Disusun Oleh:
Ida Ratnasari(652016007)
Fidela Novitasari(652016013)
KIMIA 2016/2017
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
I. Tujuan
1. Menentukan proses ekstraksi mana yang lebih efektif dari metode yang digunakan.
2. Menentukam konsentrasi ion
3. Menentukan koefisien distribusi
II. Bahan dan Metode
A. Bahan
1. Sampel
2. Diklormetan
B. Alat
1. erlenmeyer
2. corong pisah
3. buret
C. Metode
B. Standarisasi Titran
1. Ditimbang dengan teliti 0,9 gram Kristal KIO3, dilarutkan dalam labu ukur
hingga tepat menjadi 250 mL
2. Di pipet 25 mL larutan kedalam erlenmeyer dan ditambahkan 1 gram KI dan 3
mL asam sulfat 3M
3. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai kuning jerami, kemudian
ditambahkan indikator amilum dan lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang.
4. Dihitung normalitas Na2S2O3 dengan rumus
A. Hasil
Sampel 1 2 3
Volume awal 0 mL 8,7 mL 16,9 mL
Volume akhir 8,7 mL 16,9 mL 25,3 mL
Volume ditambahkan 8,7 mL 8,2 mL 8,4 mL
Rata-rata = 8,35 mL
A 1 2 3
Volume awal 25,4 mL 32,3 mL 38,8 mL
Volume akhir 32,3 mL 38,8 mL 45,3 mL
Volume ditambahkan 6,9 mL 6,5 mL 6,5 mL
Rata-rata = 6,5 mL
Fase air A 1 2 3
Volume awal 5,7 mL 7,9 mL 12,6 mL
Volume akhir 7,4 mL 9,7 mL 14,3 mL
Volume ditambahkan 1,7 mL 1,8 mL 1,7mL
Rata-rata = 1,7 mL
B1 1 2 3
Volume awal 15,8 mL 25,3 mL 0 mL
Volume akhir 25,1 mL 34,5 mL 8,3 mL
Volume ditambahkan 9,3 mL 9,2 mL 8,4 mL
Rata-rata = 9,25 mL
B. Pembahasan
Perhitungan
Fase Diklormetan
[S2O32-] = 0,02 M
Volum S2O32- = 8,9 mL
n S2O32- = [S2O32-] x v S2O32-
= 0,02 M x 8,9 ml
= 0,178 mmol
mol I2 = ½ x n S2O32-
= ½ x 0,178 mmol
= 0,089 mmol
Fase Air
[S2O32-] = 0,02 M
Volum S2O32- = 0,2 mL
mol I2 = ½ x n S2O32-
= ½ x 0,004 mmol
= 0,002 mmol
Pembahasan
Ekstraksi merupakan cara memisahkan zat terlarut melalui dua buah pelarut (biasanya
cair) yang dapat melarutkan zat tersebut namun kedua pelarut ini tidak dapat saling
melarutkan. Ada macam-macam proses ekstraksi, slah staunya adalah ekstraksi tunggal.
Proses ini dilakukan jika hasil yang didapat dari sekali ekstraksi cukup untuk mengambil
sebagian besar zat terlarut dalam fase air. Metode ekstraksi lain yang biasa digunakan adalah
ekstraksi berulang. Ekstraksi berulang digunakan jika ekstraksi tunggal hanya mampu
mengekstrak zat terlarut dalam jumlah sedikit. Ekstraksi ini dilakukan dengan cara membagi
salah satu pelarut menjadi beberapa bagian dan kemudian ekstraksi dilakukan secara
berurutan dengan cara yang sama. Jumlah pelarut yang digunakan pada akhirnya sama
dengan jumlah pelarut ekstraksi tunggal.
Pertama kali dilakukan standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3 hal ini dilakukan sifat
higrokopis zat yang menyebabkan konsentrasi larutan tidak tepat dengan yang diinginkan.
Maka diperlukan standarisasi untuk mengetahui konsentrasi yang sebenarnya karena
Na2S2O3 akan digunakan sebagai titran (Eko, 2015).
Pada tahap titrasi tunggal sampel akan dimasukkan ke dalam corong pisah dan
ditambahkan dengan diklorometan selanjutnya corong pisah dikocok. Setelah dikocok, akan
terbentuk dua fase. Pelarut yang memiliki massa jenis lebih tinggi akan berada di lapisan
bawah, dan yang memiliki massa jenis lebih kecil akan berada di lapisan atas. Disini
diklorometn berada pada fase bawah dan aquades berada pada fase atas.Senyawa yang
terkandung dalam ekstrak nantinya akan terpisah sesuai dengan tingkat kepolaran pelarut
yang digunakan. Senyawa iodium akan tertarik oleh senyawa diklorometan yang tingkat
kepolarannya sama dengan dengan senyawa tersebut. Disini diklorometn berada pada fase
organik (bawah) dan I2 berda padaa fase air (atas)
Dimana [fase air] < [fase organik] sebesar [0,0017] < [0,0065] pada A dan [0,0002] <
[0,0089] pada B. hal ini terjadi karena pada ekstrasi terdapat dua fase yaitu fase organik dan
fase air,yang dimana konsentrasi diklorometan pada fase air sangat kecil dikarenakan
sebagian besar diklorometan terdapat pada fase organik (dalam fase air hanya sisa yang
terdapat pada fase organik). Atau dapat dikatakan diklorometan yang diharapkan sepenuhnya
pada fase organik masih ada yang tersisa pada fase air. Berdasarkan hasil percobaan
didapatkan nilai koefisien distribusi pada percobaan B lebih besar daripada nilai koefisien
distribusi percobaan A yaitu 44,5 > 3,8235. Hal ini menunjukkan bahwa ekstraksi berulang
lebih efektif dibandingkan dengan ekstraksi tunggal. Nilai KD berbanding lurus dengan
jumlah zat yang terekstrak sehingga semakin besar KD yang diperoleh maka semakin besar
pula konsentrasi zat yang terekstrak. Menurut teori [fase organik] + [fase air] = [sampel]
namun dari perhitungan [fase organik] + [fase air] < [sampel] yaitu untuk A sebesar [ 8,2.10 -
3
] < [0,01] sedangkan B sebesar [9,1.10-3] < [0,01]. Hal ini karena belum terekstraknya iod
secara sempurna dan kurang tepatnya penentuan titik akhir titrasi.
Fase Diklormetan
[S2O32-] = 0,02 M
Volum S2O32- = 8,9 mL
n S2O32- = [S2O32-] x v S2O32-
= 0,02 M x 8,9 ml
= 0,178 mmol
mol I2 = ½ x n S2O32-
= ½ x 0,178 mmol
= 0,089 mmol
Di Erlenmeyer : [I2] dalam 10mL larutan = 0,089mmol/(10 ml)
= 0,0089 M
Di Corong Pisah: [I2] dalam 15mL larutan = 15/(10 ) x 0,0089M
= 0,01335 M
Fase Air
[S2O32-] = 0,02 M
Volum S2O32- = 0,2 mL
mol I2 = ½ x n S2O32-
= ½ x 0,004 mmol
= 0,002 mmol
V. Kesimpulan
VI Daftar Puastaka
Haznawati.2012.Fraksinasi.http//darknesstha.com/2012/01fitokimfraksinasi.html.
diakses pada 09 juni 2017
Trifany,A.W.2012.kromotogafi kolom.http:data-farmasi.com/2012/05kromotogafi.
html.diakses pada 09 juni 2017
Harborne,J.B,1987,Metode Fitokimia Penurunan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan,Edisi Kedua,hal 5,69-76,diterjemahkan oleh kokasih Padmawinata dan
Iwang Soedira,ITB Press,Bandung.