Anda di halaman 1dari 23

FISTULA ANI

Types of anal fistulae

Complete internal

Blind internal (sinus)

External (Intrasphincter
and transsphincteric)

Branching (Complex)

Horseshoe

2
Hukum Goodsall - Salmon
 Muara eksterna di anterior garis imajiner  fistel berjalan lurus
 Muara eksterna di posterior garis imajiner  fistel melengkung
menuju garis tengah posterior kanalis analis
 Muara eksterna di anterior garis majiner dan lebih dari 3 cm dari
anus  fistel akan melengkung ke posterior

Garis imajiner

3
DEFINISI

 Fistula adalah hubungan abnormal antara dua


tempat yang berepitel.

 Fistula ani adalah fistula yang menghubungkan


antara kanalis anal ke kulit di sekitar anus
(ataupun ke organ lain seperti ke vagina).
 Pada permukaan kulit bisa terlihat satu
atau lebih lubang fistula, dan dari lubang fistula
tersebut dapat keluar nanah ataupun kotoran
saat buang air besar.

 Terdapat berbagai jenis fistula, mulai dari


yang simple hingga fistula kompleks yang
bercabang cabang dan melibatkan otot sphincter
ani (otot yang mengatur proses defekasi).
ETIOLOGI
Sebagian besar fistula terbentuk dari
sebuah abses (tapi tidak semua abses menjadi
fistula).

Mayoritas penyakit supurativ anorektal


terjadi karena infeksi dari kelenjar anus
(cyptoglandular).
EPIDEMIOLOGI
1. Fistula ani sering terjadi pada laki laki berumur 20 – 40
tahun, berkisar 1-3 kasus tiap 10.000 orang.

2. Sekitar 40% pasien dengan abses akan terbentuk fistula.

3. Fistula ani juga dapat terjadi pada kondisi inflamasi


berkepanjangan pada usus, seperti pada Irritable Bowel
Syndrome (IBS), diverticulitis, colitis ulseratif, dan
penyakit crohn, kanker rectum, tuberculosis usus, HIV-
AIDS, dan infeksi lain pada daerah ano-rektal.]

4. Sebagian besar fistula ani memerlukan operasi karena


fistula ani jarang sembuh spontan.
Setelah operasi risiko kekambuhan fistula termasuk cukup
tinggi yaitu sekitar 21% (satu dari lima pasien dengan
fistula post operasi akan mengalami kekambuhan).
KLASIFIKASI
 Selain fistula simple, Parks membagi fistula ani
menjadi 4 type:
 1. Intersphinteric fistula
 Berawal dalam ruang di antara muskulus
sfingter eksterna dan interna  bermuara
berdekatan dengan lubang anus.
 2. Transphinteric fistula
 Berawal dalam ruang di antara muskulus
sfingter eksterna dan interna  melewati muskulus
sfingter eksterna  bermuara sepanjang satu atau
dua inchi di luar lubang anus  membentuk huruf
‘U’ dalam tubuh, dengan lubang eksternal berada di
kedua belah lubang anus (fistula horseshoe)
KLASIFIKASI
 3. Suprasphinteric fistula
 Berawal dari ruangan diantara m. sfingter
eksterna, dan interna  membelah ke atas
muskulus pubrektalis  turun di antara
puborektal dan m.levator ani  muncul satu
atau dua inchi di luar anus.
 4. Ekstrasphinteric fistula
 Berawal dari rektum atau colon sigmoid dan
memanjang ke bawah  melewati muskulus
levator ani dan berakhir di sekitar anus.
Fistula ini biasa disebabkan oleh abses
appendiceal, abses diverticular, atau Crohn’s
Disease.
PATOGENESIS
 Penyakit supurativ anorektal terjadi karena infeksi
dari kelenjar anus (cyptoglandular).
 Kelenjar ini terdapat di dalam ruang intersphinteric
 Diawali kelenjar anus terinfeksi  Sebuah abses
kecil terbentuk di daerah intersfincter  Abses ini
kemudian membengkak dan fibrosis, termasuk di
bagian luar kelenjar anus di garis kripte 
Ketidakmampuan abses untuk keluar dari kelenjar
tersebut  Proses peradangan yang meluas sampai
perineum, anus atau seluruhnya  Membentuk abses
perianal  fistula.
 Jadi jika digambarkan maka akan terbentuk
terowongan yang menghubungkan antara infeksi di
dalam lapisan kulit dengan permukaan kulit.
GEJALA KLINIS
 Anamnesis
 · Nyeri, yang bertambah pada saat bergerak,
defekasi, dan batuk.
 · Keluar darah atau nanah dari lubang fistula.

 · Iritasi atau ulkus di kulit di sekitar lubang


fistula.
· Gatal sekitar anus dan lubang fistula.
· Benjolan (Massa fluktuan) bila masih
berbentuk abses.
 · Demam, dan tanda tanda umum infeksi.

 Riwayat abses anorectal


PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
 Dapat ditemukan satu atau lebih external opening atau
teraba fistula di bawah permukaan
 Muara eksterna : papul kemerahan, pus, dapat berupa
jaringan granulasi/sikatriks
 Ditekan : keluar sekret serosanguinolen/purulen

Palpasi/colok dubur bimanual


 Fistel teraba seperti tali

 Muara interna : cekungan keras, atau tonjolan jaringan


pada dinding kanalis analis
DIAGNOSIS

 Anamnesis
 Pemeriksaan fisis
 Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium
- Sondase, metilen blue
- Fistulografi
- Anoskopi / proktoskopi, rektoskopi

1
3
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Fistulografi: Injeksi kontras melalui
pembukaan internal, diikuti dengan
anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray
oblik untuk melihat jalur fistula.
· Ultrasound endoanal / endorektal:
Menggunakan transduser 7 atau 10 MHz ke
dalam kanalis ani untuk membantu melihat
differensiasi muskulus intersfingter dari lesi
transfingter. Transduser water-filled ballon
membantu evaluasi dinding rectal dari beberapa
ekstensi suprasfingter.
· MRI: MRI dipilih apabila ingin
mengevaluasi fistula kompleks, untuk
memperbaiki rekurensi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 CT- Scan: CT Scan umumnya diperlukan


pada pasien dengan penyakit crohn atau irritable
bowel syndrome yang memerlukan evaluasi
perluasan daerah inflamasi. Pada umumnya
memerlukan administrasi kontras oral dan
rektal.
 Barium Enema: untuk fistula multiple,
dan dapat mendeteksi penyakit inflamasi usus.
 Anal Manometri: evaluasi tekanan pada
mekanisme sfingter berguna pada pasien
tertentu seperti pada pasien dengan fistula
karena trauma persalinan, atau pada fistula
kompleks berulang yang mengenai sphincter ani.
DIAGNOSIS BANDING
 • Hidranitis supurativa:
 Merupakan radang kelenjar keringat apokrin yang
membentuk fistula multiple subkutan.
 Predileksi di perineum, perianal, ketiak dan tidak
meluas ke struktur yang lebih dalam.
 • Sinus pilonidalis:
 Terdapat di lipatan sakrokoksigeal, berasal dari rambut
dorsal tulang koksigeus/ ujung os sacrum.
 Gesekan rambut, peradangan dan infeksi akut sampai
abses dan terbentuk fistel setelah abses pecah.
 • Fistel proktitis:
 Fistel proktitis dapat terjadi pada morbus Crohn, tbc,
amubiasis, infeksi jamur, dan divertikulitis. Kadang
disebabkan benda asing atau trauma.
PENATALAKSANAAN
 Terapi Konservatif Medikamentosa
 Pemberian

1. Analgetik

2. Antipiretik

3. Profilaksis antibiotik jangka panjang untuk


mencegah fistula rekuren.
PENATALAKSANAAN
 Terapi pembedahan:
 · Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai
ke lubang kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam
intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan
fistulotomi.
 · Fistulektomi: Jaringan granulasi harus di eksisi
keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula. Terapi
terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.
 · Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran
fistula. Terdapat dua macam Seton, cutting Seton, dimana
benang Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot
sphincter secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang
Seton ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang
akan ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah
beberapa bulan.
PENATALAKSANAAN
 Terapi pembedahan:
 Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding
usus, tetapi keberhasilannya tidak terlalu besar.
 ·Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal
Fistula Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang
merangsang jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh.
Penggunaan fibrin glue memang tampak menarik
karena sederhana, tidak sakit, dan aman, namun
keberhasilan jangka panjangnya tidak tinggi, hanya
16%.
PASCA OPERASI
 Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang
pada hari yang sama setelah operasi.
 Pada fistula kompleks mungkin membutuhkan
rawat inap beberapa hari.
 Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit
darah ataupun cairan dari luka operasi untuk
beberapa hari, terutama sewaktu buang air
besar.
 Perawatan luka pasca operasi meliputi sitz bath
(merendam daerah pantat dengan cairan
antiseptik), dan penggantian balutan secara
rutin.
PASCA OPERASI
 Obat obatan yang diberikan untuk rawat jalan
antara lain antibiotika, analgetik dan laksatif.
 Aktivitas sehari hari umumnya tidak terganggu
dan pasien dapat kembali bekerja setelah
beberapa hari.
 Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah
berkurang.
 Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka
sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk
diam berlama-lama.
KOMPLIKASI
 Dapat menyebabkan kekambuhan atau berulangnya
fistula ani
 Operasi yang tidak memadai
 Muara interna/primer tidak diangkat
 Adanya kolateral yang tidak diketahui
 Kesalahan diagnosis
 Perawatan pasca operasi tidak adekuat
 Mungkin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
inkontenensia usus
PENCEGAHAN
 Hindari seks anal

 Jangan memasukkan benda asing ke dalam anus

Anda mungkin juga menyukai