Anda di halaman 1dari 18

Dian Rahmadin Akbar S.Kep.Ns., M.Kep.

 Syok
 Syok merupakan hipoperfusi sistemik yang
disebabkan oleh penurunan baik curah jantung
maupun volume darah yang beredar secara efektif,
kemudian akan muncul hipotensi diikuti dengan
gangguan perfusi jaringan serta hipoksia sel
 (Robbins. 2007)
kardiogenik hipovolemik

Klasifikasi
anafilaktik septik
Syok

neurogenik
 Diagnosis

syok kardiogenik

Biasanya tanda yang khas yaitu hipotensi yang terus


menerus dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg
selama 30 menit atau lebih, penurunan indeks jantung <
dari 2,2 l/menit/m2, peningkatan tekanan baji (< dari 15
mmHg), tanda perfusi jaringan yang buruk (meliputi
oliguria, kesadaran menurun, ekstremitas dingin dan
berbecak, cyanosis dan keluar keringat dingin),
contoh

ada ronkhi, distensi vena jugularis, gallop


S3, pada pasien dengan infark miokard
EKG menunjukkan ST elevasi di sadapan
V4R, rontgen dada menunjukkan
kardiomegali dan tanda-tanda kongesti
paru, dan ekokardiografi.
Syok hipovolemik

 Pada syok hipovolemik biasanya terjadi


ketidakstabilan tanda-tanda vital meliputi
tekanan darah, nadi dan pernafasan serta
diikuti tanda-tanda hipoperfusi, pemeriksaan
peunjang laboratorium diperlukan untuk
penentuan derajat syok, sonografi abdominal
biasanya dilakukan untuk kasus trauma (FAST),
lavase peritoneal diagnostic, CT SCAN dan foto
polos
Syok septik
 Beberapa tanda khas yang muncul
pada syok sepsis diantaranya suhu
tubuh >38˚C atau <36˚C, frekuensi
jantung >90 kali/menit, frekuensi
napas >20 kali/menit atau PaCO² <32
mmHg, serta leukosit darah
>12000/mm³,<4000/mm³ atau batang
>10%.
Syok anafilaktik

 Diagnosis biasanya bersifat klinis.


Harus dipertimbangkan pada pasien
dengan riwayat terpajan allergen dan
tanda fisik yang menunjukkan tanda
anafilaksis
Lanjutan syok anafilaktik…
Syok anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika
pasien yg sebelumnya sudah membentuk antibodi
terhadap benda asing ( antigen ) mengalami reaksi
antigen antibodi sistemik.
Pengobatan syok anafilaktik membutuhkan
pembuangan antigen penyebab ( seperti penghentian
pemberian antibiotik ), pemberian obat- obatan yg
akan memulihkan tonus vaskular, dan dukungan
kedaruratan fungsi hidup dasar. ( Smeltzer & Bare,
2002).
Syok neurogenik

 Diagnosis biasanya dicurigai pada


pasien dengan cidera medulla spinalis,
kolaps kardiovaskuler, dan disfungsi
otonom. Biasanya penilaian fisik
ditemukan hipotensi, bradikardia
(90%), kulit hangat, kering serta tanda-
tanda trauma awal yang menyebabkan
cidera medulla.
Management dan komplikasi nyeri
Syok kardiogenik

 Dipusatkan pada terapi AMI (acute miocardic infarct)


meliputi pemberian aspirin, nitrat, beta bloker, dan terapi
reperfusi.
 Resusitasi cairan kecuali jka terdapat edema paru yang
nyata.
 Terapi nyeri dapat diberikan morfin.
 Terapi inotropik yaitu dobutami jika tekanan darah sistolik
<80 mmHg atau dopamine untuk nilai yang lebih rendah.
 Intubasi bila hipoksia terus meluas walaupun sudah diberi
oksigen.
 Terapi trombolitik untuk membuka pembuluh darah yang
terobstruksi
 PTCA dan CABG
Komplikasinya…
 Komplikasi terjadi jika tidak
ditentukan dan dikembalikan ke
kondisi semula secara cepat maka syok
kardiogenik biasanya berkembang
menjadi hipotensi refrakter dan
akhirnya kematian.
Syok hipovolemik

 O2 suplemental
 Terapi intravena kristaloid dan pemberian
produk darah.
 Penetuan lokasi hilangnya darah secara akut
harus ditentukan untuk pengontrolan dini
perdarahan dan pencegahan renjatan syok
yang berat. Kontraindikasi pemberian
pressor dopamine/ dobutamin.
Komplikasinya……
Komplikasi yang terjadi
diantaranya gagal ginjal akut,
sindrom gawat nafas akut,
koagulasi intravascular diseminata,
gagal organ multi system, sepsis
hingga kematian.

Syok septik

 Terapi mencakup penyesuaian beban jantung


preload, afterload, dan kontraktilitas dengan
oxygen delivery dan demand. Selain itu, juga
meliputi pemberian cairan kristaloid dan
koloid, serta dilakukan evaluasi saturasi
oksigen vena sentral (Scv O2); Bila Scv O2
<70% dilakukan koreksi hematokrit hingga
diatas 30%. Pemberian antibiotik.
Syok anafilaktik

 Mengamankan saluran nafas.


 Intubasi biasanya sulit perlu disiapkan peralatan
krikotiroidotomi atau respirasi jet trantrakeal.
 Epinefrin subkutan (1 : 1000) atau 0,3-0,5 mg di indikasikan
pada pasien dengan gejala-gejala saluran nafas atau tanda
vital tidak stabil.
 Epinefrin IV (1 : 10000) untuk kasus syok berat.
 O2 aliran tinggi dengan agonis beta melalui nebulizer untuk
membantu kesulitan bernafas.
 Terapi intravena dengan cairan kristaloid.
 Terapi pressor yaitu dopamine dan epinefrin.
 Semua pasien dengan syok anafilaktik harus menerima
antihistamin (antagonis H1 dan H2) dan kortikosteroid.
Syok neurogenik

 Terapi intravena kristaloid untuk


penanganan hipotensi.
 Obat pressor dopamine/dobutamin.
 Pemberian kortikosteroid
 Evaluasi neurologic dan kolaborasi bedah
syaraf kedaruratan diperlukan pada semua
kasus.
 Atropine untuk penanganan bradikardia.
 Terapi oksigen dan intubasi endotrakeal

Daftar Pustaka
 Aru W.Sudoyo et al. (2007). Kegawat Daruratan Medik di Bidang Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

 Greenberg. (2008). Teks-Atlas Kedokteran Kedaruratan.


Jakarta:Airlangga

 Isselbacher,Kurt J.,alih bahasa,Ahmad H.Asdie.(1999). Harrison


prinsip- prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta:EGC.

 Kumar,Vinay,et al.alih bahasa,dr.Awal Prasetyo,dkk.(2007). Buku Ajar


Patologi Robbins,Ed.7,Vol.1.Jakarta:EGC.

 Arrynugrah, Muhammad Bima.(2009).Penanganan Shock.diunduh


dari:http://bimaary.blogspot.com/2009/08/penanganan shock.html.

Anda mungkin juga menyukai