Oleh : Purwo Suwignjo, SKp. PENDAHULUAN Insidensi : USA : 8000 kasus/tahun 98 % digigit di ekstremitas Etiologi : 70 % : Rattlesnake RSHS : 1998 180 kasus SIFAT BISA ULAR Bisa ular merupakan suatu polipeptida yang bersifat enzimatik : Fosfolipase Fosfomenoesterase ATP-ase RNA-ase DNA-ase 5 Nukleotidase Kolinesterase Protease Hialuronidase EFEK BISA ULAR Neurotoksik Hemorargik Trombigenik Hemolitik Sitotoksik Antifibrin Antikoagulan Kardiotoksik Gangguan vaskuler (merusak tunika intima) Menghasilkan zat-zatseperti kinin, histamindan slow reacting substance Jenis ular berbisa berdasarkan Familinya Famili Elapidae : ular welung, welang, sendok, ular anang, ular cabai Famili Crotalidae : ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo Famili Hydropidae : ular laut Famili Colubridae : ular pohon ULAR BERBISA YANG BANYAK DI INDONESIA HEMATOTOKSIK: Trimeresurus albolaris (ular hijau) Ankristrodon rhodostoma (ular tanah) NEUROTOKSIK : Bungarus Fasciatus (ular welang) Naya sputarix ( ular sendok) Ular kobra Ular laut CIRI-CIRI ULAR BERBISA Bentuk kepala segi tiga Dua gigi taring besar dirahang atas Dua luka gigitan utama akibat gigi taring GEJALA KILINIS LOKAL : edema, nyeri, nyeri tekan, ekhimosis (dalam 30 menit – 24 jam) SISTEMIK : hipotensi, kelemahan, berkeringat, menggigil, mual, muntah, dan nyeri kepala GEJALA KHUSUS HEMATOTOKSIK :perdarahan ditempat gigitan, pulmo, jantung, ginjal, peritonium, otak, gusi, hemathemesis, melena, kulit, hemoptoe, hematuria, DIC (Diasseminated Intravascular Coagulation) NEUROTOKSIK : Hipertonik, fasokulasi, paresis, paralisis pernafasan, ptosis, Paralisis otot laring, reflek abnormal, kejang dan koma KARDIOTOKSIK : Hipotensi, henti jantung SINDROMA KOMPARTEMEN KALISFIKASI (menurut Schwartz) DERAJAT 0 : luka +, nyeri +/-, edema/ eritema < 3cm/12 jam DERAJAT I : Luka +, nyeri +, edema/eritema 3 – 12 cm/12 jam DERAJAT II : Luka +, nyeri +++, edema/eritema 12 – 25 cm/12 jam, neurotoksik, pusing, mual syok DERAJAT III : Luka +, nyrei +++, edema eritema > 25 cm/12 jam, Perdarahan kulit, syok DERAJAT IV : Luka +, nyeri +++, edema/eritema > ekstremitas< GGA, koma, perdarahan GAMBARAN KLINIS GIGITAN ELAPIDAE EFEK LOKAL : sakit ringan, sedikit atau tanpa pembengkakan atau kerusakan kulit dekat gigitan. Pada beberapa ular dari afrika dan beberapa kobra asia : sakit berat, melepuh, kulit rusak dekat gigitan SEMBURAN KOBRA PADA MATA : Sakit berdenyut, kaku pada kelopak mata, bengkak disekitar mulut, kerusakan pada lapisan luar mata GEJALA SISTEMIK : muncul 15 menit-10 jam setelah gigitan : paralisi urat-urat wajah, bibir, lidah dan tenggorokan, kelopak mata menurun, susah menelan, lemas, sakit kepala, kulit dingin, muntah pandangan kabur, mati rasa disekitar mulut selanjutnya dapat terjadi paralisis otot pernafasan, TD turun, nadi lambat, kesadarn menurun GIGITAN VIPERIDS EFEK LOKAL : 15 menit – beberapa jam: bengkak dan sakit dekat gigitan dan cepat menyebar EFEK SISTEMIK : 5 menit – beberapa jam: muntah, berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada gigitan, lubang dan luka yang dibuat taring, muntahan, urin, feses. Beberap hari kemudian timbul, melepuh dan kerusakan jaringan, kerusakan ginjal, oedema paru GIGITAN HYDROPIDS GEJALA CEPAT : sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat dan muntah SETELAH 30 menit – beberapa jam: kaku dan nyeri menyeluruh, spasm otot rahang, paralisis otot, urine warna coklat gelap, ginjal rusak, henti jantung PEMERIKSAAN PENUNJANG LAB :Hb, Ht, T, Kr, Urea N, elektrolit, BT/CT, PT/APTT, D-dimer, tes faal hepar, cross match EKG THORAX FOTO PENATALAKSANAAN TUJUAN Menghalangi/memperlambat absorbsi bisa Menetralkan bisa yang sudah masuk kesirkulasi Mengatasi efek lokal dan sistemik PENATALAKSANAAN Penataksanaan jalan nafas Penatalaksanaan fungsi pernafasan Penatalaksanaan sirkulasi Pertolongan pada luka gigitan Pemeriksaan lab Apus tempat gigitan dengan Venom Detection SABU : gejala venerasi sistemik, adanya edema hebat pada bagian luka PEDOMAN PEMBERIAN SABU (Schwartz, Way) DERAJAT 0 – I : belum diberikan, nilai dalam 12 jam, bila derajat meningkat diberikan DERAJAT II : 3 – 4 vial DERAJAT III : 5 – 15 vial DERAJAT IV : berikan penambahan 6 - 8 vial PENATALAKSANAAN Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit Monitor lab setelah pemberian SABU, jika koagulopati membaik monitor ketat. Jika koagulopati tidak membaik ulangi pemberian SABU, ulangi lab setelah 1 – 3 jam Terapi profilaksis : ATS, TT, AB spektrum luas PENATALAKSANAAN Gangguan koagulasi berat : FFP (Fresh-Frozen Plasma) Perdarahan : transfusi darah segar atau komponen darah, firinogen, Vit K Hipotensi : infus dengan kristaloid Monitor pambengkakan lokal Segera lepas cincin atau yang mengikat Sindroma kompartemen : fasciotomi Gangguan neurotoksik : asetilkolinesterase, SA