Anda di halaman 1dari 19

ASMA NON ALERGI

PERBEDAAN ASMA INTRINSIK DAN


ASMA ALERGI
Asma intrinsik Asma alergi

Antibodi spesifik IgE serum Tidak ada +

Tes skin-prick negatif +

Onset Lambat Cepat

Riwayat asma di keluarga Tidak ada Ada


Lingkungan lebih berperan daripada
genetik

Wanita : Pria Wanita >> Wanita = pria

Evolusi Lebih berat Sedang - berat


Kesamaan asma alergi dan asma
intrinsik
Kesamaan antara asma alergi dan asma intrinsik terletak pada
infiltrasi sel imun dan sintesis IgE lokal.

Spesifisitas alergen IgE masih belum diketahui dengan pasti, antibodi


IgE spesifik HDm dalam sekret bronkus (seperti induced sputum) dari
pasien dengan asma intrinsik berjumlah sampir sama dengan pasien
dengan asma alergi.
Asma Intrinsik Fenotipe High Th2
( Asma Hiper-eosinofil)
• Merupakan asma non alergi onset lambat
• Terkait dengan poliposis nasal (atau rhino-sinusitis kronis eosinofilik) dan eosinofilia
darah (>1000 µL-1, atau >500 µL-1 dengan terapi kortikosteroid oral)
• Eosinofil mewakili target yang jelas untuk bioterapi IL-5, seperti mepolizumab dan
reslizumab.
• Tidak teridentifikasi adanya predisposisi genetik, di mana respon IgE terhadap S. Aureus
yang memproduksi enterotoksin di saluran nafas atas pasien ditemukan dalam serum
• Peran IgE pada asma non alergi hipereosinofil didukung oleh efek menguntungkan anti
IgE yang berhubungan dengan poliposis nasal, baik pada asma dengan status atopi
maupun tidak.
Asma Intrinsik Fenotipe Low-Th2
• Adalah asma tanpa adanya inflamasi eosinofilik/Th2
• Di mana pada spektrum beratnya bersifat netrofilik
• Memiliki resistensi terhadap kortikosteroid
• Memiliki penampakan yang mirip dengan COPD.
• Dengan teridentifikasinya ILC2 sebagai produsen alternatif sitokin “tipe 2”
dalam jumlah yang banyak pada asma, fenotip ini mungkin lebih tepat disebut
asma “tipe 2-rendah” (type 2-low).
Asma dan Obesitas
• Obesitas sebagai faktor risiko alergi dan asma, dan asma terkait obesitas dapat
merepresentasikan fenotip asma non alergi yang berat, berhubungan dengan
hilangnya komplians paru distal yang terkait dengan penambahan berat badan

• Meskipun obesitas dapat menurunkan ambang produksi IgE spesifik pada eksperimen
asma dengan ovalbumin, tidak terdapat mekanisme yang secara jelas
menghubungkan obesitas dengan respon IgE

• Sebuah penelitian menunjukkan hubungan antara ketidakseimbangan L-


arginin/dimetil arginin asimetris dan FeNO yang menurun pada asma onset lambat
yang terkait dengan obesitas, di mana pasien-pasien tersebut tidak terlalu atopik dan
memiliki level IgE yang rendah.
Asma dan Olahraga
• Asma yang diinduksi olahraga di mana aktivasi imunitas adaptif tidak
menonjol, peran IgE belum diketahui dengan baik.

• Olahraga yang intensif dapat meningkatkan produksi IgE, sebagian


karena meningkatnya paparan alergen (pollen), namun patofisiologi
fenotip asma ini utamanya berhubungan dengan perubahan fisik
(misalnya shear stress yang diinduksi aliran udara, dan kerusakan
epitel yang diinduksi dingin) dibandingkan aktivasi IgE.
Asma Non alergi dan Urtikaria
Idiopatik Kronis
• Pada sebuah penelitian, 14 dari 24 penderita asma non alergi yang memiliki reaksi
intradermis terhadap serum autolog, seperti juga diamati pada pasien dengan urikaria
kronis, menunjukkan adanya auto-antibodi terhadap IgE atau FceRI yang dilaporkan
pada ~30% pasien dengan asma intrinsik.

• Aktivasi jalur IgE tidak hanya bergantung pada sintesis IgE, namun pada reaktivitas
arus bawah, misalnya fungsionalitas sinyal FceRI.

• Pada asma non atopi, adanya antibodi IgE spesifik alergen lokal dan tidak adanya
reaktivitas klinis pada paparan alergen dapat berhubungan dengan defek pada sinyal
IgE/FceRI/Syk, yang mana terjadi pada subjek atopi yang mengalami infeksi virus
tertentu.
IgE sebagai target terapi dan biomarker
pada asma
• Efek yang paling nampak pada terapi ini, selain perbaikan gejala terkait asma dan
kualitas hidup, adalah penurunan eksaserbasi berat yang diinduksi virus.

• Meskipun demikian, masih belum jelas apakah IgE merupakan biomarker yang baik
untuk memprediksi respon terhadap omalizumab.

• Penelitian pada asma intrinsik menunjukkan bahwa terapi anti IgE (omalizumab)
pada ekspresi permukaan sel FceRI memberikan efek meredakan dan perbaikan
obstruksi jalan nafas yang signifikan setelah perawatan selama 16 minggu.

• Omalizumab efisien mengurangi eksaserbasi, demikian juga penggunaan


kortikosteroid pada asma alergi berapapun level IgE awalnya
Kelemahan Terapi Anti IgE
(omalizumab)
• IgE serum yang rendah (<76 kU.L-1) berhubungan dengan kemungkinan
benefit terapi yang rendah

• IgE serum yang tinggi (>1300 kU.L-1) belum ada penelitian keberhasilannya

• Tidak adanya respon dosis IgE juga tampak selama terapi omalizumab pada
urtikaria kronis. Berhubungan dengan adanya antibodi yang menetralkan IgE,
yang diperoleh secara ex vivo, memberikan bukti baru bahwa level IgE saja
tidak cukup untuk memprediksi keluaran klinis.
Index Eosinofil sebagai biomarker respon
omalizumab
• Indeks eosinofil (seperti hitung eosinofil darah >2%, FeNO >20 ppb) dapat
mewakili biomarker yang lebih baik untuk respon omalizumab pada asma

• Profil High-Th2 (eosinofil darah >260 µL-1 >19,5 ppb) berhubungan dengan
pengurangan tingkat eksaserbasi asma yang signifikan pada pasien yang
diterapi dengan omalizumab.

• Pada exsaserbasi berat, tingkat respon terhadap terapi anti IL-5 seperti
mepolizumab terjadi tanpa berhubungan dengan level IgE atau atopi dan lebih
berhubungan dengan eosinofilia darah.
Periostin Serum
• Periostin serum (>50 ng.mL-1) sebagai biomarker inflamasi eosinofilik
bronkial yang potensial pada asma berat

• Menunjukkan aktivasi bronkoepitel yang dimediasi IL-13/Th-2.

• Kelebihan lain periostin serum sebagai penanda pengganti (surrogate


marker) eosinofilia sputum pada asma ringan-sedang, di mana
eosinofil darah tetap merupakan biomarker yang terbaik untuk
obstruksi jalan nafas.
Cost Effective Omalizumab

• Di luar tingginya harga omalizumab (€10.000-15.000 per tahun per pasien),


terapi ini tetap dianggap efektif secara biaya (cost-effective) melalui
kemampuannya menurunkan eksaserbasi berat jika diberikan pada pasien yang
lebih terpilih, dengan nilai QALY (quality adjusted life year) berkisar antara
€26.000-38.000

• Pada penelitian lain yang penderitanya tidak dipilih dengan baik menyimpulkan
bahwa omalizumab tidak cost effective (US$280.000-800.000 per QALY).

• Evaluasi efektivitas biaya ini menggarisbawahi pentingnya memilih pasien yang


akan dibioterapi (disebut juga personalized medicine/kedokteran personal).
• IgE saja tidak cukup untuk memprediksikan respon terhadap
omalizumab

• Periode run-in (periode sebelum uji klinis dilakukan di mana obat


belum diberikan) penting dalam menentukan apakah seorang pasien
merespon obat dan menunjukkan bahwa faktor lain seperti produksi
lokal, blocking antibodies, dan ambang batas aktivasi sel
mast/basophil mempengaruhi efek anti IgE.
Gambar 3. Decision chart berdasarkan pengetahuan terkini (yang terbukti dan diperkirakan) mengenai efikasi terapi tambahan
pada endo/fenotip asma berat yang paling prevalen. Indikasi terkini omalizumab pada asma atopik meliputi riwayat alergi
terhadap alergen perenial dengan peningkatan IgE total (>30 atau 76 kU.L-1 sesuai dengan negara), di mana juga terdapat
inflamasi eosinofilik yang meningkatkan respon. Peran IgE (lokal) pada asma non atopik membutuhkan ekplorasi yang lebih jauh,
sedangkan eosinofilia mampu memprediksi respon terhadap anti interleukin (IL)-5 dengan jelas. Sebaliknya fenotip T-helper (Th)-
2 rendah tidak memiliki terapi bertarget, namun bisa mendapatkan manfaat dari opsi terapi yang muncul. A, B dan C merupakan
tingkat bukti yang ada. POC: proof of concept
Tabel 2. Clinical trials of anti-IgE therapy in different asthma phenotypes
 KESIMPULAN
• IgE spesifik alergen mungkin memediasi respon asma pada individu yang
alergi
• Hubungan antara respon IgE dan ekspresi klinis asma menggabungkan
beberapa kofaktor yang mempengaruhi reaktivitas saluran nafas dan
persistensi penyakit.
• Adanya peran mikroba dalam menginisiasi dan/atau mempertahankan
serangan asma
• Virus respiratorik mampu menginduksi ekspresi dan sinyal FceRI, dan
mendorong reaktivitas sistem imun terhadap IgE.
• Respon IgE terhadap antigen bakteri, seperti enterotoksin dari S.aureus,
memainkan peranan penting pada beberapa fenotip asma, seperti asma
hipereosinofilik yang berhubungan dengan poliposis nasal.
 Kesimpulan
Tiga endo/fenotip asma “high-IgE” yang utama, dapat diidentifikasi melalui IgE serum total yang meningkat,
misal
Asma alergi (di mana kecenderungan produksi IgE tinggi diwariskan)
Aspergilosis bronkopulmoner alergi (di mana sintesis IgE dikendalikan oleh Aspergillus)
Asma hipereosinofilik yang berhubungan dengan poliposis nasal dan kolonisasi S.aureus (di mana produksi
IgE sebagian merupakan hasil dari aktivasi sel B poliklonal yang dikendalikan eksotoksin).

IgE memainkan peran penting dalam patogenesis beberapa fenotip asma, termasuk pada pasien non atopik.

Terapi anti IgE pada asma mampu mengatasi hambatan yang disebabkan IgE spesifik alergen dan
menginterferensi sinyal IgE/FceRI yang diinduksi virus atau superantigen, yang penting bagi pasien dengan
penyakit berat dan memiliki resistensi (parsial) terhadap kortikosteroid.

Tumpang tindih antara asma IgE-tinggi dengan “tipe 2” tinggi masih belum jelas dan harus menjadi fokus
penelitian mendatang, terutama terkait bioterapi asma berat.

Anda mungkin juga menyukai