah kecul lipase intestinum untuk memecah
asam lemak netral.
 Sel epitel dalam kripta terus mengalami mitosis dan
bermigrasi ke membran basal dan keluar melalui vili
dan membentuk enzim pencernaan baru.
Sekresi Kolon
 Kolon juga memiliki kripta lieberkuhn, tapi tidak
memiliki vili, sehingga hanya memiliki sel-sel yang
hanya bisa menyekresi mukus.
 Perangsangan nervus pelvikus dari medula spinalis
yang merupakan persarafan parasimpatis akan
mengakibatkan kenaikan jumlah sekresi mukus.
 Saat teriritasi/infeksi, mukosa menyekresikan
sejumlah besar air dan elektrolit sebagai tambahan
selain mukus
 Hal di atas bertujuan untuk mengencerkan faktor
iritan.
Pencernaan Karbohidrat
 Dalam mulut, makanan akan bercampur dengan saliva
yang mengandung ptialin (alfa amilase).
 Enzim tersebut disekresikan oleh kelenjar parotis.
 Enzim ini menghidrolisis tepung menjadi disakarida
maltosa dan dekstra.
 Namun proses mengunyah yang singkat hanya akan
memberi kesempatan enzim merubah 5% saja dari
seluruh kandungan tepung.
 Di lambung, ptialin akan dihambat oleh asam
lambung.
Karbohidrat Usus Halus
 Pencernaan dibantu oleh sekresi amilase pankreas.
 Amilase ini beberapa kali lebih kuat dari amilase
saliva.
 Dalam waktu 15-30 menit sejak pengosongan
lambung, semua karbohidrat telah tercernakan.
 Dalam hal ini, tercernakan maksudnya adalah diubah
menjadi disakarida dan polimer glukosa lainnya.
Hidrolisis disakarida
 Hidrolisis ini dibantu oleh sel enterosit yang
mengandung enzim-enzim (laktase, maltase, sukrase,
dan alfa-dekstrinase)
 Enzim tersebut terdapat di enterosit yang melapisi
brush border mikrovili usus.
 Laktosa dipecah menjadi galaktosa+glukosa.
 Sukrosa dipecah menjadi fruktosa+glukosa
 Maltosa dipecah menjadi glukosa
 Glukosa mewakili 80% hasil pencernaan karbohidrat.
Pencernaan Protein
 Di lambung, pepsin yang aktif pada pH 2,0-3,0 akan
melakukan pencernaan terhadap protein.
 Pepsin hanya memulai pemecahan protein, biasanya
hanya menghasilkan 10-20% dari pencernaan protein
total.
 Hasilnya adalah proteosa, pepton, dan sedikit
polipeptida.
Pencernaan protein oleh pankreas
 Terjadi di usus halus bagian atas, di dalam duodenum
dan yeyunum.
 Produk yang sudah dipecah di lambung akan serang
oleh enzim proteolitik panreas yaitu
 Tripsin dan kimotripsin yang mengubah protein
menjadi polipeptida kecil.
 Karboksifolipeptidase untuk memecah asam amino
tunggal dari ujung karboksil polipeptida.
 Proelastase yang berubah menjadi elastase untuk
mencernakan serabut elastin.
Pencernaan oleh enterosit di usus
halus
 Enterosit menyekresikan 2 peptidase yang penting,
yaitu aminopolipeptidase dan beberapa dipeptidase.
 Kedua enzim ini berfungsi memecahkan sisa
polipeptida menjadi tripeptida dan dipeptida.
 Di dalam sitosol enterosit terdapat peptidase lain
untuk jenis asam amino yang masih tertinggal.
 Dalam beberapa menit, semua dipeptida dan
tripeptida akan dipecah menjadi asam amino tunggal
dan di absorpsi.
Pencernaan lemak
 Sejumlah kecil trigliserida dicernakan dalam lambung
oleh lipase lingual.
 Jumlah pencernaannya kurang dari 10%.
 Setelah itu dilanjutkan ke pencernaan lemak oleh
asam empedu dan lesitin.
 Pada tahap ini lemak akan dipecah menjadi ukuran
yang lebih kecil yang disebut emulfikasi lemak.
 Kebanyakan proses ini terjadi di duodenum dibawah
pengaruh empedu.
 Empedu mengandung sejumlah besar garam empedu juga
fosfolipid lesitin yang berguna untuk emulfikasi lemak.
 Gugus polar dalam garam empedu dan molekul lesitin
sangat larut air.
 Sedangkan sebagian sisa molekul keduanya sangat larut
lemak dan terlarut dalam lapisan gumpalan lemak dan
gugus polarnya menonjol.
 Gugus polar selanjutnya akan terlarut dalam air di
sekitarnya.
 Hal ini akan membantu meregangkan permukaan lemak.
 Karena penurunan tegangan tersebut, diameter lemak
secara signifikan dapat diturunkan oleh pengadukan
usus.
 Penurunan diameter ini akan meningkatkan luas
permukaan lemak total untuk diproses oleh enzim
lipase.
 Enzim lipase hanya berefek pada permukaan lemak.
Pencernaan trigliserida
 Lipase pankreas sangat banyak di dalam getah
pankreas
 Jumlah ini cukup untuk mencernakan semua
trigliserida yang bisa dicapainya dalam waktu 1 menit.
 Enterosit usus halus juga megandung lipase usus
halus, tetapi jarang dipakai.
 Produk akhir pencernaan lemak adalah asam lemak
bebas dan 2-monogliserida.
Pembentukan misel
 Akumulasi monogliserida dan asam lemak bebas di
sekitar asam lemak yang dicerna akan menghambat
pencernaan lemak.
 Hal ini disebabkan karena hidrolisis trigliserida sangat
reversibel.
 Garam empedu dalam konsentrasi tinggi akan
membentuk misel, yaitu gumpalan silinder sferis kecil.
 Berdiameter 3-6 nanometer, mengandung 20-40
mikron garam empedu.
 Inti sterol yang sangat larut lemak akan melingkupi
lemak yang dicernakan, membentuk gumpalan kecil
ditengah misel dengan gugus polar menutupi
permukaan misel.
 Karena muatan polar yang negatif, ini memungkinkan
gumpalan misel larut dalam cairan di pencernaan dan
tetap dalam bentuk stabil sampai lemak selesai
dicernakan.
Absorpsi
 Cairan yang di absorpsi oleh dinding usus sebanding
dengan cairan yang dicerna (1,5 L) + cairan yang di
sekresikan (7L)=9L
 Lambung merupakan daerah yang absorpsinya
terburuk.
 Ini karena lambung tidak memiliki vili dan taut antar
selnya ketat.
Permukaan absorpsi mukosa usus
halus
 Permukaan usus halus dipenuhi oleh lipatan menonjol
sepanjang 8mm (valvula koniventes) yang meningkatkan
daerah absorpsi sampai 3x lipat.
 Terdapat juga berjuta-juta vili di mukosa usus halus
sepanjang 1 mm yang sangat rapat dan meningkatkan
daerah absorpsi sampai 10x lipat.
 Tiap sel epitel usus memiliki 1 brush border yang terdiri
atas 1000 mikrovili dengan panjang 1 mikrometer, ini
meningkatkan daerah penyerapan hingga 20x lipat.
 Semua ini akan membuat usus memiliki daerah total 250m
persegi/sebesar lapangan tenis.
 Terdapat pula filamen aktin yang meluas ke masing-
masing mikrovili.
 Filamen ini menyebabkan pergerakan mikrovili yang
terus menerus.
 Hal ini berguna agar mikrovili terpapar dengan cairan
usus baru.
Absorpsi usus halus
 Absorpsi air
 Absorpsi ion
 Absorpsi karbohidrat
 Absorpsi lemak
 Absorpsi protein
Absorpsi air
 Air berdifusi melalui dinding usus halus mengikuti
hukum osmosis.
 Bila kimus cukup encer, air akan di absorpsi melalui
dinding usus halus ini.
 Air dapat pula ditransfer ke kimus bila kimus lebih
hiperosmotik dari plasma.
 Hal ini bertujuan agar kimus isoosmotik dengan
plasma.
Absorpsi ion
 20-30 gr Na disekresikan melalui usus tiap harinya.
 Tetapi tiap harinya, orang hanya mengkonsumsi 5-8 gr
Na.
 Untuk mencegah hiponatrium, usus halus
mengabsorpsi 25-35 gr Na tiap hari.
 Hal ini menyebabkan hanya kurang dari 0,5 gr Na
yang di buang melalui feses.
 Absorpsi Na di fasilitasi oleh transpor aktif Na dari
dalam sel epitel, melalui bagian basal dan masuk ke
ruang paraselular.
 Ion klorida akan ikut masuk, karena muatan listrik
positif Na akan menarik secara pasif ion Cl.
 Karena trnaspor aktif, konsentrasi Na intra sel
menurun hingga 50 mEq/L, sedangkan di kimus
adalah 142 mEq/L.
 Hal ini juga menyebabkan Na berdifusi secara pasif
melalui dinding usus halus.
Efek aldosteron
 Bila seseorang dehidrasi, maka aldosteron akan
ditransfer kosteks adrenal dalam jumlah besar.
 Ini menybabkan peningkatan aktivasi semua enzim
dan mekanisme transpor untuk ion natrium.
 Ini menyebabkan peningkatan absorpsi natrium.
 Hal ini menyebabkan juga peningkatan sekunder
absorpsi air, Cl, dan beberapa zat lain.
Absorpsi karbohidrat
 Karbohidrat diabsorpsi dalam bentuk monosakarida.
 Monosakarida yang paling banyak di absorpsi adalah
glukosa (80%)
 Sisanya adalah galaktosa dan fruktosa (20%)
Glukosa dan transpor natrium
 Pada saat tidak ada transpor natrium, tidak ada pula
transpor glukosa yang terjadi.
 Hal ini terjadi karena penyerapan glukosa membentuk
suatu ko-transpor dengan transpor aktif Na.
 Transpor aktif natrium nantinya akan menyebabkan
diffusi terfasilitasi ion natrium ke dalam sel epitel.
 Diffusi itu melibatkan protein aktif yang harus
bergabung dengan zat lain agar bisa bekerja seperti
glukosa.
Nasib monosakarida lain
 Galaktosa ditransfer dengan mekanisme yang mirip
dengan glukosa.
 Fruktosa ditransfer sepenuhnya melalui difusi
terfosfolirasi melalui epitel usus.
 Banyak fruktosa saat memasuki sel akan berfosfolirasi
dan dikonversi menjadi glukosa.
 Karena tidak memakai protein aktif, kecepatan
absorpsi fruktosa hanya setengah dari monosakarida
lain.
Absorpsi Protein
 Protein diserap melalui luminal epitel usus dalam
bentuk dipeptida, tripeptida, dan asam amino bebas.
 Sebagian energi disuplai oleh mekanisme ko-transpor
natrium dengan cara yang mirip dengan glukosa.
 Beberapa protein juga dapat berdifusi tanpa protein
khusus seperti fruktosa.
Absorpsi lemak
 Lemak diabsorpsi dalam bentuk monogliserida dan
asam lemak.
 Keduanya akan larut dalam misel empedu yang
terlarut dalam kimus.
 Dalam bentuk ini, keduanya ditranspor melalui brush
border dan menembus kripta antara mikrovili.
 Lalu keduanya akan berdifusi keluar misel dan masuk
dalam epitel.
 Proses ini meninggalkan misel dalam kimus yang akan
digunakan kembali untuk mengabsorpsi lebih banyak
monogliserida dan asam lemak.
 Lalu asam lemak dan monogliserida diambil oleh RE
dan membentuk trigliserida.
 Trigliserida selanjutnya akan dilepaskan dalam bentuk
kilomikron ke dalam aliran darah.
 Sejumlah asam lemak rantai pendek dan sedang
(lemak susu) dapat diabsorpsi langsung ke dalam
darah.
 Ini karena asam lemak rantai pendek dan sedang lebih
larut air dan dapat berdifusi langsung melalui epitel
usus.
Absorpsi di kolon
 Sekitar 1500 ml kimus melewati katup illeosekal.
 Air dalam kimus akan di absorpsi sehingga menyisakan
kurang dari 100 mL cairan dan kurang dari 5 miliekuivalen
ion Na dan Cl untuk disekresikan.
 Absorpsi sebagian besar terjadi dipertengahan proksimal
kolon sehingga disebut kolon pengabsorpsi.
 Taut erat sel epitel kolon mencegah diffusi kembali air dan
ion ke dalam feses.
 Kolon juga akan menyekresikan ion bikarbonat bersamaan
dengan absorpsi ion-ion.
 Hal ini untuk menetralisir asam hasil kerja bakteri usus.
 Absorpsi maksimal kolon adalah 5-8L/ hari.
 Iritasi dan infeksi di mukosa usus akan menyebabkan
hipersekresi cairan.
 Hal ini akan membuat feses encer dan melewati batas
absorpsi kolon, dan keluar sebagai diare

Anda mungkin juga menyukai