Anda di halaman 1dari 54

Dalam menyusun rencana kerja pelaksanaan suatu proyek, Kuasa Pengguna

Anggaran (KPA) diharapkan mampu menggalang kekompakan semua


unsur terkait di dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan, yang terdiri dari
Proyek/Bagian proyek sebagai unsur pengendali, Direksi Teknik sebagai
pengawas, dan kontraktor sebagai pelaksana pekerjaan.
Kegiatan awal dari tindakan pengendalian oleh Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) terhadap pelaksanaan pekerjaan di lapangan adalah penyelenggaraan
Rapat Persiapan Pekerjaan (Pre Construction Meeting). Berita acara PCM
merupakan hasil yang akan digunakan sebagai rencana kerja dan pegangan
dalam pelaksanaan proyek selanjutnya.
1. Tujuan
Tujuan Pre Construction Meeting adalah penyatuan pengertian terhadap
hal-hal penting yang belum tertera dalam dokumen kontrak maupun
antisipasi terhadap kemungkinan-kemungkinan kendala yang akan terjadi
dalam pelaksanaan pekerjaan di lapangan.
2. Peserta Rapat Persiapan Pelaksanaan Pekerjaan (PCM)
1. Unsur Dinas Bina Marga :
- Kepala Dinas;
- Bidang Perencanaan dan Evaluasi;
- Bidang Pembangunan;
- Bidang Pemeliharaan;
- Bidang Bina Konstruksi;
- UPT. Pengujian dan Pengendalian Mutu.
2. Proyek :
- Kuasa Pengguna Anggaran (KPA);
- Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK).
3. Konsultan Supervisi :
- Chief Supervision Engineer;
- Supervision Engineer;
- Chief Inspector / Senior Inspector.
4. Kontraktor :
- Penanggungjawab Perusahaan;
- General Superintendent / Kepala Unit Pelaksanaan.
3. Hal-hal yang dibahas dan disepakati dalam Rapat Persiapan
Pelaksanaan Pekerjaan (PCM)
Yang dibahas dan disepakati dalam Rapat PCM menurut Permen PU Nomor
07/PRT/M/2011 Buku-PK 01 A Bab X B 1 Angka 23.2, meliputi :
a.Program Mutu;
b.Struktur organisasi kerja pelaksanaan kegiatan;
c.Tata cara pengaturan pelaksanaan pekerjaan;
d.Jadwal pengadaan bahan/material, mobilisasi peralatan dan personil dan
Jadwal pelaksanaan pekerjaan, serta uraian tentang metode kerja yang
memperhatikan K3;
e.Penyusunan rencana dan pelaksanaan pemeriksaan lokasi pekerjaan;
f.Menyamakan persepsi tentang pasal-pasal dalam dokumen kontrak;
g.Usulan-usulan perubahan mengenai isi dalam pasal-pasal dokumen
kontrak, seperti jadwal mobilisasi, jadwal waktu pelaksanaan, segala sesuatu
yang telah disepakati saat penandatanganan kontrak;
h.Hubungan dengan institusi lain, seperti Pemerintah Daerah, penggunaan
dan pemakaian laboratorium yang terakreditasi;
i.Pembahasan prosedur penyelenggaraan pekerjaan;
j.Program Rencana Mutu Kontrak (RMK) dari penyedia jasa;
k.Pembahasan kendala-kendala yang akan timbul, serta rencana tindak
lanjutnya.
● PERKERASAN LENTUR
● PERKERASAN KAKU
Menurut Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) divisi 5, pada pekerjaan lapis
pondasi meliputi pemasokan, pemrosesan, pengangkutan, penghamparan
dan pemadatan agregat di atas permukaan yang telah disiapkan dan telah
diterima sesuai dengan detil yang ditunjuk dalam gambar atau dengan
perintah direksi pekerjaan, dan memelihara lapis pondasi agregat yang
telah selesai sesuai dengan yang disyaratkan.
1.1. Kelas Lapis Pondasi Agregat
Terdapat tiga kelas yang berbeda dari Lapis Pondasi Agregat yaitu Kelas A,
Kelas B, dan Kelas S. Pada umumnya Lapis Pondasi Agregat Kelas A adalah
mutu Lapis Pondasi Atas untuk lapisan di bawah lapisan beraspal, dan Lapis
Pondasi Agregat Kelas B adalah untuk Lapis Pondasi Bawah. Lapis Pondasi
Agregat Kelas S akan digunakan untuk bahu jalan tanpa penutup aspal
berdasarkan ketentuan tambahan dalam Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3).
Seluruh Lapis Pondasi Agregat harus bebas dari bahan organik dan
gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan
setelah dipadatkan harus memenuhi ketentuan gradasi (menggunakan
pengayakan secara basah) yang diberikan dalam Tabel 1.1 dan memenuhi
sifat-sifat yang diberikan dalam Tabel 1.2.
Tabel 1.1 Gradasi Lapis Pondasi
Agregat

Tabel 1.2 Sifat-sifat Lapis Pondasi


Agregat

Sumber : SPESIFIKASI UMUM 2010 (Revisi 3) DIVISI 5 Perkerasan Berbutir dan Perkerasan beton Semen; hal 5-5
Material Pondasi Agregat Penghamparan Material Pemadatan Material Pondasi
Pondasi Agregat dengan Agregat dengan Tandem
Motor Grader Roller/Vibration Roller

Test Uji Sand Cone Setelah Selesai Penyiraman Air dengan Water
Pemadatan Uji CBR Tanker dan Pemadatan dengan
dengan Field CBR Test Tandem Roller/Vibration Roller
Menurut Spesifikasi Umum 2010 (Revisi 3) divisi 6, pada pekerjaan
Perkerasan Aspal mencakup penyediaan dan penghamparan bahan aspal pada
permukaan yang telah disiapkan sebelumnya untuk pemasangan lapisan
beraspal berikutnya dan telah diterima sesuai dengan detil yang ditunjuk
dalam gambar atau dengan perintah direksi pekerjaan, dan memelihara
lapis pondasi agregat yang telah selesai sesuai dengan yang disyaratkan.
2.1. LAPIS RESAP PENGIKAT DAN LAPIS PEREKAT
Pekerjaan ini dilaksanakan pada permukaan yang telah disiapkan
sebelumnya dan sebelum pemasangan lapisan beraspal berikutnya.
Lapis Resap Pengikat disemprot di atas permukaan Lapis Pondasi Agregat
yang telah kering atau mendekati kering.
Lapis Perekat disemprot di atas permukaan berbahan pengikat seperti Lapis
Penetrasi Macadam, Laston, Lataston dan di atas Semen Tanah, CTB,
Perkerasan Beton, yang telah benar-benar kcring.
Penyemprotan tidak boleh dilaksanakan waktu angin kencang, hujan atau
akan turun hujan.
Bahan aspal untuk Lapis Resap Pengikat haruslah salah satu dari berikut ini :
1.Aspal emulsi reaksi sedang (medium setting) atau reaksi lambat (slow setting) yang
memenuhi SNI 03-4798-1998. Direksi Pekerjaan dapat mengijinkan penggunaan aspal
emulsi yang diencerkan dengan perbandingan 1 bagian air bersih dan 1 bagian aspal
emulsi dengan syarat tersedia alat pengaduk mekanik.
2.Aspal semen Pen. 80/100 atau Pen. 60/70, memenuhi AASHTO M20, diencerkan
dengan minyak tanah (kerosen).
Pemilihan jenis aspal emulsi yang digunakan, kationik atau anionik, harus sesuai
dengan muatan batuan lapis pondasi.

Bahan aspal untuk Lapis Perekat haruslah salah satu dari berikut ini :
1.Aspal emulsi reaksi cepat (rapid setting) yang memenuhi ketentuan SNI 03-6932-
2002 atau SNI 03-4798-1998. Direksi Pekerjaan dapat mengijinkan penggunaan aspal
emulsi yang diencerkan dengan perbandingan 1 bagian air bersih dan 1 bagian aspal
emulsi dengan syarat tersedia alat pengaduk mekanik.
2.Aspal semen Pen. 60/70 atau Pen. 80/100 yang memenuhi ketentuan AASHTO M20,
diencerkan dengan 25 - 30 bagian minyak tanah per 100 bagian aspal (25 pph - 30
pph).
Bila lapis perekat dipasang di atas lapis beraspal, gunakan aspal emulsi kationik.
Bila dipasang di atas perkerasan beton, gunakan aspal emulsi anionik. Bila ada
keraguan atau bila aspal emulsi anionik sulit didapatkan, Direksi Pekerjaan
dapat memerintahkan untuk menggunakan aspal emulsi kationik.
2.2. CAMPURAN BERASPAL PANAS
Pekerjaan ini mencakup pengadaan lapisan padat yang awet berupa
campuran beraspal panas yang terdiri dari agregat dan bahan aspal yang dicampur
secara panas di pusat instalasi pencampuran, serta menghampar dan memadatkan
campuran tersebut di atas pondasi atau permukaan jalan yang telah disiapkan
sesuai dengan Spesifikasi dan memenuhi garis, ketinggian dan potongan
memanjang yang ditunjukkan dalam Gambar.
Jenis Campuran Beraspal Panas :
1.Lapis Tipis Aspal Pasir (Latasir, SS), terdiri dari SS-A dan SS-B. Pemilihan
SS-A dan SS-B tergantung tebal nominal minimum, biasanya memerlukan
penambahan filler agar memenuhi kebutuhan sifat-sifat yang disyaratkan.
2.Lapis Tipis Aspal Beton (Lataston, HRS), terdiri dari HRS Pondasi (HRS-Base)
dan HRS Lapis Aus (HRS Wearing Course, HRS-WC). HRS-Base
mempunyai proporsi fraksi agregat kasar lebih besar daripada HRS-WC.
3.Lapis Aspal Beton (Laston, AC), terdiri dari Lapis Aus (AC-WC), Lapis
Antara (AC-Binder Course, AC-BC) dan Lapis Pondasi (AC-Base). Setiap jenis
campuran AC yang menggunakan bahan Aspal Polimer atau Aspal dimodifikasi
dengan Aspal Alam disebut sebagai AC-WC Modified, AC-BC Modified, dan
AC-Base Modified.
Perbandingan Campuran untuk gradasi agregat gabungan harus mempunyai jarak
terhadap batas-batas yang diberikan dalam Tabel 2.1 sebagai berikut :
Tabel 1.1 Amplop Gradasi Agregat Gabungan Untuk
Campuran Aspal

Sumber : SPESIFIKASI UMUM 2010 (Revisi 3) DIVISI 5 TABEL 5.1.2.(1) Gradasi Lapis Pondasi Agregat
1.2. Sifat-sifat Bahan yang Disyaratkan
Seluruh Lapis Pondasi Agregat harus bebas dari bahan organik dan
gumpalan lempung atau bahan-bahan lain yang tidak dikehendaki dan
setelah dipadatkan harus memenuhi ketentuan gradasi (menggunakan
pengayakan secara basah) dan memenuhi sifat-sifat yang diberikan
dalam Tabel 1.2 berikut :
Tabel 1.2 Sifat-sifat Lapis Pondasi
Agregat
Sifat - Sifat Kelas A Kelas B Kelas S
Abrasi Agregat Kasar (SNI 2417:2008) 0 – 40 0 – 40 0 – 40
Butiran Pecah, tertahan ayakan 3/8” (SNI 7619:2012) 95/90 55/50 55/50
Batas Cair (SNI 1967:2008) 0 – 25 0 – 35 0 – 35
Indek Plastisitas (SNI 1966:2008) 0–6 0 – 10 4 – 15
Hasil Kali Indek Plastisitas Dengan % Lolos
Max. 25 - -
Ayakan No. 200
Gumpalan Lempung dan Butian-butiran Mudah
0–5 0–5 0–5
Pecah (SNI 03-4141-1996)
CBR rendaman (SNI 1744:2012) Min. 90 Min. 60 Min. 50
Perbandingan pesen Lolos No. 200 dengan
Max. 2/3 Max. 2/3 -
persen Lolos No. 40
Sumber : SPESIFIKASI UMUM 2010 (Revisi 3) DIVISI 5 TABEL 5.1.2.(1) Gradasi Lapis Pondasi Agregat
Material Pondasi Agregat Penghamparan Material Pemadatan Material Pondasi
Pondasi Agregat dengan Agregat dengan Tandem
Motor Grader Roller/Vibration Roller

Test Uji Sand Cone Setelah Selesai Penyiraman Air dengan Water
Pemadatan Uji CBR Tanker dan Pemadatan dengan
dengan Field CBR Test Tandem Roller/Vibration Roller
PERKERASAN LENTUR
1. Menentukan umur rencana dari Tabel 2-1 :
Umur Rencana Perkerasan
Dari tabel 2.1 ditentukan bahwa umur rencana jalan lapisan
aspal dan lapisan berbutir dan CTB ditentukan yaitu 40
tahun.
(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 9)
(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 9)
PERKERASAN LENTUR
2. Menentukan nilai CESA4 untuk umur desain
yang telah dipilih.

 Untuk menentukan nilai CESA4 terlebih dahulu menghitung ESA


jenis kendaraaan VDF 4 jumlah perhari CESA

bus kecil 0,3 30 9


bus besar 1 130 130
truk 2 sumbu cargoringan 0,3 45 13,5
truk 2 sumbu ringan 0,8 45 36
truk 2 sumbu cargo sedang 0,7 45 31,5
truk 2 sumbu sedang 1,6 35 56
truk 2 sumbu berat 0,9 35 31,5
truk 2 sumbu berat 7,3 40 292
truk 3 sumbu ringan 7,6 25 190
truk 3 sumbu sedang 28,1 20 562
truk 3 sumbu berat 28,9 20 578
truk 2 sumbudan trailer 36,9 5 184,5
truk 4 sumbu trailer 13,6 5 68
truk 5 sumbu trailer 19 3 57
truk 5 sumbu trailer 30,3 3 90,9
truk 6 sumbu trailer 41,6 1 41,6
487 2371,5
 Kemudian menghitung pertumbuhan lalu lintas (R)

(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 9)


• CESA4 = ESA x 365 X R x 50%
= 1526 X 365 X 97,874 x 50%
= 42.414.277,5

(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 16)


PERKERASAN LENTUR
3. Menentukan nilai Traffic Multiplier (TM)
Nilai TM kelelahan lapisan aspal untuk
kondisi pembebanan yang berlebih di
Indonesia berkisar 1,8 – 2. Nilai yang akurat
berbeda-beda tergantung dari beban berlebih
pada kendaraan niaga di dalam kelompok
truk.
(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 20)
PERKERASAN LENTUR
4. Menghitung CESA5 = TM X CESA4 dan
gunakan semua bab dari prosedur ini.
(a) CESA5 (untuk R = 4,125 %)
= TM X CESA4
= 76345700
PERKERASAN LENTUR
5. Menentukan tipe perkerasan dari Tabel
3.1 atau dari pertimbangan biaya (analisis
dicounted whole of life cost)
(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 11)
PERKERASAN LENTUR
6. Menentukan seksi-seksi subgrade yang
seragam dan daya dukung subgrade.

Tanah didaerah tersebut merupakan tanah aluviail


berpotensi jenuh sehingga pada saat awal
konstruksi harus ada identifikasi tanah terlebih
dahulu seperti mengangkat semua tanah yang lunak
jika tidak tetapkan tebal lapisan penopang (capping
layer) dan perbaikan tanah dasar
PERKERASAN LENTUR
7. Menentukan struktur pondasi jalan.
Kondisi tanah dasar langsung diatas timbunan
rendah (< 3m ) diatas tanah lunak aluvial jenuh
prosedur laboratorium untuk penentuan CBR tidak
dapat digunakan untuk kasus ini, karena optimasi
kadar air dan pemadatan secara mekanis tidak
mungkin dilakukan dilapangan . Lebih lanjutnya
tanah asli akan menunjukan kepadatan rendah dan
daya dukung yang rendah sampai kedalaman yang
signifikan yang membutuhkan prosedur stabilisasi
khusus.
Geotekstil adalah lembaran sintesis yang tipis, fleksibel,
permeable yang digunakan untuk stabilisasi dan perbaikan
tanah dikaitkan dengan pekerjaan teknik sipil. Pemanfaatan
geotekstil merupakan cara moderen dalam usaha untuk
perkuatan tanah lunak.
Beberapa fungi dari geotekstil yaitu:
• Untuk perkuatan tanah lunak.
• Untuk konstruksi teknik sipil yang mempunyai umur
rencana cukup lama dan mendukung beban yang besar
seperti jalan rel dan dinding penahan tanah.
• Sebagai lapangan pemisah, penyaring, drainase dan sebagai
lapisan pelindung.
Geotekstil dapat digunakan sebagai perkuatan
timbunan tanah pada kasus:
 Timbunan tanah diatas tanah lunak
 Timbunan diatas pondasi tiang
 Timbunan diatas tanah yang rawan subsidence
Berikut adalah contoh stabilisasi tanah secara khusus :
(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 37)
PERKERASAN LENTUR
8. Menentukan struktur perkerasan yang
memenuhi syarat dari desain 3 atau 3A
atau bagan lainnya.
(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 59)
(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 60)
PERKERASAN KAKU
1. Umur rencana ditentukan 40 tahun kecuali
diperintahkan atau disetujui yang lain.

(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 34)


PERKERASAN KAKU
2. Menentukan kelompok sumbu kendaraan
niaga desain yang lewat selama umur
rencana.
Dari perhitungan CESA5 yang didapatkan dari
perhitungan pada perkerasan lentur, adalah sebagai
berikut :
Menghitung CESA5 = TM X CESA4 dan gunakan
semua bab dari prosedur ini.
CESA5 = TM X CESA4
= 76.345.700
PERKERASAN KAKU
3. Menentukan daya dukung efektif tanah
dasar menggunakan solusi tanah normal
atau tanah lunak.
Tanah pada daerah yang diteliti adalah tanah
lempung dimana tanah tersebut termasuk tanah
liat yang memiliki kepadatan tinggi yang
berpotensi jenuh, sehingga dapat menggunakan
metode B untuk tanah alluvial berpotensi jenuh.
(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 35)
Metode B :
Melakukan survey DPC atau survey resisitivitas dan
karakteristik tanah untuk mengidentifikasi sifat dan
kedalaman tanah lunak, jika tanah lunak terletak
dalam menggunakan penopang atau dengan
stabilisasi tanah, dan apabila lapisan tanah lunak
tidak dalam ( < 1 m ) dilakukan pengangkatan
lapisan tanah dengan memperhatikan biaya.
(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 35)
PERKERASAN KAKU
4. Menentukan struktur pondasi jalan dari
desain 2.
Dari Bagan Desain Pondasi Jalan Minimum
didapatkan sebagai berikut :

(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 39)


5. Menentukan lapisan drainase dan lapisan
subbase dari desain 4.
• Seluruh lapisan pondasi bawah (sub base) harus dapat
mengalirkan air.
• Menentukan nilai m dari tabel 8.1.
• Menentukan besarnya tebal lapis berbutir.
= tebal hasil bagan desain / ‘m’
= 850/ 0,4
= 2125 mm

(Manual Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 29-32)


PERKERASAN KAKU
6. Menentukan jenis sambungan.
7. Menentukan jenis bahu jalan (biasanya
bahu beton), dari lampiran D.
PERKERASAN KAKU
8. Menentukan Tebal Lapisan Pondasi
Sesuai dengan desain yang telah direncanakan sebelumnya
bahwa prosedur desain pondasi adalah B (Manual Perkerasan Jalan No
02/M/BM/2013 halaman 39) maka untuk tebal lapis pondasi yang
direncanakan adalah tebal pelat beton sebesar 305 mm (Manual
Perkerasan Jalan No 02/M/BM/2013 halaman 61)
Kesimpulan
Dalam pembuatan jalan pada daerah ini penulis
menyarankan untuk menggunakan perkerasan kaku karena
jalan yang didesain dibuat dengan umur rencana 40 tahun
terlebih jalan yang akan dibuat merupakan jalan tol yang
akan dilalui banyak kendaraan yang mungkin dapat
mengakibatkan beban jalan yang akan diterima akan
melebihi dari kapasitas jalan yang dapat diterima jalan itu
sendiri, walaupun biaya awal pembuatan jalan dengan
perkerasan kaku lebih mahal daripada perkerasan lentur
akan tetapi biaya perawatan pada perkerasan kaku lebih
rendah dibandingkan dengan perkerasan lentur untuk itu
penulis menyarankan penggunaan perkerasan kaku untuk
desain jalan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai