Anda di halaman 1dari 53

TUTORIAL KLINIK

TRAUMA UROLOGI

Padit Sunawan
Putri Kusuma Wardani
Yhoaninda Nurul Ilmi
TRAUMA GINJAL
Anatomi Ginjal
Trauma Ginjal
Dapat karena trauma tumpul,
trauma tajam maupun luka tembak

Disebabkan benturan langsung


maupun cedera deselerasi

1-5% trauma melibatkan ginjal

5-10% trauma abdomen mengenai


ginjal

Summerton DJ, Djakovic N, Kitrey ND. EAU Guidelines on Urological Trauma. European Association of Urology. 2015

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
Mekanisme Trauma Tumpul
etiologi
 Trauma tumpul yang mengenai abdomen, pinggang, atau punggung adalah
mekanisme trauma yang menyebabkan sekitar 80-85% terjadinya trauma
ginjal.
 Trauma terjadi disebabkan kecelakaan motor, perkelahian, terjatuh, dan
olahraga berat.
 Kecelakaan kendaraan dengan kecepatan tinggi menyebabkan kerusakan
pembuluh darah
 Luka tembak maupun tusukan pisau menjadi penyebab terbanyak trauma
langsung ke ginjal
Derajat trauma ginjal

Derajat I : Kontusio ginjal/hematom

Derajat II: Laserasi ginjal pada cortex < 1 cm

Derajat III: Laserasi ginjal > 1 cm tanpa


ekstravasasi urin
atau ruptur collecting system

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
Derajat IV: Laserasi melalui korteks, medulla, kaliks
atau cedera pada pembuluh darah besar

Derajat V: avulsi pedikel ginjal, shattered kidney

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
Gambaran Klinis
 Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat :
 Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah
bawah dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau
didapatkan adanya jejas pada daerah itu.
 Hematuri
 Fraktur costa sebelah bawah (T8-12) atau fraktur
prosesus spinosus vertebra
 Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang
 Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari
ketinggian atau kecelakaan lalu lintas
Penemuan Patologi
1. Urinoma— Laserasi dalam yang tidak dapat diperbaiki mengakibatkan
ekstravasasi urine persistent dan menimbulkan komplikasi berupa
adanya massa di perinepric renal , kadang juga disertai hidronefrosis dan
pembentukan abses.
2. Hydronephrosis— Hematoma luas di retroperitoneum dan berhubungan
dengan ekstravasasi urine menyebabkan terjadinya fibrosis di peri renal
termasuk pada uretropelvic junction yang menyebabkan hidronefrosis.
Semua kasus trauma ginjal mayor bisa menyebabkan hidronefrosis.
3. Arteriovenous fistula— Trauma tembus bisa mengakibatkan
terbentuknya fistula di pembuuh darah, namun bukti belum dapat
ditemukan.
4. Renal vascular hypertension— Aliran darah di jaringan dapat terganggu
jika ada trauma ginjal, Namun yang menyebabkan hipertemsi pembuluh
darah renal hanya terjadi sebanyak <1 % kasus. Fibrosis yang terdapat di
sekitar trauma bisa menghambat aliran arteri dan sebabkan hipertensi renal..
Indikasi Imaging
TRAUMA TUMPUL DISERTAI GROSS
HEMATURIA
CT SCAN ABDOMEN
TRAUMA DISERTAI MIKROSKOPIK DENGAN KONTRAS
HEMATURIA (>5/LPB) DENGAN (mampu mendeteksi cedera
RIWAYAT SHOCK parenkim, cedera
pelvokalises, cedera pada
PADA ANAK, MIKROSKOPIK
pembuluh darah)
HEMATURIA (>50/LPB) DENGAN
ATAU TANPA RIWAYAT SHOCK
ULTRASONOGRAFI
CEDERA PENETRASI PADA DAERAH
ABDOMEN, FLANK ATAU TORAKS
INFERIOR INTRAVENOUS
PYELOGRAPHY

CEDERA DESELERASI

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
Penatalaksanaan

EVALUASI AWAL: PASTIKAN PRINSIP ABCD TERCAPAI

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
TRAUMA URETER
Trauma Ureter

Jarang Dijumpai, hanya 1-2.5% kasus


cedera urologi

Dapat disebabkan luka tumpul, tajam,


tembus maupun luka tembak

Trauma Iatrogenik akibat


pembedahan obstetri-ginekologi,
digestif maupun urologis merupakan
penyebab tersering

Summerton DJ, Djakovic N, Kitrey ND. EAU Guidelines on Urological Trauma. European Association of Urology. 2015

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
ANATOMI
ETIOLOGI & MEKANISME CEDERA
TRAUMA PEMBEDAHAN
Tersering pada operasi daerah pelvis
Histerektomi : 54%
Operasi kolorektal: 14%

Kasus Urologi : 42% dari kasus


iatrogenik
(Endoskopi 79% ; bedah terbuka
21%)

Mayoritas cedera ureter bagian distal


: 87%

Selzman AA, Spirnak JP. Iatrogenic Ureteral injuries: a 20-years experience in treating 165 injuries. J urol. 1996
DERAJAT CEDERA URETER

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
Tipe Cedera Ureter
Gambaran Klinis:

1. Umumnya tanda dan gejala klinis tidak spesifik.


2. Hematuria, yang menunjukkan cedera pada saluran kemih.
3. Bila terjadi ekstravasasi urin, dapat terjadi urinoma.
4. Pada trauma tumpul gejalanya sering kurang jelas.
5. Pada cedera ureter bilateral ditemukan anuria.
6. Pada trauma yang disebabkan oleh akibat iatrogenic, seperti pada
pembedahan, bila terjadi ureter terikat total atau sebagian, maka pasca
bedah bisa ditenukan gejala-gajala febris, nyeri pinggang yang sering
bersama-sama gejala ileus paralitik seperti mual, muntah.
Diagnosis Klinis
Diagnosis
Hematuria : negatif pada 25-45% kasus
- bukan tanda pasti
- sensitifitas 75%

Cek lab : analisa dan kultur urine, Darah rutin


kreatinin serum dan produk drain

Demam dan sepsis (10%)


Massa atau pegal di pinggang (36-90%)
Urinoma, ileus yang lama, gagal ginjal, infeksi (10%)

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
PENCITRAAN

Pencitraan utama untuk mengevaluasi keutuhan


ureter
Keuntungan : mengetahui fungsi ginjal
INTRAVENOUS
Ekstravasasi, lokasi, luas cedera
PYELOGRAFI
Sangat akurat untuk cedera iatrogenik
Akurasi 14-33%
Sulit – keterbatasan waktu dan syok

Dapat Mendeteksi cedera lain di rongga abdomen,


CT SCAN
namun kurang sensitif dalam mendeteksi cedera
ABDOMEN
ureter

Metode paling sensitif dalam deteksi cedera ureter,


RETROGADE
dapat dilakukan bersama dengan pemasangan stent
PYELOGRAFI
ureter

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
TATALAKSANA
Penatalaksanaan Trauma Ureter
Pada prinsipnya, penatalaksaan pada ureter dapat dilakukan dengan beberapa macam
cara. Untuk trauma ureter yang disebabkan saat operasi maka kemungkinan terbaik
untuk memperbaiki ureter yang telah rusak adalah tepat pada saat operasi dilakukan.
Namun apabila 7-10 hari setelah operasi trauma ureter baru diketahui, maka dapat
dilakukan eksplorasi ulang dan perbaikan ureter sesegera mungkin. Jika trauma ureter
terlambat diketahui, maka dapat dilakukan percutaneous nephrostomy. Untuk jaringan
yang dirasa masih viable sesegera mungkin dilakukan debridement, dan apabila
dilakukan transectional ureter maka dapat menggunakan jahitan terputus yang dapat
diserap oleh tubuh.
Salah satu cara yang sering dikenal dalam penatalaksaan trauma ureter adalah
dengan pemasangan stenting. Stenting itu semacam silikon yang dimasukkan di
anastomosis ureter (pasca penatalaksanaan) sebelum ditutup. Stenting yang biasa
digunakan adalah “double J’d’” stenting. Interna stenting dapat bermanfaat untuk
menjaga agar ureter yang sudah diperbaiki tetap memiliki diameter yang konstan
selama proses penyembuhan serta untuk mencegah ekstravasasi urin.

Secara umum, trauma pada ureter terbagi menjadi beberapa jenis berdasarkan letak
traumanya. Sehingga penatalaksaan dari jenis-jenis trauma ini pun berbeda tergantung
pada letaknya dari ureter.
1. Trauma ureter bagian bawah (lower ureteral injuries)
Penatalaksaan yang dapat dilakukan pada trauma ureter bagian bawah
antara lain adalah dengan reimplantasi ureter yang dikombinasikan
dengan teknik Psoas-Hitch. Teknik ini dilakukan dengan cara membuat
insisi pada dinding posterior dari vesica urinaria. Setelah di insisi,
kemudian vesica urinaria di tarik mendekat ke arah musculus iliopsoas
dan dijahit. Setelah itu ureter dari sisa yang bagian distal diimplantasi dan
di beri stenting dan kemudian dijahit ke mukosa vesica urinaria. Manfaat
dari teknik ini adalah mencegah tekanan yang berlebihan dari
anastomosis yang dilakukan di ureter tersebut. Selain teknik ini, dapat
dilakukan pula transureteroureterostomy apabila di sepertiga distal ureter
telah terjadi urinoma yang menyebar dan infeksi pelvis. Prosedur ini akan
memungkinkan anastomosis yang dilakukan letaknya jauh dari area yang
mengalami proses patologis.
2. Trauma ureter bagian tengah (midureteral
injuries)
Trauma ureter bagian tengah dapat diperbaiki
dengan menggunakan ureteroureterostomy
primer atau transureteroereterostomy. Selain itu
dapat pula menggunakan teknik Boari Bladder
Flap. Teknik ini dilakukan dengan cara
membentuk saluran uretra dari lapisan vesica
urinaria. Setelah saluran terbentuk kemudian
disatukan dengan uretra yang masih viable.
Boari flap
3. Trauma ureter bagian atas ( upper ureteral
injuries)
Trauma ureter bagian atas dilperbaiki dengan
ureteroureterostomy primer. Selain itu bisa dilakukan
ureterocalycostomy dan transureteroureterostomy. Yang
perlu diingat pada transureteroureterostomy pada ureter
bagian proximal tidak begitu direkomendasikan. Hal ini
dikarenakan dapat membuat ginjal yang tidak trauma
menjadi berisiko.
D. Stenting

 Kebanyakan anastomosis setelah perbaikan cedera


ureter harus stented. Teknik ini lebih disukai adalah
untuk memasukkan silikon internal stent melalui
anastomosis sebelum penutupan. Ini stent memiliki
kurva memori J pada setiap akhir untuk mencegah
mereka migrasi pada periode pasca operasi. Setelah
3-4 minggu penyembuhan, stent dapat endoskopi
dihapus dari kandung kemih. Keuntungan dari
stenting internal pemeliharaan ureter lurus dengan
kaliber konstan selama penyembuhan awal, saluran
untuk urine selama penyembuhan, pencegahan
ekstravasasi urin, pemeliharaan diversi urin, dan
penghapusan mudah.
TRAUMA BULI
Anatomi Buli-buli
Bladder
TRAUMA BULI

90% akibat fraktur pelvis

Kemungkinan cedera buli


membesar bila buli dalam
kondisi penuh

Trauma buli juga dapat


diakibatkan oleh cedera
iatrogenik saat operasi
ginekologi, hernia, urologis,
dsb

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
Tanda dan Gejala

GROSS HEMATURIA

DISERTAI CEDERA FRAKTUR PELVIS

NYERI SUPRAPUBIS

SULIT BERKEMIH

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
Klasifikasi

 Kontusio Buli-buli
 Cedera buli-buli ekstraperitoneal
 Cedera intraperitoneal
 Distensi kandung kemih  merangsang stres reseptor yang terdapat pada dinding
kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk merangsang berkemih
(proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding kandung kemih, dan
pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti oleh relaksasi spinter
eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih. Rangsangan yang
menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter interus dihantarkan
melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger eksternus secara volunter
bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. kontrol volunter ini hanya
dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung kemih uretra medula
spinalis dan otak masih utuh.
 Bila terjadi kerusakan pada saraf – saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia
urin (kencing keluar terus – menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing
tertahan).
 Persarafan dan peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan
kranial dari sistem persarafan otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi
lapisan otot dan kontraksi spinter interna.

Peritonium melapis kandung kemih sampai kira – kira perbatasan ureter masuk
kandung kemih. Peritoneum dapat digerakkan membentuk lapisan dan menjadi
lurus apabila kandung kemih terisi penuh. Pembuluh darah Arteri vesikalis superior
berpangkal dari umbilikalis bagian distal, vena membentuk anyaman dibawah
kandung kemih. Pembuluh limfe berjalan menuju duktus limfatilis sepanjang arteri
umbilikalis.
Ruptur vesika urinaria : ke
 Ekstra peritoneum
 Intra peritoneum
 Keduanya

Kontusio Vesika Urinaria


 Sobekan sebagian mukosa vesika urinaria
 Dinding  memar  hematom

Pemeriksaan :
 Sistografi
 CT scan abdomen - pelvis
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
TATALAKSANA
Pada cedera intraperitoneal: eksplorasi
laparotomi

Pada cedera ekstraperitoneal : pasang


kateter 14 hari diikuti sistografi ulang untuk
penilaian kesembuhan buli

Kavoussi LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA. Campbell-Walsh Urology 10th Edition. Elsevier, PA. 2012
Treatment
 A. Emergency Measures
Shock and hemorrhage should be treated.
 B. Surgical Measures
Insisi bagian bawah rongga abdomen.Untuk membebaskan pelvis dari hematom dan
abses. VU harus dibuka untuk mengurangi infeksi. Kemudian, cystotomy suprapubic
harus tetap diletakkan untuk drainage dan kontrol pendarahan
1. Eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan buli serta kemungkinan cedera
organ lain. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis,
kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan
laparotomi. Kateter ddilepaskan pada hari ke 7
2. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana dianjurkan untuk
memasang kateter 7-10 hari tetapi dianjurkan juga untuk melakukan penjahitan
disertai pemasangan kateter sistostomi.
3. Untuk memastikan buli buli telah sembuh, sebelum melepas kateter
uretra/kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi untuk
melihat kemungkinan masih adanya ekstra vasasi urin.
1. Extraperitoneal bladder rupture

 Robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal


 memasang kateter selama 7-10 hari, atau
dilakukan penjahitan VU dengan disertai
pemasangan kateter sistostomi. Tanpa dilkukan
pembedahan, kejadian kegagalan penyembuhan
luka sekitar 15%, dan kemungkinan terjadi
infeksi di rongga perivesika sebesar 12%
2. Intraperitoneal rupture—

 Eksplorasi laparotomi  mencari robekan pada


VU dan adanya cedera organ lain.
 Jika tidak segera dioperasi, ekstravasasi urine
ke rongga peritoneum  peritonitis
 Operasi dilakukan dengan cara rongga
peritoneum dicuci, robekan pada buli dijahit 2
lapis,  kateter sistostomi dipasang dan
dilewatkan di luar sayatan laparotomi.
3. Kontusio buli

 Cukup dilakukan pemasangan kateter


dengan tujuan memberikan istirahat pada
buli. Sembuh 7-10 hari.
 Fraktur Pelvis : fraktur rami pubis dapat dilakukan
tindakan rawat jalan jika tanpa penyulit, seangkan
fraktur pelvis yang tidak stabil membutuhkan eksternal
fiksasi

 4. Pelvic hematoma— Diperlukan eksplorasi dan perbaikan


VU dengan laparotomi. Penting untuk mengontrol
terjadinya emboli pada pembuluh darah pelvisdengan
angiografi pada post laparotomy.
Source

SMITH AND TANAGHO’S GENERAL UROLOGY 18TH


EDITION
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai