Anda di halaman 1dari 71

IMUNISASI

KEBERHASILAN VAKSINASI
DALAM PROFILAKSIS IMUN
Imunisasi merupakan kemajuan yang besar dalam
usaha imunoptofilaksis serta menurunkan prevalensi
penyakit. Cacar yang merupakan penyakit yang sangat
ditakuti, berkat imunisasi masal, sekarang telah dapat
dilenyapkan dari muka dunia ini (Tabel 16.1). demikian
pula dengan polio yang dewasa ibi sudah dapat
dilenyapkan di banyak Negara. IgG biasanya efektif dalam
darah, juga dapat melewati plasenta dan memberikan
imunitas pasif pada janin. Adanya transfer pasif tersebut
dapat merugikan oleh karena Ig maternal dapat
menghambat imunisasi yang efektif pada bayi. Jadi
sebaiknya inuniasai pada neonatus ditunggu sampai
antibodi ibu menghilang daro darah anak. Antibodi yang
diberikan pasif menunjukan efek yang sama.
Tabel 16.1 Gambaran penyakit infeksi sebelum dan sesudah vaksinasi

Jumlah kasus/tahun Kasus pada tahun 2004

Sebelum vaksinasi Sesudah vaksinasi Reduksi (%)

Cacar 48.164 0 100

Difteri 175.885 0 100

Campak 503.282 378 99.99

Parotitis 152.209 236 99.85

Pertusis 147.271 18.957 87.13

Polio paralitik 16.316 0 100

Rubela 47.745 12 99.97

Tetanus 1.314 26 (kasus) 98.02

(kematian)

Hemofolius 20.000 172 99.14

Invasif
Berbagai vaksin dan serum (juga asal hewan) yang
digunakan pada manusia terlihat pada tabel 2.1

Imunisasi

alamiah Buatan

Pasif: Aktif: Pasif: Aktif:


Antibodia Infeksi -antioksidan -toksoid
plasenta dan kuman -antibodi -vaksinasi
kolostrum
ANTIGEN DAN
IMUNOGENISITAS
A. Imunogenisitas dan Antigenisitas
1. Antigenesitas
Imunogenisitas merupakan sifat dasar bahan
tertentu (imunogen). Imunogen adalah bahan yang
menginduksi respon imun. Respon imun ditandai
dengan induksi sel B untuk memproduksi Ig dan
aktivasi sel T yang melepas sitokin.
2. Antigenisitas
Antigenesitas adalah kemampuan suatu bahan
(antigen) untuk menginduksi respons imun yang dapat
bereaksi dengan reseptor antigen tersebut yang
diproduksi sel B (antibodi) dan reseptor antigen pada
permukaan sel T. Imunogenisitas dan antigenisitas
sering digunakan dan diartikan sama.
3. Lokasi berbagai antigen yang menginduksi imunitas
Vaksin yang sering digunakan teridiri at as
antugeb multiple yang masing-masing dapat
memiliki antigenisitas spesifik atau epitop
(Gambar 2.2). Mengingat antigen permukaan
merupakan komponen mikroba pertama yang
berinteraksi dengan pejamu, antigen be eksternal
biasanya merupakan antigen yang digunakan dalam
vaksinasi. Dalam hal ini, respons humoral dan
selular yang diinduksi vaksin menghasilkan produk
yang menginaktifkan potensi patogenik mikroba.
B. Derajat Imunogenisitas
Anti gen harus merupakan bahan asing untuk penjamu yang
derajat antigenisitasnya tergantung dari jarak filogenetik. Jadi serum
kuda lebih imunogenit terhadap manusia dibandingkan dengan
serum kera. Kompleksitas kimia suatu molekul sangat berperan pada
imunogenisitas. Keanekaragaman kimia memungkinkan adanya
sebagai epitop (unit untuk rangsangan atibodi). Epitop yang lebih
berpariasi lebih besar kemungkinannya seseorang akan memberikan
reaksi terhadap satu atau lebih epitop.
Protein merupakan imunogen poten oleh karena protein
dibentuk oleh 20 asam amino atau lebih yang dapat merupakan
epitop khusus. Konjugat protein dengan molekul bioligi lain
(glikoprotein) jug merupakan antigen baik. Kebanyakan polisakarida
merupakan antigen lemah atau bahkan nonantigenik. Polisakarida
biasanya terdiri atas beberapa monosakarida dan tida memiliki
cukup keanekaragaman kimia untuk menunjukan imunogenisitas.
Asam nukleat dalam bentuk murni dianggap nonimunogenetik. Tetapi
bila diikat oleh protein dasar, asam nukleat dapat berperan sebagai
imunogen.
C. Antigen yang berubah
Antigen dapat dirubah secara artifisial dan antibodi
yang di produksinya akan berhubungan dengan epitop
yang berubah. Epitop dapat dihilangkan, ditambahkan
atau dirubaah.
D. Hapten
Cara umum untuk meningkatkaan jumlah epitop
ialah dengan menambahkan bahan yang disebut hapten
keantigen yang sudah ada. Hapten adalah molekul kecil
nonimunogenik yang dapat menambahkan epitop baru
(spesifitas baru) bila dikonjugasikan dengan antigen yang
ada. Antibodi terhadap epitop baru akan bereaksi
dengan hapten bebas, tetapi juga dengan tempat
hapten-epitop pada antigen yang dirubah.
E.Ajuvan
Ajuvan adalah bahan yang berbeda dari antigen yang
ditambahkan kepaksin untuk meningkatkan respons imun, aktifasi sel
T melelui peningkatan akumulasi APC ditempat pajanan antigen dan
ekspresi konstimulator dan sitokim oleh APC. Ajuvan diikat antigen
dalam vaksin, menolog antigen tetap ditempat suntikan dan
mengantarkan antigen ke KGB tempat respon imun terjadi. Ajuvan
harus memiliki sifat-sifat sebahai berikut :
 Membuat depot antigen dan melepas antigen sedikit demi sedikit
hingga memperpanjang pajanan antigen dengan sistim imun.
 Mempertahankan integeritas antigen
 mempunyai sasaran APC
 Menginduksi CTL /Tc
 Memacu respon imun dengan afinitas tinggi
 Mempunyai kapasitas untuk mengintervensi sistem ilmu yang
selektip (sel B dan sel T)
F. Besar Molekul
Besar molekul penting dalam
menentukan kemampuan menginduksi
respons imun. Molekul besar biasanya lebih
imunogenik oleh karena memberikan
kesempatan menjadi lebih kompleks (lebih
banyak epitop yang beranekaragam) molekul
yang tidak dapat dipecah seperti partikel
polistiren atau asbestos tidak imunogenik
oleh karena tidak dapat diproses oleh
pagosit.
G. Rute imunisasi
Pemberian SK/IM merupakan rute tersering dan terbaik dalam
paksinasi aktif atau pasif untuk menginduksi respon antibodi.
Suntikan IV akan dapat mengurangi respons imun. Imunoglobulin
disuntikan IV kepada penderita dengan defisiensi imun humoral
seperti hipogamaglobulinemia bruton.
Pemberian oral digunakan untuk imunisasi polio (sabin) galur
(strain) virus yang dilemahkan yang dapat berkembang dalam
mukosa usus kecil. subjek yang diimunissi akn mengeluarkan virus
dalam tinja, yang dapat disebabkan ke orang lain disamping
mengimunisasinya. Pemberian intranasal menginduksi sistem imun
yang menyerupai pajana alamiah terhadap patogen yang disebarkan
melalui udara dan dapat memberikan keuntungan oleh karena
memberikan respons berupa produksi sIgA.
H. Sifat pejamu
Berbagai faktor mempengaruhi respons terhadap
imunisasi seperti faktor endogen berupa usia, genetik,
kesehatan umun dan faktor eksogen berupa infeksi
interminten, setatus giji dan medikasi. Defisiensi
vitamun A dapat mengurangi daya pertahanan pejamu.
Untuk keberhasilan imunisasi, resipien harus ada
dalam keadaan imunokomponen. mereka yang kurang
imuno komponen seperti ada infeksi, defekherediter
atau mendapat pengobatan dengan obat
imonosuprosif, tidak hanya menunjukan respons imun
buruk, tetapi juga meninjukan resiko dari bahan vaksin.
Hal ini dapat terjadi bila digunakan vaksin virus yang
dilemahkan.
I. Dosis
Dosis antigen diharapkan tidak mengganggu
respon imun. Jumlah berlebihan atau dosis berulang
berulang akan mengganggu respon imun. Hal tersebut
terutama terjadi terhadap polisakarida.
J. Nomenklatur antigen
Berbagai nama diberikan untuk antigen sesuai
asalnya seperti antigen kapsul, antigen golongan darah,
antigen transplantasi atau sesuai komposisi kimia.
Nama fungsional antigen seperti sel T dependen atau
sel T independen dan deskripsi sebagai superantigen
mungkin lebih banyak digunakan dengan maksud
untuk menerangkan peranannya dalam respon imun.
K. Antigen sel T dependen dan sel T independen
Kebanyakan antigen memerlukan bantuan sel T untuk menimbulkan respon
imun. Antigen dengan komponen protein merupakan prototipe antigen
yang T dependen (TD). Hal ini berarti bahwa sel B yang sebenarnya
memproduksi Ig tidak akan mampu berfungsi tanpa bantuan sel T. Bantuan
tersebut berupa sitokin yang dilepas sel T setelah kontak dengan antigen.
Sebaliknya, polisakarida dan molekul lain dengan tempat determinan yang
terbatas, dapat merangsang sel B untuk memproduksi Ig tanpa memerlukan
bantuan sel T. Jadi T independen (TI).
Antigen TI ditemukan dalam 2 bentuk. TI 1 dan TI 2. Antigen TI 1
seperti LPS bakteri berfungsi seperti mitogen dan mengaktifkan banyak sel
B (aktivator poliklonal sel B). Antigen TI 2 mempunyai banyak ulangan
epitop dan bereaksi silang dengan banyak reseptor antigen pada sel B, jadi
memberikan sinyal proliferasi terhadap sel B spesifik. Antigen TI dapat
dijadikan sel T dependen bila dikonjugasikan dengan antigen TD yang sudah
ada. Keuntungan proses ini bahwa suntikan booster antigen TD merangsang
produksi imunoglobulin yang mencolok (respons anamnestik) yang tidak
terjadi pada suntikan booster antigen TI.
L. Superantigen
Molekul superantigen merupakan mitogen sel T yang sangat poten.
Mungkin lebih tepat kalau disebut supermitogen karena dapat memacu
mitosis sel CD4 tanpa bantuan dari APC. Superantigen diikat pada regio
yang variable dari rantai-β reseptor T dan sekaligus diikat molekul MHC-II.
Ikatan silang (cross-linking) itu merupakan sinyal kuat sekali untuk mitosis
oleh karena molekul tersebut dapat bereaksi dengan berbagai rantai-β dari
reseptor sel T.
Satu molekul superantigen dapat mengaktifkan sejumlah besar
(sampai 20%) dari semua sel T dalam darah perifer. Contoh superantigen
adalah enterotoksin dan toksin sindrom syok yang diproduksi Stafilokok
aureus. Toksin tersebut dapat menginduksi sel T untuk memproduksi
sejumlah besar sitokin seperti IL-1 dan TNF yang menimbulkan patologi
jaringan lokal seperti terlihat pada infeksi stafilokok (Gambar 2.3).
Tidak seperti pada antigen normal yang harus diproses dan
dipresentasikan oleh APC, SA yang tetap utuh dapat mengikat bagian
nonpolimorfik dari molekul protein MHC-II dan rantai β dari TCR famili
rantai Vs. Beberapa superantigen mengikat molekul adhesi (CAM) dan
rantai β pada TCR.
M. Epitop
Imunogen dan antigen memiliki gerombol unik
dari golongan kimia yang berperan untuk merangsang
sel b atau T. Determinan antigenik tersebut disebut
epitop. Epitop terdiri atas 4-5 asam amino dari
protein atau polisakarida dengan ukuran yang sama.
Epitop adalah bagian antigen yang dapat diikat
antibodi. Epitop dapat linier atau konformasional dan
menentukan spesifitas molekul antigen. Antigen-
antigen yang memiliki satu atau lebih epitop yang
sama disebut antigen dengan reaksi silang. Efektivitas
merangsang respons imun berbagai epitop antigen
tidak sama. Epitop imunodominan adalah epitop yang
mendominasi respons Ig.
N. Antigen heterofil
Antigen heterofil kadang diartikan
sinonim dengan antigen heterogenetik yang
ditemukan secara luas di banyak pohon
filogenetik. Antigen tersebut berperan pada
reaksi silang. Antibodi terhadap suatu antigen
dapat menunjukkan reaksi terhadap antigen
lain yang tidak berhubungan. Hal itu dapat
terjadi bila kedua antigen memiliki epitop
yang sama.
O. Multivalensi
Antigen multivalen yaitu molekul antigen
yang mengandung sejumlah epitop yang
berbeda. Setiap molekul antibodi bereaksi
dengan satu epitop.
P.Vaksin kombinasi
Vaksin kombinasi terdiri atas dua atau
lebih imunogen terpisah yang disatukan
dalam produk tunggal. Misalnya DPT,
trivalen virus polio mati (IPV) dan OPV.
Untung rugi penggunaan vaksin kombinasi.

Keuntungan potensial Kerugian potensial

Jumlah dan resiko suntikan, cedera Imunogenisitas kurang


kurang

Sakit dan ansietas kurang Reaktogenisitas dan kesulitan bila terjadi


efek samping

Kepatuhan meningkat Kepatuhan menurun

Waktu persiapan kurang

Biaya pemberian kurang Biaya pemberian lebih

Penyimpanan lebih mudah


KLASIFIKASI VAKSINASI
Vaksin dibagi
Vaksin hidup menjadi : Vaksin mati

Vaksin hidup
dibuat dalam Vaksin mati
pejamu, dapat merupakan bahan
menimbulkan (seluruh sel atau
penyakit ringan, komponen
dan menimbulkan spesifik) asal
respons imun patogen seperti
seperti yang toksoid yang
terjadi pada infeksi diinaktif tetapi
alamiah tetap imunogen.
Klasifikasi Vaksin
Hidup - diatenuasikan Mati – diinaktifkan
Patogen Komponen
Bakteri Virus Rekayasa Toksoid Subunit dimurnikan Rekayasa Rekombina
subunit n
BCG Adeno Antraks Difteri Pertusis (aselular) Hib konjugat Hepatitis B
Campak Kolera USP Hib (polisakarida) Pneumokok (antigen
Mumps (parenteral) Tetanus Kolera WC/rBS konjugat permukaan)
Polio Kolera WC/rBS (oral) Meningokok Penyakit
Rubela (oral Influenza (vaksin konjugat Lyme
Yellow Hepatitis A slit) (OspA)
fever Hepatitis B (asal Meningokok
plasma) (polisakarida)
Influenza (seluruh Pneumokok
virus) (polisakarida)
PesPolio (IPV) Tifoid
RabiesTifoid (polisakarida)
(parenteral)
Ciri-ciri vaksin hidup dan mati
Ciri Vaksin hidup Vaksin mati
Respons imun Humoral dan seluler Biasanya humoral
Dosis Satu kali biasanya cukup Diperlukan beberapa dosis
Ajuvan Tidak perlu Biasanya diperlukan
Rute pemberian SK, oral, intranasal SK atau IM
Lama imunitas Potensial seumur hidup Biasanya diperlukan dosis booster
Transmisi dari satu ke lain orang Mungkin Tidak mungkin

Inaktivasi oleh antibodi yang Dapat terjadi Tidak terjadi


didapat
Penggunaan pada pejamu Dapat menimbulkan penyakit Tidak dapat menimbulkan penyakit
imunokompromais
Penggunaan pada kehamilan Teoritis kerusakan janin dapat terjadi Teoritis kerusakan janin tidak terjadi

Penyimpanan Perlu khusus untuk mempertahankan Perlu khusus untuk mempertahankan


vaksin hidup stabilitas sifat kimiawi dan fisis
Pemberian simultan di beberapa Dapat dilakukan Dapat dilakukan
tempat
Interval antara pemberian vaksin Diperlukan interval minimum Diperlukan interval minimum
yang sama secara berurutan
Interval antara pemberian vaksin Diperlukan interval minimum Tidak diperlukan interval minimum
Klasifikasi Vaksin
Jenis vaksin Penyakit Keuntungan Kerugian
Vaksin hidup Campak, parotitis, polio Respons imun kuat, sering seumur Memerlukan alat pendingin
(Sabin), virus rota, rubela, hidup dengan beberapa dosis untuk menyimpan dan dapat
varisela, yellow fever, berubah menjadi bentuk
tuberkulosis. virulen
Vaksin mati Kolera, influenza, hepatitis A, Stabil, aman dibanding vaksin hidup, Respons imun lebih lemah
pes, polio (Salk), rabies tidak memerlukan alat pendingin dibanding vaksin hidup,
biasanya diperlukan suntikan
booster
Toksoid Difteri, tetanus Respons imun dipacu untuk -
mengenal toksin bakteri

Subunit (eksotoksin Hepatitis B, pertusis, S. Antigen spesifik menurunkan Sulit untuk dikembangkan
yang diinaktif) pneumoni kemungkinan efek samping

Konjugat H.Influenza tipe B, S. Memacu sistem imun bayi untuk -


Pneumoni mengenal kuman tertentu

DNA Dalam uji klinis Respons imun humoral dan selular Belum diperoleh
kuat, relatif tidak mahal untuk
manufaktur
Vektor rekombinan Dalam uji klinis Menyerupai infeksi alamiah, -
IMUNISASI PASIF
Imunisasi pasif terjadi bila seseorang menerima
antibodi atau produk sel dari orang lain yang telah
mendapat imunisasi aktif.
Transfer sel yang kompeten imun kepada pejamu
yang sebelumnya imun kompeten, disebut transfer
adoptif. Imunisasi aktif menginduksi respons imun.
Pencegahan sebelum terjadi pajanan biasa
dilakukan sebagai imunisasi aktif pada anak.
Imunitas pasif dapat diperoleh melalui antibodi
dari ibu atau dari globulin gama homolog yang
dikumpulkan. Beberapa serum mengandung titer tinggi
antibodi terhadap patogen spesifik dan digunakan pada
terapi atau dalam usaha pencegahan terhadap berbagai
penyakit.
IMUNISASI PASIF
IMUNISASI
IMUNISASI IMUNISASI
PASIF
PASIF PASIF BUATAN
ALAMIAH

a. Immune Serum Globulin


a. Imunitas maternal nonspesifik (Human Normal
melalui plasenta Immunoglobulin)
b. Immune Serum Globulin
b. Imunitas maternal spesifik
melalui kolostrum - Hepatisis B Immune Globulin
- ISG Hepatitis A
- ISG Campak
- Human Rabies Immune Globulin
- Human Varicella-Zoster Immune
Globulin
- Antisera terhadap virus
sitomegalo
- Antibodi Rhogam
- Tetanus Immune Globulin
- Vaccinia Immune Globulin
c. Serum asal hewan
d. Antibodi heterolog versus
antibody homolog
IMUNISASI PASIF
ALAMIAH
a. Imunitas maternal melalui plasenta
Antibodi dalam darah ibu merupakan
proteksi pasif kepada janin. IgG dapat
berfungsi antitoksik, antivirus dan
antibakterial terhadap H. Influenza B atau S.
agalacti B. Ibu yang mendapat vaksinasi aktif
akan memberikan proteksi pasif kepada janin
dan bayi.
IMUNISASI PASIF
ALAMIAH
b. Imunitas maternal melalui kolostrum
ASI mengandung berbagai komponen
sistem imun. Beberapa di antaranya berupa
Enhancement Growth Factor Untuk bakteri yang
diperlukan dalam usus atau faktor yang justru
dapat menghambat tumbuhnya kuman tertentu
(lisozim, laktoferin, interferon, makrofag, sel T
,sel B, granulosit). Antibodi ditemukan dalam
ASI dan kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum
(ASI pertama segera setelah partus).
IMUNISASI BUATAN
a. Immune Serum Globulin nonspesifik (Human
Normal Immunoglobulin)
Imunisasi pasif tidak diberikan secara rutin, hanya
diberikan dalam keadaan tertentu kepada penderita yang
terpajan dengan bahan yang berbahaya terhadapnya dan
sebagai regimen jangka panjang pada penderita dengan
defisiensi antibodi. Jenis imunitas diperoleh segera
setelah suntikan, tetapi hanya berlangsung selama masa
hidup antibodi in vivo yang sekitar 3 minggu untuk
kebanyakan bentuk proteksi oleh Ig. Imunisasi pasif dapat
berupa tindakan profilaktik atau terapeutik, tetapi sedikit
kurang berhasil sebagai terapi. Tergantung dari isi dan
kemurnian antisera, preparat dapat disebut globulin imun
atau globulin imun spesifik.
b. Immune Serum Globulin spesifik
Plasma atau serum yang diperoleh dari
donor yang dipilih sesudah imunisasi atau
booster atau konvalesen dari suatu penyakit,
Disebut sesuai dengan jenisnya misalnya TIG,
HBIG, VZIG dan RIG. Preparat dapat pula
diperoleh dalam jumlah besar dari hasil
plasmaferesis.
a. Hepatisis B Immune Globulin
HBIG yang diperoleh dari pool plasma manusia yang
menunjukkan titer tinggi antibody HBsAg. HBIG juga dapat
diberikan pada massa perinatal kepada anak yang dilahirkan
oleh ibu dengan infeksi virus hepatitis B, para tenaga medis
yang termasuk jarum terinfeksi atau pada mereka setelah
kontak dengan seseorang hepatitis B yang HBsAg positif.
b. ISG Hepatitis A
Diberikan sebagai proteksi sebelum dan sesudah pajanan.
Juga diberikan untuk mencegah hepatitis A pada mereka
yang akan mengunjungi Negara dengan prevalensi hepatitis
A tinggi.
c. ISG Campak
ISG dapat diberikan sebelum vaksinasi dengan virus
campak yang dilemahkan kepada anak-anak yang
imunodefisien.
d. Human Rabies Immune Globulin
HRIG yang diperoleh dari serum manusia
yang hiperimun terhadap rabies (biasanya
dokter hewan atau mahasiswa calon dokter
hewan). HRIG digunakan untuk mengobati
penderita terpajan dengan anjing gila. HRIG
yang dapat diberikan bersamaan dengan
imunisasi aktif oleh karena antibody dibentuk
lambat. Karena tidak tersedianya serum asal
manusia, kadang diberikan serum asal kuda.
e. Human Varicella-Zoster Immune Globulin
HVIG dipilih oleh karena mengandung antibody dengan titer
tinggi terhadap virus varisela-zoster. Produk ini digunakan
sebagai profilaksis pada anak imunodefisien untuk mencegah
terjangkit varisela, tetapi tidak menguntungkan untuk
digunakan pada penderita dengan varisela aktif atau herpes
zoster (shingles). VZIG, juga diberikan kepada penderita
leukemia dengan risiko tinggi, 72 jam setelah terpajan dengan
virus varisela.

f.Antisera terhadap virus sitomegalo


Antisera terhadap virus sitomegalo diberikan secara
rutin kepada mereka yang mendapatka transplan sumsum
tulng untuk mengurangi reaktivasi virus bila diberikan obat
imunosupresif dalam usaha mengurangi kemungkinan
penolakan tandur.
g. Antibodi Rhogam
Antibody Rhogam terhadap antigen RhD, diberikan dalam
usaha mencegah imunisasi oleh eritrosit fetal yang Rh+. Rho(D)-
Immune Globulin (RhoGAM) adalah preparat asal manusia, diberikan
kepada wanita resus negative dalam 72 jam sesudah melahirkan,
keguguran atau aborsi dengan bayi/janin resus positif. Maksudnya
ialah mencegah sensitasi ibu terhadap kemungkinan sel darah merah
janin yang resus positif. Juga diberikan selama, trimester terakhir (16
minggu) kepada prima gravid resus-negatif.
h. Tetanus Immune Globulin
TIG adalah antitoksin yang diberikan sebagai proteksi pasif
setelah menderita luka. Biasanya diberikan IM dengan toksoid tetapi
pada lengan yang sebaliknya.
i. Vaccinia Immune Globulin
VIG yang diberikan kepada penderita dengan eksim atau
imunokompromais yang terpajan dengan vaksinia dan pada anggota
tentara.
3. Serum asal hewan

Serum asal hewan seperti anti bias ular tertentu, laba-laba,


kalajengking yang beracun digunakan untuk mengobati mereka yang
digigit. Bahayanya ialah penyakit serum. Serum yang digunakan pada
manusis terlihat pada Tabel 16.9.
4. Antibodi heterolog versus antibody homolog
Antibodin heterolog asal kuda dapat menimbulkan sedikitnya
2 jenis hipersensitivitas yaitu reaksi tipe I atau tipe III (penyakitm
serum atau kompleks imun). Kalau perlu dapat diperlukan
desensitisasi pada seseorang terhadap reaksi tipe I dengan
memberikan dosis kecil secara perlahan-lahan dan berulang-ulang
dalam waktu beberapajam. Efek antibody manusia yang homolog
diharapkan lebih lama disbanding dengan antibody heterolog dari
kuda. Ada 4 fase dalam eliminasi antibody heterolog ialah :
pengenceran, katabolisme, pembentukan kompleks imun dan
eliminasi.
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian globulin
serum
Biasanya preparat globulin diberikan IM mengingat
pemberian IV dapat menimbul kan reaksi anafilaksis, Ig (IgG1,
IgG2 lgG3 dan IgM) dapat mengaktifkan komplemen dan
melepas anafilatoksin melalui jalur klasik, sedang IgG4 dan IgA
menimbulkan hal yang sama melalui jalur alternatif. Preparat
baru adalah aman untuk pemberian IV.
Keunikan kontraindikasi pemberian immunoglobulin
yaitu pada defisiensi lgA sistem imun penderita ongenital. ini
tidak pernah mengenal IgA, sehingga akan memberikan
respons terhadap IgA asal donor dengan membentuk anti IgA
yang dapat menimbulkan terjadinya anafilaksis
IMUNISASI AKTIF
Dalam imunisasi aktif untuk mendapatkan
proteksi dapat diberikan vaksin hidup/dilemahkan atau
yang dimatikan. Vaksin yang baik harus mudah diperoleh,
murah, stabil dalam cuaca ekstrim dan nonpatogenik.
Efeknuya harus tahan lama dan mudah direaktivasi
dengan suntikan booster antigen. Baik sel B maupun sel T
diaktifkan oleh imunisasi.
Keuntungan dari pemberian vaksin
hidup/dilemahkan ialah terjadinya replikasi mikroba
sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar
dan respons imun ditempat infeksi alamiah. Vaksin yang
dilemahkan diproduksi dengan mengubah kondisi biakan
mikro organisme dan dapat merupakan pembawa gen
dari mikroorganisme lain yang sulit untuk dilemahkan.
Respon primer dan sekunder
Kontak pertama dengan antigen eksogen
menimbulkan respons humoral primer yang ditandai
dengan sel plasma yang memproduksi antibodi dan
sel B memori. Respons primer ditandai dengan phase
lag yang diperlukan sel naif untuk menjalani seleksi
klon, ekspansi klon dan diferensiasi menjadi sel
memori dan sel plasma. Kemampuan untuk
memberikan respons humoral sekunder tergantung
dari adanya sel B memori dan sel T memori. Aktivasi
Gambar 16.6 kedua sel memori menimbulkan
respons antibodi sekunder yang dapat dibedakan
dari respons primer.
Respon primer dan sekunder
Tabel 16.10 Perbandingan respons antibodi prier dan sekunder
Respons primer Respons sekunder
Sel B yang terllibat Sel B naif Sel B memori
Masa lag setelah Umumnya 4-7 hari Biasanya 1-3 hari
pemberian antigen
Masa respons puncak 7-10 hari 3-5 hari
Besarnya puncak Bervariansi tergantung Biasanya 100-1000 kali lebih tinggi
respons antibodi antigen dibanding respons primer
IgG predominan
Isotip yang dihasilkan IgM predominan pada
awal respons Timus dependen
Antigen Timus dependen dan
timus independen Tinggi
Afinitas antibodi Rendah
Perbedaan respons imun di berbagai
bagian tubuh
Ada perbedaan kadar antibodi dalam intra dan ekstra-
vaskuler. slgA diproduksi setempat di lamina propria di bawah
membran mukosa saluran napas dan cerna yang sering
merupakan tempat kuman masuk. sIgA merupakan Ig utama
dalam sekresi hidung, bronkus, intestinal, saluran kemih,saliva,
kolostrum dan empedu. Pemberian vaksin polio oral (Sabin)
memacu produksi antipolio (sIgA) dan ditemukan di dalam
sekresi nasal dan duodenum, sedang pemberian vaksin mati
parenteral (Salk) tidak. Jelas bahwa sIgA memberikan
keuntungan dan dapat mencegah virus di tempat virus masuk
tubuh. Sintesis anti bodi sekretori lokal terbatas pada lokasi
lokasi anatomis tertentu yang dirangsang langsung melalui
kontak dengan antigen.
Perbedaan respons imun di berbagai
bagian tubuh
IgG dan IgM dapat ditemukan dalam
sekresi setempat. Hal ini berarti bahwa Ig
serum dapat pula berperan pada imunitas
ekstravaskuler. IgG dan IgM telah di temukan
pula dalam eksudat. Antibodi dalam cairan
serebrospinal dibentuk di jaringan susunan
saraf pusat oleh rangsangan infeksi. Mekanisme
yang menim bulkan perbedaan-perbedaan
kadar Ig di berbagai tempat di tubuh belum
dapat diterangkan. IgG4 merupakan 3,5% dari
IgG dalam plasma tetapi merupakan 15% dari
IgG kolostrum.
VAKSIN VIRUS
Respons antivirus adalah kompleks, oleh karena ada beberapa faktor
yang berperan seperti tempat virus masuk tubuh, tempat virus melekat pada
sel, aspek patogenesis induksi interferon, respons infeksi virus, antibodi dan
CMI. Virus influenza yang menginfeksi epitel pernapasan dan berkembang
intraselular dapat menyebar ke sei epitel berdekatan.
Respons imun yang baik harus mencakup efek antibodi pada
permukaan epitel l. Efek ini dapat diperoleh dari igA lokal atau igG dan igM
ekstravaskular setempat. Infeksi virus seperti campak atau polio, mulai di epitel
mukosa saluran napas atau cerna dan efek patogeniknya yang utama terjadi
setelah disebarkan melalui darah ke alat-alat tubuh lainnya. Antibodi pada
permukaan epitel akan mampu melindungi badan yang mencegah virus masuk
tubuh. Antibodi dalam sirkulasi dapat menetralisasi virus yang masuk darah
pada fase viremia.
Respons antibodi terhadap virus dapat ditemukan in vitro sebagai
berikut :
 Menetralkan infektivitas virus dan melindungi pejamu yang rentan
 Mengikat komplemen
 Mencegah adherens dan aglutinasi eritrosit oleh beberapa jenis virus
(haemaglutination inhibition).
Dosis dan efek samping
Dosis yang berikan adalah 100-400 mg/kgBB
setiap 3-4 minggu pada disfungsi imun primer.
Pada penyakit saraf dan auto imun, diberikan
2gram/kg BB yang diberikan dalam jangka waktu 5
hari/bulan selam 3-6 bulan.
Pengobatan perawatan adalah 100-400mg/kg
setiap 3-4minggu. IGIV dapat menimbulkan berbagai efek
samping seperti sakit kepala, dermatitis (kulit
mengelupas), infeksi (HIV dan Hepatitis virus asal produk
terkontaminasi). edem paru akibat cairan berlebihan dan
tekanan onkotik koloid tinggi IGIV, alergi/anafilaksis,
kerusakan jaringan direk (hepatitis) yang ditimbulkan
antibodi yang terkandung Dalam IGIV, gagal ginjal akut,
trombosis vena dan meningitis aseptik.
Vaksin virus
vaksin rubela

Vaksin influenza

Vaksin campak

Vaksin poliomielitis

Vaksin hepatitis B

Vaksin hepatitis A

Vaksin varisela

Vaksin retro

Vaksin rabies

Vaksin papiloma
Vaksin virus
A. Vaksin Rubela
Vaksin rubela (German measles) mengandung virus yang
dilemahkan atau dimatikan, berasal dari virus dengan antigen
tunggal yang ditumbuhkan dalam biakan human diploid cell
line. Kepada wanita yang seronegatif perlu diberikan
imunisasi sebelum pubertas dengan virus yang dilemahkan.
Hal tersebut diperlukan mengingat rubela dapat
menimbulkan malformasi pada janin. Guru-guru wanita,
perawat dan dokter rumahsakit nak dapat terpajan dengan
rubela. Juga staf para medis yang bekerja diklinik antenatal
dapat terinfeksi dan menularkannya kepada ibu-ibu hamil
muda. Kepada mereka yang sero negatif perlu diberikan
vaksinasi .
vaksin tidak boleh diberikan kepada wanita yang belum
mengandung, dianjurkan untuk tidak hamil dahulu selama 2
bulan
Vaksin virus
B. Vaksin Influensa
Virus tipe A dapat mengalami dua jenis perubahan/
mutasi yaitu antigenic drift bila mutasi tersebut terjadi perlahan
dan antigenic shift yang terjadi mendadak. Adanya antigenic
drift/shift tersebut memungkinkan virus untuk lolos dari
pengawasan sistem imun pejamu.
Ada dua jenis vaksin yaitu yang dimatikan, diinaktifkan
dalam formalin atau propiolakton (parenteral). Vaksin split
particle menggunakan fragmen partikel virus (mengandung
RNA dan protein M) dengan imunogenisitas baik dan efek
samping yang kurang. Vaksin subunit mempunyai bentuk mirip
dengan split vaccin dengan imunogenisitas kurang dan efek
samping sedikit.
Vaksin Virus
C. Vaksin Campak
Vaksin campak adalah vaksin hidup yang dilemahkan dari galur virus dengan
antigen tunggal yang dibiakkan dalam embrio ayam. MMR adalah vaksin yang dimatikan
dan diberikan dalam suntikan tunggal, untuk pencegahan penyakit campak, mumps
(gondong) dan rubela.
D.Vaksin Poliomielitis
Vaksin poliomielitis diperoleh dalam bentuk yaitu vaksin virus mati dan vaksin
virus hidup (oral) sebagai berikut :
1.Vaksin Virus Mati (Inactivated Polio Vaccin, Salk)
Vaksin Salk diproduksi dari virus yang ditumbuhkan dalam biakan (ginjal kera)
yang kemudian diinaktifkan dengan formalin atau sinar ultraviolet. Diberikan
sebelum vaksin sabin dikembangkan.
2.Vaksin Virus Hidup (Oral Polio Vaccin Sabin)
Vaksin sabin dibuat dari virus yang juga ditumbuhkan dalam biakan (ginjal kera,
Human Diploid Cells) yang dilemahkan dan memberikan proteksi terhadap infeksi
intestinal dan penyakit paralisa. Efek samping S-IPV yang dilaporkan hanya berupa
reaksi lokal. Oleh karena itu, banyak yang menganjurkan untuk memberikan
vaksinasi IPV-OPV secara berurutan. Vaksin ini diberikan oral sesuai dengan rute
masuk alamiah virus. Sifat perlindungannya sistemik dan lokal.
Vaksin Virus
E. Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B terdiri atas partikel antigen
permukaan hepatitis B yang diinaktifkan (HbsAg) dan
diabsorpsi dengan tawas, dimurnikan dari plasma
manusia/ karier hepatitis. Vaksin rekombinan HbsAg
(rHBsAg) diproduksi dengan rekayasa genetik galur
Saccharomyces cerevisiae yang mengandung plasmid/ gen
untuk antigen HbsAg.
F. Vaksin Hepatitis A
Vaksin hepatitis A terdiri atas virus dimatikan
yang cukup efektif, diberikan kepada orang dengan
risiko misalnya dalam perjalanan/ kunjungan negara
dengan risiko.
Vaksin Virus
G. Vaksin Varisela
Vaksin varisela digunakan untuk mencegah varisela,
merupakan vaksin yang dilemahkan, biasanya tidak diberikan
kepada anak-anak sampai IgG asal ibu hilang (sekitar usia 15
bulan).
H. Vaksin Retro
Vaksin virus Retro dapat mencegah kematian pada bayi
akibat diare. Vaksin mengandung 4 tipe antigen virus yang
berhubungan dengan penyakit pada manusia.
I. Vaksin Rabies
Vaksin Rabies diperoleh dalam 2 bentuk yaitu vaksin
dimatikan untuk manusia dan vaksin hidup yang dilemahkan
pada hewan. Ada 2 bentuk vaksin untuk manusia yaitu yang
dibiakan dalam embrio bebek yang memiliki beberapa efek
ensefalitogenik dan yang dibiakan dalam sel human diploid.
Kadang diperlukan bersamaan dengan RIG.
Vaksin Virus
J. Vaksin Papiloma
Kanker serviks merupakan kanker nomor dua tersering
pada wanita, sekitar 10% dari semua kanker wanita yang ada,
kini sudah diketahui bahwa risiko tinggi virus tipe papiloma
merupakan penyebab lesi prekanker dan kanker srviks rahim.
Infeksi HPV kronis dianggap merupakan fase intermediate
terjadinya kanker serviks invasif. Tidak ada jenis kanker lain
pada manusia yang memiliki hubungan sebab akibat yang
sangat jelas dengan virus seperti pada HPV. (gambar 16.8)
Bila dibandingkan dengan faktor risiko kanker lain pada
manusia seperti merokok (kanker paru), infeksi HBV (kanker
hati), faktor risiko yang berhubungan dengan HPV bahkan
lebih tinggi. Resiko relatif adalah sekitar 10 pada perokok dan
kanker paru, 50 pada kanker hati dan HBV, namun 300-400
pada kanker serviks dan HPV.
Vaksin Virus
J.Vaksin Papiloma

Bagaimana vaksin diberikan

Diberikan 3x suntikan
Selama periode 6 bulan

Jadwal vaksin 0 – 2 – 6 bulan


VAKSIN BAKTERI
Respon imun antibakterial meliputi lisis melalui antibodi
da komplemen, opsonisasi, fagositosis yang diaktifkan dengan
eliminasi bakteri dihati,limfa, dan sel-sel dari sistem fagosit
makrofag. Yang berperan dalam opsonin dan fagositosis bakteri
grm negatif adalah IgG dan IgM saja atau komponen komplemen
C3b. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif dapat dirangsang
secara non spesifik oleh endotoksin lipopolisakarida (dinding
bakteri negatif-Gram) atau oleh polisakarida dari kapsul bakter
negatif –gram dan positif-gram yang mengaktifkan C3. Jalur
alternatif ini menimbulkan pelepasan molekul kemotaktik C3a,
C5a dan opsonin C3b.
Aktivasi jalur alternatif juga melepas faktor adherens
imun dari C5, 6, 7, 8, 9 yang bakteriolitik. Oleh karena proses
dalam limfa, penderita pasca splenektomi sangat rentan terhadap
akteri yang memiliki kapsul. Pada jalur klasik IgM berperan dalam
lisis bakteri negatif-gram. CMI juga berperan pada bakteri yang
hidup intraselular seperti M tuberkulosis.
VAKSIN BAKTERI
Vaksin Bakteri

Vaksin DOMI Vaksin BCG Vaksin Subunit

Vaksin polisakarida
Antitoksin Vaksin peptida Vaksin konjugat

a. Vaksin Pneumokok a. Antitoksi


b. Vaksin Hemofilus botulinum
influenza b. Antitoksin
c. Vaksin niseria difteri
meningitidis c. Antitoksin
d. Lyme disease tetanus
e. Vaksin S. Pneumoni d. Difteri, pertusis
f. Vaksin S. tifi dan tetanus
VAKSIN HASIL REKAYASA
VAKSIN TUMOR
JADWAL IMUNISASI
Mekanisme proteksi dipengaruhi berbagai
factor. Keadaan nutrisi, penyakit yang
menyertai dan usia akan mempengaruhi kadar
globulin atau CML. In utero, janin biasanya
terhindar dari antigen asing dan infeksi
mikroorganisme, meskipun pathogen tertentu
(rubela) dapat menginfeksi ibu dan merusak
janin. Imunitas ibu melindungi janin dengan
jalan mengeliminasi mikroba sebelum
memasuki uterus, atau melindungi bayi baru
lahir melalui antibodi transplasental atau air
susu ibu (Tabel 16.17)
Janin dan neonatus belum mempunyai kelenjar getah
bening yang berkembang kecuali timus yang ukurannya pada
waktu lahir sangat besar dibanding dengan badan. Janin dapat
membentuk IgM pada gestasi 6 bulan. Kadar IgM kemudian
perlahan-lahan meningkat sampai sekitar 0.1 mg/ml serum
waktu lahir yang berarti sekitar 10% dari kadar IgM orang
dewasa.
IgG didapatkan dalam janin pada sekitar gestasi bulan ke-
2 yang berasal dari ibu. Kadar IgG meningkat dan mencapai
puncaknya pada sekitar gestasi bulan ke-4. Pada waktu lahir
kadarnya menjadi 10-12 mg/ml serum yang sedikit lebih tinggi
dari pada kadar IgG IBU. Jadi janin mendapat persediaan IgG
dari ibu yang bersifat antitoksik, antivirus dan antibacterial.
Kadar IgG asal ibu ini kemudian perlahan-lahan menurun bila
bayi mulai membuat antibodi sendiri, sehingga IgG total pada
usia 2-3 bulan hanya 50% dari kadar waktu lahir. (Gambar
16.14)
A. Imunisasi Pada anak
Imunisasi biasanya dimulai pada anak dengan
memberikan toksoid difteri dan tetanus, kuman B,
peptusis yang dimatikan dan polio (Sabin) tipe 1,2,3,
oral. Adanya 1012 sel limfosit dalam tubuh diduga
tidak akan berkompetisi dan akan memberikan
respons imun yang baik terhadap semua antigen.
Meskipun ada dugaan bahwa virus hidup akan
mencegah respons imun terhadap vaksin virus hidup
yang diberikan beberapa hari kemudian, tetapi dalam
praktek hal ini tidaklah begitu berarti. Jadi
pemberian vaksin campak dan rubela secara
berurutan akan memberikan respons protektif
terhadap virus tersebut.
Jadwal imunisasi anak
B. Imunisasi pada dewasa
Imunisasi pada usia dewasa dapat
diberikan sebagai imunisasi ulangan atau
pertama. Perhimpunan Ahli penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI) merekomendasikan
imunisasi pada orang dewasa seperti
terlihat pada Gambar 16.16 dan 16.17.
C. Imunisasi pada golongan khusus
1. Usia di atas 60 tahun
Pada usia di atas 60 tahun terjadi penurunan respon imun yang
sekunder. Usia lanjut menunjukkan respons baik terhadap
polisakarida bakteri, sehingga pemberian vaksin polisakarida
pneumokok dapat meningkatkan antibodi dengan efektif. Virus
influenza dapat merusak epitel perapasan dan memudahkan infeksi
pneumonia bakterial. Oleh karena itu vaksin influenza juga
dianjurkan untuk diberikan kepada golongan usia di atas 60 tahun.
2. Penyakit Kronis
Vaksin pneumokok dan vaksin virus unfluenza yang
diinaktifkan/dilemahkan dianjurkan untuk diberikan kepada
penderita dengan anemia sel sabit, penyakit Hodgkin, mieloma
multipel, penyakit metabolik kronik/diabetes melitus dan
kegagalan ginjal (Tabel 16.18).
3. Risiko pekerjaan
 Imunisasi terhadap berbagai infeksi seperti
hepatitis B, Q fever, pes, tularemia dan tifoid
dianjurkan untuk diberikan kepada karyawan
laboratorium dan petugas kesehatan
 Vaksin antraks dianjurkan untuk mereka yang
bekerja dengan kulit dan tulang binatang.
 Vaksin rabies diberikan kepada dokter
hewan, mahasiswa calon dokter hewan.
4. Rubela seronegatif
Kepada mereka dengan rubela
seronegatif perlu diberikan imunisasi
sebelum pubertas dengan vaksin yang
dilemahkan.
5. Golongan risiko lain
Golongan dengan aktivitas seksual yang
tinggi, penyalahgunaan obat suntik adiktif, bayi
lahir dari ibu pengidap penyakit
hepatitis/AIDS, keluarga yang kontak dengan
penderita terinfeksi hepatitis akut atau
kronis, memerlukan vaksinasi yang sesuai.
6. Imunisasi dalam perjalanan
Wisatawan yang terpajan dengan bahaya infeksi
perlu mengetahui peraturan nasional dan
internasional. Vaksinasi terhadap kolera dan yellow
feverdiperlukan untuk mereka yang akan mengunjungi
negara dengan endemi atau dpidemi.
7. Vaksin / kontrasepsi imunologis
Kontrasepsi imunologis merupakan cara untuk
mencegah kehamilan. Vaksin yang menginduksi
antibody dan respons imun humoral terhadap
hormone atau antigen gamet yang berperan pada
reproduksi telah dikembangkan. Vaksin tersebut dapat
mengontrol fertilitas pada hewan eksperimental.
Vaksin ini masih dalam tahap pengembangan.
HAL-HAL YANG PERLU
DIPERHATIKAN PADA VAKSINASI
 Tempat pemberian vaksin
 Imunitas mukosa
 Imunitas humoral
 Sistem efektor
 Lama proteksi
 Bahaya vaksinasi dan keamanan
KONTRAINDIKASI IMUNISASI
KEBERHASILAN VAKSINASI
IMUNISASI DALAM PENILAIAN
RESPON HUMORAL
BIOTERORISME

Anda mungkin juga menyukai