HIPERTENSI PULMONAL
Pembimbing : dr. T. Rahadiyan, Sp.JP (K) FIHA
Hipertensi Pulmonal
Definisi
mPAP
Normal HP
sindroma yang komplek dan
bersifat progresif, terjadi 14 ± 3 mmHg ≥ 25 mmHg
karena adanya aliran terbatas
melalui sirkulasi arteri
pulmonalis yang mengakibat HP Post-kapiler Pre-kapiler
kan peningkatan resistensi mPAP ≥ 25 mmHg mPAP ≥ 25 mmHg
vaskular pulmonal dan PAWP ≤ 15 mmHg PAWP > 15 mmHg
akhirnya dapat berkembang
menjadi gagal jantung kanan.
Tabel 2.1 Karakteristik Hemodinamik Hipertensi Pulmonal
Definisi Karakteristik Kelompok Klinis
1.1. Idiopathic
3.3. Other pulmonary diseases with mixed restrictive and
1.2. Heritable obstructive pattern
1.2.3 EIF2AK4 mutation 3.4. Sleep-disordered breathing
1.2.4 Other mutation 3.5. Alveolar hypoventilation disorders
1.3. Drugs, toxins and radiation induced
3.6. Chronic exposure to high altitude
1.4. Associated with :
1.4.1. Connective tissue diseases 3.7. Developmental lung diseases
1.4.2. HIV infection 4. CTEPH and other pulmonary artery obstructions
1’’. Persistent pulmonary hypertention of the newborn
3.6. Chronic exposure to high altitude
3.7. Developmental lung diseases
4. CTEPH and other pulmonary artery obstructions
• Unspecific • Hoarseness
• Activity-induced symptoms : • Wheezing
dsypneu, fatique, weakness, angina, • Cardiac temponade
syncope • Parasternal heave
• Dry cough • Pansistolic murmur
• Exercise nausea and vomitting • Diastolic murmur
• RVF : abdominal distention, angkle • ↑JVP
oedema • Hepatomegaly, ascites, oedema
• Haemoptysis • Symptoms of associated diseases
Elektrokardiogram / EKG Pemeriksaan Radiologi
Gambaran EKG pada pasien HP sering
Foto thoraks dapat membantu
menunjukkan adanya pembesaran
menegakkan diagnosa dan menemukan
atrium kanan dan ventrikel kanan.
kemungkinan penyakit paru yang
Gambaran tipikalnya pada EKG dapat
mendasari HP. 90% pasien IPAH
berupa P pulmonal, right axis deviation,
memiliki gambaran radiologi thoraks
hipertrofi ventrikel kanan, strain
abnormal. Pada PAH, dapat ditemukan
ventrikel kanan, right bundle branch
adanya dilatasi arteri pulmonal sentral,
block, dan prolong segmen QT.
pembesaran hilus, dan pada foto
Meskipun ditemukan adanya kelainan
thoraks lateral dapat ditemukan
EKG, namun tidak sensitif untuk
pembesaran ventrikel kanan.
menemukan penyakit vaskuler paru.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...
Gambar 1
EKG Pasien
Hipertensi
Pulmonal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...
Gambar 2
Radiografi
Thorak Pasien
Hipertensi
Pulmonal
Tes Fungsi Paru & Analisa Gas Darah
Ekokardiografi
Tes fungsi paru dan analisa gas darah
Ekokardiografi dapat digunakan untuk
dapat mengidentifikasi penyakit paru
menggambarkan efek HP pada jantung
parenkim atau obstruksi jalan napas
dan memperkirakan nilai PAP.
yang menyertai.
Ekokardiografi harus selalu dilakukan
Pada pasien PPOK yang menyebabkan
ketika HP dicurigai dan dapat
terjadi HP hipoksia dapat ditemukan
digunakan untuk menyimpulkan
obstruksi jalan napas ireversibel
diagnosa HP. Pertimbangan pilihan
dengan peningkatan volume residual
terapi HP, diperlukan kateterisasi
dan penurunan DLCO. Analisa gas
jantung. RHC dipertimbangkan jika
darah dari pasien PPOK akan
diagnosa belum ditegakkan setelah
menunjukkan penurunan PaO2 dan
pemeriksaan non-invasif.
peningkatan PaCO2.
CT Scan
CMR Imaging
CT scan dapat membantu dalam
CMR imaging dapat digunakan pada
penegakan diagnosa HP, identifikasi
kecurigaan adanya penyakit jantung
penyebab HP seperti CTEPH dan
koroner dimana hasil ekokardiografi
penyakit paru, memberikan gambaran
tidak konklusif. Pemeriksaan ini juga
bentuk dari PAH (seperti dilatasi
dapat menilai dugaan CTEPH,
esofagus pada sistemik sklerosis) dan
terutama pada kondisi adanya dugaan
juga memberikan infromasi mengenai
emboli kronis pada wanita hamil,
prognosis HP. Kecurigaan adanya HP
pasien muda atau kontraindikasi injeksi
meningkat jika didapatkan peningkatan
media kontras berbasis yodium. CMR
diameter atrium kanan ≥ 29 mm dan
imaging juga dapat memberikan
rasio diameter aorta ascendens dan
informasi prognsotik pada pasien PAH.
arteri pulmonal ≥ 1,0.
Tes Darah dan Imunitas
Right heart catheterization / RHC
Tes darah tidak dapat digunakan dalam
RHC diperlukan untuk mengonfirmasi
penegakan diagnosa HP, namun
diagnosa PAH dan CTEPH, menilai
dibutuhkan untuk mengidentifikasi
kerusakan hemodinamik berat dan
etiologi dari HP dan menilai kerusakan
melakukan tes vasoreaktivitas sirkulasi
organ terminal. Tes fungsi tiroid,
pulmonal.
hematologi dan biokimia dibutuhkan
untuk semua pasien. Tes serologi
dibutuhkan untuk mendeteksi adanya
CTD, hepatitis dan HIV. Pada pasien
dengan systemic lupus erythematosus /
SLE dapat ditemukan adanya antibodi
anticardiolipin
Gambar 3 Rekomendasi
RHC pada Pasien
Hipertensi Pulmonal
Gambar 4
Algoritma
Diagnosa
Hipertensi
Pulmonal
Pulmonary Arterial Hypertention / group 1
Gambar 5 Penilaian Risik PAH
Penatalaksanaan
Calcium Channel Blockers / CCB
Dosis yang dianjurkan, yaitu nifedipine 120-240 mg, diltiazem 240-720 mg dan
amlodipine hingga 20 mg.
Disarankan dosis awal menggunakan dosis rendah, yaitu nifedipine slow release
30 mg 2 kali sehari, atau diltiazem 60 mg 3 kali sehari atau amlodipine 2,5 mg sehari
sekali dan ditingkatkan hati-hati dan progresif sampai dosis toleransi maksimum.
Dosis dibatasi pada pasien hipotensi dan mengalami edema perifer tungkai bawa
h. Pasien dengan respon positif terhadap CCB harus diawasi ketat dan dilakukan penil
aian ulang lengkap setelah 3-4 bulan terapi termasuk RHC.
Jika respon inadekuat, dapa diberikan terapi PAH tambahan, yaitu kombinasi
CCB dengan obat-obatan PAH lain yang telah diakui.
Penatalaksanaan
Phosphodiesterase Inhibitor
Phosphodiesterase merupakan famili enzim yang menghidrolisa cyclic nucleotides,
cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cGMP, dan membatasi signal intraselule
r dengan menghasilkan produk inaktif 5-adenosine monophosphate dan 5-guanosine
monophosphate.
Sildenafil. Sildenafil adalah suatu inhibitor phosphodiesterase type 5 yang poten dan
lebih spesifik, dan telah terbukti efektif dan aman untuk terapi disfungsi ereksi. Dosis
yang dianjurkan, yaitu 20 mg 3 kali sehari.
Tadalafil. Pemberian dosis yang dianjurkan adalah 2,5 , 10, 20 atau 40 mg sehari s
ekali dan dapat meningkatkan klinis pasien.
Epoprostenol. Epoprostenol tidak stabil pada suhu kamar, harus dilindungi selama pe
mberian infus, half- life pendek dalam aliran darah (< 6 min), tidak stabil pada pH asa
m, dan tidak bisa secara oral.
Dimulai dengan dosis 2-4 ng/kg/min, dan secara perlahan dititrasi 1-2 ng/kg/min,
sampai 20 ng/kg/min atau 40 ng/kg/min. Efek samping yang sering pada terapi
epoprostenol meliputi sakit kepala, flushing, jaw pain, diarrhea, nausea, rash eritemat
osus, dan nyeri muskuloskeletal.
Iloprost. Iloprost inhalasi mempunyai efek vasodilator yang lebih poten dibandingkan
dengan NO inhalasi. Illoprost inhalasi mempunyai aksi yang lebih pendek sehingga
pemberiannya bisa 6 sampai 9 kali sehari, 2,5-5 μg/inhalasi, median 30 μg sehari.
Penatalaksanaan
Terapi Bedah
Atrial septostomi adalah membuat suatu right-to-left interatrial shunt untuk men
gurangi tekanan dan volume overload di jantung kanan.
Tranplantasi jantung-paru terutama untuk PAH yang gagal dengan semua strat
egi terapi. Survival pasien PAH yang mengalami tranplantasi paru kira-kira 66%-75%
pada 1 tahun pertama. Dan yang paling sering adalah bilateral transplantasi.
Pulmonary hypertention due to LHD/ group 2
Diagnosa
Pada LHD, HP dapat dicurigai dengan mudah dari presentasi klinis, gambaran ekok
ardiografi dan modalitas lain seperti EKG dan pencitraan lainnya. PH harus dicurigai ke
tika pasien datang dengan gejala yang tidak dapat dijelaskan, ada tanda-tanda gagal
jantung kanan dan komorbiditas terkait PH, seperti sindrom sleep apneu, PPOK, ri
wayat emboli paru dan faktor risiko PAH.
Terapi
Tujuan utama terapi adalah meningkatkan kondisi manajemen global dari kondisi ya
ng mendasari sebelum mempertimbangkan langkah spesifik untuk pengobatan HP. Mes
kipun belum terbukti, beberapa pasien mungkin mendapatkan manfaat dari penggunaa
n vasodilator spesifik seperti nitrat dan hidralazin. Pada gagal jantung berat dapat
dipertimbangkan implantasi LV assist device.
Terapi PAH dapat dijadikan pilihan terapi, seperti prostanoid, ERA dan PDE-5i. Dil
aporkan terdapat peningkatan hemodinamik, kapasitas latihan, dan perbaikan gejala den
gan terapi PAH, meskipun belum signifikan secara metodologis.
Pulmonary hypertention due to lung disease and/or hypoxia / group 3
Diagnosa
Gejala klinis dan tanda fisik pada HP mungkin sulit dibedakan pada pasien dengan
penyakit respirasi. Terjadinya edema perifer pada pasien dengan penyakit paru mungk
in bukan mengindikasikan gagal ventrikel kanan, dimana hal ini bisa terjadi kare
na efek hipoksemia dan hiperkapnia pada sistem renin-angiotensin-aldosterone. Pa
sien dengan gejala yang lebih berat dibandingkan kondisi yang diharapkan berdasarkan
hasil tes fungsi paru harus dievaluasi lebih lanjut secara khusus dengan ekokardiografi,
untuk melihat kemungkinan adanya LHD.
Ekokardiografi masih merupakan alat diagnostik non invasif yang digunakan seca
ra luas dalam menilai HP. Namun pada kondisi penyakit respirasi, tingkat akurasi ekoka
rdiografi rendah. Diagnosa pasti dari HP adalah berdasarkan penilaian selama RHC.
RHC pada kondisi ini digunakan dengan indikasi penegakkan diagnosa, penentuan
kemungkinan dilakukan terapi bedah, curiga PAH atau CTEPH, episode gagal ventrikel
kanan dan ekokardiografi inkonklusif serta untuk implikasi terapeutik potensial.
Pulmonary hypertention due to lung disease and/or hypoxia / group 3
Terapi
Hingga saat ini belum ada terapi spesifik untuk PH akibat penyakit paru. Pemberi
an terapi O2 jangka panjang dapat mengurangi progresifitas HP pada PPOK. PAP jara
ng kembali ke nilai normal dan abnormalitas struktur pembuluh darah pulmonal meneta
p. Pada penyakit paru interstisial, pemberian terapi O2 jangka panjang terhadap progresi
fitas HP kurang bermakna.
Usia rerata CTEPH adalah 63 tahun dan prevalensi pada pria dan wanita relatif sa
ma, sedangkan pada pediatrik jarang terjadi. Gejala dan tanda klinis non spesifik dan ter
kadang asimptomatik pada CTEPH akut dengan tanda gagal jantung kanan hanya didap
atkan pada kondisi lebih lanjut. Gejala klinis awal yang mungkin didapatkan adalah
emboli paru akut atau IPAH, dimana selanjutnya edema dan hemoptosis lebih sering
terjadi pada CTEPH, sedangkan sinkop lebih sering pada IPAH.
Diagnosa CTEPH berdasarkan temuan pada setidaknya 3 bulan setelah pemberi
an antikoagulan untuk membedakan dengan kondisi emboli paru subakut. Temuan ber
upa mPAP ≥ 25 mmHg dan PAWP ≤ 15 mmHg, adanya defek perfusi pada scan paru da
n tanda diagnostik CTEPH pada CT angiografi atau MRI, seperti ring-like stenosis, web
s/slits dan adanya oklusi total kronik (pouch lesions).
Chronic thromboembolitic pulmonary hypertention / group 4
Terapi
1. Galiè, N., Humbert, M., Vachiery, J.L. et al. 2015 ESC/ERS guidelines for the diagnosis and treat
ment of pulmonary hypertension: the joint task force for the diagnosis and treatment of pulmonary
hypertension of the European Society of Cardiology (ESC) and the European Respiratory Society
(ERS). Endorsed by: Association for European Paediatric and Congenital Cardiology (AEPC), Int
ernational Society for Heart and Lung Transplantation (ISHLT). Eur. Heart J. 2016; 37: 67–119
2. Sargowo D. Gagal Jantung Kiri dan Hipertensi Pulmonal. Malang: Departemen Jantung dan Pemb
uluh Darah RSSA. Journal of Islamic Medicine. 2017. 1(1): 9-21
3. Schwab K E. Pulmonary Arterial Hypertention. In: Mosenifar Z, Editor. Pulmonary and Critical C
are Medicine. Los Angeles: University of California.2018.
4. Vonk N V, Groeneveldt J A, Bogaard H J. Pulmonary Hypertention. Eur Respir Rev. 2016. 25(139
):4-11
5. Rich J D, Rich S. Clinical Diagnosis of Pulmonary Hypertention. Circulation. 2014. 130: 1820-30
.
6. Gopalan D, Delcroix M, Held M. Diagnostic of Chronic Thromboembolic Pulmonary Hypertentio
n. Eur Respir Rev. 2017. 26:143.
7. Chin K, Channick R N. Pulmonary Hypertention. In: Broaddus V C, Mason R J, et.al. Editor. Mur
ray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. 6th Ed. 2016.2:1031-49.
TERIMAKASIH