Anda di halaman 1dari 270

PATOLOGI

SISTEM RESPIRASI
By
Dr. dr. Maria Selvester Thadeus, M.Biomed

 DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI


 FK UPN “VETERAN” JAKARTA
 2018
PENYAKIT PARU
1. Saluran napas  atas & bawah
2. Interstisium
3. Sistem vaskular paru

3/19/2019 2
PENYAKIT-PENYAKIT TERPENTING
SISTEM PERNAPASAN
1. Penyakit yang merusak alveolus dan mengganggu
pertukaran udara dalam alveolus. Misalnya
sindroma gawat napas (respiratory distress
syndrome)
2. Infeksi, misalnya pneumonia
3. Penyakit imunologi, misalnya asma, alveolitis
alergik ekstrinsik dan sarkoidosis.
4. Penyakit yang berkaitan dengan inhalasi polutan
dari udara dan merokok, misalnya pneumokoniosis
dan penyakit paru obstruktif menahun.
5. Neoplasma 3/19/2019 3
ATELEKTASIS (KOLAPS)
Berkurangnya volume paru akibat
tidak memadainya ekspansi rongga
udara  pengalihan darah yang
kurang teroksigenisasi dari arteri ke
vena paru  ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi dan hipoksia.
 4 kategori

3/19/2019 4
1. Atelektasis Resopsi
 terjadi setelah obstruksi
total saluran napas 
bersifat reversibel jika
obstruksi dihilangkan.
Penyebab:
a. sekret mukopurulen pada
bronkitis kronik, asma
bronkialis, bronkiektasis;
b. aspirasi benda asing (t.u.
anak)
c. tumor : Karsinoma
bronkkogenik, KGB m’>>>
3/19/2019 5
2. Atelektasis Kompresi /
atelektasis pasif / relaksasi
 terjadi ketika rongga
pleura mengembang karena
cairan (efusi pada gagal
jantung atau neoplasma,
darah pada ruptura
aneurisma aorta torakal)
atau karena udara
(pneumotoraks) 
reversibel jika udara / cairan
dihilangkan
3/19/2019 6
3. Atelektasis Kontraksi
 terjadi ketika
perubahan fibrotik
yang bersifat lokal
atau menyeluruh
pada paru-paru dan
pleura menghalangi
ekspansi paru yang
penuh  tidak
reversibel.
3/19/2019 7
4. Mikroatelektasis /
atelektasis non-obstruktif
 berkurangnya ekspansi
paru secara generalisata
akibat serangkaian proses,
dan yang terpenting adalah
hilangnya surfaktan.
(terdapat pada sindrom
gawat napas akut pada
neonatus, peradangan
interstisium, dan atelektasis
pascabedah
3/19/2019 8
JEJAS PARU AKUT
Menghasilkan sebuah spektrum lesi paru
yang meliputi : kongesti, edema, disrupsi
surfaktan dan atelektasis  sindrom distres
pernapasan akut atau pneumonia interstisial
akut.
Edema Paru
Gangguan atau perubahan hemodinamik
pada permeabilitas mikrovaskuler 
gangguan fungsi respirasi  predisposisi
terjadinya infeksi
3/19/2019 9
JEJAS PARU AKUT
(Acute Lung Injury/ALI)
Morfologi
Berat, basah dan teraba subkrepitasi  cairan
berkumpul di daerah basal lobus paru (bawah)
Gambaran histologik: meliputi kapiler yang
menggembung dan rongga udara yang terisi
oleh endapan granuler berwarna merah muda.
Pada kongesti dan edema yang kronik (stenosis
mitral)  fibrosis interstisial yang disertai
dengan banyak sel makrofag yang berisi
hemosiderin (indurasi coklat)
3/19/2019 10
SINDROM DISTRES PERNAPASAN AKUT
(Kerusakan Alveolar Difus)
 ARDS acute respiratory distress syndrome
  cedera akut pada alveolus dan rusaknya
sawar udara alveolus darah
 Ditandai  kerusakan kapiler alveoli yang
difus  edema paru yang berat, gagal napas
dan hipoksemia arterial yang resisten th/ O2
 Rö: infiltrat bilateral yang difus
 Sering infeksi menambah berat keadaan 
mortalitas ± 60%
3/19/2019 11
Cedera sel menyebabkan transudasi cairan ke dalam
alveolus  edema paru (kaya akan fibrin).
Fibrin  pembentukan membran hialin  menutupi
epitel alveolus yang rusak / defek yang terbentuk
akibat nekrosis sel alveolus.
angka mortalitas ARDS ↑↑ sebagian pasien
bertahan hidup dan memperlihatkan tanda-tanda
perbaikan kerusakan alveolus.
Membran hialin organisasi jaringan granulasi yang
tumbuh ke dalamnya  obliterasi rongga/ruang
pernapasan bersifat permanen  struktur alveolus
normal tidak dapat dipulihkan  sesak napas
menetap seumur hidup  hilangnya permukaan
respirasi alveolus
3/19/2019 12
Dewasa 
ARDSAlveolus cedera pada
normal
unit alveolus-kapiler 
ARDS Neonatus  imanuritas mungkin cedera pneumosit
pneumosit tipe II yang tidak dapat (asap) atau endotel
menghasilkan surfaktan  (endotoksin)  alveolus
alveolus kolaps (atelektasis)  edema  bocornya sawar
membran hialin menutupi epitel alveolokapiler, sel nekrotik &
bronkiolus respirasi yang rusak makrofag  defek epitel
secara fokal. ditutupi oleh membran hialin

3/19/2019 13
Etiologi ARDS
Edema karena jejas mikrovaskuler (jejas alveoli)
1. Infeksi: pneumonia, septikemia
2. Gas yang terhirup: O2, CO2
3. Aspirasi cairan: isi lambung, keadaan hampir
tenggelam
4. Obat-obatan dan zat kimia: preparat
kemoterapetik (bleomisin), amfoterisin B,
heroin, kerosin, paraquat
5. Syok dan trauma
6. Radiasi
7. Berhubungan dengan transfusi
3/19/2019 14
PATOFISIOLOGI ARDS
CEDERA
Endotel Epitel alveolus

Permeabilitas m’↑  alveolus banjir  kapasitas difusi (-),


kerusakan pneumosit tipe II  kelainan luas surfaktan

30’Makrofag paru m’↑ sintesis IL-8, IL-1 & TNF

Netrofil

Oksidan, protease, platelet activating factor & leukotrien

Kerusakan jaringan  peradangan TGF-α & PDGF


3/19/2019 15
PERBANDING ALVEOLUS NORMAL & ARDS
 Pengaruh sitokin
proinflamasi : IL-8, IL-1, TNF,
netrofil  awalnya
sekuestrasi di mikrovaskular
paru, diikuti marginasi &
migrasi ke dalam rongga
alveolus (aktif).
 Netrofil aktif  leukotrien,
oksidan, protease, PAF 
kerusakan jaringan lokal,
edema, inaktivasi surfaktan
& pembentukan membran Sitokin fibrogenik makrofag
hialin. (TGF-β, PDGF  pertumbuhan
 MIF  mempertahankan
fibroblas dan pengendapan
respon peradangan. kolagen  fase penyembuhan
3/19/2019 16
Morfologi:
1. Stadium akut  paru-paru teraba keras
secara merata, berwarna merah, bengkak
dan berongga serta menjadi berat dengan
kerusakan alveoli yang difus (edema,
membran hialin, inflamasi akut)
2. Stadium proliferasi / organisasi  fibrosis
interstisial dan proliferasi pneumosit tipe II
akan terjadi  infeksi bakteri memperberat
keadaan  fatal.

3/19/2019 17
ARDS NEONATUS ARDS DEWASA
Membran hialin melapisi duktus
alveolus, dan alveolus kolaps

AA B

A. Alveolus tampak mengalami dilatasi,  ruang terisi oleh cairan


edema, membran hialin melapisi alveolus, yang sebagian
mengalami nekrosis (kolaps).
B. Pasien yang bertahan hidup setelah ARDS  fibrosis alveolus
3/19/2019 18
PENYAKIT PARU DIFUS

3/19/2019 19
PENYAKIT PARU DIFUS

PENYAKIT OBSTRUKTIF PENYAKIT RESTRIKTIF

Penyakit jalan napas  Ditandai dengan


Ditandai dengan berkurangnya
terbatasnya aliran ekspansi parenkim
udara akibat paru, disertai
meningkatnya berkurangnya
resistensi karena kapasitas paru total
obstruksi parsial/total
di paru.
3/19/2019 20
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

3/19/2019 21
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

 Masing-masing kelainan:
emfisema, bronkitis kronik, asma dan
bronkiektasis
 Emfisema dan bronkitis kronik
dikelompokkan COPD / PPOM
 Banyak pasien menunjukkan ciri yang
saling tumpang tindih  denominator
patogen = merokok
3/19/2019 22
ASMA

3/19/2019 23
ASMA
 Kelainan inflamasi kronik kambuhan
Bronkospasme episodik reversibel yang terjadi
akibat respons bronkokonstriksi berlebihan
terhadap berbagai rangsangan
Saluran napas trakeobronkial
Klinis: serangan dispnea, batuk dan mengi
5% orang dewasa & 7-10% anak
2 kategori:
a. asma atopik (asma ekstrinsik)
b. asma non-atopik (asma intrinsik)
3/19/2019 24
3/19/2019 25
EPIDEMIOLOGI
 Prevalensi global berkisar antara 1% – 18%
dari populasi di negara yang berbeda.
 Prevalensi asma adalah 8-10 kali lebih
tinggi di negara maju (US, Inggris, New
Zealand) daripada di negara berkembang.
 Di negara maju, prevalensi asma lebih
tinggi pada kelompok yang
berpenghasilan rendah di area urban
daripada kelompok lain.

EPIDEMIOLOGI
 Prevalensi nasional Penyakit Asma adalah
4,0% (berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan dan gejala Riskesdas 2007).
 Sebanyak 9 provinsi mempunyai prevalensi
Penyakit Asma di atas prevalensi nasional,
yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa
Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Papua
Barat.
EPIDEMIOLOGI
 Prevalensi :
 Pada golongan usia dan jenis kelamin
 <5 tahun : sering pada laki-laki
 5-9 tahun : wanita sama dengan laki-laki
 10-60 tahun : wanita lebih besar dari laki-laki
 >60 tahun : laki-laki > wanita
Klasifikasi Derajat Penyakit
 GINA (Global Initiative for Asthma):4 derajat
penyakit asma : Asma Intermiten, Asma
Persisten Ringan, Asma Persisten Sedang, dan
Asma Persisten Berat. Dasar pembagiannya
 gambaran klinis, faal paru dan obat yang
dibutuhkan untuk mengendalikan penyakit.
 Konsensus Internasional III: 3 derajat penyakit
asma anak berdasarkan keadaan klinis dan
kebutuhan obat : Asma episodik jarang (75 %
populasi anak asma), Asma episodik (20 %
populasi), dan Asma persisten (5 % populasi).
Faktor pencetus asma:
ASMA EKSTRINSIK / ALERGIK

3/19/2019 32
Asma ekstrinsik/atopik
(alergik; reagin-mediated)

 3 jenis asma ekstrinsik  asma atopik/ asma


pekerjaan/aspergilosis bronkopulmonal alergik
 Tipe sering ditemukan  asma atopik
 Onset 2 dekade pertama kehidupan
 Dikaitkan: manifestasi alergi dan riwayat keluarga
 Reaksi hipersensitivitas tipe I  dipicu antigen
lingkungan (debu, serbuk sari, makanan)
 Kadar IgE dan eosinofil m’↑
 Diperantarai oleh sel T CD4+ & Th2
3/19/2019 33
Asma ekstrinsik/atopik
 Fase akut:
 pengikatan Ag pada sel mast yang terselubung
IgE  pelepasan mediator sitokin yang primer
(leukotrien) dan sekunder (neuropeptida) 
bronkospasme, edema, sekresi mukus dan
rekrutmen leukosit.
 Fase lanjut:
 Dimediasi leukosit yang direkrut (eosinofil,
limfosit, neutrofil, monosit)  bronkospasme
yang persisten serta edema, infiltrasi leukosit
dan kerusakan serta kehilangan epitel.
3/19/2019 34
Mekanisme ASMA ALERGIK
Reaksi awal  pengikatan
silang IgE (o/ Ag terikat
reseptor IgE/FcRε pada sel
mast di jalan napas.
Sel-sel ini mengeluarkan
mediator2 utk membuka
tight-junction antar sel2
epitel.
Ag dapat masuk 
mengaktifkan eosinofil & sel
mast mukosa.
Refleks neuron  m’induksi
bronkospasme, m’↑
permeabilitas vaskular dan
m’↑ produksi mukus serta
merekrut sel pelepas
mediator lain dari darah
3/19/2019 35
Mediator fase awal:
 Leukotrien C4’, D4’ dan E4’  mediator kuat 
bronkokonstriksi berkepanjangan, p’↑
permeabilitas vaskular (edema), & p’↑ sekresi
musin.
 Prostaglandin D2’, E2’ dan F2α’ 
bronkokonstriksi & vasodilatasi
 Histamin  bronkospasme & p’↑ permeabilitas
Platelet-activating factor (PAF)  agregasi
trombosit dan pembebasan histamin dari granula
 Triptase sel mast  inaktifasi peptida yang
menyebabkan bronkodilatasi normal (vasoactive
intestinal peptide)
3/19/2019 36
ASMA ALERGIK
Kedatangan sel-sel yang
direkrut  awal stadium
lanjut asma, dengan Ag
yang masih terikat ke IgE
 pembebasan
mediator.
Berbagai faktor, t.u.
eosinofil, juga dapat
merangsang pelepas
anmediator dari sel
radang lain  kerusakan
epitel 3/19/2019 37
Mediator fase lanjut:
 Faktor kemotaktik eosinofilik dan neutrofilik &
leukotrien B  merekrut & m’aktifkan eosinofil
dan neutrofil
 IL-4 dan IL-5  memperkuat respon Th2 sel T
CD4+  m’↑ sintesis IgE & kemotaksis serta
proliferasi eosinofil
 PAF  kemotaktik kuat untuk eosinofil (bila ada
IL-6)
 Faktor nekrosis tumor  m’↑ molekul perekat
(adhesion molecules) di endotel vaskular serta di
sel radang
3/19/2019 38
Asma intrinsik/non-atopik
(nonreaginik /non-imun)
rangsangan kecil tidak berefek pada orang
normal  menyebabkan bronkospasme
sering dipicu oleh infeksi saluran napas,
zat2 iritan kimia (sulfur dioksida, ozon),
obat2an (nitrogen dioksida)  tanpa
riwayat keluarga.
kadar IgE serum normal
 Diatesis asmatik
3/19/2019 39
MEKANISME TERJADINYA ASMA

3/19/2019 41
Patogenesis
Penyempitan
saluran nafas,
terjadi ok :
1. Kontraksi otot
polos bronkus
2. Edema mukosa
bronkus
3. Akumulasi dahak
yang kental
Inflamasi saluran napas dan reaksi sel otot polos

NORMAL INFLAMASI BRONKOSPASME


GEJALA
 Nafas berat yang berbunyi ngik-ngik
pada saat ekspirasi (wheezing)
 Sesak
 Kadang disertai batuk
 Pada asma yang berat :
 Dapat terjadi sianosis ( kebiruan
terutama pada sekitar mulut)
 Kontraksi otot bantu pernafasan
MORFOLOGI ASMA (Status asmatikus†)
 Makroskopik :
oklusi bronkus & bronkiolussumbat mukus yang kental &
lengket.
 Mikroskopik:
sumbat mukus mengandung gelungan epitel yang terlepas (spiral
Curschmann), dan >>> eosinofil serta kristal Charcot-Leyden
(kumpulan kristaloid yang terbentuk dari protein eosinofil)
edema, hiperemia & infiltrat peradangan di dinding bronkus,
eosinofil >>> (membentuk 5-50% infiltrat), sel mast, basofil,
makrofag, sel plasma, neutrofil dan limfosit (T CD4+ tipe Th2)
p’↑ jumlah sel goblet di epitel bronkiolus
 Bercak nekrosis dan terlepasnya sel epitel
 P’↑ kolagen di bawah membran basal (tampak menebal)
 Hipertrofi dan hiperplasia otot polos dinding bronkus.
3/19/2019 45
3/19/2019 46
CEDERA PARU IMUNOLOGIS

Tipe I : Asma; Tipe II: Sindrom Goodpasture;


Tipe III: pneumonitis alergik; Tipe IV: sarkoidosis
3/19/2019 47
ASMA (Hipersensitivitas tipe I)
Dinding bronkus
* mengandung sel-sel
otot polos yang
mencolok ().
Epitel bronkus
* * membentuk
* invaginasi-invaginasi
dan dilapisi oleh sel
mukosa yang
membesar (*)
3/19/2019 48
Granulomatosis Wegener
(Hipersensitivitas tipe II)

 Parenkim paru yang


mengalami konsolidasi
memperlihatkan
gambaran peta
(geographical
apperance)  daerah-
daerah peradangan
yang iregular, nekrosis
dan perdarahan.
3/19/2019 49
Pneumonitis alergik ekstrinsik
(Hipersensitivitas tipe III)

 Tampak
peradangan
interstisium

3/19/2019 50
Sarkoidosis
(Hipersensitivitas tipe IV)
 Jaringan mengandung
granuloma yang terdiri
dari makrofag epitelioid
dan hanya sedikit
limfosit serta sel
raksasa.
 Tidak terdapat nekrosis
di bagian tengah
granuloma
3/19/2019 51
EMFISEMA

3/19/2019 52
Emfisema
 jenis penyakit paru obstruktif kronik  secara
morfologik sebagai pelebaran permanen abnormal
rongga udara di sebelah distal bronkiolus terminalis
dengan disertai obstruksi dinding alveoli dan fibrosis
minimal  kerusakan pada kantung udara (alveoli)
di paru-paru  tubuh tidak mendapatkan oksigen
yang diperlukan.
 Asinus  bagian paru yang terletak distal bronkiolus
terminal (bronkiolus respiratorik, duktus alveolaris &
alveolus)
 Lobulus : 3-5 asinus
 Menurut distribusi anatomi lesinya, 3 jenis
emfisema:
1. sentriasinar, 2. panasinar, 3. asinar distal
3/19/2019 53
Diagram struktur normal di dalam asinus
unit fundamental paru-paru.
Bronkiolus terminalis (tidak diperlihatkan)
 tepat di sebelah proksimal bronkiolus
respiratorius.
3/19/2019 54
Emfisema Sentriasinar
(Sentrilobular)
 Destruksi dan pelebaran bagian sentral
atau proksimal unit respiratorius 
asinus-alveoli sebelah distal yang
menjadi cadangan.
 Kelainan utama pada lobus superior dan
apeks paru
 Lesi berat yang terutama terlihat pada
perokok laki-laki dan sering disertai
dengan bronkitis kronik
3/19/2019 55
Emfisema sentrilobular
S

Emfisema sentrilobular a. Paru mengandung barium


disertai dilatasi yang yang disuntikkan. Fokus
mula-mula mengenai emfisema (E) berdampingan
bronkiolus respiratorik dengan arteri, tetapi ruang
alveolus normal terletak di
samping septum (S)
3/19/2019 56
Emfisema sentrilobular
Emfisema sentrolobularis
ditandai oleh hilangnya
septum yang membatasi
bronkiolus respirasi di
sebelah distal dari
bronkhiolus terminal.
Dinding bronkiolus terminal
bisanya mengandung
pigmen antrakotik dan sel
radang kronik.
3/19/2019 57
Emfisema Panasiner
(Panlobularis)
 Destruksi asinus yang merata dan
pelebaran asinus
 Dominan pada zona basal sebelah
bawah
 Korelasi yang kuat dengan defisiensi α1-
antitripsin

3/19/2019 58
Emfisema panasiner

Emfisema panasiner  dengan Tampak distribusi fokus


distensi inisial struktur perifer
emfisematosa permanen
(alveolus & duktus alveolaris) 
kemudian meluas hingga yang lebih merata.
mengenai bronkiolus
respiratorius
3/19/2019 59
Emfisema Asiner Distal
(Paraseptal)
 Terutama mengenai asinus distal
 Secara khas terjadi di dekat pleura
dan di samping daerah fibrosis atau
parut
 Sering merupakan lesi yang
mendasari pada pneumotoraks
spontan
3/19/2019 60
Emfisema A. Paru Normal
B. Emfisema
sentrolobularis 
mengenai rongga
udara di sekitar
bronkiolus
respirasi.
C. Emfisema
panasinus 
mengenai
bronkiolus
respirasi, duktus
alveolus dan
asinus
3/19/2019 61
Patogenesis
Emfisema
Ketidak seimbangan
protease-antiprotease &
oksidan-antioksidan
saling menguatkan 
kerusakan jaringan.

Defisiensi antitripsin-α1 Peningkatan aktivitas enzim elastase


(α1 AT) dapat bersifat neutrofil dan makrofag. Inaktivasi
kongenital / fungsional antitripsin-α1 (lewat oksidan dalam rokok /
 inaktivasi oksidatif radikal bebas yang dilepaskan oleh sel-sel
neutrofil aktif . Terperangkapnya partikel
Aktivasi sel-sel makrofag asap dalam bronkiolus kecil  rekrutmen sel
alveolar  merekrut inflamasi, p’↑ enzim elastase dan p’↓ enzim
neutrofil ke dalam paru antitripsin-α1 emfisema sentriasiner
perokok 3/19/2019 62
 Bergantung pada gambaran Diagnosis
makroskopik Emfisema
 Emfisema panasinar 
berkembang sempurna  paru
membesar, pucat dan sering
menutupi jantung saat dinding
dada anterior dibuka.
 Emfisema sentriasinar  tidak
mencolok  paru tampak lebih
merah muda dan tidak terlalu
membesar  secara umum: 2/3
atas paru lebih parah terkena
dibandingkan bagian bawah paru.
3/19/2019 63
 Penipisan dan kerusakan Mikroskopik
dinding alevolus. Emfisema
 Tahap lanjut: alveolus yang
berdekatan menyatu
membentuk ruang udara besar
(blebs & bullae).
 Bronkiolus terminal dan
respiratorik  mengalami
deformitas  hilangnya septum
 penurunan traksi radial di
saluran napas halus  kolaps Fibrosis di bronkiolus
saat ekspirasi  obstruksi respiratorik 
kronis aliran udara mungkin terdapat
 Alveolus ber(-), kapiler ber(-) tanda bronkitis dan
bronkiolitis
3/19/2019 64
Gejala
 Dispnea (secara perlahan, tapi progresif)
 Batuk & mengi  pada pasien bronkitis kronis dan
bronkitis asmatik kronis
 BB sering ↓
 Uji fungsi paru : p’↓ FEV1 dengan FVC normal atau
mendekati normal (rasio FEV1 < FVC)
 Dada berbentuk “tong” (pigeon chest)
 Ekspirasi memanjang (hiperventilasi)  pink puffers
 Posisi duduk membungkuk ke depan
 Sianotik (emfisema dengan bronkitis kronis berat)
 Gagal jantung kongestif (kor pulmonale) & edema
3/19/2019 65
BRONKITIS KRONIK

3/19/2019 66
Bronkitis kronik
 Batuk produktif persisten selama paling sedikit 3 bulan
dalam tempo sedikitnya 2 tahun berturut-turut.
 Epidemiologi:
20 -25% laki-laki usia 40-65 tahun.
 Patogenesis:
Iritasi kronik saluran napas oleh substansi yang terhirup
(asap rokok / kabut asap) 
a.hipersekresi mukus dengan hipertrofi kelenjar mukosa
b. metaplasia sel goblet dalam epitelium bronkiolus
c. bronkiolitis
d. infeksi sekunder
3/19/2019 67
Morfologi:
 Hiperemia dan edema pada membran
mukosa paru
 Sekresi musin atau silinder yang mengisi
saluran napas
 Peningkatan ukuran kelenjar mukus
 Penyumbatan mukus, inflamasi dan fibrosis
dalam bronkus atau bronkiolus
 Metaplasia skuamosa atau displasia epitelium
bronkus
3/19/2019 68
Bronkitis kronik

Submukosa bronkiolus yang


Dinding bronkus yang
melebar mengalami
menebal disebuk oleh sel-sel
sebukan padat oleh sel-sel
radang dan mengandung
radang dan lumen
kelenjar-kelenjar yang
mengandung eksudat
membesar
peradangan.
3/19/2019 69
Bronkitis kronik
 Tampak lumen
bronkus dengan
penebalan
mencolok lapisan
kelenjar mukosa
dan metaplasia
skuamosa epitel
paru.

3/19/2019 70
3/19/2019 71
BRONKIEKTASIS

3/19/2019 72
Bronkiektasis
Infeksi kronik dengan nekrosis pada bronkus
dan bronkiolus  dilatasi permanen yang
abnormal pada saluran napas.
Gambaran klinis:
batuk-batuk, demam & produksi sputum
purulen berlebihan; kasus berat 
insufisiensi respiratorius obstruktif.
Komplikasi:
kor pulmonale, abses metastatik dan
amiloidosis sistemik
3/19/2019 73
Bronkiektasis disertai dengan:
1. Kelainan kongenital atau herediter (mis:
kistik fibrosis, keadaan imunodefisiensi)
2. Keadaan pasca-infeksi (pneumonia
bakteri, virus atau fungus dengan
nekrotisasi)
3. Obstuksi bronkus (mis: tumor atau benda
asing)
4. Keadaan lain (mis: artritis rematoid atau
penyakit graft-versus-host yang kronik)
3/19/2019 74
Bronkiektasis
 Etiologi: obstruksi & infeksi
 Pada obstruksi  penumpukan sekret yang
terinfeksi  inflamasi, nekrosis, fibrosis dan
dilatasi saluran napas yang ireversibel.
 Aspergilosis bronkopulmoner alergika (rx
hipersensitivitas Aspergilosis fumigatus 
inflamasi berat yang kaya eosinofil pada
saluran napas)  memperberat keadaan
kistik fibrosis serta asma dan 
bronkiektasis
3/19/2019 75
Morfologi:
 Perubahan paling berat dalam saluran
napas distal lobus paru sebelah bawah 
dilatasi yang terjadi dengan bentuk
berbeda-beda  (silindris, fusiformis atau
sakuler)
 Pemeriksaan histologik:
 Spektrum inflamasi ringan s/d inflamasi
akut & kronik dengan nekrotisasi saluran
napas besar yang disertai fibrosis
bronkiolus 3/19/2019 76
3/19/2019 77
Bronkiektasis

3/19/2019 78
Bronkiektasis

3/19/2019 79
3/19/2019 80
PENYAKIT PARU RESTRIKTIF
(INTERSTISIAL DIFUS/INFILTRATIF)

3/19/2019 81
PENYAKIT PARU RESTRIKTIF
(INTERSTISIAL DIFUS/INFILTRATIF)
 Kelompok kelainan yang heterogen yang banyak tidak
diketahui etiologinya.
 Kelainan jaringan ikat paru yang khas, t.u. jaringan
interstisial alveoli dengan disertai perubahan klinik,
radiologik serta patologis yang khas.
 Klinik: dispnea, vol paru b’(-), p’↓ compliance paru.
 Radiologik: infiltrat difus dengan bayangan ground-glass
 Patologik: inflamasi kronik yang difus & fibrosis
jaringan interstisial alveoli yang kadang2 disertai
gambaran patognomonik (mis. badan abses)
3/19/2019 82
ETIOLOGI
TERTENTU
PENYAKIT
PARU
INTERSTISIUM
KRONIS

3/19/2019 83
FIBROSIS PARU IDIOPATIK

3/19/2019 84
FIBROSIS PARU IDIOPATIK (IPF)
 Kelainan dengan etiologi idiopatik
 Epidemiologi: usia 40-70 tahun
 Ditandai: fibrosis interstisial paru progresif 
hipoksemia.
Siklus jejas paru akut (alveolitis) berulang 
kesembuhan luka abnormal  proliferasi
fibroblas b’>>>
Progresif  insufisiensi paru, kor pulmonale
serta gagal jantung

3/19/2019 85
Pola Patologik 
usual interstitial pneumonia (UIP)
Tampak bercak-bercak fibrosis interstisial 
terdistribusi septal subpleura serta interlobuler
yang khas, dominasi pada lobus sebelah bawah
Fokus fibroblastik baru secara khas terdapat pada
dinding bronkiolus terjadi di daerah fibrosis yang
lama.
Destruksi paru yang tengah berlangsung  sarang
tawon (honeycomb)  fibrosis padat, rongga kistik
dgn dinding epitelium bronkiolus atau pneumosit
hiperplasia tipe II
3/19/2019 86
usual interstitial pneumonia
(UIP)
 Bentuk penyakit
tersering.
 Ditandai bercak-bercak
fibrosis alveolus dan
peradangan kronik 
merusak bronkiolus
respirasi terminal, sering
mengalami pelebaran
Arsitektur paru normal telah
kistik dan bercampur lenyap, diganti berkas
menyatu dengan duktus fibrosis dan infiltrat
alveolaris (honeycomb peradangan kronik
lung) 3/19/2019 87
Patogenesis •Kejadian inisial berupa
(Fibrosis paru idiopatik) jejas epitel / endotel o/
toksin atau agen yang
terhirup atau terbawa
lewat darah.
•Perubahan akut yang
dini  akibat alveolitis
 terjadi perubahan :
rekrutmen sel-sel
radang aktif yang
dimediasi kemokin 
sel-sel melepaskan
mediator  jejas
(oksidan, sitokin) yang
bersifat fibrogenik
(PDGF, FGF, IL-1)
* Stadium lanjut
berkembang  fibrosis
interstisial
3/19/2019 88
Morfologi: (IPF)
 Respons peradangan terhadap cedera  sembuh 
fibrosis  peradangan interstisium atau pneumonitis
(t.u. std awal)
 Sindrom klinis yang berkaitan dengan subtipe
histologik  penumonia interstisium
 Gambaran heterogen pada pembesaran lemah,
dengan daerah paru normal, peradangan interstisium,
dan fibrosis selang/I  peradangan interstrium
(bebercak dan tdd sebukan limfosit dan sel plasma di
septum alveolus, hiperplasia pneumosit tipe II, daerah
fibrotik tdd kolagen aselular padat)  std lanjut:
alveolus dilapisi pneumosit tipe II yang dipisahkan
oleh jaringan fibrosa  honeycomb chage  tidak
spesifik
3/19/2019 89
A B
Fibrosis Paru Idiopatik
A. Dinding alveolus menebal oleh fibrosis (panah) &
tampak sedikit infiltrat sel mononukleus
interstisium.
B. B. fibrosis interstisium tampak lebih jelas
(pewarnaan trikrom Masson)  biru tua (kolagen)
3/19/2019 90
PNEUMONIA INTERSTISIAL
NONSPESIFIK (NSPI)

3/19/2019 91
PNEUMONIA INTERSTISIAL
NONSPESIFIK (NSPI)

 Etiologi tidak diketahui


 Kelainan interstisial yang difus /
berbentuk bercak-bercak
 Pola histologik: inflamasi / fibrosis
 Prognosis : lebih baik dibandingkan
dengan pasien UIP (usual interstitial
pneumonia)
3/19/2019 92
Cryptogenic Organizing Pneumonia

3/19/2019 93
Cryptogenic Organizing Pneumonia
 Pneumonia dulunya disebut bronchiolitis obliterans
organizing pneumonia (BOOP)
 Idiopatik (kriptogenik)  respon terhadap infeksi
atau inflamasi
 Klinik: gejala batuk, dispnea dan infeksi saluran
napas yang baru saja terjadi (sering); etiologi
lainnya: toksin yang terhirup, obat2an, penyakit
vaskuler kolagen / peny graf vs host banyak pasien
membaik kondisinya secara berangsur-angsur
setelah th/ steroid
 Patologik: terdapat sumbatan jaringan fibrosa
longgar dalam bronkiolus, duktus alveolaris dan
alveoli. Jaringan paru-paru yang ada dibaliknya
tetap normal walaupun atelektasis.
3/19/2019 94
BOOP
A.Bronkiolus mengalami obliterasi parsial oleh jaringan
granulasi.
B. Bronkiolus dan alveolus di sekitarnya mengandung
kumparan fibroblas, kolagen dan sel-sel radang kronik.
3/19/2019 95
SARKOIDOSIS

3/19/2019 96
SARKOIDOSIS
 Contoh penyakit paru restriktif
 Hipersensitivitas tipe IV
 Penyakit multisistem yang etiologinya belum diketahui
dan ditandai dengan granuloma nonkaseosa pada
banyak jaringan dan organ. (DD/ infeksi
mikobakterium/jamur dan beriliosis)
 Epidemiologi: seluruh dunia, kedua jenis kelamin,
semua ras dan usia; kecenderungan:
a. terdapat predileksi konsisten orang dewasa < 40
tahun, wanita > laki2
b. Insiden tinggi ditemukan di Denmark & Swedia, serta
orang berkulit hitam AS (10x > kulit putih)
c. Sarkoidosis  salah satu dari sedikit peny paru yang
prevalensinya > pada bukan perokok
3/19/2019 97
 Etiologi  tidak diketahui  isyarat: penyakit
gangguan pengendalian imun pada orang
dengan predisposisi genetik yang terpajan agen
lingkungan tertentu.
 Faktor yang berkontribusi:
1. Imunologik:
ratio sel T CD4+ : CD8+ = 3,5; p’↑ sitokin Th1: IL-
2 & IFN-γ; IL-8, TNF, MIP-1α  rekrutmen sel T
dan monosit  pembentukan granuloma
2. Genetik  keterkaitan genotipe HLA (HLA-A1
kelas I dan HLA-B8)
3. Lingkungan  virus, mikobakteri, Borrelia,
serbuk sari
3/19/2019 98
Sarkoidosis
 Dapat sepenuhnya asimptomatik, penemuan
insidental (otopsi, foto rontgen toraks: adenopati
bilateral daerah hilus)
 Dapat dijumpai dengan lesi kutaneus atau okuler
yang terpisah, limfadenopati perifer atau
hepatosplenomegali
 Onset insidius  gangguan respirasi / gejala
konstitusional (demam, keringat malam, p’↓ BB)
 Onset agresif  demam, eritema nodosum &
poliartritis
 Diagnosis: kenaikan kadar IgG & Ca serum, Rö,
riwayat klinik tipikal, dan biopsi (granuloma
nonkaseosa), pem. Kultur (DD/ TBC, Infeksi fungus)
3/19/2019 99
Patogenesis
 Alveolitis limfositik >>> Sel T CD4+ diaktifkan
(ekspresi MHC), p’↑ sitokin Th1 (IL-2 & IFN-γ) 
m’aktifkan makrofag
 Anergi kutanesus  o/ > 1 agen penyebab dlm
keadaan normal  rx hipersensitivitas lambat (tipe
IV) setempat, mis. Tuberkulin
 Hipergamaglobulinemia poliklonal dapat terlihat
 Sel-sel T helper yang diaktifkan dan sitokin yang
disekresi oleh sel-sel tsb  influk monosit
disamping terbentuknya granuloma dan jejas yang
dimediasi sel.
 Kenaikan sel Tγ-δ yang beredar dalam darah (akibat
peny. Mikobakterial) & pengukuran kadar rx rantai
polimerase kadang2 (+) untuk DNA mikobakterial
jaringan sarkoid  menjadi perhatian
3/19/2019 100
Morfologi:
Granuloma epitelioid nonkaseosa/nonperkijuan.
Paru 90%  granulosa interstisium dan bukan
rongga udara t.u jaringan ikat sekitar
bronkiolus dan venula paru serta pleura. 5-15%
pasien granuloma akhirnya diganti fibrosis
interstisium difus (honey comb appearance)
berhialinisasi, arteriopati hipertensif pulmonal &
kor pulmonale
KGB intratoraks paratrakea(mediastinal) dan
hilus > 75-90% pasien, 1/3 dgn limfadenopati
perifer (tidak nyeri, tekstur kenyal padat), KGB
tidak melekat & tidak ulserasi (DD/ TBC). Tonsil
25-33%
3/19/2019 101
Morfologi:
 Lesi Kulit 33-50% pasien (tanda utama eritema
nodosum nodus merah, nyeri, meninggi dan
bertangkai (granuloma sarkoid jarang ditemukan);
nodus subkutis diskret tak nyeri (dapat ditemukan
sarkoidosis >>> mengandung granuloma
nonperkijuan) plak eritematosa dengan
pembentukan skuamosa dan lesi membran mukosa di
daerah hidung, pipi & bibir (lupus pernio)
 Mata dan kelenjar air mata  20-50% kasus  iritis,
iridosiklitis uni/bilateral  kekeruhan kornea,
glaukoma & kebutaaan total (jarang), koroiditis,
retinitis dan saraf optikus; parotitis & nyeri pada <
10% pasien, yang kemudian xerostomia.
3/19/2019 102
Morfologi:
Lien (makroskopik tak tampak kelainan), 1/3 kasus
mengandung granuloma dan 10% membesar
secara klinis
Hati 75%  tampak lesi granulomatosa
mikroskopik di trias porta; 1/3 pasien
hepatomegali atau gangguan fungsi hati
Sumsum tulang 40% kasus, jarang manifestasi
parah
Ginjal, sistem otot rangka dan saraf kranialis (lebih
jarang)  asimptomatik

3/19/2019 103
Sarkoidosis  Jaringan mengandung granuloma
khas terdiri dari kumpulan histiosit
epiteloid (makrofag epitelioid) dan
hanya sedikit limfosit dengan sel
raksasa multinuklear jarang
terdapat nekrosis di bagian tengah
granuloma
 60% granuloma ditemukan benda-
benda Schaumann (massa padat
dan keras yang mengandung
protein, mengalami kalsifikasi dan
berlapis), benda-benda asteroid
(benda inkulusi berbentuk stelata
dalam sel raksasa)
3/19/2019 104
Gambaran klinis
(tidak bisa diramalkan)
 dapat berjalan profresif lambat
 Mengikuti perjalanan “remisi & sembuh”
(dengan/ tanpa th/ steroid)
 Dapat sembuh spontan
 65-70 % pasien  tidak bermanifestasi
residual / minimal; 20% menderita disfungsi
paru atau okuler yang permanen; 10% pasien
meninggal  t.u fibrosis paru progresif
3/19/2019 105
Pneumokoniosis

3/19/2019 106
Pneumokoniosis
etiologi: aerosol yang meliputi debu mineral,
debu organik, gas berbahaya dan uap panas.
Patogenesis:
Banyak debu tertahan (konsentrasi awal, lama
pajanan dan efektifitas mekanisme utk
pembersihan)  ukuran, bentuk dan
keterapungan partikel (partikel > 5 μm tersaring
SPA, partikel < 1 μm tersuspensi dan dihembus
keluar, partikel 1-5 μm cenderung mengendap
dalam alveoli  reaktivitas fisikokimiawi dan
kelarutan partikel (partikel sangat larut 
toksisitas cepat); partikel tidak larut bertahan 
reaksi fibrotik kronik
3/19/2019 107
Pneumokoniosis pekerja
tambang batubara
 Efek yang ditimbulkan debu karbon pada paru-paru:
antrakosis: akumulasi kecil-kecil yang tidak berbahaya
dalam paru-paru penduduk daerah perkotaan dan para
perokok.
pneumokoniosis pekerja tambang batubara yang biasa
(CWP/coal workers’ pneumoconiosis)  agregrat
berjumlah banyak sel makrofag bermuatan debu
batubara membentuk macula batubara; klinis: batuk-
batuk dan sputum kehitaman, pada kasus non
komplikasi  tidak terlihat disfungsi paru
3/19/2019 108
Pneumokoniosis pekerja
tambang batubara
 Efek yang ditimbulkan debu karbon pada paru-
paru:
Fibrosis masif yang progresif atau CWP dengan
komplikasi  fibrosis berat dan pembentukan
parut di bagian berkumpulnya debu  insufisiensi
respirasi  disabilitas
 Perjalanan penyakit  fibrosis masif progresif
meliputi durasi dan besarnya pajanan serta sekresi
faktor2 fibrogenik oleh sel makrofag bermuatan
debu
3/19/2019 109
Morfologi

 Pada CWP biasa  makula batubara difus


berukuran 1-5 mm yang tersusun dari sel-
sel makrofag yang berisi debu 
khususnya zona lobaris sebelah atas
 Pada CWP dengan komplikasi  tampak
jaringan parut yang luas berwarna hitam
yang menggantikan bagian substansial
paru-paru  khusnya zona paru sebelah
atas
3/19/2019 110
Silikosis
 Inhalasi partikel silika (berlangsung lama)  fibrosis
paru yang padat, noduler dan kronik
 Sumber pajanan: pertambangan emas, timah
tembaga, batubara, penggalian batu, pembersihan
pasir dengan pancaran udara yang kuat (sanblasing),
penggilingan logam dan pabrik pembuatan
keramik/tembikar.
 Patogenesis:
Fagositosis silika o/ makrofag  aktivasi pelepasan
oksidan, sitokin dan faktor pertumbuhan  proliferasi
fibroblas & pengendapan kolagen; efek toksik
langsung makrofag  kematian sel dengan pelepasan
silika  siklus jejas
3/19/2019 111
Morfologi

 Lesi kecil nodul kolagen dalam paru bagian


atas  semakin lebar dan lebih difus
bersamaan dengan perjalanan penyakit
 Penyatuan semua lesi  daerah parut padat
dan luas  kalsifikasi / penghitaman (debu)
 Mikroskopik:
 Tampak pilinan kolagen yang mengandung
hialin dengan gambaran inflamasi (jarang)

3/19/2019 112
Antrasilikosis

A
Tampak nodus-nodus A. Penyakit ditandai nodus-nodus
antrasilikosis yang fibrotik. Pigmen hitam adalah
konfluen dan hilangnya partikel batubara.
septum alveolus secara B. (inset) tampak partikel sebagai
fokal yang khas untuk kristal bireffringent (foto sinar
emfisema polarisasi)
3/19/2019 113
Asbestosis
 Asbes  famili silika fibrosa, pajanan okupasional
berat menyebabkan
 Fibrosis interstisial (asbestosis) morfologik mirip UIP
(usual interstitial pneumonia) kecuali adanya
sejumlah besar badan asbes dalam daerah fibrotik
 Reaksi pleura yang bermanifestasi sebagai efusi
benigna, adhesi-fibrosa pleura dan plak fibrosa yang
padat pada pleura atau diagragma  kalsifikasi dan
tidak mengandung badan-badan asbes
 Peningkatan risiko karsinoma paru dan mesotelioma
ganas

3/19/2019 114
Patogenesis
 Serat yang terhirup dan mencapai alveoli paru
difagosit makrofag alveolaer dengan menstimuli
pelepasan komplemen C5a dan kemoatraktan
lainnya.
 Sebagian serat asbes yang terinhalasi akan
dibersihkan makrofag (terbungkus hemosiderin
& glikoprotein  benda-benda asbes / asbestos
bodies (badan feruginosa)  berbentuk dumbel
dan terangkai seperti tasbih (khas); sisanya
mencapai jaringan interstisial dan sistem limfatik

3/19/2019 115
Mekanisme jejas paru dan
fibrosis progresif:
 Pelepasan enzim / radikal bebas yang toksik oleh
sel-sel makrofag dan neutrofil yang direkrut ke
lokasi pengendapan asbes
 Sitokin fibrogenik dan faktor pertumbuhan yang
dilepaskan oleh sel-sel makrofag alveoler
sesudah terjadi fagositosis serat asbes
 Stimulasi langsung sintesis kolagen oleh
fibroblas yang terjadi karena asbes

3/19/2019 116
Asbestosis A. Fibrosis paru akibat
asbestosis. Pada
sediaan tampak
jaringan fibrosa warna
biru (pewarnaan
trikrom)
B. (inset)
tampak badan asbestos
 batang berbentuk
halter, bermanik-manik
dan berwarna coklat
A B 3/19/2019 117
Silikosis disebabkan inhalasi kronik kristal Quartz  kristal silika
dioksida bekerja dalam makrofag  infusi sitokin2 perangsang
fibroblas  timbul nodus-nodus firbotik.
Asbestosis  serat-serat asbestos masuk dalam alveolus dan
difagosit makrofag  badan-badan asbestos dan fibrosis paru &
pleura  plak fibrotik 3/19/2019 118
PNEUMONITIS HIPERSENSITIF
(ALERGIKA)

3/19/2019 119
PNEUMONITIS HIPERSENSITIF
(ALERGIKA)
 Kelainan yang dimediasi proses imunologik
 alveolus  alveolitis alergika pekerjaan
 p’↑ kepekaan terhadap antigen inhalan
debu atau antigen yang terhirup:
1. Farmer’s lung  spora aktinomisetes
bersifat termofilik dalam jerami.
2. Pigeon breeder’s lung  protein dari bulu
atau ekskreta burung
3. Humidifer lung / air conditioner lung 
bakteri termofilik
3/19/2019 120
 Manifestasi : p’↓ kapasitas paru, compliance paru, dan
volume total paru.
 B’manifestasi  rx akut dengan demam, batuk, sesak
dan keluhan konstitusional 4-8 jam setelah pajanan; atau
sebagai penyakit kronis dengan batuk, sesak, malaise dan
p↓ BB secara perlahan.
 Spesimen lavase bronkoalveolus  p’↑ kadar kemokin
proinflamasi: MIP-1α & IL-8
 Spesimen lavase bronkoalveolus  p’↑ jumlah limfosit
T CD4+ dan CD8+
 Sbgn besar pasien punya Ab presipitasi spesifik 
komplek imun (hipersensitivitas tipe III)
 Komplemen dan Ig  ditemukan di dinding pembuluh
(IHK)
 Granuloma nonkaseosa  2/3 pasien  hipersensitivitas
tipe IV
3/19/2019 121
Perubahan Histologik:
 Pneumonitis interstisial bronkiolosentrik serta
fibrosis dan granuloma nonkaseosa  t’btk
secara longgar dengan jumlah bervariasi.
Stop pajanan dini Mencegah bentuk fibrosis
kronik serius.
Limfosit predominan, tetapi sel plasma dan
histiosit juga ditemukan.
Akut: netrofil dalam jumlah bervariasi.
Kronis : fibrosis interstisium difus

3/19/2019 122
PNEUMONITIS HIPERSENSITIF
(ALERGIKA)

 Pneumonitis alergik ekstrinsik 


memperlihatkan peradangan
interstisium
3/19/2019 123
BEBERAPA PENYEBAB
PNEUMONITIS HIPERSENSITIVITAS

3/19/2019 124
Penyakit Interstisial
Berhubungan dengan Merokok

3/19/2019 125
Pneumonia Interstisial
Deskuamatif
 Ditandai  kumpulan sel-sel makrofag
berwarna coklat kotor (pada perokok) yang
berukuran besar dalam alveoli dengan
inflamasi interstisial ringan dan fibrosis
minimal.
 Emfisema sering ditemukan
 Th/ steroid atau penghentian merokok 
perbaikan

3/19/2019 126
Pneumonia Interstisial
Deskuamatif

Akumulasi
makrofag
dalam alveolus

3/19/2019 127
Penyakit Paru Interstisial
terkait bronkiolitis respiratorius

Timbulnya gejala paru ringan,


tetapi signifikan secara
berangsur-angsur dengan fungsi
dan foto paru yang abnormal.
Penghentian merokok 
perbaikan

3/19/2019 128
Proteinosis Alveoli Paru
(PAP)
 Kelainan langka, 3 bentuk:
1. PAP bentuk proteinosis alveoli paru 90% kasus 
Ab Anti GM-CSF (granulocyte-macrophage colony
stimulating factor)  gangguan pembersihan
surfaktan o/ sel-sel makrofag paru
2. PAP kongenital  bayi baru lahir & membawa k’†
dengan cepat
3. PAP sekunder  seseorg terpajan iritan debu/ zat
kimia / org dengan g3an kekebalan (imunosupresi)
3/19/2019 129
 Klinis: gangguan pernapasan, batuk-
batuk dan produksi sputum mengandung
gelatinosa
 Rö: opasifikasi paru difus
 Histologik: akumulasi material padat,
amorf serta bermuatan lipid dan
perwarnaan PAS / Periodic acid-Schiff (+)
dalam rongga2 intra alveoler. Eksudat
protein alveoler (+) t.u tdd surfaktan
granuler aseluler dan celah-celah
kolesterol 3/19/2019 130
PENYAKIT DENGAN
ETIOLOGI VASKULER

3/19/2019 131
Emboli, Perdarahan dan Infark Paru

 Oklusi a. pulmunolis  b’sft embolik;


trombosis in situ (jarang)  kerusakan alveoli
yang difus, hipertensi pulmonal & aterosklerosis
a. pulmonalis
vena-vena tungkai : sumber > 95% emboli paru,
dan prevalensi emboli paru berkorelasi dengan
predisposisi timbulnya trombosis tungkai.
Insidensi emboli paru berdsrkan otopsi (1%)
populasi umum dan 30% pasien rawat RS
dengan luka bakar berat, trauma, fraktur dan
kanker
3/19/2019 132
Emboli, Perdarahan dan Infark Paru
 Emboli besar (±5% emboli paru)  terperangkap
dalam a pulmonalis mayor atau bifurkasio a
pulmonalis (saddle embolus)  kematian seketika 
kolaps kardiovaskuler (kor pulmonale akut/gagal
jantung kanan)  efek sama pada emboli kecil
multipel/rekurens  gangguan hemodinamika
terjadi bukan o/ obstruksi vaskuler, tetapi 
vasokonstriksi refleks akibat agen2 spt tromboxan
A2.
 Emboli kecil (60-80% emboli paru)  bisa tanpa
gejala klinik, dapat menyebabkan nyeri dada
sepintas, kadang2 hemoptisis (perdarahan paru)
 Pasien gangguan sirkulasi pulmoner (gagal jantung)
 infark paru dgn manifestasi daerah2 nekrosis
perifer disertai perdarahan berbentuk baji.
3/19/2019 133
 Infark
hemoragik kecil
berbentuk baji
yang baru
terjadi di paru

Mikroskopik: tanda utama infark baru 


nekrosis koagulasi parenkim paru di daerah
perdarahan.
3/19/2019 134
A. Spesimen biopsi paru pasien dengan sindrom
perdarahan alveolus difus  tampak sejumlah
besar makrofag penuh hemosiderin dalam
alveolus dengan latar belakang septum yang
menebal.
B. Pewarnaan biru Prussia  jaringan dengan
hemosiderin intrasel 3/19/2019 135
 Emboli berukuran sedang (20-35% emboli paru) 
menyumbat a. pulmonalis perifer berukuran sedang 
perdarahan / infark
 Kadang-kadang emboli paru multipe dan kecil 
beban jantung kanan (kor pulmonale kronik) 
hipertensi pulmonal serta sklerosis vaskuler
 Diagnosis: sulit, >>> asimptomatik (silent)  65%
kasus terD/ pasca kematian.
 Tanpa th/ (asal pasien hidup)  perfusi membaik
dalam waktu 24 jam  fibrinolisis dan kontraksi
trombus  (bbrp minggu-bulan) embolus lisis
sepenuhnya/b’(-) jadi plak mural fibrosa  jaringan
parut fibrosa.
 Dgn D/ tepat & agen fibrinolitik  perbaikan
dipercepat & angka mortalitas b’(-) 5-10%
3/19/2019 136
HIPERTENSI PULMONAL

3/19/2019 137
HIPERTENSI PULMONAL
 K’↑ tekanan a pulmonalis  o/ p’↑ resistensi
vaskuler paru, terjadi akibat:
a. Penyakit paru interstisial/obstruktif kronik
b. Kelainan jantung kongenital atau didapat
disertai gagal jantung kiri
c. Emboli paru rekuren
d. Kelainan autoimun
 Hipertensi pulmonal primer (idiopatik) 
jarang, khusus wanita 20-40 tahun, umumnya
berlanjut  insufisiensi pernapasan berat, kor
pulmonale dan k’† dlm bbrp tahun.

3/19/2019 138
 Th/ pemberian vasodilator dan kadang2
transplantasi paru.
 P’sb sbgn besar kasus tidak diket, namun 50%
kasus familial dan 25% penyakit sporadik,
mutasi reseptor protein morfogenetik tulang
tipe 2 bersifat patogenik.
 HP Sekunder  disf/ dan cedera endotel (o/
agen kimia)  vasokonstriksi persisten 
hipertrofi tunika intima dan media serta p’↑
resistensi vaskular.

3/19/2019 139
PENYEBAB HIPERTENSI PULMONAL
& SKLEROSIS VASKULAR

3/19/2019 140
Morfologi:
1. Ateroma arteri elastik besar
2. Fibrosis tunika intima / hiperplasia tunika
media arteri muskuler sedang dan arteriol
yang lebih kecil
3. Arteriopati pleksogenik  tampak pada
hipertensi pulmonal primer dan sbgn anomali
kongenital kardiovaskuler
4. Sejumlah trombus terorganisir 
tromboemboli pulmoner rekuren sbg E/

3/19/2019 141
A B C
A. Arteri muskularis paru normal  media muskularis
dilapisi o/ lamina elastika interna (IEL) dan lamina
elastika eksterna (EEL)
B. Hiperplasia intima (panah), dan hipertrofi tunika
media (HP std ringan-sedang)  reversibel
C. HP derajat berat  lesi pleksiform  kerusakan
dinding arteri muskularis kecil (panah) membentuk
aneurisma (tekanan paru tinggi), disertai trombosis
sekunder dan rekanalisasi di segmen yang rusak.
3/19/2019 142
Sindrom Perdarahan Pulmoner Difus

3/19/2019 143
Sindrom Perdarahan Pulmoner Difus
 Perdarahan paru  komplikasi serius (khususnya
sindrom perdarahan pulmoner) :
1. Sindrom Goodpasture  pneumonitis interstisial
hemoragik nekrotikans dengan glomerulonefritis
progresif  E/ : autoantibodi vs Ag membran basalis
paru dan ginjal. >>> laki2 dan para perokok.
2. Hemosiderosis pulmoner idiopatik  langka, anak2,
disertai perdarahan alveoli difus intermiten,
responsif dgn th/ imunosupresi dan meninggalkan
endapan hemosiderin residual yang prominen dan
fibrosis beragam.
3. Perdarahan terkait vaskulitis  pada granulomatosis
Wegener, SLE & angiitis hipersensitivitas.
3/19/2019 144
Granulomatosis Wegener
Parenkim paru
mengalami konsolidasi
 tampak gambaran
peta (geographical
appearance), akibat
daerah-daerah
peradangan yang
ireguler, nekrosis dan
perdarahan

3/19/2019 145
INFEKSI PARU =
PNEUMONIA

3/19/2019 146
Infeksi Paru
 Pertahanan paru atau sistemik terganggu.
 Pertahanan paru: mekanisme nasal, trakeobronkial dan
alveoler utk menyaring, menetralkan dan membersikan
m.o serta partikel inhalan
 Patogenesis:
1. b’(-) rx batuk  aspirasi (koma, anestesia, efek obat)
2. Cedera aparatus mukosiliaris (inhalasi asap rokok)
3. B’(-) f/ fagositik / bakterisida sel makrofag alveoler
(pengguna alkohol, tembakau, toksisitas O2)
4. Edema / kongesti (gagal jantung kongestif)
5. Akumulasi sekret
6. Defek imunitas kongenital

 Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan agen penyebab


spesifik / klinis
3/19/2019 147
PERTAHANAN PEJAMU DI PARU

3/19/2019 148
Mekanisme Pertahanan Paru

3/19/2019 149
SINDROM PNEUMONIA

3/19/2019 150
3/19/2019 151
Pneumonia Akut Didapat

3/19/2019 152
Pneumonia Akut Didapat
Bersifat bakterial / viral
Infeksi baktrial : 2 pola morfologik yang saling
tumpang tindih (bronkopneumonia/BP &
pneumonia lobaris/PL)
Etiologi: m.o gram (+) & gram (-)  bergantung
virulensi bakteri dan resistensi hospes.
Berawal di bronkus dan alveolus sekitasnya pada 1
lobus.
Pneumonia lobularis lokal  bronkopneumonia
produksi eksudat bronkus  sputum purulen
3/19/2019 153
PNEUMONIA
 Infeksi paru yang dapat terjadi dalam beberapa
bentuk
 Klasifikasi berdasarkan kriteria:
1. lama  akut / kronik
2. Etiologi  bakteri, virus, jamur, protozoa
3. Lokasi lesi  alveolus / interstisium
4. Luas lesi  lobulus / lobus
 Secara umum  infeksi bakteri & jamur
ditandai oleh eksudat intra-alveolus, sedangkan
virus & Mycoplasma pneumoniae  pneumonia
interstisium 3/19/2019 154
Distribusi anatomik BP dan PL

3/19/2019 155
Diagram pneumonia bakteria
 Beberapa fase dan dapat
timbul sebagai
bronkopneumonia lokal
(pneumonia lobaris) atau
pneumonia lobaris difus.
 Pada awal alveolus
mengandung bakteri, cairan
edema dan bbrp netrofil 
eksudasi netrofil dalam
jumlah besah  konsolidasi
(hepatisasi kelabu)  pada
fase resolusi  eksudat
dibersihkan makrofag
penyapu dan dikeluarkan
dengan batuk atau diserap
kembali 3/19/2019 156
E/ Pneumonia Akut Didapat

3/19/2019 157
Etiologi
 Streptococcus pneumoniae atau pneumococcus
(tersering)  diplokokus gram (+) berbentuk lanset
dalam neutrofil
 Haemophilus influenzae  bakteri pleomorfik,
gram (-), berkapsul (6 serotipe) atau tidak
berkapsul (tidak bisa dittkan tipenya)  infeksi sal.
napas bawah dan meninggitis  bisa † anak2 dan
penyebab umum pneumonia orang dewas,
khususnya penderita COPD  tersedia vaksin
 Moraxella catarrhalis  pneumonia bakterial
manula, memperberat COPD, penyebab umum
otitis media anak2
3/19/2019 158
Etiologi
 Pneumonia Staphylococcus aureus  sering
menjadi komplikasi peny virus  & infeksi para
pemakai obat i.v.  infeksi m.o ini  abses &
empiema
 Klepsiella pneumonia  penyebab umum
pneumonia gram (-)  orang-orang k.u.buruk
(pecandu alkohol kronik)
 Pseudomonas aeruginosa  pasien kistik fibrosis
dan neutropenia
 Legionella pneumophilia  penyebaran via aerosol
 pneumonia berat pasien dengan g3an imunitas

3/19/2019 159
Morfologi
1. Bronkopneumonia  bercak-bercak konsolidasi
eksudatif parenkim paru. E/: stafilokokus,
pneumokokus, Haemophilus influenzae, Pseudomonas
aeruginosa, & bakteri koliformis. Makroskopik: paru
tampak daerah konsolidasi & supurasi terdispersi,
menonjol, bersifat fokal dan dapat diraba.
Mikroskopik: tampak eksudasi supuratif (neutrofilik)
akut mengisi saluran napas dan rongga udara, di
sekitar bronkus dan bronkiolus. Resolusieksudat
biasanya akan memulihkan struktur paru normal,
tetapi pemulihan disertai pembentukan jaringan parut
fibrosa atau agresif menghasilkan abses
3/19/2019 160
Morfologi Bronkopneumonia

A B C

A.Bronkus dan alveolus di sekitarnya terisi oleh leukosit PMN


B. Alveolus mengandung banyak leukosit PMN
C. Abses paru  bagian tengah rongga terisi bahan amorf
nekrotik (*) dan neutrofil
3/19/2019 161
2. Pneumonia lobaris
Morfologi
 sebagian besar
atau seluruh lobus Pneumonia lobaris
paru. E/:
pneumokokus
masuk ke paru lewat
saluran napas,
kadang2 infeksi m.o
lain (K.pneumoniae,
stafilokokus, Semua alveolus terisi
streptokokus, leukosit PMN dan fibrin
H.influenzae) 3/19/2019 162
Morfologi

Tanda utama histologik pneumonia


akut, tanpa memandang E/ dan
distribusi anatomik  neutrofil
dalam rongga alveolus  disertai
Makroskopik pneumonia kongesti kapiler septum dan
lobaris  hepatisasi abu- eksudat fibrinosa  akibat p’↑
abu. Lobus bawah  permeabilitas kapiler 
konsolidasi yang merata fibrinopurulen rongga alveolus
3/19/2019 163
Rö PNEUMONIA

3/19/2019 164
Stadium penyakit
1. Kongesti  mendominasi gambaran klinis 24 jam
pertama
2. Hepatisasi merah (konsolidasi)  tampak
jaringan paru dengan eksudat konfluen dari sel-
sel netrofil dan sel darah merah  makroskopik
merah, kenyal dan mirip hati
3. Hepatisasi kelabu  setelah sel darah merah
terurai sementara eksudat fibrinosupuratif tersisa
tetap bertahan  makroskopik coklat-kelabu
4. Resolusi  std akhir degradasi enzimatik &
seluler dibersihan  struktur yang normal akan
pulih kembali
3/19/2019 165
Pneumonia yang mengalami organisasi

alveolus mengandung
fibrin dan jaringan
granulasi

3/19/2019 166
Komplikasi

 Pembentukan abses
 Empiema  penyebaran infeksi ke
dalam rongga pleura
 Pengorganisasian eksudat  jaringan
parut fibrotik
 Bakteremia & sepsis  infeksi organ
tubuh lain
3/19/2019 167
Pneumonia Atipikal Didapat

3/19/2019 168
Pneumonia Atipikal Didapat
(pneumonia virus & mikoplasma)
 Infeksi virus (v. influenza A atau B, v.
sinsitial respiratorik, adenovirus,
rhinovirus, herpes simplex,
cytomegalovirus) atau Mycoplasma
pneumoniae  kelainan sal.napas atas
ringan s/d sal.napas bawah berat

3/19/2019 169
Pneumonia virus

 Kerusakan sel-sel alveolus (lesi primer)  sebukan sel-


sel radang MN terbatas di septum alveolus  alveolus
mengandung epitel rusak dan makrofag  edema
intra-alveolus  membran hialin secara fokal
3/19/2019 170
Morfologi
 Dapat terlihat pneumonitis interstisial dominan 
dinding alveoli edematosa melebar, berisi infiltrat
sel-sel radang MN
 Membran hialin  kerusakan alveoli difus
 Infeksi bakteri tumpang tindih
 Virus tertentu  nekrosis epitelium bronkus /
alveoli pada infeksi berat (herpes simpleks,
adenovirus, varisela); pada sebagian kasus 
perubahan sitopatik khas (sitomegali dan inklusi
nuklear pada infeksi sitomegalovirus /CMV)

3/19/2019 171
Pneumonia virus

Dinding alveolus
yang menebal
disebuk oleh
banyak lekosit
MN

3/19/2019 172
Pneumonia virus

A B C
A. Infiltrat terutama terletak di daerah interstisium  alveolus
mengandung cairan edeman berprotein dan membran hialin.
B. Gambar septum alveolus dengan pembesaran lebih kuat 
alveolus tampak melebar dan disebuk oleh limfosit dan
makrofag cairan edema terwarnai dengan eosin
(mengandung konsentrasi protein tinggi)
C. Sitomegalovirus dalam sel alveolus yang mengalami
deskuamasi dikelilingi oleh darah. 3/19/2019 173
Infeksi sitomegalovirus paru  tampak
badan inklusi khas di nukleus (jelas) dan
sitoplasma (batas tidak jelas)

3/19/2019 174
Pneumonia Pneumocystis carinii

3/19/2019 175
Pneumonia Pneumocystis carinii
 Penyulit yang sering terjadi pada AIDS, tapi dapat
timbul juga pada berbagai kelainan yang ditandai 
imunosupresi dan p’↓ daya tahan yang parah.
 Parasit ini daya invasinya rendah & tetap berada
dalam alveolus  eksudat kaya protein tampak
berbusa.
 Kista sporozoit Pneumocystis carinii  ditemukan
dalam eksudat (pewarnaan imprenasi perak/ IHK)
 Respon peradang infeksi tdd: limfosit, sel plasma dan
makrofag terbatas di septum alveolus
 Pada pasien AIDS parah  respon peradangan ini
sangat lemah / tidak ada

3/19/2019 176
Pneumonia Pneumocystis carinii

A. Alveolus terisi oleh eksudat berbusa, kaya protein


B. Kista Pneumocystis carinii dalam eksudat diwarnai
dengan perak dan tampak hitam
3/19/2019 177
Pneumonia pneumocystic
Alveolus terisi oleh eksudat berbusa “cotton candy” khas
(kiri)
Pewarnaan GMS  tampak dinding kista berbentuk
cangkir di dalam eksudat (kanan)

3/19/2019 178
Severe Acute Respiratory Syndrom
(SARS)

3/19/2019 179
SARS
 Pertama muncul di Cina (Nov’2002)
 1/3 pasien sembuh, sisanya memburuk
 penyakit respiratorik berat dan ±
10% †
 E/: coronavirus  via sekret pernapasan
terinfeksi
 Paru pasien SARS  kerusakan alveoli
difus dengan sel-sel raksasan
multinuklear, virus tampak dengan ME.
3/19/2019 180
Pneumonia Nosokomial

3/19/2019 181
Pneumonia Nosokomial
 Infeksi yang didapat selama dirawat di
RS
 Terjadi pada pasien dengan penyakit
dasar berat atau dengan pemakaian
alat invasif  komplikasi serius yang
bisa †
 Gram negatif (enterobacteriaceae &
Pseudomonas aeruginosa) serta S.
aureus  isolat tersering ditemukan
3/19/2019 182
Pneumonia Aspirasi

3/19/2019 183
Pneumonia Aspirasi
 Terjadi pada pasien dengan k.u sangat buruk
atau tidak sadar (koma)
 Sbgn  pneumonia kimia (asam lambung)
dan sbgn pneumonia bakterial (campuran
dengan flora oral)
 Pneumonia jenis ini  sering nekrosis,
memperlihatkan perjalanan fulminan dan
sering †, bagi yang bertahan hidup  abses
paru

3/19/2019 184
Abses Paru

3/19/2019 185
Abses Paru
 Infeksi  nekrosis supuratif lokal jaringan paru
 M.o : staf., streps, s’jlh kuman gram (-) dan anaerob
 Etiologi:
1. Aspirasi material  infeksi (bedah orofaring, aspirasi
sekunder/koma, obat2an, anestesia, kejang)  paru
kanan (bronkus kanan > vertikal)
2. Infeksi bakteri primer yang mendahului
3. Emboli septik  trombus t’infeksi/vegetasi katup jantung
kanan
4. Tumor yang bersifat obstruktif
5. Luka tusuk langsung
6. Penyebaran infeksi dari organ2 didekatnya

 Komplikasi: perluasan infeksi ke rongga pleura,


perdarahan, embolisasi septik dan amiloidosis sekunder
3/19/2019 186
Morfologi
 Jumlah dan ukuran abses bervariasi
(tunggal-multipel)
 Abses mengandung berbagai campuran
pus dan udara, tergantung drainase yang
terjadi lewat saluran napas.
 Mikroskopik: s/d bbrp cm
 Abses kronik  dibungkus dinding
fibrosa reaktif
3/19/2019 187
Abses paru

3/19/2019 188
Pneumonia kronik

3/19/2019 189
Pneumonia kronik
Khas inflamasi granulomatosa terlokalisir pada
pasien imunokompeten, dengan atau tanpa
kelainan limfonodi
Pada pasien imunitas terganggu  menyebar.
Tidak sempurna proses penyembuhan setelah
cedera paru akut (mis. Pneumonia bakteri dan
virus, ARDS, cedera toksik atau peny paru
idiopatik

3/19/2019 190
Pneumonia
kronik
A. Paru normal
B. Pneumonia
interstisium biasa 
terdapat >>> fibroblas
& fibrosis interstisium
yg disebuk limfosit &
makrofag  alveolus dilapisi pneumosit tipe II yang m↑
C. Pneumonia deskuamatif  alveolus mengandung >>>
makrofag
D. Pneumonia interstisium limfositik  septum interstisium
disebuk limfosit
3/19/2019 191
Fibrosis paru kronik

Arsitektur paru
normal telah lenyap
 dinding alveolus
mengalami distorsi
oleh jaringan fibrosa

3/19/2019 192
Tuberkulosis

3/19/2019 193
Tuberkulosis
 Infeksi Mycobacterium tuberculosis (tersering)
 Infeksi berasal sbg peradangan paru lokal yang
meluas ke kelenjar limfe bronkus (kompleks Ghon)
 Infeksi ditandai  granuloma nekrotikans
(granulomakaseosa)  penampakan seperti keju.
 Granuloma mengandung M. tuberkulosis  dapat
sembuh  jaingan fibrosis.
 Granuloma cenderung menyatu  merusak
parenkim  rongga besar (tuberkulosis
kavernosa), dengan dinding berjaringan fibrosa
 Granuloma sembuh  kalsifikasi
3/19/2019 194
Tuberkulosis
 Penyebaran luas M. tuberkulosis  via
sirkulasi limfe dan darah atau melalui
jalan napas  terbentuk >>> nodus kecil
(biji padi)  tuberkulosis miliaris.
 Nodus serupa dengan gambaran
histologik granuloma primer pada
kompleks Ghon, mungkin tampak
nekrosis luas dengan sedikit respons
peradangan.
3/19/2019 195
Tuberkulosis

Tuberkulosis primer terdiri dari fokus Ghon.


Tuberkulosis sekunder mungkin muncul dlm bbrp btk
3/19/2019 196
NRAMP-1 (natural resistance-associatede Macrophage protein-1)
iNOS (inducible nitric oxide synthase) 3/19/2019 197
3/19/2019 198
makroskopis

3/19/2019 199
Mikroskopik Tuberkulosis paru

A B C D
A.Granuloma pada tuberkulosis dini  nekrosis luas
B. M. tuberculosis  batang-batang berwarna merah
(Pewarnaan Ziehl-Neelsen)
C. Jaringan parut fibrotik di dinding kavitas tuberkulosis
terdiri dari fibroblas, kolagen dan beberapa sel raksasa
Langerhans
D.Dinding Kavitas tuberkulosis mengandung fokus
kalsifikasi menggantikan granuloma kaseosa
3/19/2019 200
Infeksi jamur

3/19/2019 201
A. KANDIDIASIS
INVASIF  pasien
gangguan kekebalan
 fungus dalam
dinding pembuluh
darah paru.
B. D/ Kandidiasis
ditegakkan  tampak
pseudohifa khas dan
balstokonidia (ragi
bertunas) di potongan
jaringan atau eksudat
C. Aspergilosis invasif pasien penerima cangkok sumsum tulang
D. Pewarnaan Gomori methenamine-silver (GMS)  tampak hifa
bersekat dengan cabang-cabang sudut lancip  gambaran
konsisten dengan Aspergillus  kadang2 dengan fruiting bodies
(inset)  jika tumbuh di bgn yang >>> udara
3/19/2019 202
E. Kriptokokosis paru pasien dengan AIDS  bentuk ragi
memperlihatkan variasi dalam ukuran: tidak seperti pada
kandidiasis  tidak ditemukan pseudohifa. Pada HE  kapsul tidak
terlihat secara langsung tapi dapat ditemukan “halo” jernih di
sekeliling masing-masing jamur mencerminkan daerah yang
ditempati oleh kapsul.
F. Histoplasmosis diseminata pasien AIDS. Histoplasma capsulatum 
jamur dimorfik dan membentuk ragi pada suhu tubuh  dgn GMS
jamur terlihat dalam makrofag dan lebih kecil serta berukuran lebih
seragam dibandingkan Cryptococcus. 3/19/2019 203
G. Koksidioidomikosis paru. C. immitis memicu respon
granulomatosa yang mirip tuberkulosis pada individu
imunokompeten (perhatikan limfosit histiosit gemuk dan sel
raksasa). Funggus terdapat di sisi kiri lapangan pemeriksaan. Inset
memperlihatkan sferul C.immitis yang berdinding tebal dan tidak
bertunas serta terisi oleh endospora.
H. Blastomikosis paru  memicu respons granulomatosa pejamu
imunokompeten. Inset memperlihatkan pola pembentukan tunas
yang “berpangkal lebar” khas pada Blastomyces
3/19/2019 204
TUMOR SISTEM RESPIRASI

3/19/2019 205
Tumor Traktus Respiratorius
Atas
 Jinak
- Epitel: papilloma
- Jar. Penyambung: hemangioma,
angiofibroma
 Ganas
- terutama: SCC, sering di laring
- KNF
- Adeno ca

206
NEOPLASIA/TUMOR St.
Pernafasan
UPPER RT Nasopharyngeal carcinoma - Larynx
LOWER RT / LUNG Non-small cell lung carcinoma
(Squamous cell carcinoma,
Adenocarcinoma/Bronchioloalveolar
carcinoma) Small cell carcinoma -
Pancoast tumor - Solitary pulmonary
nodule
Squamous cell carcinoma
OTHER MEDIASTINAL Heart (Primary, Myxoma,
TUMORS Rhabdomyoma, Lipoma)
Thymus/Thymoma
3/19/2019 207
Karsinoma laring

 2% dari keseluruhan kanker


 ♂ : ♀ = 7 :1
 > 40 th
 rokok, alkohol, asbestos
 95% jenis SCC (Squamous cell
carcinoma)

208
A. Karsinoma laring. Lesi yang besar, ulserasi, fungating melibatkan pita
suara dan sinus piriformis. B, Histologi: SCC laring.
209
Karsinoma sel skuamosa laring
(tanda panah) yang timbul di lokasi
supraglotis
3/19/2019 210
Diagrammatic comparison of a benign papilloma and an
exophytic carcinoma of the larynx to highlight their quite
different appearances.

211
Karsinoma Nasofaring (KNF)

212
KNF

 KNF unik: - etiologi


- distribusi endemik
- etnik & daerah

resiko penyakit
insiden yang berbeda secara geografis &
etnik berhubungan dengan EBV

213
KNF
 Global, tahun 2000: 65.000 kasus baru
& 38.000 †
 Insiden jarang di beberapa negara:
Amerika 1-2 kasus/ 100.000 ♂ & 0,4
kasus/100.00 ♀
 Insiden tinggi pada kelompok etnik
tertentu
 Insiden tertinggi: Cina bagian Selatan >
50/100.000
214
 Indonesia (2003): KNF urutan 1 dari semua
tumor ganas primer pada ♂, urutan 8 pada ♀
 Data Lab PA FKUA, RSUP Dr. M. Djamil, 2006-
2008: 45 kasus KNF di wilayah propinsi
Sumbar
 ♂>♀
 Semua umur, puncak umur 40-60 tahun
 Tidak ada gejala spesifik
 > 70% kasus: limfadenopati servikal

215
Klasifikasi Karsinoma Nasofaring
WHO-1 : Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

216
WHO-2 : Nonkeratinizing Carcinoma

217
WHO-3 : Undifferentiated Carcinoma

218
 Faktor etiologi utama:
- infeksi EBV
- kerentanan genetik
- lingkungan

219
Tumor Paru
 Benign / Malignant
 90-95%: carsinoma
 5%: carcinoid
 2-5%: mesenchym dan neoplasma
lainnya
 Kanker terbanyak dan termasuk yg
paling mematikan
 Pada ♂ : 85-90% berhubungan dg
merokok (♀ 47%)
 Insiden: usia 40-70 th, puncak 50-60th
220
Kanker paru

3/19/2019 221
 Sebagian besar tumor bersifat bronkogenik, tdd sel-
sel epitel bronkus normal atau yang mengalami
perubahan patologi. Karsinoma sel skuamosa
bersesuaian dengan fokus metaplasia mukoid pada
mukosa bronkus dan sel-sel membentuk kelenjar
bronkus. Karsinoma sel kecil (oat cell carcinoma) dan
Tumor karsinoid tdd sel-sel neuroendokrin.
Karsinoma bronkiolalveolar mungkin berasal dari sel-
sel di bronkiolus. Sel-sel neoplastik tumbuh ke
dalam alveolus dan melapisi rongga udara terminal.
Mesotelioma  tumor bifasik tdd sel-sel subfpleura
fibroblastik dan sel-sel mirip dengan sel mesotel
permukaan pleura yang mirip dengan epitel
3/19/2019 222
Etiologi dan Patogenesis
 Akumulasi abnormalitas genetik:
Epitel bronkhus normal  neoplasma
A. Merokok
 Merokok  kanker paru
 Jumlah rokok/hari
 Cara merokok  inhalasi
 Lamanya merokok
 Terjadi perubahan histologik epitel yang melapisi trakt.
respirasi pada perokok (Pada SCC: Sq metap  sq displ  ca
in situ  ca invasive)
 > 1200 substansi dlm asap rokok  potensial karsinogen
(polyciclic aromatic hydrocarbon (benzopyrene) inisiator;
derivat phenol  promotor; zat radio aktif lain (polonium
210, carbon 14, potasium-40): kontaminant (arsen, nikel)
223
B. Industri
 Radiasi ionisasi dosis tinggi
 Uranium  non smoker 4x
 smoker 10 x
 Asbestos (masa laten 10-30 tahun)
 non smoker 5x
 smoker 50-90x
C. Polusi udara
 Polutant atmosfer
 Radon  dosis tinggi  tambang
 dosis rendah  indoor exposure

224
225
D. Molecular genetics
 Paparan terhadap agen tsb  perubahan genetik
pada sel-sel paru  akumulasi  fenotip neoplastik
 Onkogen:
- c-MYC  small cell
- K-RAS  non small cell  late
- EGFR
- HER-2/neu

 Gen supresor tumor


- mutasi p53  small/non small cell
- mutasi RB  small cell
- mutasi p16  non small cell
- multiple loci pada kromosom 3p  early
226
E. Predisposisi genetik
 Polimorfisme pada cytochrome P-450
gene CYP1A1
F. Lesi prekursor
1. squamous dysplasia & ca in situ
2. atypical adenomatous hyperplasia
3. diffuse idiopathic pulmonary
neuroendocrine cell hyperplasia

227
Manifestasi Klinis
 Batuk (80% kasus): infeksi distal sal nafas
tersumbat oleh tumor
 Hemoptisis (70% kasus): ulserasi tumor pada
bronkhus
 Sesak nafas (60% kasus): ekstensi lokal
tumor
 Nyeri dada (40% kasus): mengenai pleura &
dinding dada
 Wheezing (15% kasus): penyempitan sal
nafas
228
229
Klasifikasi
Penting  pengobatan
 dasar penelitian epidemiologi
dan biologi
Secara garis besar
1. Squamous cell carcinoma (25% -
40%)
2. Adenocarcinoma (25% - 40%)
3. Small cell carcinoma (20% - 25%)
4. Large cell carcinoma (10% - 15%)
230
KLASIFIKASI HISTOLOGIK
KARSINOMA BRONKOGENIK DAN
PERKIRAAN INSIDENSI

3/19/2019 231
232
 Dalam 2 dekade terakhir insiden Adeno Ca ↑
 perubahan tipe cigaret (filter tipis, kadar
tar dan nikotin ↓  perokok menghirup lebih
dalam  saluran nafas &sel-sel respirasi bag.
perifer
 Secara Klinis:
1. Small cell ca
- sering bermetastasis
- High initial respons to chemotherapy
2. Non small cell ca
- jarang bermetastasis
- kurang respon terhadap kemoterapi

233
Morfologi
 Sekitar hilus
 ¾ lesi  bronkhus 1-2-3
 Adeno ca  bronkhiolus terminalis / epitel
alveoli
 SCC: mulai sebagai daerah displasia 
insitu  selang beberapa waktu 
penebalan mukosa daerah kecil (<1cm2)
 erosi epitel / massa tak teratur menjadi
massa intra luminal

234
Lesi prekursor SCC  (A). hiperplasia sel basal (B) metaplasia skuamosa (C)
displasia skuamosa (D) kekacauan epitel skuamosa  hilangnya polaritas nukleus,
hiperkromasia nukleus, pleomorfisme & gambaran mitotik; Displasia ringan –
berat. Karsinoma in situ/CIS (E) stadium sesaat sebelum karsinoma skuamosa
invasif (F) kanker invasif 235
 SCC
Bisa menembus dinding bronkhus 
menginfiltrasi sepanjang jar.
peribronkhial  carina / mediastinum
Massa tumor: - putih abu-abu
- padat / keras
Bisa ada perdarahan/nekrosis (putih
kekuningan & lunak)
Kadang – kadang  cavitasi

236
SCC  berawal sebagai masa sentral (hilus) dan tumbuh
ke dalam parenkim perifer di sekitarnya. Tidak jarang SCC
mengalami nekrosis kavitatorik sewaktu menyebar di
dalam paru 237
 Erosi epitel  pemeriksaan sitologi
 sputum
 broncho alveolar lavage fluid
 FNAB
 Penyebaran tumor
- lokal
- jauh: melalui jalur limfogen / hematogen

238
239
 Kanker paru menyebar luas ke seluruh
tubuh dalam stadium dini kecuali SCC.
 Sering gejala metastasis merupakan
manifestasi klinis pertama.
 Lokasi metastasis :
- Adrenal: (50%)
- Hati : ( 30-50%)
- Otak : (20%)
- Tulang : (20%)
240
SQUAMOUS CELL CARCINOMA
 >> ♂, merokok
 Cendrung: centrally in major bronchi
 Histologi
 Karakteristik  Keratinisasi dan / atau Jembatan
Interseluler
 Keratinisasi: horn pearl / Individual cell
 Well, moderate, poorly differentiated
 Mutasi gen p53, Rb,
 CDK inhibitor P16,  tidak aktif  65% tumor
 Overekspresi EGFR, tapi jarang mutasi  80%
 Overekspresi HER2/ neu  30 %
241
Squamous Cell Carcinoma

Karsinoma (bawah) berasal dari epitel bronkus


yang mengalami metaplasia
242
ADENOCARCINOMA
 Lesi di perifer,smaller
 >>♀, nonsmoker
 Well diff, glandular, papillary, solid + musin sedikit
 80%  mengandung musin
 Tumbuh lambat (dibanding SCC)
 Metastasis cepat, luas
 Daerah sikatriks
 Dibanding SCC / small cell (98%) lebih sedikit berhub
dgn merokok
 Mutasi K-RAS mutasi
 Inaktivasi dan mutasi p53, RB, p16

243
ADENOCARCINOMA

 Tumor paru perifer


berasal dari jaringan
parut subpleura 
struktur kelenjar
neoplastik terbungkus
dalam stroma
jaringan ikat

3/19/2019 244
Adenocarcinoma
245
EVOLUSI ADENOKARSINOMA PARU PERIFER

A. Lesi kecil berbatas tegas (hiperplasia adenomatosa


atipikal/HAA)  panah.
B. Berkembang menjadi karsinoma bronkoalveolus
/KBA fase in situ yang tumbuh sepanjang struktur
dan tidak invasi ke stroma
C. Adenoma invasif disertai invasi stroma dan kerusakan
parenkin
3/19/2019 246
VARIAN BRONCHIOLOALVEOLAR CARCINOMA

 Terminal daerah bronkhioloalveolar


 1%-9% dari kanker paru
 Perifer  lebih sering multipel nodule, 
menyatu  menyerupai konsolidasi
pnemonia
 mucinous / gray translucent / solid putih
abu-abu
 Ok tumor tidak melibatkan bronkhus
utama, atelektasis dan emfisema
jarang
247
 Histologis : Cara Tumbuh “Lepidic” ,
butterflies sitting on a fence
tumbuh tanpa mendestruksi struktur alveolar
 Subtipe non mucinous : sel epitel columnar /
cuboidal, jarang menyebar  terapi operasi
 Subtipe mucinous  sel epitel torak tinggi
dengan musin sitoplasmik dan intra-alveolar,
tumbuh sepanjang septa alveolar, menyebar
 sukar operasi
 Adeno ca bisa berasal dari atypical
adenomatous hyperplasia 
bronchioloalveolar carcinoma
248
249
Karsinoma bronkioalveolus

Sel-sel tumor neoplastik melapisi alveolus


yang mengandung cairan berprotein

Bronchioloalveolar carcinoma 250


Bronchioloalveolar carinoma, mucinous
251
SMALL CELL CARSINOMA
 Highly malignant, high grade
 Paling agresif dari semua kanker paru
 Metastasis luas
 ≠ Surgery
 Hubungan erat merokok / 1% non smoker
 Bronkhus utama/perifer
 Mutasi p53 (50%-80%) dan RB (80%-100%)
 BCL2 ↑ (anti-apoptotic gene)
 BAX ↓ (pro-apoptotic gene)

252
MIKROSKOPIK:
 Sel kecil, sitoplasma sedikit, batas sel tidak
tegas, bentuk sel bulat, oval,spindle,
kromatin inti bergranul halus (salt and pepper
pattern)
 Nukleoli tidak ada / tidak banyak
 Nuclear molding
 Ukuran sel < small resting lymphocyte
 Gland / squamous (-)
 Necrosis (+)
Diduga berasal dari neuroendocrin progenitor
cells (neuro endocrin marker positive, seperti:
chromogranin, synaptophysin)
253
254
*

Karsinoma sel kecil (oat cell carcinoma)  tumor tdd sel-


sel kecil yang intinya memanjang  inti tampak bunder
pada potongan melintang. Sel-sel tumor memiliki hanya
sedikit sitoplasma dan sering terdapat fokus-fokus
nekrosis (*)
255
Karsinoma paru sel kecil
A.Sarang dan genjel sel bulat sampai poligonal dengan
sedikit sitoplasma, kromatin granular, dan nukleolus
yang tidak jelas  perhatikan gambaran mitotik di
tengah.
B. Preparat sitologik  tampak terlipatnya nukleus sel
berdekatan (tanda panah) 256
LARGE CELL CARCINOMA
 Undifferentiated
 Sel dg inti besar, nukleoli nyata,
sitoplasma sedang

Karsinoma sel besar tidak berdiferensiasi 


tumor tdd sel-sel besar yang tersusun tanpa
pola spesifik
257
258
 Combined ca
+ 10% dr semua ca paru:
kombinasi 2/> dr tipe di atas

259
260
CARCINOID TUMOR
 1% - 5% dr keseluruhan tumor paru
 Usia < 40 th, ♂ ≈♀,
 20% - 40% pasien: nonsmoker
 Low grade malignant epithelial neoplasm:
- typical: mitosis < 2 / mm², nekrosis (-)
- atypical: mitosis 2-10 / mm², nekrosis (+)

261
A, Bronchial carcinoid growing as a spherical, pale mass (arrow) protruding into the
lumen of the bronchus. B, Histologic appearance of bronchial carcinoid,
demonstratinng small, rounded, uniform cells.

Karsinoid  tumor tdd sel-sel uniform dengan inti


bulat dan tersusun dalam sarang-sarang berbatas
tegas yang dikelilingi oleh sedikit stroma 262
TUMOR METASTASIS

Numerous
metastases
from a renal
cell carcinoma

263
MALIGNANT MESOTHELIOMA
 Asal : pleura viseral / parietal
 Asbestos
 Periode laten 25 – 45 tahun
 Lesi yg difus, meluas pada rongga pleura,
efusi pleura ekstensif
 Campuran 2 tipe sel: sel epitel & sel stroma
 Epithelioid type & sarcomatoid type
 Epithelioid mesothelioma dd/ adeno ca paru
 Gold standard of diagnosis: electron
microscopy
264
Ultrastructural features of pulmonary adenocarcinoma (A), characterized by short, plump
microvilli, contrasted with those of mesothelioma (B), in which microvilli are
numerous, long, and slender 265
Mesotelioma maligna
Perhatikan tumor pleura yang tebal, padat, putih
dan membungkus paru yang telah dibelah.
266
A, Malignant mesothelioma, epithelial type. B,
Malignant mesothelioma, mixed type, stained for
calretinin (immunoper-oxidase method). The epithelial
component is
strongly positive (dark brown), while the sarcomatoid
component is less so.
267
MESOTELIOMA
A.Epitel terdiri dari sel-sel
kolumnar yang melapisi
ruang-ruang jaringan dan
membentuk tonjolan
A papilar

B. Mesotelioma bifasik
terdiri dari sel-sel
berbentuk kumparan dan
sel epitel gepeng yang
melapisi celah-celah
jaringan
B
3/19/2019 268
 Gejala klinis:
- nyeri dada
- sesak nafas
- efusi pleura berulang

269
270

Anda mungkin juga menyukai