Anda di halaman 1dari 30

Beberapa istilah dalam spektrometri UV-tampak

Kromofor: Gugus tak jenuh kovalen yang bertanggungjawab terhadap terjadinya peristiwa absorpsi radiasi oleh

molekul (contoh: C=C, C=O dan NO2).

Auxokrom: Suatu gugus jenuh yang apabila terikat pada kromofor dapat menyebabkan perubahan panjang

gelombang dan intensitas absorbansi maksimum molekul (contoh: -OH, -NH2 dan –Cl).

Pergeseran batokromik: Pergeseran absorpsi molekul ke panjang gelombang yang lebih tinggi akibat sustitusi suatu

auxokrom atau karena pengaruh solven. Istilah ini sering juga disebut dengan red-shift.

Pergeseran hipsokromik: Pergeseran absorpsi molekul ke panjang gelombang yang lebih rendah akibat sustitusi

suatu auxokrom atau karena pengaruh solven. Istilah ini sering juga disebut dengan blue-shift.

Efek hiperkromik: kenaikan intensitas absorpsi molekul terhadap radiasi.

Efek hipokromik: Penurunan intensitas absorpsi molekul terhadap radiasi.


Analisis Kualitatif (1)
Serapan sinar UV/Vis ditentukan oleh (Shimadzu, 4.4.1)
- Kromofor : gugus fungsional yang menyerap sinar
a.l : >C=C<, >C=O, -N=N-, -N=O, ← mempunyai multiplet
bonding (Shimadzu,4.4.1)
-NO2, -C=C- (Miller,154)

Kromofor biasanya mengandung “ bond” (Miller,153)


- Ausokrom : gugus fungsional yang tidak mempunyai serapan
a.l : -OH, -NH2, -SH (dan ← punya pasangan elektron yang tidak
derivatnya), dan terikat (Shimadzu,4.4.1)
beberapa halogen (Dyer,11)
Jika terikat dengan kromofor, gugus ini biasanya menyebabkan pergeseran serapan ke
arah  yang lebih besar dan meningkatkan intensitas puncak serapan (Dyer,10-11)

2
Pergeseran batokromik : Pergeseran absorpsi molekul ke panjang gelombang yang lebih tinggi akibat sustitusi suatu
auxokrom atau karena pengaruh solven. Istilah ini sering juga disebut dengan red-shift.
Pergeseran hipsokromik: Pergeseran absorpsi molekul ke panjang gelombang yang lebih rendah
akibat sustitusi suatu auxokrom atau karena pengaruh solven. Istilah ini sering juga disebut
dengan blue-shift.
Pergeseran hipsokromik: Pergeseran absorpsi molekul ke panjang gelombang yang lebih rendah
akibat sustitusi suatu auxokrom atau karena pengaruh solven. Istilah ini sering juga disebut
dengan blue-shift.
EFEK PELARUT
Transisi π → π*
Prinsip Frank-Condon menyatakan bahwa selama transisi elektronik atom-atom tidak bergerak. Walaupun demikian,
elektron-elektron, termasuk di dalamnya molekul pelarut dapat mengalami perubahan. Hasil transisi yang paling mungkin
dalam keadaan tereksitasi adalah polar dibandingkan pada keadaan dasar; interaksi dipol-dipol dengan molekul pelarut
akan terjadi, dengan demikian energi transisi pada keadaan tereksitasi lebih rendah dari pada keadaan dasar, sehingga
menghasilkan pergeseran λ ke yang lebih besar. Transisi ini umumnya digambarkan dengan ikatan valensi di mana pada
keadaan dasar tidak terjadi pemisahan muatan sedangkan pada keadaan tereksitasi terjadi dipol.

Dalam pelarut yang polar, keadaan tereksitasi (π*) akan terstabilkan, dengan demikian energi transisi akan lebih kecil dan
panjang gelombang serapan akan lebih besar (pergeseran merah). Contoh, larutan etanol memberikan panjang gelombang
maksimum yang lebih besar (10-20 nm) dari pada larutan heksana.
Transisi n → π*
Pengaruh pelarut menyebabkan penurunan kemampuan pelarut untuk
membentuk ikatan hidrogen dengan unsur yang memiliki elektron sunyi pada
keadaan tereksitasi. Dengan kata lain pada pelarut polar, elektron sunyi (n) pada
keadaan dasar akan lebih terstabilkan dari pada keadaan tereksitasi karena
mudah membentuk ikatan hidrogen, dengan demikian energi transisi akan lebih
besar, panjang gelombang serapan akan lebih pendek (pergeseran biru). Contoh,
aseton dalam larutan heksana akan memberikan serapan maksimum pada λ 279
nm sedangkan dalam larutan air memberikan serapan maksimum pada λ 264,5.
SOLVENT EFFECTS
-Senyawa yang mengandung baik elektron π dan n mungkin memberikan dua absorsi
maksimum dengan perubahan pada kepolaran pelarut

-transisi π → π* absorb ~ 10x lebih kuat daripada


transisi n → π*

- Transisi n → π* terjadi pada panjang gelombang lebih besar dari π → π*

- Senyawa tersebut akan memberikan dua puncak karakteristik dalam senyawa non
polar seperti heksana

- Dua puncak akan saling bergeser lebih dekat dalam pelarut polar dan pelarut dengan
ikatan hidrogen seperti etanol
Efek multikromofor pada absorpsi
• Semakin banyak kromofor pada molekul yang sama
menyebabkan efek batokromik (bergeser ke  lebih besar) dan
efek hiperkromik (kenaikan intensitas)

• Pada kromofor yang berkonjugasi elektron  terdelokalisasi pada


sejumlah besar atom menyebabkan berkurangnya energi transisi
 → * dan meningkatnya  disebabkan oleh meningkatnya
probabilitas transisi.
Pada umumnya, transisi yang paling mungkin adalah
transisi dari orbital molekul terhuni tertinggi (HOMO) ke
orbital molekul kosong terendah (LUMO).
HOMO : highest occupied molecular orbital (orbital molekul terhuni tertinggi)
LUMO : lowest unoccupied molecular orbital (orbital molekul kosong terendah)
Conjugated compounds: common in nature
 Extended conjugation leads to absorption of visible light, producing color

Conjugated hydrocarbon with many double bonds = polyenes


Lycopene is a conjugated polyene responsible for red color in tomatoes

25
Karena elektron pi sebagian besarnya terikat bebas pada suatu
senyawa organik, spektroskopi UV memberikan banyak
informasi tentang derajat ketidakjenuhan pada suatu molekul.
Transisi “allowed” dan transisi “forbidden”

Hasil perlakuan statistika matematik terhadap tingkat energi suatu sistem orbital menyarankan adanya dua

kemungkinan untuk terjadinya transisi:

(1) Transisi yang secara statistik diperkenankan (Allowed transition )

Absorpsi dari transisi elektronik jenis ini biasanya sangat kuat dan mempunyai harga absorptivitas molar (e) >

10.000.

(2) Transisi yang secara statistik probabilitasnya nol (Forbidden transition )

Transisi ini secara statistik diharapkan tidak pernah terjadi, tetapi secara praktis kenyataannya sering terjadi.

Absorpsi yang dihasilkan biasanya merupakan pita lemah dengan harga e jarang melebihi 1.000.

Contoh transisi jenis ini adalah transisi-transisi d – d* untuk logam-logam transisi, n-p* untuk gugus karbonil (280

nm), p-p* untuk senyawa aromatis (230 – 330 nm).

Anda mungkin juga menyukai