Anda di halaman 1dari 89

• MENEGEMENT KEUANGAN

DAERAH DAN INESTASI


• DOSEN : Dr MARIMAN SH M Si
• Jabtan : Ketua Stisip Kartika Bangsa
Jogyakarta
• Kuliah : Program Perepatan
• Prgram : Magister Administasi Publik
Ta 2019/2o2o
• STISIP KARTIKA BANGSA
JOGAKARTA
• No Hp 081344695446
• RERMASI PENGELOLAAN DAN
PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN
DAERAH ( Sektor Pubik )

• Reormasi Tahun 1999


• Dominan aspek pemeritahan
• Tuntutan Otonomi yang hub pemerintah
pusat dan daerah
• Peaksanaan otonomi daerah segera
dilaksanakan
• Tuntutan atas otonmi menimbulkan
interprestasi pada masarakat yang
terkesan kebablasan
• Pelaksaan otonomi daerah harus tetap bebingkai
pada Negara Kesatuan Republik Indnesia (NKRI)

• Otonomi daerah yang sedang berlaku bergulir


yang dengan UU Nomer 22 tahun 24 dan UU
nomer 33 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan pusat dan daerah pembaruan dari UU
Nomer 25 Tahun 1999
• Kedua Undang undang tersebut merupakan
bagian dari reformasi tersebut

• Reformasi keuangan daerah memberi angin


segar pada daerah untuk mengelola keuangan
daerah seara mandiri
• Reformasi keuangan daerah
berpedoan pada :
• 1. PP No 58 Tahun 2005
• 2, PP No Tahun 2000
• Dengan adanya kedua PP itu
pemda merupakan tantangan dan
sekaigus kesempatan untuk
disikapi oleh daerah seara tepat
agar tidak menipang peaksanaana
• Hal hal Penting Reformasi
Keuangan daerah

• Banyak yang muncul dengan


adanya PP No 58 tahun 2005
pembaruan dari PP 105 Tahun
2000
• 1 adanya paradigm baru
• 2 Tranparansi
• 3 Akuntabilitas
• Vertikal accounblility menadi
horizontal occounbility
• Dari tradisnal budget menjadi
performent budged
• Dari pengendalian audit
keuangan menjadi
pengendalian dan audit
keuangan dan kinerja
• PERANAN AKUTANSI SEKTOR PULIK
DALAM PEMERITAH
• Dampak reformasi positif dan
negative
• Krisis ekonomi krisis kepercayaan
menimukan reformasi total
• Dengan keuarnya UU No 22 Tahun
1999 dan UU no 25 Tahun 1999
• Bealihnya kekuasaan pusat yang
mutlak pindah ke Daerah
• Membentuk masyarakat madani
• Perimbangan Keuangan Pusat daerah dan
daerah
• Terwujudnya Goodgoermen yaitu
pemerintahan dan bersih jujur dan
transparansi
• Sebagai tindak lanjut Reformasi dibidang
perimbangan keuangan Pusat dan Daerah
untuk menciptakan goodgaermen maka
diperlukan serangkaian Reformasi anjutan
yaitu :
Reformasi anggaran ( budgeting
reform)
Reformasi system pembiaan (finaial
reform )
• Reformasi Sistem Akutansi ( Auconting Reform)
• Reformasi system pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah daerah ( audit Reform)
dan
• Reformasi Sistem Menejemen Keuangan Daerah
(Finanial menejemen Reform )

• TUJUAN PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN


PEMERITAH DAERAH

• Secara garis besar secara umu tujuan penajian


laporan keuangan oleh Pemerintah daerah adaah ::

• A Untuk memberikan informasi yang digunakan


dalam pembuatan keputusan ekonomi social poitik
serta sebagai bukkti pertanggung jawaban ( account
bility ) dan pengelolaan ( atewardship)
• B Untuk memberikan informasi yang
digunakan untuk mengealuasi kinerja dan
pengelolaan manajerial dan
oraginasanional .

• Seara Khusus tujuan penajian laporan


keuangan oleh pemerintah daerah adalah
: a. Memberikan informasi keuangan
untuk menentukan dan memprediksi
aliaran kas sado neraca dan kebutuhan
sumber daya financial jangka pendek unit
pemerintah .
• .c. Meberikan informasi keuangan untuk
memprediksi kondisi Ekonomi
• D. memberikan informasi keuangan untuk
monitor kinerja
• E memberikan informasi untuk
mengealuasi kinerja dan menejerial dan
organisasional .

• AUDIT SEKTOT PUBLIK PENGAWASAN


DAN PEMERIKSAAN APBD

• Pemeriksaan ( Auditing) diaksanakan


ketika anggaran berjaan
• Pengawasan dilaksanakan mulai
perenanaan penganggaran pelaksanaan
maupun pada tahab pertanggung jawaban
APBD
• PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN
APBD
• Pengawasan APBD adalah segala
kegiatan untuk menjamin agar
pengumpulan pengumpulan pendapatan
daerah dan pemelanjaan pengeluaran
daerah berjaan sesuai dengan rencana
dan aturan aturan dan tujuan yang
ditetapkan .
• Tujuan Umum Pengawasan Keuangan
daerah :

• 1 .Untuk menjamin keamanan seluruh


komponen keuangan daerah
• 2 Untuk menjamin dipatuhinya berbagai
aturan yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan daerah .
• 3 Untuk menjamin dilakukanya berbagai
upaya penghematan
• Tujuan Pengawasan APBD

• 1 Untuk memastikan yang disusun


benar benar sesuai dengan renana
strategic dan prioritas yang telah
ditetapkan
• 2, Untuk memastikan APBD tersebut
sesuai dengan anggaran dan aturan
aturan dan tujuan yang telah ditetapkan
• 3 Untuk memastikan bahwa
pelaksanaan APBD tersebut dapat
dipertanggung jawabkan .
• Jenis jenis Pengawasan
• 1, Pengawasan berdasarkan obyek
• 2 Pengawasan berdasarkan Suifatnya
• 3. Pengawasan menurut metodenya
• 4 Pengawasan Operasional
• PERJALANAN UU PEMERINTAH
DAERAH
• DI INDONESIA .
• 1. UU Nmer 1 Tahun 1945 tentang
Otonomi Pemda
• 2. UU No 22 Th 1948 Pkok PokokPemda
berhak mengatur Rumah Tangganya
sendiri
• 3. UU No 12 Tahun 1956 tentang
Pembentukan otonomi Pemda
• 4. UU No 1 Tahun 1957 Tentang Pokok
Pokok Pemda
• 5. UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok
• Pokok Pemerintahan di Daerah ( Sudah
ada Desentralisasi ( Metbewen ) Era orba
• 6. UU No 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah (Era Refoarmasi)
• UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemda
• UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemda
Perubahan Pertama
• UU No 9 Tahun 2015 Tahun tentang
Pemda perubahan kedua .
• PERKEMBANGAN REFORMASI
MENEJEMEN PENGELOLAAN KEUAGAN
DAERAH

• Reformasi pengelolaan keuagan daerah


di Indonesia dapat digolongkan
terlambat dibandingkan negara negara
maju seperti Amirika Inggris dsb yang
paling dekat di Asia seperti Filipina
Malesia selandia Baru sudah sejak tahun
1970an telah diadakan serangkaian
reformasi pengelolaan keuangan public
yang menggunakan anggaran berbasis
Kinerja .
• ( Perporment budged )

• Di Amirika Serikat menggunakan anggaran


dengan menggunakan pendekatan planning
programing Budged System ( PPBS) Pada
tahun 1965

• Dilihat dari aspek historis perjaanan


reformasi menejemen keuangan daerah di
Indonesia dapa t dibagi dalam tiga fase

• 1). Era pra otonomi daerah dan desentralisasi


fiscal ( 1974 s/d 1999 )
• 2. Era transisi Otonomi daerah ( 2000 s/d
2003 )
• (3) Era pasa transisi ( Tahun 2004 s/d
sekarang
• Era pra otonomi daerah meupakan
pelaksanaan otonomi era orde baru
berdasarkan UU No 5 Tahun 1974 yang
bersifat sentralistis top down planning dan
budgeting penggunaan anggaran tradisinal

• Rezim anggaran berimbang ( balane budget )


sistm pembukuan tuggal (single entry)
• Akuntasi basix cast
Otonomi semu ini berangsung selama 25
Tahun sampai dengan pelaksanaan
otonomi luas dan nyata berdasarkan UU
Nomer 22 Tahun 1999 dan UU No 25
Tahun 1999 yang bersifat desentralisasi
butten up (partisipatie) planning and
budgeting penggunaan anggaran
berbasis Kinerja sintem pembukuan
berpasangan dobel entry bookeping
dan akutansi basis kas modofikasi (
modifiate cast basix )
• Mulai berlakukan reformasi menegemen
keuangan daerah yaitu berlakunya
• UU No 22 Tahun 1999
• UU No 25 Tahun 1999
• PP 105 Tahun 2000
• PP 108 Tahun 2000
• Kepmendagri 29 Tahun 2000

TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG


UNDANGAN YANG MENGATUR PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH
1. UU Nomer 17 Tahun 2003 tentang keuangan
negara yang menggantikan Indice
compabiliteiswet
• ICW warisan Pemerintah Hindia Belanda
• 2. UU No 1 Tahun 2004 tentang
perbendaharaan Negara
• 3. UU Nomer 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara
• 4 UU Nomer 25 Tahun 2004 tentang system
perenanaan pembangunan Nasional
• 5. UU Nomer 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah merupakan revisi UU No
22 Tahun 1999
• 6. UU No 33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah reisi UU No 25 Tahu 1999
• PERUBAHAN KELEMBAGAN PENGELOLAAN
KEUANGAN DAERAH

• Perubahan system pengggaran anggaran


berbasis kinerja

• Berimplikasi pada perubahan kelembgaan


pengelolaan keuangan daerah

• Perubahan pengeoaan keuangan daerah dari


sentralisasi menjadi desentralisasi

• Dari Sekretaris daerah beralih ke SKPD


SKPD sebagai pengelola Keuangan daerah .
• BPKD bertugas mengkoordinasikan laporan
keuangan seluruh satuan kerja
• Pejabat yang terkait dengan
pengelolaan daerah
• 1.Kepaa daerah seaku pemegang
kekuasaan pengelaan keuangan
daerah
• 2. Sekretariat daerah selaku pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah sekaligus merupakan
koordinataor pengelolaan keuangan
daerah
• 3. Kepala badan Pengelola keuangan
daerah ( PPKD) sekaligus merupakan
bendahara umum daerah ( BUD)
• 4. Kepala Satuan kerja Perangkat
Daerah selaku Pengguna Anggaran
Pengguna barang
• 5. Kuasa Pengguna Anggaran kuasa
pengguna barang .
• 6. Pejabat penatausahaan Keuangan
satuan kerja Perangkat Daerah ( PPK
• SKPD )
• 7. Bendahara penerimaan pengeluaran
(SKPD)
• 8. Bendahara Penerimaan Pembantu .
• 9. Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (
• INESTASI
• Inestasi diatur daam Undang Undang
No 1 Tahun 2004 tentang
perbendaraan negara

• PP No 8 Tahun 2007 tentang tentang


Inestasi Pemerintah

• PP No 1 Tahun 2008 tentang Inestasi


Pemerintah
• PP No 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Kekaaan Daerah

• Permendagri 13 Tahun 2006 dan Permendagri


No 6 Tahun 2006 tentang Pengeolaan Barang
milik Negara Daerah

• Turunanya Permendagri No 17 Tahun 2007


Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan barang
milik daerah .
• METODE PENEITIAN ADMINISTRASI
PUBIK
• SISTEM HUKUM (Legal system)
• Bruggink:
• Sistem hukum hanya merupakan
upaya rasionalisasi (melalui proses
sistematisasi logis) untuk
memperoleh suatu gambaran yang
menyeluruh yang terssusun dalam
suatu ikhtisar berkenaan dengan
hukum positif.
• Sistem hukum tidak selalu
menunjukkan hirarkis dari asas sampai
dengan kaidah khusus. Sistem demikian
merupakan sistem tertutup. Membentuk
sistem total dan yang secara logis
bersifat tertutup mustahil
• Sistem hukum bersifat terbuka. Sistem
hukum yang terbuka yang
memungkinkannya mengikuti
perkembangan dalam masyarakat.
• Perekat sistem hukum:
• Hans Kelsen Grundnorm berfungsi
sebagai perekat sistem hukum .
Grundnorm membentuk penilaian etis
terhadap sistem hukum.
• Dias: perekat sistem adalah
keabsahannya karena pembentukan
kaidah berbasis sama.
• Fuller sistem hukum mengandung
moralitas tertentu (principles of
legality): mengandung peraturan
hukum yang konstan, diumumkan,
tidak berlaku sutrut (asas retroactive),
mudah difahami, konsisten, tidak
mudah diubah dan ditegakkan.
• Sistematisasi sistem hukum positip
tergantung pada kepentingan
masyarakat dan tujuan politik yang
berkembang.
• Sistem hukum merupakan suatu
keseluruhan yang terbatas, yang
memperlihatkan aturan-aturan hukum
dan putusan hakim yg berlaku dalam
masyarakat tertentu.
• Sistem hukum terbentuk oleh asas-asas
hukum.
• Perekat sistem hukum:
• Hans Kelsen Grundnorm berfungsi
sebagai perekat sistem hukum .
Grundnorm membentuk penilaian etis
terhadap sistem hukum.
• Dias: perekat sistem adalah
keabsahannya karena pembentukan
kaidah berbasis sama.
• Fuller sistem hukum mengandung
moralitas tertentu (principles of
legality): mengandung peraturan
hukum yang konstan, diumumkan,
tidak berlaku sutrut (asas retroactive),
mudah difahami, konsisten, tidak
mudah diubah dan ditegakkan.
• Unsur sistem hukum:
– Satjipto Rahardjo: struktur hukum,
kategori, dan konsep hukum.
– Kees Schuit:
– unsur idiel (terbentuk oleh sistem makna
hukum, yaitu aturan, kaidah-kaidah dan
asas-asas),
– unsur operasional (keseluruhan organisasi
dan lembagalembaga yang didirikan dalam
suatu sistem hukum, termasuk para
pengemban jabatan yg menjalankan lebaga
tersebut),
– unsur aktual (keseluruhan putusan-putusan
dan perbuatan konkrit yang berkaitan
dengan sistem makna hukum, baik yg
berasal dari pengemban jabatan maupun yg
– Friedmann: Substansi hukum, struktur
hukum, dan budaya hukum
– Substansi hukum mencakup seluruh aturan
yang berlaku
– Struktur hukum mencakup semua
perangkat organisasi dan fasilitas
penegakan hukum
– Budaya hukum mencakup budaya
measyarakat yang mempengaruhi prilaku
ketaatan/kepatuhan dan penegakan
• DUA VISI DALAM HISTORITAS
SEJARAH YG BERBASIS PADA
PENGEMBANGAN FILSAFAT HUKUM
• IDEALISTIS-SPRITUALISTIS
• Gagasan hukum absolut muncul dari satu
gagasan ke gagasan yg lain dan cenderung
a-priori tidak berubah dan karenanya a-
historis, meskipun dapat dikronologiskan
[Ide Plato, Aristoteles, Cicero dst]
• Hukum adalah perwujudan ide, seperti
keadilan, rasio dll sebagai pandangan
hukum statis.

• MATERIALISTIS-SOSIOLOGIS
• Hukum tidak semata ide (produk ratio)
tetapi yang sangat penting adalah produk
kenyataan kehidupan masyarakat (lokal,
regional, nasional dan global).
• Mazhab historis contoh dari paradigma
hukum sbg produk kenyataan.
• Marxisme adalah contoh pemikiran yg
menghasilkan paradigma hukum empiris.
– IDEALISTIS SPRITUALISTIS
• Jika hukum dianggap sbg perwujudan gagasan
absolut arahnya dan hasilnya pastilah
pandangan hukum statis.
• Benar bahwa ide-ide hukum muncul (lahir) dari
pemikiran secara berurut, dari pemikiran ahli yg
satu ke ahli yg berikutnya, yang belakangan
melengkapi yg terdahulu atau mengkritisi ide
ahli sebelumnya.
• Perkemnbangan dari pemikiran ahli yang
terdahulu ke ahli berikutnya cenderung a-priori
atau a-historis.
• Ide-ide yang berkembang itu bisa diurut secara
kronologis (vertikal) tetapi tidak dalam
pengertian kronologis linier (horizontal).
IDEALISTIS-SPRITUALISTIS MENGUASAI
PEMIKIRAN DAN PENCIPTAAN HUKUM
SAMPAI ABAD XIX
• Idea hukum yg dicetuskan Plato dianggap
lebih dari sekedar materi hukum (galian
pemikiran filosofis spekulatif). Demikian
pula pandangan Aristoteles ttg keadilan
alam” dan “keadilan perundang-
undangan”.
• Era abad menengah hukum yang diberi
energi keyakinan dari keagamaan atau ‘ius
naturale’ versi Thomas Aquino.
• Era renaissance di abad XVI muncul
semacam skularisasi konsep hukum
alam.
• Abad XVII dan XVIII adalah era ini
peletakan batu pertama tentang hukum
sebagai produk kecerdasan, hukum yang
berlandaskan pada peristiwa atau
kenyataan menyusul perkembangan ilmu
eksakta yang berbasis pada fenemona
empiris eksperimental
• Teori tentang wilayah kewenangan, subyek
dan hubungan hukum
• Gebiedsleer = ajaran tentang wilayah hukum
kewenangan (darat, laut, udara, orang dan
batas-batas wewenangnya)
• Persoonleer = ajaran tentang subyek hukum:
Negara adalah subyek hukum internasional.
Pemerintah adalah subyek hukum yang
mewakili negara sebagai subyek hukum nasional
maupun internasional
• De leer van de rechtsbetrekking = ajaran
tentang hubungan hukum hubungan hukum
Penguasa/ pemerintah suatu negara dan warga
• Penguasa memiliki tugas (kewajiban) dan
wewenang (hak)
• Warga memiliki hak (kewajiban penguasa utk
memenuhinya) dan kewajiban (wewenang
penguasa utk menuntut pemenuhannya dari
• Tugas pengusa >< hak warga
• Menyelenggarakan pendidikan, menjamin
keamanan dan ketertiban, menyediakan
bahan pangan, lapangan kerja,
memadamkan api, menyediakan
transportasi, menjaga perbatasan,
membuat jembatan dan jalan,
menyediakan fasilitas kesehatan,
membasmi epidemi,
• Membuat selokan, menyediakan air
bersih, menjaga kelestarian lingkungan
• Tugas penguasa diwujudan: dgn
PerPerUU, Administrasi, dan pengadilan
• Wewenang Penguasa >< Kewajiban
Warga (bayar pajak, taat hukum termasuk
menaati perintah panggul senjata,
menghadap pengadilan, menjadi saksi,
belajar, makan, perumahan, mendapat
pekerjaan, dll)
• Wewenang penguasa diwujudkan melalui
pengaturan yang mewajibkan warga jika
kewajiban aparat negara utk memaksa,
pengadilan untuk mengadili yg dianggap
bersalah/ingkar thd kewajiban; dan
penjara utk menghukum warga yg terbukti
ingkar
• Kajian Filsafat tentang hubungan hukum
dengan negara
• Leon Duguit: dasarnya HUKUM YANG HIDUP
DALAM MASYARAKAT;
• HUKUM ADALAH PERISTIWA = hukum tumbuh
dalam masyarakat= hukum adalah penjelmaan
solidaritas sosial (social solidariteit)yaitu
hubungan fungsional antar warga masyarakat;
hukum adalah ciptaan psikologis dari
masyarakat yang dipengaruhi oleh kebutuhan
materil, intlektual dn moral.
• Solidaritas sosial = Mechanische solidariteit
hak adalah fungsi sosial karena hidup adalah
kebersamaan (solidaritas)
• Hukum adalah penjelmaan dari solidaritas sosial
itu. Konstitusi = penjelmaan kenyataan dalam
masyarakat yang terwujud berupa struktur (de
riele machtfactoren)
• Kajian Filsafat tentang hubungan hukum
dengan negara
• Leon Duguit: dasarnya HUKUM YANG HIDUP
DALAM MASYARAKAT;
• HUKUM ADALAH PERISTIWA = hukum tumbuh
dalam masyarakat= hukum adalah penjelmaan
solidaritas sosial (social solidariteit) yaitu
hubungan fungsional antar warga masyarakat;
hukum adalah ciptaan psikologis dari
masyarakat yang dipengaruhi oleh kebutuhan
materil, intlektual dn moral.
• Solidaritas sosial = Mechanische solidariteit
hak adalah fungsi sosial karena hidup adalah
kebersamaan (solidaritas)
• Hukum adalah penjelmaan dari solidaritas sosial
itu. Konstitusi = penjelmaan kenyataan dalam
masyarakat yang terwujud berupa struktur (de
riele machtfactoren)
• Hauriou:
• Masyarakat = peristiwa moral (een morele feit)=
bangunan moral/struktur moral
• Dalam masyarakat yang riel adalah institusi-
institusinya baik hukum (rechtsinstellingen)
maupun negara (staatsinstellingen)
• Konstitusi adalah instellingen atau lembaga
yang terjelma melalui proses institutionalisasi
• Institutionalisasi mencakup tiga tahap (ide,
elite, dan milieu)
• Mengapa ide muncul dan akhirnya menjadi
institusi/hukum? Jawabnya karena perlu de
orde, het gezag dan de vrijheid.
• Hermann Heller:
• Konstitusi:
• Mencerminkan kehidupan politik dalam
masyarakat sebagai suatu fakta (pengertian
sosiologis dan politis)
• Satu kesatuan kaidah hukum yg hidup dalam
masyarakat (pengertian yuridis)
• Naskah sebagai UU tertinggi yg berlaku dlm
suatu negara
• Herman Heller menghadapi kenyataan
• NEGARA = organisasi kekuasaan teritorial
(Territoriaal gezags organisastie)
• NEGARA = harus dilihat fungsinya thd
masyarakat
• masyarakat membutuhkan pengaturan karena
itu masyarakat butuh negara
• Negara dan masyarakat ada hubungan saling
• NEGARA ada hubungan dgn HUKUM
• Hukum = norma empiris (het recht is een
empirische norm) hukum harus ada yg
menjelmakannya dan pengakuan negara
• Kebiasaan menjadi hukum dalam masyarakat
dan diakui oleh negara sebagai hukum
• Bagi negara hukum sangat penting karena
hukum memperkuat negara, stabil, dan menjadi
dasar bagi negara utk bertindak.
• Mac Iver:
• Kekuasaan bisa diwujudkan dengan kekuatan,
tetapi utk mempertahankan kekuasaan tidak
selalu dgn kekuatan. Sifat kekuasaan tidak
kekal. Untuk mengekalkan kekuasaan perlu
landasan hukum
• Kesimpulan NEGARA perlu hukum (norma)
sebaliknya HUKUM perlu negara untuk
mempertahankan norma
• Teori Hukum Sebagai Perintah yang berkuasa
• Teori hukum yg dikemukakan oleh John Austin. Austin mengatakan
hukum adalah perintah (law as commands).
• Dalam konsep Austin ‘setiap petunjuk adalah perintah, ancaman
kesalahan adalah sanksi, dan pihak yg diperintah dan diancam
sanksi bertanggung jawab atau kewajiban.
• Kewajiban dan sanksi berkorelasi dan resiko dari sanksi adalah
alasan bg kepatuhan: (‘Every directive, …, is a command, the threat of
evil is a sanction, and the party comanded and threatened is under
an obligation or duty. Duty and sanction are coorelative and fear of
sanction is the motive for obidience).
• Pemberi perintah adalah Negara yg memegang kedaulatan dalam
suatu masyarakat.
• Menurut Austin hukum adalah perintah umum yg berdaulat yg
didukung oleh sanksi (A commander,..., is sovereign in that
society….Austin concluded that a law is a general command of a
sovereign backed by a santion).
• Hans Kelsen menolak teori hukum sebagai perintah,
dengan alasan, sebagaimana prinsip hukum murninya:
• Pertama, menurut Kelsen, perintah (command) adalah
elemen psikologi yang mengintervensi teori ilmu hukum
yang bebas dari pengaruh semacam itu.
• Kedua, hukum sebagai perintah sebagaimana sanksi atas
pelanggarannya, menurut Kelsen, tidak cukup dan
membingungkan (inadequate and confused). Karena
validitas hukum, menurut Kelsen, tidak ditentukan oleh
sanksi. Sanksi tergantung pada bagaimana berkerjanya
hukum itu. Norma valid sebelum norma itu efektif.
Validitas dari suatu norma tergantung pada efektifitas
tata hukum sebagai keseluruhan.
• Teori Hukum Positif
• Positivisme hukum mengatakan, hukum adalah
perintah yang mengalir dari sumber tertentu.
Pembuat perintah mengharapkan pihak yang
diperintah berbuat sesuatu atau menahan diri.
Apabila perintah diabaikan, maka pemberi
perintah akan menjatuhkan sanksi.
• Menurut positivisme hukum, hukum dibuat oleh
negara. Sumber hukum adalah kemauan yang
berdaulat (The source of a law is the will of the
sovereign). Negara adalah pembentuk hukum,
sebagai kekuatan dan kekuasaan moral di
belakang hukum, sebagai tuhan dunia hukum
(the god of the world of law).

• Menurut positivisme, hukum positif memiliki empat
unsur:
• perintah yang mengalir dari sumber tertentu;
• sanksi, yaitu sesuatu yang buruk yang mungkin melekat
pada perintah;
• kewajiban, yaitu keharusan yang diciptakan oleh
pembuat perintah;
• kedaulatan dari pembentuk perintah.
• Positivisme hukum berpendapat: satu-satunya hukum
yang diterima sebagai hukum adalah tata hukum.
Hukum hanya berlaku karena bentuk positifnya
ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Hukum hanya
ada hubungan dengan bentuk formalnya.
• Salah seorang panganut positivisme, Rudolf von Jhering,
mengatakan bahwa hukum adalah alat untuk mencapai
tujuan. Maksud Jhering tersebut, tidak lain untuk
menunjukkan bahwa hukum tergantung dari paksaan,
dan hak untuk memaksa adalah monopoli mutlak
negara.
• Hukum menurut Jhering adalah aturan hidup
bersama, yang dianggap sesuai dengan
kepentingan negara. Hukum, adalah
pernyataan egoisme nasional. Hukum
dikembangkan secara sistematis dan rasional,
sesuai dengan kebutuhan hidup bernegara.
• Positivisme aliran yang berasal dari pemikiran
Auguste Comte. Sebagai sosiolog Comte ingin
menerapkan metode ilmu alam
(Naturwissenscahft) yang sifat utamanya
experimental-empiris (experimenteel empirisch),
sehingga ilmu hukumpun, menurut Comte,
dalam pengkajiannya melakukan penelitian
empiris atau hasil pengamatan pancaindra. Bagi
Comte hanya hasil pengamatan pancaindra yang
berharga sebagai bahan ilmu pengetahuan.
Mengapa Comte berpendapat demikian?
• Teori terkenal yang dikembangkan Comte ialah “de drie
stadien leer” atau tiga tingkat (stadium) perkembangan
pikiran manusia (de drie phasen van ontwikkeling van
het menselijk denken).
• Tiga stadium dimaksud:
– Fase keagamaan (Theologisch phase). Maksudnya manusia belum
belajar berpikir sendiri, semua kejadian disandarkan kepada
kemauan Tuhan yang tercermin dalam kitab-kitab suci;
– Fase hayalan (Metaphysische phase). Maksudnya mulai berpikir
sendiri, membuat pengertian-pengertian dan penjelasan sendiri,
meskipun masih abstrak, spekulatif (trancendent) dan belum
diuji dengan kenyataan atau belum didasarkan pengalaman
atau observasi dengan pancaindra;
– Fase positif (Positieve Phase). Maksudnya pase di mana manusia
lebih mengedepankan kenyataan. Kenyataan adalah hasil
observasi pancaindra. Aksioma, dalil, hukum, proposisi dan
segala bentuk statement dianggap benar jika sudah teruji secara
empiris.
• Dalam bidang hukum pandangan positivisme Comte
tersebut sangat berpengaruh dan menimbulkan aliran
yang mementingkan hukum positif atau melihat undang-
undang saja. Kemudian melahirkan teori penafsiran.
• Teori Penafsiran dan perkembangan awalnya
• LEGISTEN: Fenomena positivisme dimulai oleh
kalangan yang melihat hukum sebagai undang-
undang yang disebut Legisten.
• Bagi penganut legisten hukum melekat pada
undang-undang, karena itu prinsip hakim
mengadili berdasarkan undang-undang,
undang-undang dianggap lengkap, dan hakim
tidak boleh menolak perkara.
• Baik Legisten maupun Begriffsjurisprudence
menganggap tugas hakim sama, yaitu
menerapkan undang-undang (rechtstoepassing).
Karena itu muncul reaksi yang berpendapat
hakim tidak menjalankan hukum semata tetapi
juga membentuk hukum (rechtschepping atau
rechtsvorming). Penganut pandangan ini disebut
Freirechts-bewegung atau Interessen-
Jurisprudenz.
 BEGRIFFJURISPRUDENZ: paham legisten diakui
kelemahannya, oleh karena ternyata undang-undang
banyak kekosongan (leemten).
 Muncul paham baru begriffsjurisprudenz yang
menganggap undang-undang lepas dari kekurangannya
(luckenlos). Bagi kalangan begriffsjurisprudenz
undang-undang luckenvoll atau penuh kekurangan-
kekurangan.
 UU perlu dilengkapi dg menggunakan logische expansioniskraft
dari UU
 Cara melengkapi UU:
 metodenya ialah menyusun konstruksi (rechtsdogmatiek). Karena
itu aliran ini disebut juga konstuktionsjurisprudence.
 Tujuannya utk menemukan pengertian (bergrippen) atau
mengkonstruksi pengertian (begripsvorming).
 Pengertian2 yg dihasilkan merupakan cara menutup
kekurangan2 dalam UU.
 Bagaimana cara membangun pengertian dimaksud? Ada dua
cara:
 Analogi hukum (rechtsanalogie); dan
 Diterminasi atau penghalusan hukum (rechtsverfijning).
FREIRECHTSBEWEGUNG/INTERESSENJURISP
RUDENZ:
• Hakim harus bersikap aktif. Hakim berhak
mempertimbangkan kepentingan kedua
belah pihak (merdeka dalam arti positif)
dan tidak terikat oleh UU (merdeka dalam
arti negatif).
• Mengapa hakim harus aktif? Karena
hakim dipengaruhi oleh kemauannya
(rechtsgevoel-nya), tidak hanya pikiran
juridis (juridisch denken) tetapi juga emosi
pikirannya (emotioneel denken).
• Paul Scholten: tugas hakim bukan
rechtstoepassing (menerapkan hukum)
atau rechtschepping (membentuk hukum)
melainkan rechtsvinding (menemukan
hukum).
• Djokosutono: istilah yang tepat digunakan
untuk menjelaskan perkembangan tugas
hakim dari masa ke masa berikut aliran
paham pendukungnya, adalah
rechtshantering sebagai istilah netral yang
mencakup ketiga istilah tersebut.
• Rechtstoepassing berasal dari pengaruh ajaran
Montesquieu tentang pemisahan “separation of
power” atau “separation des pavoirs” yang
mendalilkan “de wetgever schept recht, de rechter
past het toe” (Pembentuk undang-undang
membuat hukum dan hakim menjalankannya).
• Segala masalah atau perkara ada jawabannya
dalam UU, oleh karena UU sudah lengkap (de
wet is volledig).
• Hakim adalah mulut UU (la bouche qui pronence
les pareles de la loi).
• Jika ada kekosongan dalam UU, maka hakim
harus melakukan konstruksi. Apa yang menjadi
latar belakang pandangan demikian?
• Montesquieu: bahwa boleh jadi suatu UU
mampu melihat ke depan sekaligus buta,
dalam beberapa kasus tertentu, menjadi
terlalu keras atau kaku. Namun hakim
dari bangsa yang bersangkutan, tidak
lebih ketimbang sekedar mulut UU; badan
tak berjiwa, yang gagal meniadakan
keberlakuan maupun kekerasan UU
tersebut.
• J.A. Pontier: pendapat Montesquieu
tersebut menjadi landasan bagi kalangan
legisten terutama di Belanda yg
menganggap peran hakim seperti metafora
(la bouche de la loi) atau hanya mulut UU.
• Namun, kata Pontier, dewasa ini untuk
berbagai alasan muncul keraguan apa
benar Montesquieu sungguh bermaksud
menyatakan hakim hanya corong
pembentuk UU, hanya menerapkan UU,
dan bahwa “loi” yang dimaksud
Montesquieu hanya berarti UU?
• Terlepas dari perdebatan tentang pendapat
Montesquieu yg menjadi dasar legisten
tersebut, konstruksi ternyata memang
tidak cukup.
• Kalangan penganut freirechtsbewegung
berpendapat bahwa hakim harus
membentuk hukum (rechtschepping).
• Pembentukan hukum masih juga belum
memadai, maka hakim, menurut Paul
Scholten, harus menemukan hukum
(rechtsvinding).
• Jika ditarik latar belakang mengapa tugas
hakim berkembang?
• Jawabannya adalah sejarah hukum
Romawi (Corpus Iuris Civilis) yg ditemukan
oleh bangsa Italia dinilai sebagai
kodifikasi atau sistem hukum yg lengkap.
• Dalam penerapannya ternyata ditemukan
kekosongan.
• Bagaimana mengisi kekosongan itulah
kemudian melahirkan aliran pemikiran ttg
fungsi hakim dalam mengadili.
• Uraian di atas menunjukkan bagaimana
asal muasal positivisme hukum.
• Hukum memang sangat dikaitkan dgn
hukum tertulis dan dibentuk oleh
penguasa (hukum sebagai perintah atau
larangan) dan ditopang oleh sanksi agar
setiap org mematuhinya (memaksa atau
dwang).
• Karena itu Paul Scholten mengatakan
“hukum itu suatu petunjuk tentang apa yg
layak dikerjakan dan apa yg tidak, dgn
kata lain hukum itu bersifat suatu
perintah”.
• Dalam kalangan penganut positivisme
menunjukkan sekurang-kurangnya dua
kecenderungan pokok, yakni positivisme
analitis dan pragmatisme.
• Baik positivisme analitis maupun
positivisme pragmatis berhubungan
dengan empirisme dengan atau melalui
cara berbeda.
• Manifestasi positivisme analitis yg diletakkan
secara ilmiah oleh John Austin (1790-1859) dan
pengikutnya, yg kemudian dimodifikasi oleh
Kelsen dan Mazhab Wina.
• Positivisme analitis mencurahkan perhatiannya
pada susunan sistem hukum yg “positif”.
• Susunan sistem hukum positif tersebut secara
rinci sebagai susunan hukum dalam negara
moderen yaitu dari “perintah yg berdaulat”
(Austin) ke dalam stufentheori (Kelsen) yaitu
norma-norma yg secara hirarkis diambil atau
bersumber dari Grundnorm yg hipotetis.
• Maksudnya konsep hukum sebagai perintah yg
berdaulat versi Austin diadopsi oleh Kelsen
dalam susunan hirakis sistem hukum yg
berpuncak pada grundnorm.
• Positivisme pragmatis atau positivisme
versi yang berkembang di Amerika Serikat
menolak abstraksi dan hal-hal yang tidak
memadai, cara penyelesaian verbal,
alasan-alasan a priori yang tidak baik,
prinsip-prinsip yang ditentukan, sistem-
sistem yang tertutup, hal-hal yang
dianggap mutlak dan asli.
• Pragmatisme melihat ke arah hasil-hasil
dan akibat-akibat, seperti dipahamkan
oleh positivisme analitis yg lebih
mengutamakan logika.
• Karena hukum, bagi pragmatisme,
adalah proses eksperimental di mana
faktor logika hanya salah satu dari faktor-
faktor yg utama untuk menarik
kesimpulan tertentu.
• Ketentuan-ketentuan hukum bekerja
tidak sebagaimana adanya di atas kertas
tetapi memanfaatkan ilmu-ilmu
pengetahuan observatif empiris.
• Pragmatisme adalah gerakan realis yang
menggunakan metode pendekatan modern
untuk mengetahui apa hukum itu, bukan
bagaimana hukum yang seharusnya itu.
Hukum, bagi pragmatisme, adalah hasil
dari kekuatan dan alat kontrol sosial.
• Hans Kelsen salah seorang pakar yg menganut paham
ini. Kelsen: hukum adalah ekspresi dari keharusan.
Hukum adalah keharusan atau seharusnya
sebagaimana tercermin dalam rumusan formal dalam
suatu UU.
• Satu-satunya hukum adalah hukum positif; hukum
lain tidak ada, orang-orang yg hidup bersama
membentuk hukum guna mengatur hidup bersama
itu. Bahwa keharusan dari pada hukum mungkin
bersumber dari keharusan yg lainnya.
• Hak dan kewajiban hanya ada kalau ditentukan oleh
hukum positif. Kaedah hukum mewajibkan karena
memiliki segi formalnya.
• PERKEMBANGAN PENGERTIAN HUKUM
• ERA YUNANI KUNO
– Hukum sebagai keharusan alamiah (nomos):
laki-laki berkuasa, budak tetap budak sebagai
kenyataan alamiah.
– Keadilan mulai muncul dalam klaim [Socrates:
penegak hukum mengindahkan keadilan
sebagai nilai yg melebihi manusia]
– Socrates dan Aristoteles: sudah mulai
mempertimbangkan manakah aturan yang
adil yang harus dituju oleh hukum, walaupun
mereka tetap juga mau taat pada aturan-
aturan alam.
• ERA ROMAWI
• Ius gentium hukum yg diterima semua
bangsa dalam wilayah kekaisaran Romawi
sebagai dasar kehidupan bersama.
• Hukum era ini bersifat kasuistik hukum
hanya berfungsi sebgai pedoman hakim.
• Perkembangan selanjutnya peraturan
kaisar menjadi UU (bersifat umum dan
abstrak) dan mengikat.
• Sekitar 1 abad sebelum masehi ilmu hukum
dikembangkan dengan basis hukum abstark dan
umum seperti diajarkan oleh Cicero, Gaius,
Ulpianus dll. Dalam pengajaran tsb hukum
bersifat ideal (dicita-citakan) yg dicerminkan
dalam leges.
• Pasca kekaisaran Romawi Barat, hukum Romawi
kemudian dipelihara dan dikembangkan oleh
Byzantium (Romawi Timur) dan diwariskan ke
generasi selanjutnya dalam bnetuk kodeks
hukum. Atas perintah Kaisar Yustianus seluruh
perundangan kekaisaran Romawi dihimpun
dalam Codex Iuris Romani yg disebut juga
Codex Iustianianus atau disebut juga Corpus
Iuris Civilis (CIC) pada tahun 528 s.d. 534 M.
• CIC kemudian dikembangkan dan
dipelajari dan diterapkan dalam wilayah
kekaisaran Jerman. Pada Masa Kaisar
Napoleon berkuasa (1804) hukum Romawi
dijadikan basis hukum perdata yang
kemudian diberi nama Code Civil oleh
kalangan ahli ketika itu.
ABAD PERTENGAHAN
• Kepercayaan kepada agama berkembang.
• Eropa dikuasai oleh pemikran agama
Kristen, sementara Timur Tengah dikuasai
oleh pemikiran agama Islam. Karena itu
hukum dipandang bersumber dari Tuhan.
• Kalangan ahli penganut Kristiani
mempertahankan hukum alam sebagai
norma hukum. Thomas Aquinas misalnya,
mengatakan aturan alam tidak lain dari
partisipasi aturan abadi (lex aeterna) yang
ada pada Tuhan, sebaliknya kalangan ahli
Islam mengandalkan hukum agama
sebagai sumber hukum.
• Dalam Filsafat Hukum sejak abad
Pertengahan ada 5 jenis hukum:
• Lex aeterna mengandung pengertian teologis
sebagai asal mula segala hukum;
• Lex devina positiva hukum agama sebagai
sumber hukum yang tercermin dalam wahyu
terutama prinsip-prinsip keadilan;
• Lex naturalis hukum alam sebagai sumber
hukum yang dikembangkan melalui akal budi;
• Ius Gentium hukum antar bangsa dalam
lingkungan bangsa-bangsa dalam kekaisaran
Romawi;
• Lex humana positiva hukum produk penguasa
• ZAMAN RENAISANCE
– Terjadi perkembangan ilmu pengetahuan terutama
ilmu pengetahun alam (eksak).
– Dunia “ditemukan kembali” melalui ilmu-ilmu
empiris.
– Kebenaran dicari dan ditemukan dalam fakta dan
pengalaman (empiris). Teori-teori baru yang
diperkenalkan oleh ahli menjadi pendorong bagi
lahirnya Negara nasional dengan kekuasaan raja yg
kuat dan nasionalisme bersamaan meluasnya
kekuasaan melalui pertualangan mencari daerah baru
(kolonialisme).
– Pengembangan ilmu hukum juga terpengaruh.
Tekanan hukum tidak semata pada hukum ideal (lihat
5 jenis hukum di atas) melainkan pada hukum yang
dibentuk manusia, namun masih ada percampuran
hukum yang dibuat oleh penguasa (tata hukum
hukum negara).
– Hukum ada hubungan dengan politik. Hukum dikaji
• ZAMAN AUFKLARUNG
• Kepercayaan kepada akal budi menandai
era pencerahan.
• Rasionalisme menjadi cap bagi kehidupan
manusia.
• Berkat Rene Descartes (1596-1650)
pikiran manusia lebih dipercaya karena
akal budinya dan kebebasan.
• Manusia sebagai subyek adalah modal
utama dari seluruh pandangan hidup.
• Pengaruhnya terhadap filsafat ialah:
• Rasionalisme (mengedepankan akal budi)
pendukungnya Wolf (1679-1754),
Montesquieu (1689-1755), Voltaire (1694-
1778), Rousseau (1712-1778), Immanuel
Kant (1724-1804).
• Empirisme (mengedepankan basis empiris
bagi semua pengertian/konsep)
pendukungnya John Locke (1632-1704),
David Hume (1711-1776), sejak abad XVII
di Inggris telah berkembang prinsip
sesuatu yg tidak dialami (empiris) tidak
diakui kebenarannya.
– Filsafat hukum diartikan sebagai usaha untuk
mengerti hukum sebagai bagian dari sitem pikiran
yang lengkap dan rasional belaka.
– Hukum dilihat sebagai kaidah-kaidah yg berlaku
dalam negara, kemudian dicari asas-asas universal
yang bersumber pada akal budi manusia. Selain itu
diakui adanya hukum kodrat yg berasal dari akal budi
yg berfungsi sebagi dasar hukum positif.
– Tokoh penting dalam era Aufklarung:
– John Locke ‘HAM pembatas kekuasaan penguasa’;
Montesquieu ‘pemisahan kekuasaan’;
– Rousseau ‘rakyat subyek dan pencipta hukum, karena
itu raja sebagai pembuat hukum harus diganti’;
Immanuel Kant ‘pembentukan tata hukum adalah
inisiatif manusia utk membangun kehidupan bersama
yg bermoral’.
ABAD XIX
• Ditandai oleh empirisme dalam bentuk
baru yg disebut positivisme dengan
penekanan analisis ilmiah untuk mencari
kebenaran melalui ilmu pengetahuan
(empiris).
• Positivisme berkembang menjadi dua
cabang: Posivisme yuridis dan positivisme
sosiologis
• Positivisme yuridis:
• Hukum sebagai produk ilmiah belaka atau hasil
dari akvitas profesional atau pakar hukum.
• Hukum identik dgn UU, hukum muncul karena
keterkaitannya dengan negara, hukum yg benar
adalah hukum yg berlaku dalam negara.
• Hukum tidak ada kaitan dengan moral, hukum
adalah hasil karya para pemikir hukum.
• Hukum bersifat ‘closed logical sistem’ Tidak
perlu ada bimbingan norma sosial, politik dan
moral. Tokohnya R. von Jhering dan John
Austin dari kelompok Analitical jurisprudence.
• Positivisme sosiologis:
• Hukum adalah bagian dari kehidupan
masyarakat,
• hukum adalah kenyataan dalam
masyarakat.
• Hukum bersifat terbuka bagi kehidupan
masyarakat yg harus diteliti dengan
metode ilmiah empiris.
• Hukum adalah ilmu kenyataan/fakta atau
pengalaman.
• Tiga tokoh penting era abad XIX:
• Hegel (1770-1831) ‘hukum sebagai
perwujudan roh obyektif dalam kehidupan
manusia’
• F. von Savigny (1779-1861) ‘hukum adalah
kebudayaan yg terus berubah sepanjang
sejarah. Hukum adalah produk
kebudayaan masing-masing zaman.’
• Karl marx (1818-1883) ‘hukum cerminan
kondisi ekonomis masyarakat’
• ABAD XX
• Semua negara membentuk hukum yg
metodenya diambil dari pemikiran hukum
abad XIX
• Akan tetapi kalangan ahli terpecah
menjadi dua pendapat tentang hukum:
Kelompok sosiologis dan Kelompok
Positivis-logis
• Kelompok sosiologis: melihat hukum dalam
hubungan dengan pemerintah negara atau
norma hukum secara de facto berlaku
berdasarkan prinsip kepentingan umum
sekaligus sebagai budaya dan sejarah bangsa
ybs.
• Kelompok positivis-logis: hukum dilihat
sebagai bagian dari kehidupan etis, oleh karena
itu ada hubungan antara hukum positif dengan
pribadi manusia yg berpedoman pada norma
keadilan. Pemikiran ini berakar pada filsafat
neoklasik,neokantianisme, neohegelisme dan
filsafat eksistensi.

Anda mungkin juga menyukai