disintesis di I.G. Farbenindustrie di Jerman oleh Klarer dan Mietzsch pada tahun 1932, dilaporkan pada tahun 1935 oleh Domagk terrnyata aktif terhadap Streptococcus haemolyticus dan infeksi lain. Hal ini terjadi karena di dalam tubuh, prontosil (sulfakrisoidin) diubah mjd sulfonamid yg aktif. Kemudian Trefouel, Nitti, dan Bovet menemukan bahwa sulfanilamida (Prontalbin®) yang tak berwarna juga bekerja khemoterapeutik. Sejak saat itu molekul sulfonamid mengalami perubahan kimiawi pada strukturnya dan sekitar 150 sulfonamid beredar di pasaran selama ini. Modifikasi struktur sulfonamid bertujuan untuk mendapatkan : potensi antibakteri yang lebih besar, spektrum antibakteri yang lebih luas, kelarutan dalam urin yang lebih tinggi, atau masa kerja yang lebih lama Perkembangan yang pesat pada penisilin dan antibiotik lain menekan penggunaan sulfonamid shg penggunaan sulfonamid secara klinis menjadi terbatas. Penggunaan kombinasi sulfametoksazol-trimetoprim pada tahun 1970-an meningkatkan kembali penggunaan sulfonamid dalam penanganan infeksi mikroba yang spesifik. Sulfonamid adalah turunan para- aminobenzensulfonamid (sulfanilamid). Kebanyakan tidak larut air tetapi garam natriumnya larut baik dalam air. Sulfonamid yang secara struktural analog dengan PABA (para-aminobenzoic-acid) memiliki substituen pada gugus sulfonil (SO2) yang bertanggungjawab terhadap potensi antimikroba dan profil farmakokinetik dari turunan-turunannya. Turunan sulfanilamid diperoleh dengan penyulihan pada : Cincin benzen, N-amida (N-1), N-amino (N-4), atau penggantian cincin aromatis dengan cincin atau sistem cincin lain Hanya penyulihan pada N-amida yang berguna, karena hanya dengan sulfanilamida yang mempunyai gugus amino bebas saja dapat dihambat secara kompetitif masuknya PABA ke dalam molekul asam fosfat (5). Sulfonamid yang tersedia di pasaran diantaranya adalah : sulfisoksazol, sulfametoksazol, sulfadiazin, sulfasetamid, sulfametizol, sulfasalazin, trisulfapirimidin (gabungan sulfamerazin, sulfametazin, dan sulfamezatin). Sulfadoksin tersedia dalam bentuk kombinasi dengan pirimetamin (Fansidar) untuk penanganan malaria oleh Plasmodium falciparum sementara sulfasetamid hanya digunakan pada mata (1) Spektrum Antimikroba
Sulfonamid dapat menghambat baik bakteri gram
positif maupun negatif, Nocardia, Chlamydia trachomatis, dan beberapa protozoa. Beberapa bakteri enterik dihambat tetapi Pseudomonas, Serratia, Proteus, dan mikroorganisme multiresisten lainnya tidak. Sulfonamid merupakan obat pilihan untuk infeksi saluran kemih yang belum pernah diterapi sebelumnya, nokardiosis, dan infeksi bakteri lainnya walaupun sekarang banyak strain Meningococcus, Staphylococcus, Streptococcus, dan Gonococcus sudah resisten. Mekanisme Kerja Struktur sulfonamid analog dengan PABA, prekursor penting untuk sintesis asam folat pada bakteri untuk membentuk purin dan akhirnya asam nukleat. Sulfonamid dapat masuk ke dalam reaksi menggantikan PABA, berkompetisi dalam ikatan dengan enzim dihidropteroat sintetase atau membentuk analog asam folat yang tidak berfungsi. Hasilnya pertumbuhan lebih lanjut dari mikroorganisme dihambat. Namun pertumbuhan dapat terjadi bila terdapat PABA dalam jumlah besar atau bila sulfonamid berdisosiasi dengan enzim ini (2). Sulfonamida sebagai antimetabolit sebagai pendorong (bolus) harus diberikan dalam dosis tinggi untuk dapat mengusir p-aminobenzoat secara kompetitif sehingga dicapai kadar yang tinggi dalam darah. Daya kerja Kerja sulfonamida adalah bakteriostatik bukan bakterisid karena walaupun asam p-aminobenzoat penting untuk pertumbuhan bakteri tapi kekurangan PABA tidak akan mematikan mikroba Resistensi Resistensi terjadi sebagai : Hasil mutasi,
Produksi PABA berlebihan,
Perubahan struktur pada enzim dihidropteroat sintetase
dengan penurunan afinitas terhadap sulfonamid, atau Hilangnya permeabilitas.
Penggunaan sulfonamid scr luas dan tdk tepat thd
infeksi menyebabkan timbulnya strain resisten di seluruh dunia. Farmakokinetik Kecuali senyawa yg tersulih pd N-4 yg sukar larut, sulfonamida diabsorpsi dengan cepat dan sempurna dari usus halus. Kadar maksimum dlm darah dicapai setelah 2-6 jam. Ikatan protein serum berbeda-beda, yg terikat amat kuat misalnya sulfasomidin. Sebagian sulfonamida akan dimetabolisme oleh tubuh. Turunan asetilnya tidak lagi berkhasiat bakteriostatik, disamping lebih sukar larut dan lebih toksik dibandingkan sulfonamid asal. Ekskresi hampir seluruhnya terjadi melalui ginjal mll filtrasi dan sekresi tubulus. Lama kerja suatu preparat sulfonamid sangat bergantung pada apakah setelah filtrasi atau sekresi tersebut, pada bagian tubulus yang lebih dalam terjadi reabsorpsi atau tidak. Sulfonamida dengan kerja singkat tidak atau sedikit sekali direabsorpsi sedangkan sulfonamida kerja panjang direabsorpsi dalam jumlah banyak. Penggunaan Klinik Topikal Penggunaan sulfonamid pada kulit, luka, atau pada
mukosa tidak dianjurkan karena aktivitasnya
rendah dan resiko alergi yang tinggi. Kecuali penggunaan larutan Na-sulfasetamid (30%) atau salep (10%) untuk konjungtiva, dan mafenid asetat (p-aminometilbenzensulfonamid) krim 10% untuk luka bakar pada permukaan kulit, juga sulfadiazin perak pada luka bakar. Sulfonamid oral yang tidak larut 8-15 g/hari menyebabkan efek lokal –penghambatan sementara flora usus yang aerob- dalam persiapan pembedahan usus. Sulfasalazin digunakan pada kolitis ulseratif, enteritis dan penyakit peradangan usus lainnya, dan lebih efektif daripada sulfonamid larut atau antimikroba oral lainnya. Oral Infeksi saluran kemih –yang belum pernah diobati sebelumnya- Pada wanita dengan infeksi saluran kemih akut tanpa komplikasi yang tidak hamil dan belum pernah diobati sebelumnya, diberikan dosis tunggal sulfisoksazol 1 g atau kotrimoksazol yang efektif pada 80-90% pasien. Infeksi klamidia Infeksi Chlamydia trachomatis pada saluran genital, mata, atau sal. nafas dapat diobati dengan sulfonamida oral, walaupun tetrasiklin dan eritromisin merupakan obat pilihan utama. Sulfonamid tidak efektif pada psitakosis Infeksi bakteri Pada nokardiosis, sulfisoksazol atau sulfadiazin, 6-8 g/hari, merupakan obat pilihan utama. Di negara belum berkembang sulfonamid digunakan secara luas untuk mengatasi infeksi saluran pernafasan, sinusitis, bronkhitis, pnemunitis, otitis media, dan disentri basiler Dermatitis herpetiformis Bukan merupakan kelainan karena infeksi tapi sering memberikan respon terhadap sulfapiridin 2-4 g/hari atau dapson Intravena Digunakan garam Na-sulfonamid 5% dekstrosa
dalam air untuk pasien koma atau tidak dapat
menelan obat Efek Samping
Pada pemakaian yang benar, biasanya efek
samping sulfonamida sedikit. Efek samping yang paling sering adalah demam, rash kulit, fotosensitivitas, urtikaria, mual, muntah, diare, dan gangguan pada saluran kemih. Juga dapat terjadi stomatitits, konjungtivitis, artritis, gangguan hematopoietik, dermatitis eksfoliatif, poliarteritis nodosa, sindrom Steven-Johnson, psikosis, dan lain-lain. Gangguan saluran kemih Setelah pemberian sulfonamida dengan derajat
asetilasi tinggi dan disertai kurangnya asupan cairan
dapat terjadi kerusakan ginjal krn mengkristalnya N- 4 asetilsulfonamida di tubulus dan saluran urin. Sulfonamid mengendap terutama dalam keadaan netral atau asam, membentuk kristaluria, hematuria, atau bahkan obstruksi. Hal ini dicegah dengan cara : menggunakan sulfonamid dengan laju asetilasi sekecil mungkin, Menggunakan sulfonamid yang larut (sulfisoksazol, trisulfapirimidin), menjaga urin tetap alkali (dengan 5-15 g natrium bikarbonat perhari), banyak minum, dan melakukan pemeriksaan urin secara rutin. Gangguan hematopoietik Sulfonamid apat menimbulkan anemia (hemolitik atau aplastik), granulositopenia, trombositopia, atau reaksi leukemoid. Semuanya jarang terjadi kecuali pada orang tertentu yang beresiko tinggi. Sulfonamid menyebabkan reaksi hemolitik, terutama pada pasien yang eritrositnya kekurangan glukosa-6- fosfat dehidrogenase. Sulfonamid yang dimakan pada akhir kehamilan meningkatkan resiko kernikterus pada bayi baru lahir Kontra Indikasi dan Perhatian (5) penyakit ginjal dengan kecenderungan pembentukan udem dan insufisiensi ekskresi insufisiensi jantung porfiria akut defisiensi bawaan glukosa-6-fosfat dehidrogenase kerusakan parenkhim hati yang parah hipersensitivitas terhadap sulfonamida yang diketahui atau timbul selama pengobatan perubahan komponen darah Empat minggu menjelang kelahiran bayi dan bayi baru lahir KOMBINASI SULFAMETOKSAZOL-TRIMETOPRIM
Trimetoprim bekerja spesifik menghambat enzim
dihidrofolat reduktase sehingga asam tetrahidrofolat tidak terbentuk. Dalam kombinasi dengan sulfametoksazol yang bekerja menghambat secara kompetitif enzim dihidropteroat sintetase, maka terjadi efek sinergis karena terjadi hambatan pada dua tahap dalam pembentukan asam folat. Karena spektrum kerjanya diperluas dan berkurangnya bahaya resistensi maka kombinasi ini digunakan pada berbagai infeksi bakteri. Kotrimoksazol merupakan obat pilihan untuk : Pneumonia karena P. carinii, Enteritis karena Shigella, Infeksi Salmonella sistemik (yang resisten terhadap ampisilin dan kloramfenikol), Infeksi saluran kemih dengan komplikasi, Prostatitis, dan lain-lain. Dosis rata-rata sulfametoksazol 1600 mg dan trimetoprim 320 mg atau setengahnya (1:5). Kombinasi ini dapat digunakan per oral atau intra vena. Trimetoprim diabsorpsi baik dari usus serta didistribusikan secara luas ke seluruh cairan tubuh dan jaringan termasuk cairan serebrospinalis. Kira-kira 65-70% obat dalam kombinasi ini terikat dengan protein plasma, dan 30-50% dari sulfonamid serta 50-60% dari trimetoprim (atau metabolitnya) diekskresikan ke dalam urin dalam 24 jam. Trimetoprim mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih besar pada cairan prostat dan cairan vagina dibandingkan obat antimikroba lainnya. Kombinasi ini tidak digunakan pada kerusakan parenkhim hati dan ginjal yang parah, hipersensitif terhadap sulfa, pada pasien dengan kecenderungan alergi, selama kehamilan, dan bayi prematur serta bayi baru lahir.