Anda di halaman 1dari 12

Putri Restu Wulandari

CARA TUBUH MENGATUR KADAR KORTISOL


DALAM DARAH DAN MEKANISME UMPAN
BALIK
PENGERTIAN HORMON KORTISOL

Kortisol adalah hormon steroid dari golongan


glukokortikoid yang umumnya diproduksi oleh sel
di dalam zona fasikulata pada kelenjar adrenal
sebagai respon terhadap stimulasi hormon ACTH
yang disekresi oleh kelenjar hipofisis.
KADAR NORMAL HORMON KORTISOL

 Dewasa : 5 - 23 mcg/dl pada waktu pagi


dan 3 - 13 mcg/dl pada siang hari.
 Anak-anak : 3 - 21 mcg/dl pada waktu pagi
dan 3 - 10 mcg/dl pada siang hari.
 Bayi : 1 - 24 mcg/dl

Hormon ini menyebar dalam plasma dengan tiga cara, yaitu berupa kortisol bebas, kortisol
terikat protein dan kortisol metabolit. Pemeriksaan hormon kortisol menggunakan metode
Immunochemiluminescence dengan pengambilan darah vena pasien.
Kortisol mempunyai efek umpan balik negative terhadap
(1) hipotalamus untuk menurunkan pembentukan CRF
(2) kelenjar hipofisis anterior untuk menurunkan
pembentukan ACTH

Kedua umpan balik ini membantu mengatur konsentrasi


kortisol dalam plasma. Jadi, bila konsentrasi kortisol
menjadi sangat tinggi, maka umpan balik ini secara
otomatis akan mengurangi jumlah ACTH sehingga kembali
ke keadaan normalnya.
Hipotalamus mengendalikan 5 aksis endokrin, salah satu dari aksis
tersebut ialah aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA axis). HPA axis
mengatur sintesis dan sekresi glukokortikoid.

Sel-sel di nukleus paraventrikel (PVN) hipotalamus mensekresikan


corticotrophin releasing hormone (CRH), yang bersama dengan arginin
vasopresin (AVP) bekerja sinergis untuk merangsang sel-sel kortikotrofin
agar mengeluarkan adrenocorticotrophic hormone (ACTH).

Sebagai respon terhadap ACTH, sel-sel yang terdapat di korteks adrenal


mensintesis dan mensekresikan glukokortikoid.
Keterangan:
Hypothalamus-
pituitary-adrenal gland
axis.
 +: stimulation signal
 - : negative
feedback signal
 CRH: corticotropin-
releasing hormone
 ACTH:
adrenocorticotropic
hormone.
Efek dari glukokortikoid diperantarai oleh 2 reseptor
berbeda, yaitu:

 reseptor mineralokortikoid (MR =


Mineralocorticoid Receptor, tipe I) yang
mempunyai afinitas tinggi terhadap kortisol
 reseptor glukokortikoid (GR = Glucocorticoid
Receptor, tipe II) yang mempunyai afinitas rendah
bahkan hingga 10 kali lipat terhadap kortisol.
Reseptor mineralokortikoid terdapat dalam jumlah yang besar
pada sistem limbik.

Reseptor glukokortikoid terletak lebih menyebar dan


diekspresikan pada glia sebagaimana halnya dengan neuron;
reseptor menduduki sel yang sama di hipokampus.

Pada sekresi kortisol keadaan basal reseptor mineralokortikoid


banyak ditempati, sedangkan reseptor glukokortikoid ditempati
hanya saat konsentrasi kortisol meninggi, misalnya saat pagi hari.
Ketika konsentrasi glukokortikoid meningkat, GR
teraktivasi dan menyebabkan terhambatnya transkripsi
gen untuk CRH dan AVP.

Hal inilah yang menjadi mekanisme umpan balik negatif


terhadap konsentrasi glukokortikoid.
HPA axis diaktivasi oleh keadaan stres. Aktivasi HPA axis pada keadaan stres
terjadi sebagai akibat adanya berbagai input yang mempengaruhi sel-sel di
nukleus paraventrikel yang mensekresikan CRH.

 Timbulnya bangkitan stres dapat mengaktifkan neuron-neuron


noradrenergik yang terdapat di lokus seruleus yang berjalan menuju nukleus
paraventrikel.
 Sensasi viseral yang berhubungan dengan rasa lapar dan haus
 Neuron-neuron yang terdapat di mesensefalon dan pons, kebanyakan
diantaranya kolinergik, mengarah ke nukleus paraventrikel dan diduga
menjalarkan input yang berasal dari visual, pendengaran, dan
somatosensorik (termasuk nosiseptif) yang berhubungan dengan keadaan
stres (misalnya suara keras yang mengejutkan).
Konsentrasi glukokortikoid yang tinggi yang terlihat saat keadaan stres
menyebabkan ditempatinya 50% dari reseptor-reseptor glukokortikoid di
nukleus paraventrikel dan hipokampus dan menyebabkan terhentinya respon
stres melalui mekanisme umpan balik negatif.
TERIMA KASIH
WASSALAMUALAIKUM WRWB

Anda mungkin juga menyukai