Anda di halaman 1dari 39

Clinical Science Session

HIPERTENSI PULMONAL
Pembimbing : dr. T. Rahadiyan, Sp.JP (K) FIHA

Khalisa Rifda Sumayyah


G1A114099

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN/SMF PENYAKIT DALAM RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
Pendahuluan
Hipertensi pulmonal / HP merupakan sindrom yang terjadi akibat
1 resistensi vaskular pulmonal yang dapat berkembang menjadi gagal
jantung kanan.

2 Inggris → 97 kasus per 1.000.000 populasi >

3 USA → kematian akibat HP : 4,5 – 12,3 per 100.000 populasi

4 Gejala utama → sesak napas → aktivitas↓


BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

Hipertensi Pulmonal

Definisi
mPAP
Normal HP
sindroma yang komplek dan
bersifat progresif, terjadi 14 ± 3 mmHg ≥ 25 mmHg
karena adanya aliran terbatas
melalui sirkulasi arteri
pulmonalis yang mengakibat HP Post-kapiler Pre-kapiler
kan peningkatan resistensi mPAP ≥ 25 mmHg mPAP ≥ 25 mmHg
vaskular pulmonal dan PAWP ≤ 15 mmHg PAWP > 15 mmHg
akhirnya dapat berkembang
menjadi gagal jantung kanan.
Tabel 2.1 Karakteristik Hemodinamik Hipertensi Pulmonal
Definisi Karakteristik Kelompok Klinis

HP mPAP ≥ 25 mmHg Semua

HP pre-kapiler mPAP ≥ 25 mmHg  PAH


PAWP ≤ 15 mmHg  HP akibat penyakit paru
 CTEPH
 HP dengan mekanisme yang
tidak jelas dan/atau
multifaktorial

HP post-kapiler mPAP ≥ 25 mmHg  PH akibat LHD


PAWP > 15 mmHg  HP dengan mekanisme yang
tidak jelas dan/atau
Isolated post- DPG < 7 mmHg multifaktorial
capillary PH dan/atau
PVR ≤ 3 WU

Combine post- DPG ≥ 7 mmHg


and pre-capillary dan/atau
PH PVR > 3 WU
Tabel 2.2 Klasifikasi Klinis Hipertensi Pulmonal
1. Pulmonary arterial hypertension

1.1. Idiopathic 2. Pulmonary hypertension due to left heart disease


1.2. Heritable
2.1. Left ventricular systolic dysfunction
1.2.1 BMPR2 mutation
1.2.2 Other mutation 2.2. Left ventricular diastolic dysfunction
1.3. Drugs and toxins induced 2.3. Valvular disease
1.4. Associated with : 2.4. Congenital / acquired left heart inflow / outflow tract
1.4.1. Connective tissue diseases
obstruction and congenital cardiomyopathies
1.4.2. HIV infection
1.4.3. Portal hypertention
2.5. Congenital /acquired pulmonary veins stenosis
1.4.4. Congenital heart disease 3. Pulmonary hypertension due to lung diseases and/or hypoxia
1.4.5. Schistosomiasis
3.1. Chronic obstructive pulmonary disease
1’. Pulmonary veno-occlusive disease and/or pulmonary capillary
haemangiomatosis 3.2. Interstitial lung disease

1.1. Idiopathic
3.3. Other pulmonary diseases with mixed restrictive and
1.2. Heritable obstructive pattern
1.2.3 EIF2AK4 mutation 3.4. Sleep-disordered breathing
1.2.4 Other mutation 3.5. Alveolar hypoventilation disorders
1.3. Drugs, toxins and radiation induced
3.6. Chronic exposure to high altitude
1.4. Associated with :
1.4.1. Connective tissue diseases 3.7. Developmental lung diseases
1.4.2. HIV infection 4. CTEPH and other pulmonary artery obstructions
1’’. Persistent pulmonary hypertention of the newborn
3.6. Chronic exposure to high altitude
3.7. Developmental lung diseases
4. CTEPH and other pulmonary artery obstructions

4.1. Chronic thromboembolic pulmonary hypertension


4.2. Other pulmonary artery obstructions
4.2.1 Angiosarcoma
4.2.2 Other intravascular tumors
4.2.3 Arteritis
4.2.4 Congenital pulmonary arteries stenoses
4.2.5 Parasites (hydatidosis)
5. Pulmonary hypertension with unclear and/or multifactorial
mechanisms

5.1. Haematological disorders: chronic haemolytic anaemia,


myeloproliferative disorders, splenectomy
5.2. Systemic disorders: sarcoidosis, pulmonary histiocytosis,
lymphangioleiomyomatosis, neurofibromatosis
5.3. Metabolic disorders: glycogen storage disease, Gaucher
disease, thyroid disorders
5.4. Others: pulmonary tumoral thrombothic microangiopathy,
fibrosing mediastinitis, chronic renal failure (with/without
dialysis), segmental pulmonary hypertension
EPIDEMIOLOGI

Pulmonary Arterial Hypertention PH due to LHD


1 Prevalensi : 15 per 1.000.000 populasi
Insidensi : 5,9 per 1.000.000 populasi
2 60% pasien disfungsi sistolik LV
70% pasien gagal jantung preserved EF

PH due to lung disease and/or hypoxia


Mild : penyakit paru interstisial, PPOK
Severe : emfisema, sindroma fibrosis CTEPH and other PA obstructions
3 • Hampir semua pasien dengan penyakit
4 Prevalensi : 3,2 per 1.000.000 populasi
Insidensi : 0,9 per 1.000.000 populasi
katup mitral simptomatik
• 65% pasien stenosis aorta simptomatik
Manifestasi Klinis

• Unspecific • Hoarseness
• Activity-induced symptoms : • Wheezing
dsypneu, fatique, weakness, angina, • Cardiac temponade
syncope • Parasternal heave
• Dry cough • Pansistolic murmur
• Exercise nausea and vomitting • Diastolic murmur
• RVF : abdominal distention, angkle • ↑JVP
oedema • Hepatomegaly, ascites, oedema
• Haemoptysis • Symptoms of associated diseases
Elektrokardiogram / EKG Pemeriksaan Radiologi
Gambaran EKG pada pasien HP sering
Foto thoraks dapat membantu
menunjukkan adanya pembesaran
menegakkan diagnosa dan menemukan
atrium kanan dan ventrikel kanan.
kemungkinan penyakit paru yang
Gambaran tipikalnya pada EKG dapat
mendasari HP. 90% pasien IPAH
berupa P pulmonal, right axis deviation,
memiliki gambaran radiologi thoraks
hipertrofi ventrikel kanan, strain
abnormal. Pada PAH, dapat ditemukan
ventrikel kanan, right bundle branch
adanya dilatasi arteri pulmonal sentral,
block, dan prolong segmen QT.
pembesaran hilus, dan pada foto
Meskipun ditemukan adanya kelainan
thoraks lateral dapat ditemukan
EKG, namun tidak sensitif untuk
pembesaran ventrikel kanan.
menemukan penyakit vaskuler paru.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

Gambar 1
EKG Pasien
Hipertensi
Pulmonal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

Gambar 2
Radiografi
Thorak Pasien
Hipertensi
Pulmonal
Tes Fungsi Paru & Analisa Gas Darah
Ekokardiografi
Tes fungsi paru dan analisa gas darah
Ekokardiografi dapat digunakan untuk
dapat mengidentifikasi penyakit paru
menggambarkan efek HP pada jantung
parenkim atau obstruksi jalan napas
dan memperkirakan nilai PAP.
yang menyertai.
Ekokardiografi harus selalu dilakukan
Pada pasien PPOK yang menyebabkan
ketika HP dicurigai dan dapat
terjadi HP hipoksia dapat ditemukan
digunakan untuk menyimpulkan
obstruksi jalan napas ireversibel
diagnosa HP. Pertimbangan pilihan
dengan peningkatan volume residual
terapi HP, diperlukan kateterisasi
dan penurunan DLCO. Analisa gas
jantung. RHC dipertimbangkan jika
darah dari pasien PPOK akan
diagnosa belum ditegakkan setelah
menunjukkan penurunan PaO2 dan
pemeriksaan non-invasif.
peningkatan PaCO2.
CT Scan
CMR Imaging
CT scan dapat membantu dalam
CMR imaging dapat digunakan pada
penegakan diagnosa HP, identifikasi
kecurigaan adanya penyakit jantung
penyebab HP seperti CTEPH dan
koroner dimana hasil ekokardiografi
penyakit paru, memberikan gambaran
tidak konklusif. Pemeriksaan ini juga
bentuk dari PAH (seperti dilatasi
dapat menilai dugaan CTEPH,
esofagus pada sistemik sklerosis) dan
terutama pada kondisi adanya dugaan
juga memberikan infromasi mengenai
emboli kronis pada wanita hamil,
prognosis HP. Kecurigaan adanya HP
pasien muda atau kontraindikasi injeksi
meningkat jika didapatkan peningkatan
media kontras berbasis yodium. CMR
diameter atrium kanan ≥ 29 mm dan
imaging juga dapat memberikan
rasio diameter aorta ascendens dan
informasi prognsotik pada pasien PAH.
arteri pulmonal ≥ 1,0.
Tes Darah dan Imunitas
Right heart catheterization / RHC
Tes darah tidak dapat digunakan dalam
RHC diperlukan untuk mengonfirmasi
penegakan diagnosa HP, namun
diagnosa PAH dan CTEPH, menilai
dibutuhkan untuk mengidentifikasi
kerusakan hemodinamik berat dan
etiologi dari HP dan menilai kerusakan
melakukan tes vasoreaktivitas sirkulasi
organ terminal. Tes fungsi tiroid,
pulmonal.
hematologi dan biokimia dibutuhkan
untuk semua pasien. Tes serologi
dibutuhkan untuk mendeteksi adanya
CTD, hepatitis dan HIV. Pada pasien
dengan systemic lupus erythematosus /
SLE dapat ditemukan adanya antibodi
anticardiolipin
Gambar 3 Rekomendasi
RHC pada Pasien
Hipertensi Pulmonal
Gambar 4
Algoritma
Diagnosa
Hipertensi
Pulmonal
Pulmonary Arterial Hypertention / group 1
Gambar 5 Penilaian Risik PAH
Penatalaksanaan
Calcium Channel Blockers / CCB

Dosis yang dianjurkan, yaitu nifedipine 120-240 mg, diltiazem 240-720 mg dan
amlodipine hingga 20 mg.

Disarankan dosis awal menggunakan dosis rendah, yaitu nifedipine slow release
30 mg 2 kali sehari, atau diltiazem 60 mg 3 kali sehari atau amlodipine 2,5 mg sehari
sekali dan ditingkatkan hati-hati dan progresif sampai dosis toleransi maksimum.

Dosis dibatasi pada pasien hipotensi dan mengalami edema perifer tungkai bawa
h. Pasien dengan respon positif terhadap CCB harus diawasi ketat dan dilakukan penil
aian ulang lengkap setelah 3-4 bulan terapi termasuk RHC.

Jika respon inadekuat, dapa diberikan terapi PAH tambahan, yaitu kombinasi
CCB dengan obat-obatan PAH lain yang telah diakui.
Penatalaksanaan

Endothelin Receptor Antagonist

Ambrisentan. Ambrisentan akan berikatan dengan reseptor endotelin tipe A. Ambrise


ntan diberikan 5-10 mg sekali sehari. Selama followup terbukti perbaikan yang signi
fikan kapasitas latihan dan perbaikan kelas fungsional. Tidak terdapat peningkatan tran
saminase hati. Dilaporkan meningkatkan insidensi edema perifer.

Macitentan. Macitentan diberikan 3-10 mg per hari. Macitentan dapat menurunkan


morbiditas dan mortalitas pasien PAH dan meningkatkan kapasitas latihan. Manfaat m
acitentan terlihat pada pemberian kepada pasien yang sebelumnya belum pernah mend
apat terapi dan pada pasien PAH yang mendapatkan terapi tambahan. Dilaporkan adan
ya penurunan hemoglobin darah ≤ 8 mg/dL oada 4,3% pasien yang mendapatkan 10 m
g macitentan.
Penatalaksanaan

Phosphodiesterase Inhibitor
Phosphodiesterase merupakan famili enzim yang menghidrolisa cyclic nucleotides,
cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cGMP, dan membatasi signal intraselule
r dengan menghasilkan produk inaktif 5-adenosine monophosphate dan 5-guanosine
monophosphate.

Sildenafil. Sildenafil adalah suatu inhibitor phosphodiesterase type 5 yang poten dan
lebih spesifik, dan telah terbukti efektif dan aman untuk terapi disfungsi ereksi. Dosis
yang dianjurkan, yaitu 20 mg 3 kali sehari.

Tadalafil. Pemberian dosis yang dianjurkan adalah 2,5 , 10, 20 atau 40 mg sehari s
ekali dan dapat meningkatkan klinis pasien.

Vardenafil. Dosis yang dianjurkan 5 mg 2 kali sehari


Penatalaksanaan

Prostacyclin Analogues and Prostacyclin Receptor Agonists

Epoprostenol. Epoprostenol tidak stabil pada suhu kamar, harus dilindungi selama pe
mberian infus, half- life pendek dalam aliran darah (< 6 min), tidak stabil pada pH asa
m, dan tidak bisa secara oral.
Dimulai dengan dosis 2-4 ng/kg/min, dan secara perlahan dititrasi 1-2 ng/kg/min,
sampai 20 ng/kg/min atau 40 ng/kg/min. Efek samping yang sering pada terapi
epoprostenol meliputi sakit kepala, flushing, jaw pain, diarrhea, nausea, rash eritemat
osus, dan nyeri muskuloskeletal.

Iloprost. Iloprost inhalasi mempunyai efek vasodilator yang lebih poten dibandingkan
dengan NO inhalasi. Illoprost inhalasi mempunyai aksi yang lebih pendek sehingga
pemberiannya bisa 6 sampai 9 kali sehari, 2,5-5 μg/inhalasi, median 30 μg sehari.
Penatalaksanaan

Terapi Bedah

Atrial Septostomi dan Transplantasi paru

Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt untuk men
gurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan.

Dengan berkembangnya strategi terapi obat, maka atrial septostomi hanyalah


suatu prosedur paliatif atau sebagai permulaan untuk tranplantasi paru. Pemilihan
pasien, waktu dan perkiraan ukuran septostomi adalah hal yang masih krusial.

Tranplantasi jantung-paru terutama untuk PAH yang gagal dengan semua strat
egi terapi. Survival pasien PAH yang mengalami tranplantasi paru kira-kira 66%-75%
pada 1 tahun pertama. Dan yang paling sering adalah bilateral transplantasi.
Pulmonary hypertention due to LHD/ group 2
Diagnosa
Pada LHD, HP dapat dicurigai dengan mudah dari presentasi klinis, gambaran ekok
ardiografi dan modalitas lain seperti EKG dan pencitraan lainnya. PH harus dicurigai ke
tika pasien datang dengan gejala yang tidak dapat dijelaskan, ada tanda-tanda gagal
jantung kanan dan komorbiditas terkait PH, seperti sindrom sleep apneu, PPOK, ri
wayat emboli paru dan faktor risiko PAH.
Terapi
Tujuan utama terapi adalah meningkatkan kondisi manajemen global dari kondisi ya
ng mendasari sebelum mempertimbangkan langkah spesifik untuk pengobatan HP. Mes
kipun belum terbukti, beberapa pasien mungkin mendapatkan manfaat dari penggunaa
n vasodilator spesifik seperti nitrat dan hidralazin. Pada gagal jantung berat dapat
dipertimbangkan implantasi LV assist device.
Terapi PAH dapat dijadikan pilihan terapi, seperti prostanoid, ERA dan PDE-5i. Dil
aporkan terdapat peningkatan hemodinamik, kapasitas latihan, dan perbaikan gejala den
gan terapi PAH, meskipun belum signifikan secara metodologis.
Pulmonary hypertention due to lung disease and/or hypoxia / group 3
Diagnosa
Gejala klinis dan tanda fisik pada HP mungkin sulit dibedakan pada pasien dengan
penyakit respirasi. Terjadinya edema perifer pada pasien dengan penyakit paru mungk
in bukan mengindikasikan gagal ventrikel kanan, dimana hal ini bisa terjadi kare
na efek hipoksemia dan hiperkapnia pada sistem renin-angiotensin-aldosterone. Pa
sien dengan gejala yang lebih berat dibandingkan kondisi yang diharapkan berdasarkan
hasil tes fungsi paru harus dievaluasi lebih lanjut secara khusus dengan ekokardiografi,
untuk melihat kemungkinan adanya LHD.
Ekokardiografi masih merupakan alat diagnostik non invasif yang digunakan seca
ra luas dalam menilai HP. Namun pada kondisi penyakit respirasi, tingkat akurasi ekoka
rdiografi rendah. Diagnosa pasti dari HP adalah berdasarkan penilaian selama RHC.
RHC pada kondisi ini digunakan dengan indikasi penegakkan diagnosa, penentuan
kemungkinan dilakukan terapi bedah, curiga PAH atau CTEPH, episode gagal ventrikel
kanan dan ekokardiografi inkonklusif serta untuk implikasi terapeutik potensial.
Pulmonary hypertention due to lung disease and/or hypoxia / group 3

Terapi

Hingga saat ini belum ada terapi spesifik untuk PH akibat penyakit paru. Pemberi
an terapi O2 jangka panjang dapat mengurangi progresifitas HP pada PPOK. PAP jara
ng kembali ke nilai normal dan abnormalitas struktur pembuluh darah pulmonal meneta
p. Pada penyakit paru interstisial, pemberian terapi O2 jangka panjang terhadap progresi
fitas HP kurang bermakna.

Penggunaan vasodilator konvensional seperti CCB tidak dianjurkan karena dapa


t menyebabkan kerusakan pertukaran udara dan penurunan efisiensi obat penggunaan ja
ngka panjang. Penggunaan obat-obatan PAH hanya jika terdapat kecurigaan dan tanda a
danya PAH pada penyakit paru (misalnya abnormalitas parenkim paru ringan atau terda
pat fenotipe PAH hemodinamik, yaitu HP berat dengan PVR tinggi dan CO rendah).
Chronic thromboembolitic pulmonary hypertention / group 4
Diagnosa

Usia rerata CTEPH adalah 63 tahun dan prevalensi pada pria dan wanita relatif sa
ma, sedangkan pada pediatrik jarang terjadi. Gejala dan tanda klinis non spesifik dan ter
kadang asimptomatik pada CTEPH akut dengan tanda gagal jantung kanan hanya didap
atkan pada kondisi lebih lanjut. Gejala klinis awal yang mungkin didapatkan adalah
emboli paru akut atau IPAH, dimana selanjutnya edema dan hemoptosis lebih sering
terjadi pada CTEPH, sedangkan sinkop lebih sering pada IPAH.
Diagnosa CTEPH berdasarkan temuan pada setidaknya 3 bulan setelah pemberi
an antikoagulan untuk membedakan dengan kondisi emboli paru subakut. Temuan ber
upa mPAP ≥ 25 mmHg dan PAWP ≤ 15 mmHg, adanya defek perfusi pada scan paru da
n tanda diagnostik CTEPH pada CT angiografi atau MRI, seperti ring-like stenosis, web
s/slits dan adanya oklusi total kronik (pouch lesions).
Chronic thromboembolitic pulmonary hypertention / group 4
Terapi

Pulmonary endarterectomy / PEA merupakan terapi bedah pilihan pada CTEPH.


Pasien yang tidak dapat melakukan PEA atau mengalami HP simptomatik persisten sete
lah dilakukan PEA memiliki prognosis buruk. Kasus HP persisten berat mungkin me
mbutuhkan terapi transplantasi paru.
Terapi medikamentosa optimal pada CTEPH terdiri dari antikoagulan dan diuretik
, mungkin membutuhkan terapi O2 pada kasus gagal jantung atau hipoksemia. Pengguna
an antikoagulan seumur hidup dianjurkan bahkan setelah dilakukan PEA. Pasien dengan
HP persisten atau rekuren setelah PEA juga harus mendapatkan terapi obat target.
Pulmonary hypertention with unclear and/or mutifactorial
mechanisms / group 5

HP kelompok 5 merupakan kondisi klinis dimana terdapat bebe


rapa penyakit dengan patoetiologi multipel. Mekanisme terjadinya
HP pada kelompok ini masih belum dimengerti dan mungkin diseba
bkan oleh vasokonstriksi pulmonal, vasculopati proliferasi, kompresi
ekstrinsik, oklusi intrinsik, high-output cardiac failure, dan gagal
jantung kiri. Pasien dengan kondisi ini harus didiagnosa dengan teliti
dan penatalaksanaan primer difokuskan pada penyebab utama,
sedangkan penatalaksaan HP menjadi sekunder.
Kesimpulan
Hipertensi pulmonal / HP adalah suatu penyakit yang didefinisikan sebagai tekanan art
eri pulmonal rata-rata (mean pulmonary artery pressure / mPAP) ≥ 25 mmHg pada saat isti
rahat berdasarkan penilaian dengan kateterisasi jantung kanan (right heart catheterization /
RHC).
Gejala utama pada hipertensi pulmonal adalah sesak napas yang berkembang lambat da
n semakin memberat seiring waktu yang kemudian menyebabkan penderita sulit melakuka
n aktivitas sehari-hari.
Gejala lain yang mungkin dialami, seperti nyeri dada, kelelahan, sinkop, dan edema pa
da tungkai.
Penegakan diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penun
jang dimana baku emas untuk diagnosa hipertensi pulmonal adalah RHC, namun pemeriks
aan ekokardiografi merupakan alat diagnostik non infasif yang digunakan secara luas.
Penatalaksanaan HP ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis,
meskipun secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi.
Daftar Pustaka

1. Galiè, N., Humbert, M., Vachiery, J.L. et al. 2015 ESC/ERS guidelines for the diagnosis and treat
ment of pulmonary hypertension: the joint task force for the diagnosis and treatment of pulmonary
hypertension of the European Society of Cardiology (ESC) and the European Respiratory Society
(ERS). Endorsed by: Association for European Paediatric and Congenital Cardiology (AEPC), Int
ernational Society for Heart and Lung Transplantation (ISHLT). Eur. Heart J. 2016; 37: 67–119
2. Sargowo D. Gagal Jantung Kiri dan Hipertensi Pulmonal. Malang: Departemen Jantung dan Pemb
uluh Darah RSSA. Journal of Islamic Medicine. 2017. 1(1): 9-21
3. Schwab K E. Pulmonary Arterial Hypertention. In: Mosenifar Z, Editor. Pulmonary and Critical C
are Medicine. Los Angeles: University of California.2018.
4. Vonk N V, Groeneveldt J A, Bogaard H J. Pulmonary Hypertention. Eur Respir Rev. 2016. 25(139
):4-11
5. Rich J D, Rich S. Clinical Diagnosis of Pulmonary Hypertention. Circulation. 2014. 130: 1820-30
.
6. Gopalan D, Delcroix M, Held M. Diagnostic of Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertentio
n. Eur Respir Rev. 2017. 26:143.
7. Chin K, Channick R N. Pulmonary Hypertention. In: Broaddus V C, Mason R J, et.al. Editor. Mur
ray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 6th Ed. 2016.2:1031-49.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai