Anda di halaman 1dari 21

YODO-YODIMETRI

KELOMPOK 2
Putri Ayu Berliana (I1C018014)
Nadia Farahdina (I1C018016)
Zaima Arrosyidi (I1C018018)
Ananda Siti S (I1C018020)
Fitri Andini (I1C018022)
Rezky Salma M (I1C018024)
CARA KERJA
1. Larutan baku yodium 0,1 N
a. pembuatan

Kalium
yodida

- dilarutkan 2g kalium yodida dalam 30ml air dalam labu tertutup


- di timbang 2,542 g yodium dalam gelas arloji
- ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam larutan kalium yodida pekat
- di tutup labu dam dikocok sampai yodium larut
- di diamkan larutan pada suhu kamar dan ditambahkan air hingga 1000 ml

Larutan baku
yodium
b. pembakuan

Arsentrioksida

- ditimbang 20 mg arsentrioksida dan di larutkan dalam 4 ml NaOH 1 N, jika perlu dipanaskan


- di encerkan dengan 40 ml air
- ditambahkan 2 tetes jingga metil
- ditambahakan asam klorida encer hingga warna kuning berubah menjadi jingga
- ditambahkan 2 g Na Bicarbonat, 20 ml air, 3 ml larutan kanji
- dititrasi larutan dengan baku yodium perlahan-lahan hingga warna biru tetap
Larutan baku
yodium 0,1N
2. Pembuatan larutan baku natrium tiosulfat 0,1N
a. pembuatan

Natrium tiosulfat

•Ditimbang 24,82 g Na2S2O3.5H2O


•Dimasukkan kedalam Erlenmeyer
•Dilarutkan dengan air mendidih hingga 1000 ml
•Ditambahkan 0,1 ml NaHCO3 atau 3 tetes kloroform untuk tiap 1 liter (1000 ml)

Larutan baku
natrium tiosulfat

b. pembakuan

K2Cr2O7

•Diambil sebanyak 5ml larutan K2Cr2O7 0,1 N


•Diencerkan dengan 50ml akuades
•Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
•Ditambahkan 2 g KI
•Ditambahkan 5 ml HCl encer
•Ditutup selama 10 menit
•Diencerkan dengan 100 ml air
•Ditambahkan indikator larutan kanji 5%
•Dititrasi dengan natrium natrium tiosulfat 0,1 N

Larutan baku natrium


tiosulfat 0,1 N
3. Penetapan Kadar
a. Penetapan kadar Cu dalam CuSO4 (Metode Yodometri)
Larutan tembaga sulfat
(CuSO4.5H2O)
•Dimasukkan sebanyak 3 ml
•Ditambahkan 1,5 g KI
•Dititrasi dengan yodium yang dibebaskan dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N
menggunakan indikator kanji

Hasil

b. Penetapan Kadar Vitamin C (Metode Yodimetri)

Vitamin C

•Ditimbang 100 mg
•Dimasukkan kedalam Erlenmeyer
•Dilarutkan dalam 25 mL air
•Ditambahkan 1 mL HCL 0,1N
•Ditambahkan indikator kanji
•Dititrasi dengan Iodium 0,1 N hingga terbentuk endapan warna biru selama 2 menit

Hasil
DATA PENGAMATAN
DAN PERHITUNGAN
FORM DATA PENGAMATAN

Penimbangan Bahan

Penimbangan bahan

Arsentrioksida KI1 KI2 Yodium K2CrO7 Vit.C CuSO4 Na2S2O3

Wadah (g) 214 mg 0,227 0,215 0,207 - 0,213 - 0,215

Wadah + zat (g) 234 mg 2,252 1,722 2,749 - 0,314 - 25,035

Zat (g) 20 mg 2,025 1,507 2,542 3,25 0,101 0,8 24,820

KI1 = KI yang digunakan untuk pembuatan larutan Yodium


pembakuan Na2S2O3
KI2 = KI yang digunakan untuk penetapan kadar Cu dalam CuSO4

Kelompok 1 dan 3 menimbang bahan arsentrioksida, yodium, dan vit. C, serta


mengerjakan seluruh prosedurnya. Sedangkan kelompok 2 dan 4 menimbag bahan KI1,
KI2, dan Na2S2O3, serta seluruh prosedurnya. Larutan K2CrO7 0,1N dalam 250ml dan
CuSO4 0,1N dalam 50ml sudah tersedia dengan penimbangan bahan 3,25 gram dan
0,8 gram.
Pembakuan
Volume
N rata-
Massa (gr) titran Normalitas (N) Perubahan Warna
Pembakuan rata
(ml)
R1 R2 R1 R2 R1 R2 Awal +Kanji Akhir
Kel 1&3 = 2,54 2,54 8, Hijau
9 0,062 0,056 0,059 Jingga Jingga
Yodium (I) 2 2 7 kehitaman
Kel 2&4 =
Natrium Kuning Kuning Kuning
24,82 - 0,2 0,2
Tiosulfat tua pudar pudar
(Na2S2O3)
𝑅1+𝑅2
• Perhitungan N 𝐼2 (seharusnya 0,1N) : • Normalitas rata-rata =
mg𝐴𝑠2 𝑂3 20 20 2
N I2 (R1) = = 198 = = 0,012 N =
0,012+0,011
V 𝐼2 R1 X BE 𝐴𝑠2 𝑂3 8,7 X ( ) 1603,8
1 2
mg𝐴𝑠2 𝑂3 20 20
N I2 (R2) = = 198 = = 0,011 N = 0,0115 N
V 𝐼2 R2 X BE 𝐴𝑠2 𝑂3 9X( ) 1782
1

• Perhitungan N Na2S2O3 • N Na2S2O3 sesuai rumus tidak bisa


Rumus secara teoretis (seharusnya 0,1 N): ditentukan :
gr 1000 5 x N K2 Cr2 O7 x massa K2 Cr2 O7
N Na2S2O3 = x e N Na2S2O3 =
Mr m𝑙 mL titran (Na2 S2 O3 )
24,82 1000 5 x 0,1 x 3,25
= x ×2 =
248,2 1000 ?
= 0,2 N
Penetapan kadar zat
Volume titran
Penetapan Massa (mg) Kadar (%) Kadar rata- Perubahan Warna
(ml)
kadar sampel rata (%)
R1 R2 R1 R2 R1 R2 Awal +Kanji Akhir

Kel 2&4 = Biru Biru


800 12 13,92 13,92 bening
CuSO4 muda keruh

13 13 67,496 67,496 67,496 Kuning Hijau


Kel 1&3 = Vit. C 100 100 Kuning
13,2 14,3 68,534 74,245 71,389 pudar kehitaman

𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 ×𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 (𝐼) ×𝐵𝐸 𝑧𝑎𝑡 𝑅1+𝑅2


• Kadar CuSO4 = × 100% • Kadar Vit.C rata-rata =
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝐶𝑢𝑆𝑂4) 2
68,534+74,245
12 ×0,059×( )
160
1
=
= × 100% = 13,92% 2
800 = 71,389 %
𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛×𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 (𝐼)×𝐵𝐸 𝑧𝑎𝑡
• Kadar Vit. C (R1) = × 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑉𝑖𝑡.𝐶)
13,2 ×0,059×(
176
) Hasil perhitungan Vit.C tersebut adalah
= 2
× 100% perhitungan dari data kelompok 3
0,1
68,534
= × 100% = 68,534%
100
𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛×𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 (𝐼)×𝐵𝐸 𝑧𝑎𝑡
• Kadar Vit. C (R2) = × 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑉𝑖𝑡.𝐶)
14,3 ×0,059×(
176
)
= 2
× 100%
0,1
74,245
= × 100% = 74,245%
100
𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛×𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 (𝐼)×𝐵𝐸 𝑧𝑎𝑡
• Kadar Vit. C (R1) = × 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑉𝑖𝑡.𝐶)
13 ×0,059×(
176
)
= 2
× 100%
0,1
67,496
= × 100% = 67,496%
100

𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛×𝑁 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑛 (𝐼)×𝐵𝐸 𝑧𝑎𝑡


• Kadar Vit. C (R2) = × 100%
𝑚𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑉𝑖𝑡.𝐶)
13 ×0,059×( 2 )
176
= × 100%
0,1
67,496
= × 100% = 67,496%
100

𝑅1+𝑅2
• Kadar Vit.C rata-rata = 2
67,496+67,496
= 2
= 67,496%

Hasil perhitungan Vit.C tersebut adalah


perhitungan dari data kelompok 1
PEMBAHASAN
Iodimetri adalah analisa titrimetri untuk zat reduktor seperti
natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin
baku secara langsung. Iodometri adalah analisa titrimetri untuk
zat-zat reduktor dengan penambahan larutan iodin baku
berlebih dan kelebihannya dititrasi dengan larutan natrium
tiosulfat baku. Pada titrasi iodimetri, titrasi oksidasi reduksinya
menggunakan larutan iodium. Artinya titrasi iodometri suatu
larutan oksidator ditambahkan dengan kalium iodida berlebih
dan iodium yang dilepaskan (setara dengan jumlah oksidator)
ditirasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. (Rivai, 1995).
Pada praktikum kali ini, kelompok 2 hanya melakukan
percobaan pembakuan Natrium Tiosulfat dan Penetapan Kadar
CuSO4.
PEMBUATAN LARUTAN BAKU NATRIUM TIOSULFAT

Larutan kalium dikromat adalah larutan standar primer yang


telah diketahui konsentrasinya sedangkan larutan natrium tiosulfat
adalah larutan standar sekunder yang akan dicari konsentrasinya
dengan menggunakan larutan standar primer, dengan cara memipet
5 ml larutan K2Cr2O7 0,1 N yang berwarna jingga dan dimasukkan
kedalam Erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 50 ml aquadest.
Kemudian tambahkan 2 gram KI 0,1 N ke dalam Erlenmeyer dan 5 ml
HCl encer. Lalu kocok sampai homogen dan ditutup selama 10 menit.
Setelah dikocok tidak ada perubahan warna yang terjadi pada larutan.
Reaksi yang terjadi yaitu:
K2Cr2O7+ 6 KI + 14 HCl  8 KCl + 2 CrCl3 + 3I2 + 7 H2O
Larutan KI yang berfungsi sebagai penyedia iodium.
Penambahan HCl berfungsi untuk memberikan suasana asam karena
reaksi akan berlangsung dengan cepat dalam keadaan suasana
asam, pembentukan larutan iodium tidak dilakukan dalam suasana
basa karena apabila larutan I2 direaksikan pada suasana basa maka
akan terbentuk hipoiodit (HOI).
Selanjutnya adalah menitrasi larutan dalam Erlenmeyer
dengan natrium tiosulfat yang akan distandardisasi sampai
warna larutan menjadi kuning pucat. Setelah warna larutan
menjadi kuning pucat, tambahkan indikator kanji, sehingga
warna larutan berubah menjadi biru-hitam. Lalu titrasi
kembali dengan natrium tiosulfat sampai warna larutan
menjadi bening.
Penambahan indikator amilum dilakukan saat
menjelang akhir titrasi karena kompleks amilum I2
terdisosiasi sangat lambat akibatnya akan banyak I2 yang
akan terabsorbsi oleh amilum jika ditambahkan pada awal
titrasi (Khopkar, 2008).
Reaksi yang terjadi yaitu:
2Na2S2O3 + I2  Na2S4O6 + 2 NaI
Pada saat penambahan indikator kanji, larutan tidak berubah
warna menjadi biru-hitam. Hal tersebut tidak sesuai dengan literatur,
dimana seharusnya warna larutan berubah menjadi biru karena
membentuk kompleks amilum-iod yang berwarna biru-hitam
(Underwood, 1986). Ketidaksesuaian ini mungkin disebabkan karena
adanya peristiwa oksidasi oleh oksigen atmosfer pada reaksi oksidasi KI
dalam medium asam kuat, yang dapat menghasilkan nilai titer yang
salah sehingga menyebabkan kesalahan estimasi/perkiraan
(Underwood, 2004). Bisa juga disebabkan karena K2Cr2O7
terkontaminasi atau kadaluwarsa. Oleh karena itu, perhitungan
normalitas Na2S2O3 ditentukan secara teoritis yaitu 0,2 N.
Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi
terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas. Selain itu, selama titrasi
berlangsung perlu dilakukan pengocokan untuk menghindari
penumpukan tiosulfat yang dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi
tiosulfat untuk menghasilkan belerang (Saksono, 2002).
Selanjutnya larutan baku standar Natrium Tiosulfat digunakan
untuk penetapan kadar Cu dalam CuSO4.
Penetapan kadar Cu dalam CuSO4
Menentukan kadar Cu dengan metode titrasi tak langsung iodometrik.

Percobaan ini dilakukan dengan larutan CuSO4 yang berfungsi


sebagai oksidator karena mengoksidasi I- menjadi I2. CuSO4 mengalami
reduksi menghasilkan tembaga (I) iodida. Pada penambahan CuSO4
menghasilkan larutan yang berwarna biru kemudian dengan larutan KI
yang berfungsi sebagai zat pereduksi, yakni membebaskan iod dari
iodida yang berfungsi sebagai agen pengoksidasi pada saat dititrasi
dikarenakan I2 mengalami reduksi menjadi I-.

Setelah penambahan KI, larutan berubah warna menjadi kuning


kecoklatan. Perubahan warna ini menunjukkan adanya reaksi antara KI
dengan larutan CuSO4. Adapun reaksinya adalah :

2 CuSO4(aq) + 4 KI(aq) → 2 K2SO4(aq) + Cu2I2(aq) + I2(aq)


Kemudian dilakukan titrasi dengan menggunakan larutan
Na2S2O3. Na2S2O3 disini berfungsi sebagai agen pereduksi karena
mengalami oksidasi dan mereduksi iod (I-) menjadi iodida (I2). Titrasi
hingga larutan berubah menjadi coklat susu. Larutan tersebut
ditambahkan larutan indikator amilum untuk memberi tanda batas akhir
titrasi. Titrasi kemudian dilanjutkan hingga larutan menjadi berwarna
putih. Reaksi yang terjadi yaitu:
2Na2S2O3 + I2  Na2S4O6 + 2 NaI
Melalui titrasi tersebut, I2 yang dibebaskan akan bereaksi dengan
larutan Na2S2O3 yang menghasilkan perubahan warna menjadi putih
yang menandakan bahwa semua iod yang dibebaskan telah bereaksi
dengan natrium tiosulfat. Titrasi iodometri menggunakan amilum sebagai
indikator yang berfungsi untuk menunjukan titik akhir titrasi yang
ditandai dengan perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna,
percobaan kelompok 2 dan 4 berhasil (Ulfa, 2015).
Penetapan kadar Cu hanya dilakukan sekali percobaan karena
waktu yang tidak mencukupi. Volume titran yang diperoleh adalah 12 mL,
kadar Cu yang diperoleh berdasarkan perhitungan adalah 13,92%.
KESIMPULAN
■ Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi
iodimetri dan iodometri, dimana iodium terlebih dahulu
dioksidasi oleh oksidator.
■ Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat
peka terhadap iodium dan terbentuk kompleks amilum
berwarna biru cerah.
■ Pada praktikum yodo-yodimetri didapatkan normalitas rata-rata
larutan yodium 0,059 N dan normalitas larutan natrium tiosulfat
0,2 N. Penetapan kadar Cu yang diperoleh adalah 13,92%.
REFERENSI

■ Basset J. dan Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis


Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Buku kedokteran EGC.
■ Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: UI Press
Lampiran

Na2S2O3 Sebelum Di Na2S2O3 Sesudah Di


Titrasi Titrasi
CuSO4 setelah
CuSO4 sesudah Di Titrasi
ditambahkan kanji

Anda mungkin juga menyukai