Anda di halaman 1dari 33

Paralisis Nervus Facialis

Alma Ramadhanty Erfa Putri (PO.71.4.241.16.1.004)


LEANNING FATMADIKA PUSAKA (PO714241161022)
M Azhari Muzakkir (Po714241161023)
Ismayanti (PO714241161018)
Dwita wintia muharromah (Po714241161011)
Katrin kapahang (Po714241161020)
Mia Mandasari (Po714241161026)
Nervus fasialis (Nervus VII) terutama merupakan saraf motorik yang
menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Saraf ini membawa serabut
parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa
rongga mulut dan hidung, dan juga menghantarkan sensasi
eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3
bagian depan lidah, dan sensasi visceral umum dari kelenjar ludah,
mukosa hidung dan faring, dan sensasi proprioseptif dari otot yang
disarafinya.
• Secara anatomis bagian motorik
saraf ini terpisah dari bagian yang
menghantar sensasi dan serabut
parasimpatis, yang terakhir ini
sering dinamai saraf intermedius
atau pars intermedius Wisberg. Sel
sensoriknya terletak di ganglion
genikulatum, pada lekukan saraf
fasialis di kanal fasialis.
Secara anatomi, saraf fasialis terbagi atas 3
segmen
• Intrakranial
Bagian saraf dari batang otak ke
Internal Auditory Canal (IAC)
Terdiri dari dua komponen:
1. Motor root
2. Nervus intermedius
keduanya bergabung di Internal
Auditory Canal (IAC) untuk
membentuk saraf wajah umum
Secara anatomi, saraf fasialis terbagi atas 3
segmen
• Temporal
dari IAC ke foramen stylomastoid
Secara anatomi, saraf fasialis terbagi atas 3
segmen
• Ekstratemporal
dari foramen stylomastoid ke
cabang terminal
berjalan dalam substansi parotid
• Nervus Fasialis mengandungi empat macam serabut :1
• 1. Serabut somatomotorik, yang memepersarafi otot-otot wajah (kecuali muskulus levator palpebrae (N.III),
otot platisma, stilohioid, digastricus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah.
• 2. Serabut viseromotorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini
mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal dan glandula submaksiler
serata sublingual dan maksilaris.
• 3. Serabut viserosensorik yang menghantar implus dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.
• 4. Serabut somatosensorik rasa nyeri dan mungkin juga rasa suhu dan rabadari bagian daerah kulit dan
mukosa yang dipersarafi nervus trigeminus. Daerah overlapping disarafi oleh dari satu saraf ini terdapat pada
lidah, platum, meatus acusticus eksterna dan bagian luar dari gendang telinga.
Definisi
Bell’s palsy (paralisis wajah) adalah paralisis saraf fasialis
(Nervus VII) yang dikarenakan keterlibatannya pada salah
satu sisi, yang mengakibatkan kelemahan atau bahkan
kelumpuhan otot wajah. Penyebanya idiopatik,
meskipun kemungkinan penyebab dapat meliputi
iskemik vaskuler, penyakit virus seperti herpes zoster,
penyakit autoimun, atau bahkan kombinasi dari semua
faktor ini (Smeltzer dan Bare, 2002).
Bell’s Palsy juga sering disebut fasial paralisis atau
kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif,
non-neoplasmik, non-degeneratifprimer namun sangat
mungkin akibat edema jinak pada nervus fasialis di
foramen stilomastoideus. suatu kelainan, kongenital
maupun didapat, yang menyebabkan paralisis seluruh
ataupun sebagian pada pergerakan wajah. (Iwantono,
2008).
Etiologi
• Lima kemungkinan (hipotesis) penyebab Bell’s palsy, yaitu iskemik vaskular, virus, bakteri,
herediter, dan imunologi. Hipotesis virus lebih banyak dibahas sebagai etiologi penyakit ini.
Sebuah penelitian mengidentifikasi genom virus herpes simpleks (HSV) di ganglion genikulatum
seorang pria usia lanjut yang meninggal enam minggu setelah mengalami Bell’s palsy(Lowis &
Gaharu, 2012).
• Etiologi Bell’s palsy terbanyak diduga adalah infeksi virus. Mekanisme pasti yang terjadi akibat
infeksi ini yang menyebabkan penyakit belum diketahui. Inflamasi dan edema diduga muncul
akibat infeksi. Nervus fasialis yang berjalan melewati terowongan sempit menjadi terjepit karena
edema ini dan menyebabkan kerusakan saraf tersebut baik secara sementara maupun permanen
(Baugh et al. 2013). Virus yang menyebabkan infeksi ini diduga adalah herpes simpleks (de
Almeida et al, 2014).
• Beberapa kasus Bell’s palsy disebabkan iskemia oleh karena diabetes dan aterosklerosis. Hal ini
mungkin menjelaskan insiden yang meningkat dari Bell’s palsy pada pasien tua. Kelainan ini
analog dengan mononeuropati iskemik pada saraf kranialis lain pada pasien diabetes (Gilden,
2004).
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Bell’s Palsy secara umum:
• Terjadi secara tiba-tiba, berupa kelumpuhan ringan sampai total pada salah satu sisi wajah, menyebabkan
pasien sulit tersenyum atau menutup salah satu kelopak mata
• Beberapa jam sebelum terjadi kelemahan pada otot wajah, penderita merasakan nyeri di belakang telinga.
Kelemahan otot yang terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada sisi wajah. Sisi wajah yang
mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekpresi, tetapi penderita seolah – olah wajahnya terpuntir.
• Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasa ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya
sensasi wajah adalah normal
• Wajah melorot menjadikan wajah sulit berekspresi
• Dapat terjadi rasa nyeri di sekitar rahang atau di belakang telinga pada salah satu sisi wajah yang
terpengaruh.
• Sensitivitas terhadap suara akan meningkat pada sisi wajah yang terpengaruh
• Kadang timbul nyeri kepala
• Penurunan kemampuan indera pengecap pada sisi yang lumpuh
• Penurunan jumlah air mata dan liur yang diproduksi pada sisi yang terkena
• Pada beberapa kasus, Bell’s Palsy dapat mempengaruhi saraf kedua sisi wajah, walaupun hal tersebut jarang
terjadi
Manifestasi Klinis dapat terjadi gangguan komplit yang
menyebabkan paralisis semua otot
ekspresi wajah. Saat menutup kelopak
mata, kedua mata melakukan rotasi ke
Lesi di foramen stylomastoid atas (Bell’s phenomenon). Selain itu,
mata dapat terasa berair karena aliran air
mata ke sakus lakrimalis yang dibantu
muskulus orbikularis okuli terganggu.

Lesi di kanalis
fasialis menunjuk semua gejala seperti lesi di
foramen stylomastoid ditambah
pengecapan menghilang pada dua per
tiga anterior lidah pada sisi yang sama.
terjadi hiperakusis (sensitivitas nyeri
di saraf yang menuju ke terhadap suara keras)
muskulus stapedius

lesi pada ganglion genikulatum


akan menimbulkan
lakrimasi dan berkurangnya salivasi serta
dapat melibatkan saraf kedelapan.
Anamnesis

Nama : Ibu Leanning


Jenis Kelamin : Perempuan
umur : 20 tahun
Identitas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Paccerakkang
1) Pasien merasakan adanya rasa tebal pada wajah
sebelah kanan,
Keluhan Utama 2) Pasien merasakan adanya kelemahan otot wajah
sebelah kanan,
3) Pasien merasakan mata sebelah kanan tidak mampu
menutup rapat,
4) Pasien belum mampu mengangkat alis sebelah kanan
5) Mulut pasien mencong kesisi kiri

Tanggal 1 September 2018 saat pasien menyingkat gigi, gigi


gerahan atas sebelah kanan lepas kemudian 3 hari
kemudian pasien merasakan wajah kanan mengalami tabal
Riwayat Penyakit Sekarang
dan alis kanan tidak mampu diangkat. Pada tanggal 3
September 2018 pasien berobat ke dokter umum, dan
dirujuk kedokter saraf di Wahidin pada tanggal 7
September. Tanggal 18 September 2018 kontrol ke 2 di
dokter saraf pasien dirujuk untuk melakukan tindakan
fisioterapi tiga kali seminggu.
• Riwayat Keluarga • Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada anggota keluarga pasien Pasien mengakui adanya riwayat
yang mengalami sakit yang sama hipertensi dan diabetes militus
dengan pasien
Riwayat Pribadi

1) Lingkungan kerja : pasien berprofesi sebagai Ibu rumah


tangga
2) Aktivitas rekreasi : pasien jarang melakukan rekreasi
3) Aktivitas diwaktu senggang : menonton tv
4) Aktivitas sosial : mengikuti pengajian
Sistem Review
1. Kepala dan leher : Pasien mengeluhkan pusing, dan tidak ada
kaku pada leher.
2. Kardiovaskuler : Dalam batas normal
3. Respirasi : Tidak ada keluhan sesak napas.
4. Gastrointestinal : Dalam batas normal.
5. Urogenitalis : Dalam batas normal.
6. Musculoskeletal : Adanya kelemahan pada otot wajah bagian
kiri.
7. Nervorum : Tidak ada keluhan kesemutan atau rasa tebal wajah kiri.
PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Objektif

Pemeriksaan Gerak
Pemeriksaan Spesifik
Dasar
Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan vital sign.
1) Tekanan darah : 150/80 mmHg
2) Denyut nadi : 85 kali/menit
3) Pernafasan : 24 kali/menit
4) Temperature :36,5º C
5) Tinggi badan : 160 cm
6) Berat badan : 65 kg
Pemeriksaan Fisik

Inspeksi

Statis Dinamis

a) Terlihat pasien tidak mampu


a) Tampak bibir pasien merot
menggangkat alis kanan, tidak
ke kiri
mampu menutup dan
b) Tampak mata pasien
mengedipkan mata kanan dan
kemerah merahan dan sedikit
tidak mampu mencucu atau
berair
bersiul.
b) Terlihat penurunan otot
wajah saat diajak berkomunikasi.
b. Palpasi
1) Terasa sisi wajah sebelah kanan lebih kaku dibandingkan sisi wajah kiri
2) Tidak terdapat peningkatan suhu wajah kanan dan kiri
3) Tidak ada spasme otot wajah
4) Tidak ada nyeri saat ditekan
c. Perkusi
Tidak dilakukan karena pasien tidak ada keluahan dan riwayat penyakit
kardiovaskuler dan kardiorespirasi.
d. Auskultasi
Tidak dilakukan karena pasien tidak ada keluahan dan riwayat penyakit
kardiovaskuler dan kardiorespirasi.
Pemeriksaan Gerak Dasar
• 1) Gerak aktif
* mengangkat alis bagian kanan, belum simetris
* menutup mata kanan, tidak rapat
* menggerakkan mulut sebelah kanan, tidak sempurna
* bersiul, asimetris ke kiri
* mengerutkan dahi, belum simetris
* tersenyum, sudut br kiri berdiviasi kesisi kiri
• 2) Gerak pasif dalam hal ini tidak dilakukan .
Pemeriksaan Spesifik
• menggunakan Scala Daniels & Worthingham’s Muscle Testing

Nilai Keterangan

0 Zero, tidak ada kontraksi

1 Trace, kontraksi minimal

3 Fair, ada kontraksi dilakukan dengan susah payah

5 Normal, ada kontraksi dan kontrol


No Nama Otot Fungsi
1 m. frontalis Mengerutkan dahi dan mengangkat alis

2 m.corugator supercili Mengerakkan kedua alis mata kemedial, sehingga terbentuk benturan vertical
diantara kedua alis
3 m.Proceus Mengangkat tepi lateral cuping, hidung, sehingga berbentuk kerutan diagonal
sepanjang pangkal hidung

4 m. orbicularisoculi Menutup mata

5 m. nasalis Mengembang kempiskan cuping hidung


6 m.depressorangguli orris Menarik ujung mulut kebawah

7 m.zygomatikum mayor & minor Tersenyum

8 m. obicularis oris Gerakan bersiul atau mencucu

9 m. buncinator Merapatkan bibir dengan pipi dikempiskan seperti mengunyah


10 m. mentalis Menarik ke atas ujung dagu

11 m. risorius Menarik sedut bibir kelateral dan menbentuk lesung pipi


• SKALA UGO FISCH

Persentase (%)0, 30, 70,


Posisi Nilai Skor
100

Istirahat 20 20 x 30% 6

Mengerutkan dahi 10 10 x 0% 0

Menutup mata 30 30 x 30% 9

Tersenyum 30 30 x 30 % 9

Bersiul 10 10 x 0% 0

Total 24
DIAGNOSA FISIOTERAPI
• Impairment
1) Pasien merasakan adanya rasa tebal pada wajah sebelah kanan,
2) Pasien merasakan adanya kelemahan otot wajah sebelah kanan,
3) Pasien merasakan mata sebelah kanan tidak mampu menutup rapat.
4) Pasien belum mampu mengangkat alis sebelah kanan
5) Mulut pasien mencong kesisi kiri

• Functional limitation
a. Adanya gangguan ekspresi pada wajah
b. Makanan cenderung mengumpulkan di sisi kanan
c. Berkumur dan minum tumpah pada sisi kanan

• Disability/ Participation Restriction


Adanya penurunan rasa percaya diri saat bersosialisasi dilingkungan masyarakat karena adanya gangguan
ekspresi wajah.
Infra Red

Electrical Stimulation INTERVENSI Mirror Exercise

Massage
Infra Red
Infra Red adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang 7700 – 4 juta Aº. Infra Red diberikan dengan tujuan mengurangi nyeri,
dapat mengurangi pembengkakan dan meningkatkan suplai darah. Adanya kenaikan temperatur akan menimbulkan vasodilatasi, yang akan menyebabkan
terjadinya peningkatan darah kejaringan setempat dan menghilangkan sisasisa hasil metabolisme yang penyinarannya menggunakan sinar Infra Red yang
mempunyai efek panas yang dapat memperlancar peredaran darah sehingga pemberian kebutuhan jaringan akan O2 terpenuhi dengan sangat baik dan
memperlancar berkurangnya rasa nyeri atau hilang tetapi pasien saya dengan kasus Bell’s Palsy Dextra tidak mengalami nyeri dengan diberikan infrred
untuk merileksasikan otot-otot wajahnya (Sujatno, 2002)

Pelaksanaan terapi
Lampu Infra Red diletakkan tegak lurus dengan area terapi dengan jarak 45 - 60 cm. Evaluasi di lakukan sebelum dilakukan penyinaran dan
saat penyinaran, apakah ada panas yang terlalu tinggi atau terlalu banyak keringat yang keluar.

Dosis :
Dosis waktu : 15 menit
Pengulangan : 1x1 hari
Electrical Stimulation
Electrical Stimulation adalah arus bolak-balik yang tidak simetris, digunakan untuk stimulasi otot. Electrical Stimulation
yang digunakan berupa arus Faradik. Arus faradik adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simetris yang mempunyai durasi
15 0,01-1 ms dengan frekuensi 50-100 Hz, yang digunakan untuk stimulasi otot (Sujatno, 2002).

Otot yang distimulasi pada pasien ini adalah otot-otot pada wajah sisi Dextra meliputi otot m. Frontalis, m. Corugator
Supercilli, m. Procerus, m. Orbicularis Oculli, m. Nasalis, m. Zigomaticus, m. Orbicularis Oris, m. Bucinator, m. Mentalis.
Stimulasi yang diberikan pada masing-masing otot sampai terjadi 30 kali kontraksi. Untuk menghindari terjadinya kelelahan
pada otot maka perlu diberikan waktu istirahat pada otot yang baru saja
distimulasi.
Massage
Massage adalah suatu pijatan dengan menggunakan tangan untuk memijat wajah yg mengalami kelemahan otot-otot wajah yang mengalami lesi sebelah kanan. Tujuan
diberikannya massage di wajah untuk penguluran pada otot-otot wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan
efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah dan gerakanya secara gentle (Wiyanto, 2011).

Pelaksanaan terapi Massage diberikan pada wajah yang lesi. Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan terapis. Usapkan pada wajah pasien dengan
gerakan stroking menggunakan seluruh permukaan tangan dengan arah gerakannya tidak tentu. Lakukan gerakan efflurage secara gentle, arah
gerakan dari dagu kearah pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Dilanjutkan dengan finger kneading dengan jari-jari
dengan cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis dan tengah
dahi menuju ke telinga. Kemudian lakukan tapping dengan jari-jari dari tengah dahi menuju ke arah telinga, dari dekat mata menuju ke arah
telinga, dari hidung ke arah telinga, dari sudut bibir ke arah telinga dan dari dagu menuju kearah telinga. Khusus pada bibir, lakukan stretching
kearah yang lesi.
Dosis :
Dosis waktu : 10 menit.
Pengulangan : Gerakan massage dilakukan dengan dosis masing-masing 3-5 kali pengulangan.
Mirror Exercise
Mirror Exercise adalah salah satu bentuk terapi latihan yang menggunakan cermin dalam pelaksanaanya mirror exercise ini sebaiknya
dilakukan ditempat yang tenang dan tersendiri agar pasien bisa lebih berkonsentrasi terhadap latihan-latihan gerakan pada wajah.
Pada pasien ini pemberian mirror exercise dilakukan setelah pemberian electrical stimulation dan merupakan salah satu home program.
Gerakkan-gerakkan mirror exercise yang diberikan sesuai dengan problematika pada pasien dan sesuai dengan fungsi otot-otot ekspresi wajah
(Raj, 2006).

Pasien diajarkan untuk melatih gerakan-gerakan di depan kaca (mirror exercise) seperti: mengangkat alis dan mengkerutkan dahi ke atas,
menutup mata, tersenyum, bersiul, menutup mulut dengan rapat, mengangkat sudut bibir ke atas dan memperlihatkan gigi-gigi, mengembang
kempiskan cuping hidung, mengucapkan kata-kata labial L,M,N,O dengan dilakukan sesering mungkin
Edukasi
1. Pasien disarankan untuk kompres air hangat setiap pagi dan sore hari selama 10-15 menit.
2. Pasien disarankan untuk tidak tidur dilantai, saat tidur menggunakan penutup mata dan jangan
menggunakan kipas angin secara langsung menerpa wajah.
3. Pasien disarankan melindungi mata dari terpaan debu dan angin secara langsung untuk menghindari
terjadinya iritasi dan tidak lupa menggunakan tetes mata setiap harinya.
4. Saat keluar malam menggunakan helm full face dengan kaca tertutup serta memakai selayer atau masker.
Referensi
• Dewanto G dkk. 2009. Diagnosis dan tata laksana penyakit saraf. Jakarta :
kedokteran EGC.
• Lumbantobing. 2012. Nervus fasial dalam neurologi klinik pemeriksaan fisik
dan mental. Edisi ke-12. Jakarta : FK universitas Indonesia.
• Ginsberg L. 2008. Neurologi. Jakarta: Erlangga
• Rahim. 2002. Massage Olah Raga. Pustaka Merdeka: Solo
• Sujatno, Ig dkk. 2002. Sumber Fisis. Akademi Fisioterapi Surakarta Depkes
RI: Surakarta

Anda mungkin juga menyukai