Anda di halaman 1dari 31

Masalah masalah

dalam etik moral


pelayanan kesehatan
Oleh Eka Sunaryati , Skep., Ns
Teori/sistem etik
Terdapat beberapa aliran untuk menentukan baik/buruk :

• Hedonisme
Ukuran tindakan baik adalah hedone, yaitu kenikmatan dan kepuasan
rasa. Bagi pengikut hedonisme, kepuasan dan kebahagiaan disamakan,
kebahagiaan yg menenangkan manusia merupakan hal yang baik.

•Utilitarisme
Ukuran tindakan baik adalah tindakan yang bermanfaat atau berguna.
Aliran ini banyak yang tidak menerima , karena apa yang berguna bagi
seseorang belum tentu berguna bagi orang lain.
• Vitalisme
Aliran ini menggunakan ukuran bahwa yang baik
adalah mencerminkan kekuatan dan kekuasaan
didalam kehidupan manusia
• sosialisme
Aliran ini yang menyatakan bahwa masyarakat
yang menetukan baik atau buruk tindakan
manusia yang menjadi anggotanya
• Religioisme
Aliran ini menyatakan apa yang dikatakan oleh
tuhan adalah apa yang baik.

• Humanisme
Aliran ini menyatakan bahwa yang baik adalah yang
sesuai dengan kodrat dan derajat manusia, yaitu
tidak mengurangi atau menentang kemanusiaan
dan hak azasi manusia.
Prinsip etis dalam pelayanan
keperawatan
• Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu
mampu berfikir logis dan memutuskan.
Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan
tentang perawatan dirinya
• Benefisiensi
Berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik
Kadang kadang dalam situasi pelayanan
kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan
otonomi
• Keadilan
Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional
keperawatan ketika perawat bekerja untuk terapi
yang benar sesuai hukum , standart praktek dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas
pelayanan kesehatan
• Non maleficience
Prinsip ini berati segala tindakan yang dilakukan
pada klien tidak menimbulkan bahaya/cedera
secara fisik dan psikologis
• Veracity / kejujuran
Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan
untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien
dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat
mengerti
• Fidelity / kesetiaan
Dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain
• Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam kerahasiaan ini adalah bahwa
informasi tentang klien harus dijaga privasi nya
• Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang
berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap
tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang
lain
Masalah etik yang sering terjadi
dalam pelayanan kesehatan
• Berkata tidak jujur, abortus, menghentikan
pengobatan, penghentian pemberian makanan
dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta
beberapa permasalahan etik yang langsung
berkaitan dengan praktek keperawatan seperti
evaluasi diri dan kelompok, tanggung jawab
terhadap peralatan dan barang, memberikan
rekomendasi pasien pada dokter, menghadapi
asuhan keperrawatan yang buruk, masalah peran
perawaat dan mengobati (prihardjo,1995)
Selain itu ....

1. Malpraktek
Balck’s law dictionary mendefinisikan sebagai : kesalahan
profesional atau kurangnya keterampilan
2. Neglience ( kelalaian)
Termasuk dalam arti malpraktek,artinya bahwa dalam
malpraktek tidak selalu ada unsur kelalaian. Kelalaian
adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat
melanggar standart sehingga menimbulkan cedera/
kerugian orng lain (sampurno,2005)
Jenis- jenis kelalaian :
- Malfeasance : melakukan tindakn yg melanggar hukum
atau tidak tepat, misal : melakukan tindakan keperawatan
tanpa indikasi yang tepat
- Misfeasance : melakukan pilihan tindakan
keperawatan yang tepat tetapi dilaksanakan
dengan tidak tepat, misal ; melakukan tindakan
keperawatan yang menyalahi prosedur
- Nonfeasance : tidak melakukan tindakan
keperawatan yg merupakan kewajiban
Mis : memasang pengaman tempat tidur tp tdk
dilakukan

3. Lialibility
Adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang
terhadap setiap tindakan atau kegagalan
melakukan tindakan.
Tanggungan ini bisa berupa tindakan
kriminal,kecerobohan , dan kelalaian.
Strategi penyelesaian etik..
• Salah satu caranya dengan melaksanakan Rounde
( Bioetics Rounds) yang melibatkan perawat
dengan dokter.
Dalam rounde ini dilakukan diskusi untuk mencari
kemungkinan terdapat permasalahan etis
Dilema etik adalah...

 Suatu masalah yang melibatkan dua ( atau lebih )


landasan moral suatu tindakan tetapi tidak dapat
dilakukan keduanya.
Ini merupakan kondisi dimana setiap alternatif
memiliki landasan moral/prinsip
 Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat,
klien atau lingkungan tidak lagi menjadi kohesif
sehingga timbul pertentangan dalam
pengambilan keputusan ( Thomson&Thomson,
1981)
Pengertian Informed consent
• Informed consent adalah persetujuan individu
terhadap pelaksanaan suatu tindakan, seperti
operasi atau prosedur diagnostik invasif,
berdasarkan pemberitahuan lengkap tentang
risiko, manfaat, alternatif, dan akibat penolakan
• Secara harfiah informed consent adalah
persetujuan bebas yang didasarkan atas informasi
yang diperlukan untuk membuat persetujuan
tersebut
Dilihat dari pihak-pihak yang terlibat , dalam
praktek dan penelitian medis, pengertian “informed
consent” memuat dua unsur pokok, yakni:
• 1. Hak pasien (atau subjek manusiawi yang akan
dijadikan kelinci percobaan medis) untuk dimintai
persetujuannya bebasnya oleh dokter (tenaga
medis) dalam melakukan kegiatan medis pada
pasien tersebut, khususnya apabila kegiiatan ini
memuat kemungkinan resiko yang akan
ditanggung oleh pasien.
• 2.    Kewajiban dokter (tenaga riset medis) untuk
menghormati hak tersebut dan untuk memberikan
informasi seperlunya, sehingga persetujuan bebas
dan rasional dapat diberikan kapada pasien.
• Tom L. Beauchamp dan James F. Childress, dalam
pengertian informed consent terkandung empat
unsur :
1. pembeberan informasi
2. pemahaman informasi
3. persetujuan bebas
4. kompetensi untuk membuat perjanjian
• Munurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989,
PTM berarti ”persetujuanyang diberikan pasien
atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakanmedik yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut”. Dari pengertian diatas PTM
adalah persetujuan yang diperoleh sebelum
melakukan pemeriksaan, pengobatan atau
tindakan medik apapun yang akan dilakukan.
Transaksi Terapeutik

• Transaksi berarti perjanjian atau persetujuan yaitu


hubungan timbal balik antara dua pihak yang
bersepakat dalam satu hal. Terapeutik adalah
terjemahan dari therapeutic yang berarti dalam
bidang pengobatan. Ini tidak sama dengan
therapy atau terapi yang berarti pengobatan.
Persetujuan yang terjadi di antara dokter dengan
pasien bukan di bidang pengobatan saja tetapi
lebih luas, mencakup bidang diagnostic, preventif,
rehabilitasi maupun promotif, maka persetujuan
ini disebut persetujuan terapeutik atau transaksi
terapeutik.
Hubungan informed consent
dan transaksi terapeutik
Hubungan yang terjadi antara tim medis dengan pasien secara
umum dianggap sebagai suatu jenis kontrak. Sebuah kontrak
adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih, dimana kedua
belah pihak membuat perjanjian untuk masing-masing pihak,
menurut istilah hukum, memberikan prestasinya
jika ditinjau secara yuridis, maka yang dapat menjadi subyek
hukum dalam lalu lintas hukum termasuk juga mengadakan
kontrak terapeutik, hanya ada 2 dua bentuk yaitu :
1.   Perorangan ( naturlijk persoon)
Setiap orang yang sudah dewasa (21) tahun, atau yang sudah
menikah sebelunya, berhak untuk membuat perjanjian, termasuk
suatu kontrak terapeutik. Mereka yang di bawah pengampunan
(onder curatele) harus diwakili oleh walinya (curator)
       
• 2. Badan Hukum (rechtspersoon)
Badan-badan yang sudah diberikan izin untuk
menyelenggarakan pemberian pelayanan
kesehatan dengan mendirikan rumah sakit, seperti :
pemerintah, ABRI, yayasan yang sudah ada
pengakuan sebagai badan hukum, PT, atau badan
hukum lainnya. Selain harus dipenuhi persyaratan
formal dan menyediakan peralatan tertentu, kepada
badan-badan hukum yang hendak mendirikan
rumah sakit pun diharuskan mengadakan suatu Unit
gawat darurat
Di dalam suatu kontrak terapeutik secara yuridis
terdapat 2 (dua) kelompok subyek-subyek yang
dinamakan :

1. Pemberi pelayanan kesehatan (health provider):


Umumnya yang diartikan sebagai pemberi
pelayanan kesehatan adalah semua tenaga
kesehatan (tenaga medis, paramedis perawatan
dan tenaga kesehatan lainnya) yang terlibat secara
langsung dalam pemberian jasa perawatan dan
pengobatan (cure and care). Termasuk juga sarana-
sarana kesehatan, seperti rumah sakit, rumah
bersalin, klinik-klinik serta badan atau kelompok
lain yang memberi jasa tersebut.
2. Penerima pelayanan kesehatan (health receiver):
Setiap orang yang datang ke rumah sakit untuk
menjalani prosedur tindakan medik tertentu, lazim
disebut sebagai “pasien”, walaupun ia sebenarnya
atau  mungkin tidak sakit dalam arti umum
Peranan perawat dan peranan
informed consent
Perawat sangat berperan dalam pelaksanaan
informed consent yaitu berfungsi sebagai advocator
pasien dan sumber informasi (communicator ) bagi
pasien selama fase perawatan di rumah sakit,
tetapi pada kenyataanya, pelaksanaan informed
consent di indonesia sampai saat ini belum
terkoordinasi, karena terdapat kesenjangan dalam
pelaksanaanya, Fenomena yang terlihat sekarang
ini adalah bahwa perawat belum melaksanakan
informed consent secara optimal sesuai dengan
standar praktik keperawatan, seolah-olah perawat
tidak mempunyai wewenang dalam pelaksanaan
informed consent (Suhaemi,2004)
Hal-hal yang harus dijelaskan oleh dokter
dan perawat terkait informed consent:
1.      Tentang tujuan dan prospek keberhasilan
tindakan medis yang ada dilakukan (purhate of
medical procedure)
2.      Tentang tata cara tindakan medis yang akan
dilakukan (consenpleated medical procedure)
3.      Tentang risiko (risk inherene in sual medical
procedures)
4.      Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi
5.      Tentang alternatif tindakan medis lain yang
tersedia dan risiko –risikonya (alternative medical
procedure and risk)
6.      Tentang prognosis penyakit, bila tindakan
DASAR HUKUM INFORMED
CONSENT
Dasar hukum informed consent
•          UU No. 32 Tahun 1992 tentang Kesehatan
• ·         Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1998 Tentang tenaga
Kesehatan
• ·         Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159 b/Menkes/SK/Per/II/1998
Tentang RS
• ·         Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 749A/Menkes/Per/IX/1989
tentang Rekam medis/ Medical record
• ·         Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 585/Menkes/Per/IX/1989
Tentang Persetujuan Tindakan Medis
• ·         Kep Menkes RI No. 466/Menkes/SK dan standar Pelayanan Medis
di RS
• ·         Fatwa pengurus IDI Nomor: 139/PB/A.4/88/Tertanggal 22 Februari
1988 Tentang Informed Consent
• ·         Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1981 Tertanggal 16 juni
1981Tentang Bedah Mayat Klinik dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat dan/atau Jaringan Tubuh Manusia.
Permasalahan yang mungkin muncul pada
informed consent dan transaksi terapeutik

1.      Penolakan tindakan dapat dilakukan dan atau


keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan
pernyataan.
2.      Persetujuan yang di batalkan.
3.      Pemberian persetujuan tindakan tidak
menghapus tanggung gugat.
4.      Kelalaian dalam melakukan tindakan yang
mengakibatkan kerugian.
 
 
Syarat-syarat Informed
Consent
1. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh
dokter
2. Kompetensi pasien dalam memberikan
persetujuan
3. Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan)
dalam memberikan persetujuan.
Bentuk Informed Consent

Ada dua bentuk informed consent (Febiyanti Rizky, 2011)


1.      Implied constructive Consent (Keadaan Biasa)
Tindakan yang biasa dilakukan , telah diketahui, telah dimengerti oleh
masyara umum, sehingga tidak perlu lagi di buat tertulis misalnya
pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.
2.      Implied Emergency Consent (keadaan Gawat Darurat)
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan
medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk
melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
a)      Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang
mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No.
585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88
butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang mengandung resiko cukup
besar, mengharuskan adanya persetujuan tertulis, setelah sebelumnya pihak
pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan
medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed
consent)
b)      Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan
untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan
tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan
oleh pihak pasien
c)      Persetujuan dengan isyarat, dilakukan
pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan
disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung
menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui
tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya
Tujuan Informed Consent:
1. Memberikan perlindungan kepada pasien
terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak
diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasiennya.
2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter
terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,
karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko,
dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu
resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008
Pasal 3 ).
Perlindungan Pasien:
Perlindungan pasien tentang hak memperoleh Informed
Consent dan Rekam Medis dapat dijabarkan seperti
dibawah ini: UU N0 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
Pasal 56
(1)   Setiap orang berhak menerima atau menolak
sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan
diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami
informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)  tidak berlaku pada:
a.  penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara
cepat menular ke dalam masyarakat yang lebih luas
b.      keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri; atau
c.      gangguan mental berat
VIDEO ETIKA

Anda mungkin juga menyukai