Pemeriksaan in vivo:
1. Uji kulit
Reaksi alergi pada kulit pasien akan menimbulkan hubungan silang antara
alergen dengansel mast permukaan kulit yang mengaktivasi sel mast.
Histamin merupakan mediator utama dalam timbul reaksi gatal, kemerahan
pada kulit. Terdapat 3 cara untuk melakukan uji kulit yaitu;
a. Uji kulit Interdermal : yaitu dengan cara menyuntikan ekstrak alergen
pada lapisan dermis sehingga timbul gelembung dengan diameter 3mm.
Uji ini tidak dianjurkan untuk alergen makanan karena dapat
menimbulkan reaksi anafilaksis.
b. Uji gores: sudah banyak ditingalakn karena kurang akurat.
c. Uji tusuk: yaitu dengan cara lapisan superfisial kulit ditusuk dan
dicungkit keatas dengan jarum khusus yang mengandung setetes ekstrak
alergen dalam gliserin. Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2mm.
2. Uji provokasi
Dilakukan untuk melihat paparan alergen dengan gejala pada berbagai
organ;
a. Uji provokasi bronkual, ekstrak alergen dihirup melalui nebulizer untuk
melihat obstruksi jalan napas.
b. Uji provokasi makanan, contoh dalam uji provokasi susu sapi mulai dari
1 tetes/15 menit – 30ml dan bila telah mencapai 200ml tidak terjadi
reaksi alergi, maka pasien dapat mengkonsumsi susu sapi.
c. Uji provokasi sekum, dilakukan melalui koloniskopu dengan
menyuntikan ekstrak alergen kedalam mukosa sekum. Hasil positif
berupa pembentukan wheal kemerahan pada mukosa. Derajat alergi
ditentukan secara semikuantitatif. Kejadian kemungkinan karena IgE
spesifik mukosa usus tidak beredarsecara sistemik, atau reaksi
hipersensitivitas pada usus merupakan mekanisme yang IgE tergantung.
d. Uji tempel, alergen yang dicurigai diletakkan pada kulit dan hasil psoitif
berupa reaksi eksatema dalam 48 – 72 jam, uji inijuga dapat dilakukan
untuk mendiagnosis alergi makanan pada anak dematitis atopi dan
esofagitis eosinofilk.
e. Immuno CAP phediatop Infant, berguna untk mendeteksi IgE pada bayi
hingga usia 2 tahun.
f. Microarrayed Allergen Molecules, memberi informasi tentangprofit
reaktivitas alergi dan dapat mengidentifikasi dengan tepat molekul yang
digunakan dalam imunoterapi.
Kesimpulan : Dalam menegakkan diagnosa penyakit alergi dan menentukan alergen diperlukan
pemeriksaan penunjang, baik dilakukan secara in vivo maupun in vitro, yang
dimana masing – masing metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga
diperlukosa test kombinasi untuk didapatkan diagnosis dan treatment yang tepat.