Oleh :
Carissa Octaviani Putri
406162087
Pembimbing :
dr. Ardhian Noor Wicaksono, Sp. THTKL
PENDAHULUAN
Difteri adalah suatu penyakit infeksi karena
toxin dari bakteri pseudomembran pada kulit
dan atau mukosa
Penyebab Corynebacterium Diphteriae
Penyebarannya melalui udara.
DIFTERI
Etiologi : Corynebacterium Diphteriae
Sifat:
kuman batang grampositif , tidak
bergerak, pleomorfik, tidak berkapsul,
tidak membentuk spora, mati pada
pemanasan 60ºC, tahan dalam keadaan
beku dan kering.
3 tipe utama garvis intermedius mistis
Ciri khas
C.diphtheriae :
eksotoksin baik in
vivo maupun invitro Bakteriofag yang mengandung
toxigene.
PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
1. Difteri Saluran 3. Difteri Tonsil
2. Difteri Hidung
Pernapasan Faring
• Sesudah sekitar • meneyerupai • nyeri tenggorok
masa inkubasi 24 common cold gejala awal yang
hari, terjadi tanda • Infeksi nares umum
tanda dan gejala anterior • 12 hari timbul
gejala radang menyebabkan membrane yang
lokal. Demam rhinitis erosif, melekat berwarna
jarang lebih tinggi purulen, putih kelabu
dari 39ºC. serosanguinis • pembentukan
dengan membrane tonsil
pembentukan unilateral atau
membrane. bilateral
Ulserasi dangkal • Bull neck : Edema
nares luar dan jaringan lunak
bibir sebelah dibawahnya dan
dalam adalah pembesaran
khas. limfonodi
MANIFESTASI KLINIS
6. Difteri
4. Difteri Laring Vulvovaginal,
5. Difteri Kulit
Konjungtiva, dan
Telinga
1. Antitoksin : Anti Diphtheria Serum (ADS)
Tipe Difteria Dosis ADS (KI) Cara pemberian
Difteria Hidung 20.000 Intramuscular
Difteria Tonsil 40.000 Intramuscular / Intravena
Difteria Faring 40.000 Intramuscular /Intravena
Difteria Laring 40.000 Intramuscular /Intravena
Kombinasi lokasi diatas 80.000 Intravena
Difteria + penyulit, bullneck 80.000100.000 Intravena
Terlambat berobat (>72 jam) 80.000100.000 Intravena
ADS
Uji kulit dilakukan dengan penyuntikan 0,1 ml
ADS dalam larutan garam fisiologis 1:1.000
secara intrakutan. Hasil positif bila dalam 20
menit terjadi indurasi > 10 mm.
Uji mata dilakukan dengan meneteskan 1 tetes
larutan serum 1:10 dalam garam fisiologis. Pada
mata yang lain diteteskan garam fisiologis. Hasil
positif bila dalam 20 menit tampak gejala
hiperemis pada konjungtiva bulbi dan lakrimasi.
2. Antibiotik
Dosis :
∙ Penisilin prokain 25.00050.000 U/kgBB/hari i.m. , tiap 2 jam
selama 14 hari atau bila hasil biakan 3 hari berturutturut ().
∙ Eritromisin 4050 mg/kgBB/hari, maks 2 g/hari, p.o. , tiap 6
jam selama 14 hari.
∙ Penisilin G kristal aqua 100.000150.000 U/kgBB/hari, i.m.
atau i.v. , dibagi dalam 4 dosis.
∙ Amoksisilin.
∙ Rifampisin.
∙ Klindamisin.
3. Kortikosteroid
Dosis : Prednison 1,01,5 mg/kgBB/hari, p.o. tiap
68 jam pada kasus berat selama 14 hari.
Non medikamentosa
Pasien diisolasi masa akut terlampaui dan
biakan hapusan tenggorok negative 2 kali
berturutturut.
Istirahat tirah baring ± 23 minggu
pemberian cairan serta diet yang adekuat
makanan lunak (cukup kalori & protein)
Pengobatan Karier
dasar diberikan booster toksoid difteria
selama 1 minggu
(+) (+) Penisilin 100 mg/kgBB/hari oral/suntikan atau
eritromisin 40 mg/kgBB + ADS 20.000 KI
dengan status imunisasi
PENCEGAHAN
Imunisasi DPT 0,5 mL IM < 7 tahun (2,4, dan
6 bulan)
DT 0,5 mL IM > 7 tahun.