PENDAHULUAN
Pada alergi obat dan makanan, masalah dapat diselesaikan dengan menghindari allergen, jika
allergen sudah diketahui. Menyingkirkan allergen inhalan umumnya lebih sukar dilakukan.
Menjauhkan binatang peliharaan dari lingkungan rumah, mengendalikan debu, material
sintetis pada bantal dan alat pengering udara dapat membantu mengurangi jamur. Tetapi tidak
ada jalan untuk menghindari serbuk sari dan spora jamur yang berasal dari luar rumah.
Menghindari pollen dan spora jamur dari luar rumah mungkin dapat dilakukan jika pasien
tinggal dalam ruangan yang dilengkapi dengan alat pendingin. 3 Desensitisasi adalah terapi
tambahan selain menghindari allergen dan terapi obat-obatan simptomatik, bukan suatu terapi
utama atau terapi pengganti terhadap terapi menghindari allergen, meskipun demikian
desensitisasi biasanya efektif pada keadaan-keadaan dimana menghindari allergen tidak
dimungkinkan.2
Desensitisasi dari penyakit alergi terdiri atas pemberian paparan allergen secara
parenteral sebagai usaha untuk menurunkan tingkat toleransi relatif dari pasien yang sudah
berpengalaman dengan IgE sebagai media reaksi dari alergen ini. Jumlah alergen yang
diberikan ditingkatkan perlahan selama beberapa minggu atau bulan sampai dosis maksimum
yang diketahui atau sampai dosis toleransi maksimum tercapai. Setelah dosis maintenance ini
tercapai, interval antar suntikan ditingkatkan secara bertahap dari minggu ke bulan dan
dilanjutkan beberapa bulan atau tahun.1 Desensitisasi lebih banyak digunakan pada penyakit-
penyakit yang diperantarai IgE-antibodi, tetapi ini juga telah digunakan pada alergi bentuk
lain.2
Dari tahun 1915 sampai 1950 studi desensitisasi seperti suatu anekdot alam dan
diterima tanpa banyak kritikan. Banyak tulisan diterbitkan dengan pokok bahasan untuk
menunjukkkan kemanjuran desensitisasi, tetapi oleh standard saat ini studi ini respeknya
kurang adekuat.1 Laporan pertama kali yang tidak dipublikasikan tentang desensitisasi pada
hay fever di Inggris tahun 1911.2 Sejak saat itu desensitisasi telah digunakan secara efektif
pada praktek alergi untuk terapi hay fever dan asma pada alergi. Studi kontrol pertama
desensitisasi dikemukakan oleh Bruun tahun 1949. Studi desensitisasi berikutnya telah
dilaksanakan lebih keras lagi dengan melibatkan injeksi elemen semacam placebo sebagai
kelompok kontrol, model double-blind untuk meminimalkan pasien dan bias investigasi dan
skor gejala harian semikuantitas gejala-gejala alergi.1 Patofisiologi dari reaksi alergi mulai
diketahui sejak tahun 1970-an saat metodologi laborat cukup sensitif dan pengalamannya
berkembang baik untuk mengukur antibody IgE spesifik dan beberapa mediator yang
dilepaskan mengikuti interaksi antara mast sel dan antibody IgE.1
PATOFISIOLOGI DESENSITISASI
Para ahli imunologi telah menemukan cara untuk membatasi terjadinya reaksi
alergi pada seseorang. Terapi ini bertujuan untuk menurunkan terjadinya reaksi
hipersensitivitas tipe intermediet dengan cara menurunkan jumlah IgE yang
berlebihan yang terdapat pada seseorang. Beberapa cara telah dilakukan untuk
menghambat sintesis IgE spesifik ini. Beberapa pendekatan yang sedang dilakukan
untuk menurunkan kadar IgE adalah desensitisasi, pemberian antibodi anti IgE
monoklonal yang berasal dari manusia, dan antagonis terhadap sitokin IL-4 dan IL-5.
Desensitisasi yaitu suatu metode yang digunakan sebagai terapi pada pasien yang
mengalami reaksi hipersensitivitas tipe intermediet (alergi). Dengan pemberian
berulang alergen dalam jumlah kecil dengan dosis yang semakin ditingkatkan dalam
jangka waktu tertentu dimana proses ini dapat mencegah terjadinya reaksi alergi yang
berat akibat paparan antigen yang sama. Sebagai hasil dari terapi ini adalah penurunan
kadar IgE spesifik dan peningkatan kadar IgG. Hal ini terjadi kemungkinan karena
adanya penghambatan produksi dari IgE oleh antigen yang bersifat menetralkan dan
oleh umpan balik dari antibodi. Selain itu juga dimungkinkan bahwa desensitisasi
bekerja dengan merangsang sel T spesifik atau dengan mengubah fenotipe
predominan dari antigen sel T spesifik dari TH2 menjadi TH1, namun hanya sedikit
data yang mendukung. Efek yang menguntungkan dari desensitisasi dapat terjadi
dalam beberapa jam, lebih awal dari terjadinya perubahan kadar IgE. Walaupun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti, pendekatan ini telah berhasil digunakan
dalam pencegahan reaksi anafilaktik akut terhadap antigen seperti racun serangga
ataupun obat tertentu seperti penisilin.5
Interpretasi hasil dari tes alergi pada kulit dapat dilihat dalam tabel :3
Desensitisasi tidak boleh dianggap sebagai terapi lini pertama pada rinitis
alergi atau asma alergi. Pengendalian lingkungan untuk mengurangi atau
menghilangkan kontak dengan alergen harus ditekankan sebagai langkah utama.
Peniadaan penyebab alergi, jika memungkinkan, memberikan hasil yang lebih baik
daripada menerapi manifestasi klinis alergi yang telah muncul. Pada situasi dimana
alergen yang diperantarai udara, seperti serbuk sari dan spora jamur, maka
penggunaan filtrasi udara di dalam rumah akan sangat mengurangi konsentrasi
alergen-alergen tersebut di dalam rumah.1
Gambar 1. Desensitisasi
Mekanisme desensitisasi:6
1. Blocking antibody
Antibodi IgG terutama IgG4 diduga akan menangkap alergen sebelum antigen
diikat oleh IgE pada permukaan Basofil atau sel mast yang merupakan sel efektor,
sehingga tidak terjadi aktifasi dan degranulasi sel-sel tersebut. Beberapa studi
menunjukkan bahwa IgG4 berhubungan dengan perbaikan klinis. Desensitisasi
spesifik yang diberikan dalam jangka waktu lama menimbulkan pergeseran sintesis
IgG1 ke IgG4. Namun kebanyakan studi, pada umumnya tidak menunjukkan
hubungan antara IgG spesifik dengan perbaikan klinis, terutama pada desensitisasi
spesifik yang menggunakan aeroalergen. Desensitisasi spesifik dengan protokol yang
cepat sekali dapat menimbulkan toleransi klinis yang cepat, meskipun sintesis
blocking antibody belum terbentuk dalam waktu beberapa jam. Sehingga induksi
blocking antibody yang merupakan proteksi pada desensitisasi spesifik masih
merupakan hal yang kontroversional.
2. Penurunan IgE
IgE spesifik dalam serum dan pada sel efektor di jaringan pasien alergi
merupakan ciri penyakit atopi. Pada pasien yang sensitif terhadap tepung sari,
desensitisasi spesifik mencegah peningkatan IgE spesifik dalam serum selama musim
tepung sari. Tetapi kadar IgE tidak dapat diterangkan dengan menurunnya respon
dengan alergen spesifik akibat desensitisasi spesifik, oleh karena penurunan IgE
terjadi lambat, relatif kecil dan hampir tidak berhubungan dengan perbaikan klinis
yang diperoleh desensitisasi spesifik.
3. Pergeseran IgG dengan perantara Th1
Gambar 2. Peranan sitokon Th2 (IL-4 dan IL-13) pada sintesis IgE dan inflamasi yang terjadi
dengan perantara IgE
Beberapa efek imunologis yang berbeda dapat terjadi pada pasien alergi yang
diterapi dengan desensitisasi. 2
1. Hiposensitisasi
2. Imunisasi
4. Efek Kombinasi
Metode standarisasi ekstrak yang ideal ialah dengan mengukur dalam satuan
unit massa kandungan dari tiap fraksi alergenik individual di dalamnya. Untuk saat
ini, metode standarisasi alergen yang secara luas digunakan adalah Radio
Allergosorbent Test (RAST). Radioimmunoassay fase solid ini menggunakan sera
yang mengandung IgE dari pasien yang sensitif untuk meningkatkan kandungan
alergen dari ekstrak yang bervariasi.
3. METODE DESENSITISASI
Metode ketiga adalah Rus clustere dimana injeksi aleregen diberikan setiap
20-30 menit pada tiap sesi terapi. Metode ini sukses diterapkan pada desensitisasi
venom Hymenoptera, dimana kebanyakan pasien dapat mencapai dosis pemeliharaan
setelah 6 minggu setelah terapi dimulai. 1
4. TEKNIK DESENSITISASI
Detail dari teknik yang tepat untuk memberikan terapi injeksi alergen pada
pasien dengan penyakit atopik atau anafilaktik sangat penting untuk kesuksesan dan
keamanan dari pengobatan. Injeksi dilakukan secara subkutan dengan menggunakan
spuit tuberculin untuk pengukuran dosis yang akurat dengan ukuran jarum 26 atau 27.
Tempat penyuntikan adalah daerah lateral atau dorsal dari lengan atas, pertengahan
antara bahu dan siku. Alergen yang berlebihan pada jarum haruslah dibuang dan
injeksi diberikan secara perlahan. Walaupun kemungkinan mengenai intravaskular
kecil, namun sebelu diinjeksikan sebaiknya dilakukan aspirasi dahulu, apabila
terdapat darah yang terhisap maka jarum harus ditarik keluar dan dipilih lokasi injeksi
yang lain. Setelah menerima injeksi, penderita harus menunggu selama kurang lebih
20-30 menit, untuk mengantisipasi reaksi yang muncul. Sebagian besar dari reaksi
sistemik muncul dalam periode ini, sehingga harus tersedia fasilitas untuk mengatasi
reaksi sistemik tersebut. Pada pasien yang mengalami reaksi sistemik, dosis
pemberian selanjutnya haruslah diturunkan. Pembengkakan lokal pada kulit yang
berdiameter 3-4 cm dan berlangsung kurang dari 24 jam dengan disertai eritem dan
gatal merupakan tanda dari tercapainya dosis pemeliharaan yang diharapkan. Reaksi
lokal yang lebih besar ukurannya mengindikasikan perlunya penurunan dosis
pemberian. 1, 2, 3, 4
Selama pemberian dosis dan jenis alergen yang berbeda, injeksi sebaiknya
dilakukan pada lokasi yang berbeda dari sebelumnya. Jika seandainya terjadi reaksi
sistemik, maka dari lokasi yang berbeda tersebut dapat diketahui antigen mana yng
diberikan dalam jumlah yang berlebih, hal ini dikarenakan reaksi lokal pada tempat
tersebut biasanya paling luas. Setelah mencapai kondisi yang mantap dimana dosis
pemeliharaan dipertahankan, risiko terjadi reaksi sistemik biasanya kecil. Pada saat
tersebut, beberapa jenis alergen yang berbeda dapat dikombinasikan dalam satu
injeksi. 1
Pengobatan harus dihentikan pada hari ketika penderita mengalami asma akut,
atau demam. Jika selama masa penentuan dosis ternyata waktu diantara 2 kali injeksi
melebihi 10 hari, maka dosis awal harus diulang. Namun jika lebih dari 30 hari, atau
penderita mengalami reaksi sistemik, maka dosis dikurangi 50 %. Dianjurkan juga
untuk mengurangi dosis selama beberapa kali pemberian disaat banyak alergen
ekstrak baru dimasukkan. 1,2
5. DURASI DESENSITISASI
6. INDIKASI
Atopi
Desensitisasi telah digunakan selama hampir 80 tahun sebagai terapi rinitis alergi
dan saat ini manfaatnya telah diakui secara luas. Desensitisasi ini diindikasikan pada
pasien alergi terhadap allergen inhalan (serbuk sari, debu, jamur) serta terhadap pasien
yang selama periode serangan gejala yang timbul menjadi lebih berat, lebih panjang serta
tidak dapat dikendalikan dengan obat-obatan antihistamin ataupun obat simptomatik
lainnya. Selain menghindari allergen, desensitisasi allergen debu rumah dan tungau juga
telah digunakan secara bersamaan oleh karena saat ini menghindari allergen saja
keefektifannya jarang terjadi secara sempurna.
Pada alergi hewan, para ahli saat ini terbagi dalam 2 pendapat apakah desensitisasi
ekstrak bulu hewan dilakukan sebagai terapi terhadap alergi hewan peliharaan rumah saja
ataukah sebagai terapi terhadap alergi yang berhubungan dengan semua hewan, diduga
reaksi sistemik yang berlebihan serta efek imunisasi yang memanjang pada alergi hewan
dikaitkan dengan protein hewan tersebut, tapi hal ini masih diteliti lebih lanjut.
Indikasi desensitisasi pada asma alergi prinsipnya sama dengan rhinitis alergi.
Desensitisasi tidak diindikasikan pada dermatitis alergi atau gastroenteropati alergi,
namun pasien dermatitis alergi dapat diterapi dengan desensitisasi yang sama seperti pada
rhinitis alergi ataupun asma alergi jika diindikasikan tetapi dosis awalnya lebih rendah
dan peningkatan dosisnya harusnya dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama oleh
karena dapat berisiko menjadi dermatitis yang lebih berat (eritroderma) pada saat
diinjeksikan. Desensitisasi tidak diindikasikan pada kasus alergi makanan.
Anafilaksis
Tidak ada indikasi desensitisasi terhadap oedema local akibat sengatan serangga,
selama respon tersebut diprediksi tidak menimbulkan anafilaksis, meskipun oedema yang
ditimbulkan cukup luas. Pada kasus ini, semua jenis allergen (racun) yang memberikan
hasil positif pada uji kulit harus diinjeksikan.
Sementara itu, desensitisasi terhadap anafilaksis oleh karena reaksi obat telah
berhasil dilakukan pada beberapa kasus alergi penisilin dan insulin.
Urtikaria
Alergi Imun-Kompleks
Desensitisasi tidak diperlukan untuk terapi terhadap reaksi Arthus cutaneus atau
penyakit-penyakit serum, oleh karena kasus-kasus ini merupakan self limited reactions
yang reaksinya akan berkurang jika allergen dihilangkan.
Pneumonitis hipersensitivitas
Efek merugikan yang mungkin timbul dari desensitisasi muncul pada jangka
waktu menengah dan jangka panjang. Efek jangka menengah yang berbahaya adalah
reaksi anafilaksis sistemik.2, 6 Risiko terbesar selama minggu atau bulan pengobatan
saat dosis ditingkatkan sebelum mencapai dosis pemeliharaan akibat dari
penghambatan antibodi tercapai, dan sekali lagi ketika dosis pada atau dekat dengan
tingkat pemeliharaan. Reaksi sistemik tidak dapat diperkirakan dan dapat terjadi
setelah beberapa tahun dari pemberian injeksi. Hal ini lebih sering terjadi selama
musim serbuk sari dan musim alergi daripada akhir musim. Demam dan latihan fisik
meningkatkan aliran darah, menyebabkan absorpsi yang lebih cepat terhadap
penyuntikan alergen dan selanjutnya meningkatkan risiko dari reaksi. 2
Efek sakit yang lama muncul dari desensitisasi. Dengan menggunakan ekstrak
alergen cair, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa injeksi ulang menyebabkan
sensitisasi alergi de novo terhadap komponen yang mana pasien tidak sensitif
sebelumnya. Tidak ada instansi yang menjamin bahwa desensitisasi alergen
menghasilkan penyakit sistemik immunokompleks atau produk sisa yang lain.2
DAFTAR PUSTAKA