PENDAHULUAN • Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. • Tetanus adalah penyakit akut, paralitik spastik yang disebabkan oleh tetanospasmin, neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. • Tetanus memiliki nama lain yaitu lock jaw dan seven days disease. • Tetanus disebabkan oleh Clostridium tetani. Organisme ini merupakan bakteri gram-positif, obligat anaerobik, berbentuk tongkat yang di ujungnya membentuk spora sehingga secara mikroskopik memberikan gambaran seperti pukulan genderang atau raket tenis. • Bakteri ini dapat dijumpai pada tinja binatang seperti kuda, domba, sapi, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam, juga bisa pada manusia dan pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. • Spora dari bakteri C. tetani live in the soil and are found around the world. tetani tinggal di tanah dan ditemukan di seluruh dunia. In the spore form, C. Dalam bentuk spora, C. tetani may remain inactive in the soil, but it can remain infectious for more than 40 years. tetani dapat tetap tidak aktif di dalam tanah, tetapi dapat menularkan penyakit selama lebih dari 40 tahun. • Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih dan didalam autoklaf pada 249,8ºF (121ºC) selama 10-15 menit, tetapi sel vegetatif terbunuh oleh antibiotik, panas dan desinfektan baku. • Tidak seperti banyak klostridia, Clostridium tetani bukan organisme yang menginvasi jaringan, malahan menyebabkan penyakit melalui toksinnya. • Bakteri ini menghasilkan 3 macam toksin, yaitu tetanospasmin yang bersifat neurotoksik, non convulsive neurotoxin, dan tetanolisin yang bersifat kardiotoksik dan menyebabkan hemolisis. Toksin tetanus umumnya diartikan sama dengan tetanospasmin, walaupun kedua jenis toksin lain berperan dalam gambaran klinik tetanus. • Tetanus terjadi di seluruh dunia dan endemik pada 90 negara yang sedang berkembang, tetapi insidennya bervariasi. Penyakit ini merupakan penyakit tropis yang khas dan insidennya terutama bergantung pada sosioekonomi, demografi, dan faktor lingkungan PATOGENESIS • Walaupun kebanyakan kasus tetanus terjadi akibat dari kontaminasi luka oleh tanah atau objek yang telah berkontak dengan tanah, tetanus juga dapat ditularkan oleh pecandu obat dengan jarum hipodermik yang kotor atau permukaan kulit yang terkontaminasi (“skin popers”). • Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme,bekerja pada beberapa level dari susunan syaraf pusat, dengan cara : a. Menghalangi neuromuskular transmisi menghambat pelepasan acethyl-choline dari terminal nerve di otot. b. Kharakteristik spasme dari tetanus ( seperti strichmine ) terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari refleks synaptik di spinal cord. c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral ganglioside. d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS) dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisiti takikhardia, aritmia jantung, peninggian cathecholamine dalam urine. • Kerja dari tetanospamin analog dengan strychmine, dimana ia mengintervensi fungsi dari arcus refleks yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi terhadap batang otak. • Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya aktifitas dari neuron yang menyarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas. • Toksin tetanospamin menyebar dari saraf perifer secara ascending bermigrasi secara sentripetal atau secara retrogard mcncapai presynaptic inhibitory neuron di sistem saraf pusat melalui alpha motor neuron setelah berikatan dengan reseptor, yang bernama GD1b ganglioside dan menginhibisi GABA (γ-amino butirat acid). Penjalaran terjadi didalam axis silinder dari sarung perineural menuju ke mototor neuron terutama interneuron Renshaw. GAMBARAN KLINIS • Gejala pertama biasanya rasa sakit pada luka, diikuti trismus (kaku rahang, sukar membuka mulut lebar - lebar), risus sardonikus (wajah setan). • Kemudian diikuti kaku kuduk, kaku otot perut, gaya berjalan khas seperti robot, sukar menelan, dan laringospasme. • Pada keadaan yang lebih berat terjadi opistotonus (posisi cephalic tarsal), dimana pada saat kejang badan penderita melengkung dan bila ditelentangkan hanya kepala dan bagian tarsal kaki saja yang menyentuh dasar tempat berbaring. • Dapat tejadi spasme diafragma dan otot – otot pernapasan lainnya. Pada saat kejang, penderita tetap dalam keadaan sadar. Suhu tubuh normal hingga subfebris,sekujur tubuh berkeringat • Karakteristik penyakit : • Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5-7 hari • Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya • Setelah 2 minggu kejang mulai hilang • Biasanya didahului dengan ketegangan otot terutama pada rahang dari leher, kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus, lockjaw) karena spasme otot masetter • Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk (opistotonus, nuchal rigidity) • Rhisus sardonikus spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat. • Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan ekstensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik • Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak)1 Stadium Klinis pada orang dewasa. Terdiri dari : • Stadium 1 : trismus • Stadium 2 : opistotonus • Stadium 3 : kejang rangsang • Stadium 4 : kejang spontan KLASIFIKASI 1. Lokal tetanus merupakan bentuk yang jarang ditemukan pada tetanus. Dimana pasien mengalami kontraksi otot yang persisten di daerah anatomis yang sama dengan tempat luka. Dijumpai adanya kontraksi otot yang persisten (agonis, antagonis dan fiksator). Hal inilah merupakan tanda dari tetanus lokal. Kontraksi otot tersebut biasanya ringan, bisa bertahan dalam beberapa bulan tanpa progresif dan biasanya menghilang secara bertahap. 2 Generalized tetanus adalah bentuk yang paling banyak ditemukan, mewakili sekitar 80% dari kasus. Trismus merupakan gejala utama yang sering dijumpai (50%), yang disebabkan kekakuan otot- otot masseter, bersamaan dengan kekakuan otot leher yang menyebabkan terjadinya kaku kuduk dan kesulitan menelan. Gejala lain berupa risus sardonikus (sardonic grin) yakni spasme otot-otot muka, opistotonus (kekakuan otot punggung), kejang dinding perut. 3. Cephalic tetanus is a rare form of the disease, occasionally occurring with otitis media (ear infections) in which C. Cephalic tetanus merupakan bentuk yang jarang dari tetanus. Masa inkubasi berkisar 1-2 hari, yang berasal dari otitis media kronik (seperti yang dilaporkan di India), luka pada daerah muka dan kepala, termasuk adanya benda asing dalam rongga hidung.. 4. Neonatal tetanus is a form of generalized tetanus that occurs in newborn infants.Tetanus neonatal biasanya disebabkan infeksi C.tetani, yang masuk melalui tali pusat sewaktu proses pertolongan persalinan. Spora yang masuk disebabkan oleh proses pertolongan persalinan yang tidak steril, baik oleh penggunaan alat yang telah terkontaminasi spora C.tetani, maupun penggunaan obat-obatan untuk tali pusat yang telah terkontaminasi. DIAGNOSIS 1. Anamnesis :Ada riwayat luka biasanya 5-14 hari disertai ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang (trismus) dan dapat disertai kejang. 2. Pemeriksaan Fisik : – Trismus, risus sardonikus, opistotonus, spasme otot perut dan kejang perut. – Refleks fisiologis meningkat, refleks patologis negatif. – Kadang-kadang ditemukan gangguan SSO antara lain retensi urine dan hiperpireksia. DIAGNOSIS BANDING Adapun diagnosa banding dari tetanus, yaitu : • Reaksi Diastonia • Tetani • Meningitis • Rabies • Abses retropharingeal, abses gigi, subluksasi mandibula • Kelainan psikogenik. PENATALAKSANAAN • Penatalaksanaan Umum • Tujuan terapi ini adalah untuk mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin, mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pernapasan sampai pulih. – Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, yaitu membersihkan luka, irigasi luka, eksisi jaringan nekrotik, membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H2O2, dalam hal ini penatalaksanaan terhadap luka tersebut dilakukan 1-2 jam setelah ATS dan pemberian antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS. – Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung membuka mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau parenteral – Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita – Oksigen, pernapasan buatan dan trakeostomi bila perlu – Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit 2. Farmakologik 1 Antibiotika • Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak dapat dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 unit/ kg BB/ 12 jam secara IM diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap Peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/ kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit/ kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. 2. Antitoksin • Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis 3000- 6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM, tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung “anti complementary aggregates of globulin” yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius. • Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berasal dari hewan, dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah: 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam 200 cc cairan NaCl fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000 U) diberikan secara IM pada daerah sebelah luar. 3. Tetanus Toksoid • Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara IM. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai. 4. Pelemas Otot Jenis Obat Dosis Efek Samping
Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/4 jam (Iv drips dalam larutan infus) Stupor, koma
PROGNOSIS Dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat memperburuk keadaan yaitu : • masa inkubasi yang pendek • neonatus dan usia tua • frekuensi kejang yang sering • kenaikan suhu badan yang tinggi • pengobatan terlambat • periode trismus dan kejang yang semakin sering • adanya penyulit spasme otot pernapasan dan obstruksi jalan napas