Anda di halaman 1dari 21

Trauma Medulla Spinalis

Oleh: dr. Grace E.P.M. Sianturi, SpBS, MKes


Pengertian
• Trauma medula spinalis adalah trauma yang menimpa medula spinalis
sehingga menyebabkan kerusakan, baik komplit maupun inkomplit, dan
gangguan fungsi mayor (motorik, sensoris, otonom, dan refleks).
EPIDEMIOLOGI
• Trauma medula spinalis sering terjadi pada kaum remaja dan dewasa muda
seiring dengan meningkatnya kejadian kecelakaan lalu lintas  merusak
kualitas hidup  pria (3-20 kali) > wanita
• The National Spinal Cord Injury Data Research Centre,2007  10.000 kasus
baru trauma medula spinalis setiap tahunnya di Amerika Serikat.
• Insiden trauma medula spinalis secara global bervariasi dengan kisaran 10.4–
83 kasus per juta populasi setiap tahun (Furlan and Fehlings, 2009).
Anatomi
• Medulla spinalis (spinal cord)  bagian dari susunan saraf pusat yang berbentuk silinder
memanjang dan terletak seluruhnya di dalam kanalis vertebralis, dikelilingi oleh tiga lapis
selaput pembungkus yang disebut meninges.
• Lapisan, struktur, dan ruangan yang mengelilingi medulla spinalis adalah (luar – ke dalam)
• 1. Dinding kanalis vertebralis (terdiri atas vertebrae dan ligamenta)
• 2. Lapisan jaringan lemak (ekstradural) yang mengandung anyaman pembuluh darah vena
• 3. Dura mater
• 4. Arachnoidea
• 5. Ruangan subarachnoidal, yang antara lain berisi cairan serebrospinalis
• 6. Pia mater, yang kaya dengan pembuluh-pembuluh darah dan yang langsung membungkus
permukaan sebelah luar medulla spinalis.
DISTRIBUSI TRAUMA SPINAL
• Letak trauma berdasarkan jenis vertebra:
1. Cervical (55%)
2. Thoracic (15%)
3. Thoracolumbar Spine (15%)
4. Lumbosacral Spine (15%)
GANGGUAN NEUROLOGIK
• Gangguan neurologik ialah trauma yang mengenai medula spinalis, cauda equina dan radiks (nerve roots).
• Kompresi vertebra, fragmen tulang, atau diskus  semua struktur atau organ yang dipersarafi oleh saraf yang
terkena/terganggu akan kehilangan fungsinya baik sebagian ataupun secara keseluruhan.
• Penilaian terhadap gangguan motorik dan sensorik dipergunakan Frankel Score.
• FRANKEL SCORE
• A: kehilangan fingsi motorik dan sensorik lengkap (complete loss)
• B: Fungsi motorik hilang, fungsi sensorik utuh.
• C: Fungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak berguna(dapat menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat berjalan).
• D: Fungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi tidak dengan normal ”gait”).
• E: Tidak terdapat gangguan neurologik.
• SPINAL ALIGNMENT  kasus facet lock  dilakukan traksi dengan
Cruthfield tong atau GardnerWells tong dengan beban 2.5 kg perdiskus.
• Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan beban yang lebih ringan, beban
ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi.
Level trauma medula spinalis
• Untuk menentukan level trauma medulla spinalis  ASIA (American Spinal
Injury Association):
• 1. Tentukan level sensorik pada bagian tubuh kanan dan kiri  Merupakan
bagian terbawah dimana dermatome tubuh yang diperiksa menggunakan tes
pin prick dan tes raba halus masih utuh.
• 2. Tentukan level motorik pada bagian tubuh kanan dan kiri
• Skala pengukuran motorik (Asia, 2014):
• 0 : paralisis total
• 1 : masih teraba atau terlihat adanya kontraksi otot
• 2 : pergerakan aktif, tidak ada hambatan ROM (range of motion), tidak bisa
melawan gravitasi
• 3 : pergerakan aktif, tidak ada hambatan ROM (range of motion), dapat melawan
gravitasi
• 4 : pergerakan aktif, tidak ada hambatan ROM (range of motion), dapat melawan
• gravitasi dan sedikit tahanan pemeriksa
• 5 : pergerakan aktif, tidak ada hambatan ROM (range of motion), dapat melawan
• gravitasi dan tahanan yang normal dari pemeriksa
• 3. Tentukan satu level neurologikal yang mungkin
• Merupakan segmen medulla spinalis terbawah dimana fungsi motorik dan sensorik masih
normal pada kedua belahan tubuh dan yang paling mendekati setelah dilakukan pemeriksaan
pada langkah 1 dan 2 (Asia, 2014).
• 4. Tentukan apakah traumanya bersifat komplit atau tidak
• Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan rectal toucher pada pasien untuk menilai.
• a. Adakah sensasi yang dapat dirasakan pasien ketika pemeriksa memasukkan jarinya ke
dalam lubang anus
• b. Pemeriksa merasakan tonus sphincter ani pasien, baik saat istirahat maupun saat
berkontraksi (volunter)
• 5. Tentukan derajat cedera menggunakan ASIA Impairment Scale
• Berikut adalah tabel yang dapat dipakai untuk menentukan derajat cedera
medulla spinalis yang dialami pasien.
Prinsip terapi trauma medula spinalis
• 1. Meminimalkan kemungkinan terjadinya defisit neurologis
• 2. Mengembalikan integritas kolum spinalis semaksimal mungkin
• 3. Mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi
• 4. Optimalisasi rehabilitasi fungsional
Penanganan trauma medula spinalis
1. Pasien cedera kepala berat dengan penurunan kesadaran, pasien pascatrauma yang mengeluh nyeri pada vertebra, dan/atau mengalami
defisit neurologis pada ekstremitasnya  curiga trauma medula spinalis
2. Perhatian pertama pada area leher atas (respirasi). Jalan napas (airway) harus bersih.
3. Belum jelas terjadi gangguan pada servikal atau tidak  dipasang pelindung leher (collar neck). Pelindung leher ini baru dilepas bila tidak
terbukti adanya cedera spinal.
4. Periksa pernapasan pasien (breathing). Paralisa diafragma (+)  bantuan ventilasi.
5. Sirkulasi (circulation)  adekuat atau tidak. Gangguan kontrol simpatis dapat mengakibatkan hipotensi tanpa adanya kehilangan darah. Hati
hati pemberian cairan.
6. Disabilitas (disability)  tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan tingkat level cedera spinal.
7. Defisit neurologis pada torakal atau lumbal  retensi urin  kateter urin.
8. Pemberian metilprednisolone intravena ( efektif hingga 8 jam pertama setelah trauma). Dosis bolus awal  30 mg/kg berat badan diberikan
dalam 15 menit pertama, istirahat selama 45 menit dan diikuti dengan 5,4 mg/kg/jam.
9. Penanganan operasi pada trauma medulla spinal terutama ditujukan untuk stabilisasi yaitu prosedur instrumentasi dengan memakai berbagai
bahan (pedicle screw, cage, plat dan lain lain)
• Trauma Primer  Trauma primer adalah trauma yang disebabkan secara
langsung setelah benturan,
• Trauma Sekunder  syok neurogenik, kerusakan vaskuler seperti perdarahan
dan iskemia, eksotosisitas, trauma sekunder yang dimediasi kalsium dan
gangguan cairan-elektrolit, apoptosis, gangguan di fungsi mitokondria, dan
proses lainnya.
Kasus
• Seorang laki laki,28 tahun, terjatuh dari motor setelah menabrak pohon. Saat
kejadian, os tidak dapat menggerakkan kedua kakinya, bahkan kedutan otot
juga tidak ada. Os hanya merasakan sentuhan normal di atas pusat.
TD=120/80, nadi = 80, RR = 20. Refleks sfingter ani (-). Inkontinensia urine
et alvi (+)
• Apakah diagnosanya?
• Bagaimana penanganannya?
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai