Anda di halaman 1dari 29

 Pakaian, Mobil, Makanan, Gaya, Film, Musik, Iklan, mebel,

headline surat kabar—semua hal itu tampak sebagai obyek-obyek


yang beragam. Apa yang dimiliki oleh semua hal itu bersama?
Setidaknya ini: semuanya adalah tanda…mobil ini menunjukkan
padaku status sosial pemiliknya, pakaian ini menunjukkan padaku
secara tepat tingkatan konformis atau eksentrik pemakainya.

 Roland Barthes
 Kebudayaan itu seperti sistem bahasa dan bisa kita
baca sebagaimana membaca teks.
 Kita hidup di satu dunia yang penuh dengan tanda
yang selalu kita baca dan interpretasikan. Makna
yang kita produksi dari ‘tanda-tanda’ tersebut
ASUMSI- dibentuk oleh kultur/budaya kita.
ASUMSI  Kita harus mengakui banyak makna yang lahir
berdasarkan tanda tersebut tidak netral secara
politik. Tanda-tanda tersebut dimaknai dengan
sasaran mempertahankan status quo dan
membuat kita tidak mampu melihat dunia apa-
adanya_DARI SINILAH NANTINYA LAHIR
‘MITOS’
DENOTASI & KONOTASI
 Denotasi: tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan
penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna
eksplisit, langsung, dan pasti. Ruang lingkup ekspresi
sama luasnya dengan content atau makna yang
terkandung.
 Konotasi: Konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di
dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak
langsung, dan tidak pasti. Konten makna lebih luas dari
pada ekspresi atau penandanya.
 Barthes menyebut fenomena ini—membawa tanda dan konotasinya
untuk membagi pesan tertentu—sebagai penciptaan mitos.
MITOS

 Mitos adalah suatu bentuk pesan atau tuturan yang diyakini kebenarannya
tetapi tidak dapat dibuktikan.
 Mitos bukan konsep atau ide, tetapi merupakan suatu cara pemberian arti.
 Mitos merupakan suatu jenis tuturan dan suatu sistem komunikasi, yakni
suatu pesan (message).
 Mitos tidak didefinisikan oleh objek pesan melainkan dengan cara
menuturkan pesan tersebut.
 Misalnya POHON, bukan hanya menjelaskan tentang objek pohon secara
kasat mata, tetapi yang penting adalah cara menuturkan tentang pohon
tersebut. Pohon yang diutarakan oleh kelompok lingkungan bukan saja
sebagai objek tetapi pohon mempunyai makna luas, sakral, pelestarian,erosi,
sumber kekayaan dan seterusnya.
Ekspression Relation Content

Bendera Merah Putih Primer Lambang Negara RI (Denotasi)

Bendera Merah Putih Sekunder Nasionalisme (Konotasi)

Sekunder Berani dan Suci (Konotasi)

SIGN DENOTASI KONOTASI MITOS


Myth
colonialism
militariness

Signifier + signified =
Negro muda, Berseragam, hormat, sign (full)—denotation
Mata Terangkat, Menatap bendera ([Tentara Kulit hitam hormat
kepada bendera Perancis])
 Primary Signification:
Patriotisme/Ketundukan
 Secondary Signification:

Tanda (empty)/ + form = Tanda II


--Konotasi:
Perancis sebagai Negara Besar,
Dicintai oleh semua “anak-anaknya.”
 Semiologi I: Bocah negro dengan atribut seragam Perancis yang tengah
memberi hormat pada bendera Perancis, karena perancis adalah sebuah
negara besar, bahwa semua yang berada dalam naungannya adalah anak-anak
ibu pertiwi, tanpa diskriminasi dan warna kulit.
 Semiologi II: mengapa anak negro yang dipakai? Mengapa sorot mata agak ke
atas?
 Roland Barthes mengaitkan berbagai fakta penunjang. Seperti misalnya situasi
politik masa itu, di mana Perancis tengah menjajah Aljazair (Mayoritas warganya
kulit hitam), dan perlawanan Aljazair telah berujung pada kemenangan.
 Frustasi yang tersembunyi dari Perancis, “dilipur” dengan visusalisasi sampul
majalah Paris Match, yang sebenarnya hanyalah mitos tentang keagungan
imprealitas Perancis.
CONTOH: MITOS BORJUASI PERANCIS
 Ideologi kaum borjuis adalah ideologi yang suka kemasan kosmetik dan sering kali meninggalkan
essensi. Tuturannya bersifat moralistik, palsu, dan bergaya teater, Misalnya tokoh-tokoh masyarakat
yang gemar tampil dihormati bila berkunjung ke suatu daerah, menyukai suguhan tarian tradisional dan
arak-arakan. Ia senang diperlakukan seperti raja kecil atau petite bougeoies. Tokoh-tokoh yang suka
tampil suci, dan mengeluarkan kata-kata seperti seseorang yang bijak misalnya menggunakan
kata-kata: ngemong membimbing, ngayomi, dan sebagainya.
 Kaum tertindas adalah kaum yang tidak memiliki apa-apa, kaum yang hanya mengenal satu bahasa,
satu seragam. Sebaliknya yang menindas adalah mereka yang mempunyai dunia ini yang menentukan
bahasa dan seringkali menggunakan metabahasa yang hampa, kosong, sehingga rakyat menjadi
penyantap mitos yang setia. Mitos di dalam masyarakat borjuis adalah juga pengguna tuturan yang
didepolitisasikan. Artinya segala sesuatu dianggap wajar dan benar samasekali, tidak menganggap
bahwa segala sesuatu itu bersifat politis.
 Mitos juga dapat eksis di kalangan politik kiri. Pada kalangan politik kiri justru mempolitikkan segala
sesuatu dan sifatnya cenderung revolusioner. Mitos di sini terjadi bila kaum kiri menjadi defensif dan
menganggap komunis adalah satu-satunya yang benar, sama halnya bagi mereka yang menganut satu
ideologi secara fanatik sehingga menjadi defensif
CONTOH: PERANCIS NEGARA ANGGUR
Anggur dalam kebudayaan Perancis merupakan simbol status sosial yang tinggi
“keperan cisan” dan virtilitas. Pesan yang ditampilkan oleh anggur Perancis
adalah suatu “kualitas yang baik”.
Tetapi mitos ini harus dipertanyakan karena bukankah anggur Perancis
merupakan suatu barang komoditas seperti barang lainnya yang diproduksi
rejim kapitalis.
Ternyata anggur ini banyak ditanam di wilayah utara Afrika.
Jadi dalam hal ini Perancis yang dimitoskan sebagai Negara Anggur yang
berkualitas terbaik telah merusak dan mengalienasikan lingkungan dan kultur
orang-orang Afrika Utara.
• Dunia mode: proyek model kaum aristokrat sebagai
Semiologis I (denotasi): wujud pretise. Model pakaian seseorang juga harus
setelan two piece dress. disesuaikan dengan fungsinya sebagai tanda, ada
pakaian untuk kantoran, olah raga, liburan, berburu,
Semiologi II (konotasi): upacara-upacara tertentu, bahkan untuk musim-
“anggun”, “santai”, dan musim tertentu seperti pakaian musim dingin,
“casual” musim semi, musim panas ataupun musim gugur.
“elegant”. • Manusia yang mengikuti trend akan mengejar apa
yang tengah menjadi simbol status kelas menengah
Semiologi I: Punk Dress atas. Yang tidak mengikuti arus dunia mode akan
dikatakan manusia yang tidak fashionable alias
Semiologi II: ketinggalan mode.
“pengangguran”, • Tata busana tidak lagi menjadi sekedar pakaian
“urakan”, “mencari tetapi juga telah menjadi mode, menjadi peragaan
busana, menjadi sebuah tontonan yang memiliki
perhatian” atau bahkan
prestisenya tersendiri, menjadi simbol status
“menakutnakuti”
kehidupan.
MITOS: NATURALISASI KONSEP
• Menurut Roland Barthes tuturan mitologis bukan saja berbentuk tuturan oral,
tetapi tuturan itu dapat berbentuk tulisan, fotografi, film, laporan ilmiah, olah
raga, pertunjukan, iklan, lukisan.
• Pada prinsipnya menurut Barthes mitos adalah penaturalisasian (naturalization)
konsep.
• “Kita hidup bukan di antara benda-benda melainkan dari opini-opini yang diyakini
kebenarannya”.
MITOS & IDEOLOGI

• Mitos dapat dikatakan ‘setara’ dengan ideologi, karena keduanya


merujuk kepada cara memahami dunia dengan model melindungi
struktur kekuasaan yang berlangsung dengan menganggap mitos/ideologi
tersebut sebagai sesuatu yang alami dan bahkan tidak historis (karena
sesuatu yang historis berarti sesuatu yang lahir karena aktifitas manusia
di masa lalu dan mungkin berubah di masa depan).
• Misalnya: Semua upaya untuk menjelaskan ketidaksetaraan sosial
(kelas, ras, ketidaksetaraan gender) sebagai sesuatu yang alami dan
bukan historis [maksudnya ada masyarakat yang secara natural
memang inferior].
• Saat ideologi ini tersembunyi dibalik tanda-tanda budaya, itulah yang
dimaksud mitos oleh Barthes.
Switzerland: posters vs. minarets

 Poster menentang pembangunan


masjid dan Menara; menunjukkan
ketakutan Barat atas popularitas
Burka dan teroris perempuan.
 Hubungan antara Menara, burka dan
terorisme ini jelas ideologis, namun
ditampilkan sebagai satu kombinasi
yang “natural”.
WWF
• Menurut Barthes, membahas WWF hanya dari aspek
apakah itu olah raga atau tidak adalah salah alamat.
• Tidak hanya oleh raga, WWF itu sebagaimana
pertunjukan teater yang bermuatan baik vs buruk,
pengkhianatan, balas dendam, dan keadilan.
• Meskipun makna yang diproduksi dalam pertunjukan ini
tidak berbeda dengan teater-teater dan opera-opera
yang dihadiri orang-orang elit, namun WWF sering
“diremehkan” sebagai pertunjukan bodoh dan tidak
terdidik. Ada ideologi kelas politik bermain disini.
MENDETEKSI MITOS:
TAUTOLOGI
 Suatu pendefinisian dari suatu pernyataan yang tidak
dapat diperdebatkan lagi, misalnya : “karena dari sananya
sudah begitu” isi dari pernyataan tersebut telah direduksi
menjadi penampilan.
 Sebagai contoh lain adanya suatu pernyataan-pernyataan
hampa seperti “ Midnight’s Summer Dream adalah karya
Shakespere“ tidak mengatakan apa-apa tetapi
mengandung implikasi lainnya seperti prestise karena
dalam pernyataan itu terdapat nama Shakespere.
 “Because I said so”; “boys will be boys”; “I know it when I
see it”; “just do it”
MENDETEKSI MITOS: • NEITHER-NORISM (bukan ini
NEITHER/NORISM
bukan itu)
• Menolak pembedaan radikal
antara dua ekstrem
• Menganut opini dalam posisi di
tengah tidak memilih/memihak.
• “Liberals or Conservatives: what’s
the difference?”; the lose-lose
proposition--leads to political
cynicism
MENDETEKSI MITOS:
KUANTIFIKASI KUALITAS
• Kualitas direduksi ke kuantitas, semua tingkah laku manusia,
realitas sosial dan politik direduksikan kepada pertukaran nilai
kuantitas. Sebagai contoh misalnya kesuksesan sebuah karya
seni jika menghasilkan banyak uang, demikian pula untuk
mengukur kesuksesan seorang aktor atau aktris. Masalah
besar seperti kemiskinan direduksi menjadi angka-angka
belaka.
• “the market determines all value”
• Perbedaan, keunikan direduksi menjadi satu identitas
fundamental.
• Misalnya: “Lelaki Sejati adalah…”, “Orang Pintar…”, dst.

• Membuang arti sejarah yang sebenarnya


• Mengabaikan historisitas fenomena/fakta/sesuatu
MENDETEKSI MITOS:
THE STATEMENT OF FACT
• Common sense; truism (self-evidentI); segala sesuatu tidak
lebih dari penampakannya.
• ‘that’s just the way it is’
MENDETEKSI MITOS:
INOCULATION
Menerima sedikit ‘kejelekan’ dalam satu institusi sehingga menyingkirkan
kesadaran tentang adanya masalah yang lebih mendasar. Misalnya: mengakui
adanya beberapa polisi yang jahat (oknum) sehingga adanya kelemahan yang
lebih sistemik dalam lembaga kepolisian.
Produser: fokus pada penanda yang kosong,
membiarkan konsep memenuhi tanda,
membangun mitos sesuai kepentingan.
Pembaca: fokus pada penanda yang penuh, tidak
TIGA POSISI mampu melepaskan diri dari mitos, terpesona
oleh mitos dan menyerap pesan-pesannya secara
BERHADAPAN suka rela. Konsumen mitos hanya berhenti pada
DENGAN bahasa linguistik sehingga ia menerima fakta
sebagai fakta, yang benar-benar terjadi
MITOS tanpamelihat mitos sebagai sistem semiologis.
Kritis: fokus pada penanda mitis. Secara jelas
membedakan antara makna dan bentuknya, dan
juga distorsi yang terjadi di dalamnya, kemudian
menemukan adanya signifikasi dari mitos.
PERAN “ORANG-ORANG PINTAR”

 Mitos bukan sesuatu yang bohong, namun satu


pembelokan/pengubahan/distorsi: naturalisasi dan pendangkalan
terhadap obyek, konsep dan sejarah.
 “Orang-orang pintar” harus mampu membedakan antara signifier dan
signifies, antara representasi dan konsep.

 Fokus kepada mekanisme produksi mitos


 Menghubungkan mitos dengan sejarah secara umum (historisitasnya)
 Menunjukkan hubungan antara mitos dengan kepentingan-kepentingan social-
budaya-politik yang bermain dibaliknya
 Membuktikan betapa mitos ini tersembunyi oleh representasi dengan cara
yang samar.
Death of the Author

– Memahami satu karya itu sifatnya ‘independen’, bergantung


kepada pembaca, bukan penulis.
– “It is language which speaks, not the author.”
– Author itu seperti orang tua dari teks, setelah teks lahir, teks
menghadapi dunianya sendiri.
– Konsekuensi: Multiplicity of meaning.
– “In the multiplicity of writing, everything is to be disentangled,
nothing deciphered.”
1. Kode Hermeneutik – kode ini merujuk adanya misteri dalam teks. Ada petunjuk,
namun tidak ada jawaban pasti. Adanya enigma (teka-teki) dalam teks membuat
orang ingin tahu lebih jauh.
2. Kode Proairetic atau kode narasi – kode ini merujuk adanya urut-urutan
tindakan (sekuensial element of action) dalam teks, yang membuat orang
penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya.
3. Kode Semantik -- Kode ini merujuk kepada kemungkinan makna teks di luar yang
literal. Dalam kode ini tampak sifat konotatif dari teks
4. Kode Simbolik – Kode ini mirip kode semantik, namun beroperasi lebih luas,
kode ini memiliki karakter simbolisme dengan teks lain. Kode ini merujuk pada
bagian-bagian teks yang memuat makna tambahan di luar yang tampak dari teks,
misalnya dengan menampilkan kontras atau anti-tesis dari teks, sehingga lahir
makna baru dari teks.
5. Kode Kultural- Kode ini merujuk pada hal-hal (audiens) di luar teks dalam
budaya pengetahuan, moralitas dan ideologi yang lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai