Anda di halaman 1dari 52

MORBUS HANSEN

Definisi dan Epidemiologi


 Penyakit menular kronis ok
kuman M leprae, tahan asam,
bersifat obligat intra seluler
 Dikenal berbagai tipe berdasarkan
sistim imunitas seseorang
 Insidensi tertinggi didunia saat
ini Indonesia 3‰
 Target organ serabut saraf tepi,
kulit, organ tubuh yang lain.
Port of Entry M leprae (tempat
masuknya M Leprae)

 Penularan melalui kontak terutama yang


mengalami mikro lesi, penggunaan alas kaki
diluar rumah dianjurkan ok M leprae hidup
46 hari pada daerah endemis
Melalui inhalasi melalui ingesti seluran cerna
 Penularan melalui gigitan serangga:
Bakteri hidup cukup banyak
Makanan cukup utk bakteri
Bakteri dapat melakukan multiplikasi pada
serangga sebagai vektor.
WHO 1981 :
• Pausibasiler ( I,TT,BT)  BTA (-)
• Multibasiler (BB,BL,LL) BTA (+)
Klasifikasi
Tujuan : menentukan rejimen obat,
identifikasi pend yg kemungk berakibat cacat
perencanaan operasional

Rridley & Jopling (1962)


- tuberkuloid (TT)
- boderline tuberculoid (BT)
- mid-boderline (BB)
- boderline lepromatosa (BL)
- lepromatosa (LL)
Diagnosis
Tanda kardinal : 1. bercak kulit mati rasa
2. penebalan saraf tepi
3. ditemukan BTA

Pengobatan

Tujuan pemberantasan lepra :


• memutus rantai penularan  turun insidensi
• mengobati & menyembuhkan penderita
• cegah timbulnya kecacatan

WHO 1981  program MDT


Patogenesis
Imunologi lepra

M.leprae

Kulit & mukosa sal.nafas

Troyan Horse Phenomen Monosit

Berkembang biak Sel Schwann MHC II (-)


Tdk diteksi sist imun (non profesional phagocyte)

menyebar
Fagolisosom M.leprae
Respon imun
Seluler (RIS) Makrofag Produksi sitokin
sel T (Th 1 & 2)

Abulafia dan Vignale, 1999


Tipe Indeterminate
 Salah satu tipe penyakit kusta yang tidak
termasuk klasifikasi Ridley dan Jopling,
tetapi diterima secara luas oleh para ahli
kusta yaitu tipe indeterminate (I).
 Lesi biasanya berupa makula
hipopigmentasi dengan sedikit sisik dan
kulit di sekitarnya normal.
 Lokasi biasanya di bagian ekstensor
ekstremitas, bokong atau muka, kadang-
kadang dapat ditemukan makula hipestesi
atau sedikit penebalan saraf.
 Diagnosis ini hanya dapat ditegakkan, bila
dengan pemeriksaan histopatologik
didapatkan kuman atau terdapat infiltrat di
sekitar saraf.
Gambaran klinis dan histopatologis
Gamb klinis mencerminkan tk kekebalan seluler
Klasifikasi berdasar kriteria Ridley & Jopling 
5 kelompok berdasar klinis, bakteriologis, histoPA

1. Lepra tuberkuloid (TT)


- lesi melibatkan kulit & saraf tepi
- makula / plak eritem / hipopigmen dg
balan saraf dan anestesi
- BTA ( - )
- histoPA : granuloma epiteloid, dg sebukan
limfosit cukup padat
2. Lepra borderline tuberkuloid (BT)
- makula hipopigmentasi batas tegas, kadang
dengan lesi satelit
- jumlah lesi > TT, ggn saraf lbh ringan drpd TT
- histoPA : zona jernih subepidermal,
bbrp sel langhans, BTA sedikit
Lesi satelit
3. Lepra mid borderline (BB)
- bentuk plg tidak stabil
- makula infiltratif, permukaan mengkilat, dpt
dijumpai lesi punched out
- histoPA : granuloma epiteloid tanpa dikelilingi
limfosit, zona subepidermal, BTA jml sedang
4. Lepra borderline lepromatosa (BL)
- lesi lebih banyak, simetris, ukuran variasi
- kerusakan saraf, berkurangnya keringat,
hilangnya sensasi, hilangnya rambut > LL
- histoPA : granuloma histiosit dg bbrp
plasma berbuih, sebag nampak epiteloid,
BTA jml cukup banyak
- Beberapa plak tampak seperti
punched out (punched out-like
5. Lepra Lepromatosa (LL)
- gambaran lesi bermacam-macam
- makula  papul, plak, nodul, infiltrat
- stad lanjut : penebalan kulit progresif, cuping
telinga menebal, garis muka kasar & cekung
 facies leonina, disertai madarosis, keratitis
- stocking and glove anesthesia
- degenerasi hialin atau fibrosis saraf tepi 
pengecilan otot tangan & kaki
- histoPA : infiltrat pd dermis dg sel buih yg
banyak M.leprae, limfosit tdk begitu banyak,
BTA dalam jumlah banyak.
Gangguan pada sistim saraf
 Sel Schwann merupakan host yang paling
cocok untuk M leprae, kerusakan saraf
dipengaruhi oleh:
1. M leprae suka pada sisi tubuh dengan
temperatur rendah
2. Saraf superfisialis mudah terkena trauma,
dan dekat artikulasi
3. Adanya reaksi imunitas tubuh
4. Meningkatnya tekanan intraneural, iskemi,
edema dan infiltrasi pada saraf tertekan
5. Saraf superfisialis pada canalis saling
bersilangan berakibat pada beberapa
lokasi kulit.
Gangguan fungsi saraf
Pada periode iritatif
 Sensoris : disestesi, parestesi,hiperalgesi
 Motoris: fibrilasi otot, kramp otot
Periode defisit
Sensoris: hip estesi, an estesi
Motoris: paresis, paralisis. Pada keadaan
ini fungsi otot hilang, terjadi atropi dan
deformitas, hilangnya keseimbangan otot
Autonoom: tidak adanya keringat karena
paralisis
Berbagai cara pemeriksaan untuk mengetahui
kerusakan fungsi saraf tepi :
Tes sensoris: rasa raba dengan kapas
yang dipilin ujungnya, rasa nyeri dng
jarum pentul, rasa suhu dengan tabung
reaksi
Tes otonom: melalui tes anhidrosis, Tes
Gunawan dengan pensil tinta, tes
pilocarpin daerah anestesi tidak akan
berkeringat setelah injeksi pilocarpin
Tes motoris, VMT (voluntary muscle test)
dan selalu bandingkan kanan dan kiri
anggauta tubuh
Cacat akibat penyakit MH
Penderita yang mempunyai resiko
tinggi mendapat cacat :
 Penderita yang terlambat berobat
MDT
 Dengan reaksi
 Banyak lesi kulit
 Dengan nyeri serta pembesaran
saraf tepi
Cacat Primer
 Langsung ok aktivitas penyakitnya,
kuman M.leprae darah, bersimbiose
dengan berbagai jaringan bukan sbg
parasit, pada sel saraf M leprae akan
menginvasi dalam jumlah besar
 Meningkatnya intensitas respons
seluler
 Kuman difagosit cel Schwanfixed
epitheloid cell, fusi pada membran
selterbentuk Langerhans Giant Cell
dikelilingi limposit  Tuberkuloid
granuloma
Cacat Sekunder

Cacat yang tidak langsung


diakibatkan oleh penyakitnya
tetap

Diakibatkan oleh adanya


anestesi, paralisis dari motoris
Kerusakan Sensoris Otonom Motoris
saraf primer
Anestesi Dryness Paralisis
Misuse hands
& Feet
Komplikasi Injuries Fissures Disuse
Sekunder
Kontraktur
Infeksi Ulserasi Deformitas
sekunder persendian

Selulitis Skar Distorsi


Osteomielitis Deformitas & Tekanan
disabilitas abnormal
Rejimen MDT PB 6 bulan

Dewasa BB < 35 & anak 10–14th Anak < 10 th

Rifampisin 600 mg/bl Rifampisin 450 mg/bl Rifampisin 12-15mg/kgBB/bl


Dapson 100 mg/hari Dapson 50 mg/hari Dapson 1-2 mg/KgBB/hari

Rejimen MDT MB 12 bulan


Dewasa BB < 35 & anak 10–14th Anak < 10 th

Rifampisin 600 mg/bl Rifampisin 450 mg/bl Rifampisin 12-15mg/kgBB/bl


Dapson 100 mg/hari Dapson 50 mg/hari Dapson 1-2 mg/KgBB/hari
Lamprene 300 mg/bl Lamprene 300 mg/bl Lamprene 200 mg/bl
Lamprene 50mg/hari Lamprene 50mg/hari Lamprene 50mg selang
sehari
LEPRA REAKSI LEPRA

keadaan inflamasi akut pd


perjalanan lepra akibat pengaruh
imunitas penderita

rx tipe 1 : reaksi reversal (RR)


 hipersensitivitas seluler
rx tipe 2 : eritema nodosum leprosum (ENL)
 hipersensitivitas humoral

Fenomena Lucio (rx tipe 3)  merupakan bentuk


reaksi tipe 2 yg berat
Faktor Pencetus

 Setelah pengobatan lepra yang intensif


 super infeksi M.Tb
 pembedahan
 stress fisik & psikis
 imunisasi
 kehamilan
Berhubungan dg hormon
 stelah melahirkan
Reaksi Reversal (RR) atau Reaksi Tipe I,
Reaksi Borderline,Reaksi Tuberkuloid,
Reaksi Nonlepromatosa
Delayed tipe hipersensitivity (tipe IV)
menurut Coombs & Gell
Ag (basil yg mati) bereaksi dg limfosit T
Pada tipe BT,BB terjadi pada saat 6 bulan
pengobatan, untuk BL dan LL sub polar
lebih lama
RR (up grading) bisa terjadi pd sebelum
pengobatan,selama & sesudah tx  menuju
ke arah tuberkuloid, down grading terjadi
pada MH yang tidak mendapatkan terapi 
menuju ke arah lepromatosa
Etiopatogenesis : peningkatan CMI mendadak
Gejala Reaksi Reaksi Berat
Ringan

Lesi Kulit aktif,menebal Lesi


merah,teraba bengkak,pecah,
panas,makula merah,nyeri
plak tekan,sendi
bengkak & sakit
Saraf tepi Tidak ada neuritis Neuritis,penebalan
& penebalan saraf saraf,gangguan
motoris

Kondisi Tidak ada demam Ada demam ringan


Reaksi Reversal

Lesi kulit yg telah ada


menjadi lebih eritem
Eritema Nodosum Leprosum

 Reaksi tipe 2
 Reaksi tipe III Coombs & Gel
 Beda dengan tipe I:
Reaksi antigen antibodi melibatkan
komplemen
Mengenai terutama LL,hanya sedikit
BL
Timbul nodulus yg hilang timbul
Biasa disertai gejala prodromal, sangat
jarang pada 6 bulan pertama
DERAJAT ENL

Reaksi ringan Reaksi sedang Reaksi berat

Nodul < 10 Nodul 10 – 20 Nodul > 20, kadang


Tidak ada Demam ada ulserasi
demam subfebril Demam tinggi
Tidak ada Neuritis ringan Neuritris
neuritis
Terjadinya ENL  kompleks imun

Abbas dkk., 2000


Reaksi Kompleks Imun pd ENL

Stimulasi non spesifik Th2


Lepra BL dan LL IL-4 & sitokin lainnya

Sel B Sel Plasma Produksi antibodi

antigen Komplek imun

Aktivasi komplemen

Kemotaksis thd netrofil

Destruksi jaringan
Gambaran vaskulitis

Reaksi ENL
Abbas, 2000 ; Ghaffar, 2007
ENL

Nodul2 eritem multipel


Disertai nyeri & demam
Karakteristik Reaksi Lepra
Gambaran Tipe 1 Tipe 2
Tipe Kusta Borderline BB, LL
Insidens >> tipe 2 LL kmdn BL
Kausa Perubahan CMI, Kompl
CMI Imun

Hub.dg.Tx Di Tx/tidak,down Yg diobati


Mikrobiologi Kuman << Kuman >>
Histologi Infiltrasi
limposit,makrofag,n
etropil,vaskulitis
Klinis & Tx ketrngan ketrngan
Sitokin Tdk jelas IL-1,2,4,6,TNF-
Pengobatan reaksi lepra, prinsip :

1. Pemberian obat anti reaksi


2. Istirahat & imobilisasi
3. Analgetik, sedatif untuk mengatasi nyeri
4. Obat MDT tetap diteruskan
- untuk bunuh kuman agar peny tdk meluas
- untuk cegah resistensi
- bila dihentikan MDT saat reaksi dpt menimb
reaksi wkt MDT diberikan kembali
Obat Anti Reaksi
 Aspirin, utk nyeri, dosis 600–1200mg /6jam
 Kloroquin, 3x150mg/hr ; kombinasi dg aspirin
lebih baik, efek toksik pd jangka panj
 Thalidomid, pilihan utk ENL, dosis awal
400mg/hr kmd diturunkan samp 50 mg/hr
 Kortikosteroid, prednison 30-80 mg/hr
diturunkan 5-10mg/2 minggu

Anda mungkin juga menyukai