Anda di halaman 1dari 14

Sulthan Akbar F.

Kelas X IPS
Tujuan lempar jumrah
Apakah tujuan melempar jumrah adalah
melempar setan?Sebagian orang beranggapan
bahwa melempar jumrah sama dengan
melempar setan yang sedang diikat di tugu
jamroh. Saking yakinnya dengan keyakinan ini,
sampai-sampai mencari batu yang besar untuk
melontar jumrah. Bahkan sampai ada yang
melempar dengan sendal, sepatu, botol dan
yang lainnya.
Cukup beralasan anggapan ini; bila kita telusuri ternyata mereka
berdalih dengan perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma saat
menceritakan kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,
Dari Ibnu Abbas radhiyallallahu’anhuma, beliau menisbatkan
pernyataan ini kepada Nabi, “Ketika Ibrahim kekasih Allah
melakukan ibadah haji, tiba-tiba Iblis menampakkan diri di hadapan
beliau di jumrah’Aqobah. Lalu Ibrahim melempari setan itu dengan
tujuh kerikil, hingga iblis itupun masuk ke tanah
. Iblis itu menampakkan dirinya kembali di jumrah yang kedua. Lalu
Ibrahim melempari setan itu kembali dengan tujuh kerikil, hingga
iblis itupun masuk ke tanah. Kemudian Iblis menampakkan dirinya
kembali di jumrah ketiga.
Lalu Ibrahim pun melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga
iblis itu masuk ke tanah“.
 Ibnu Abbas kemudian mengatakan,
Kalian merajam setan, bersamaan dengan itu (dengan
melempar jumrah) kalian mengikuti agama ayah kalian
Ibrahim“.
 Dari sisi sanad riwayat di atas tidak ada masalah; status
sanadnya shahih. Kisah di atas diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dan Al- Hakim, beliau berdua menshahihkan
riwayat ini. Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam
Shahih At-Targhib wat Tarhib (2/17), hadits nomor 1156.
Hanya saja orang-orang keliru dalam memahami
perkataan Ibnu Abbas di atas. Menurut mereka makna
“merajam” dalam perkataan tersebut adalah melempari
setan secara konkrit. Artinya saat melempar jumrah,
setan benar-benar sedang terikat di tugu jumrah dan
merasa tersiksa dengan batu-batu lemparan yang
mengenai tubuhnya.
Padahal bukan demikian yang dimaksudkan oleh Ibnu
Abbas dalam perkataan beliau. Merajam setan di sini
tidak dimaknai makna konkrit, akantetapi yang benar
adalah makna abstrak. Artinya setan merasakan sakit
dan terhina bila melihat seorang mukmin mengingat
Allah dan taat menjalankan perintah Allah. Dalam
pernyataan Ibnu Abbas diungkapkan dengan istilah
“merajam setan”. Demikianlah yang dimaksudkan Ibnu
Abbas dalam perkataannya tersebut. Jadi, hikmah
disyariatkannya melempar jumrah adalah untuk
mengingat Allah subhanahu wa ta’ala, bukan untuk
melempari setan.
Tata cara lempar jumrah
Melakukan lempar jumrah adalah sebuah kegiatan
yang merupakan bagian dari rukun beribadah haji.
Para jamaah melemparkan batu-batu kecil ke tiga
tiang yang berada dalam satu tempat bernama
kompleks Jembatan Jumrah, di kota Mina yang
terletak di dekat Mekkah. Para jamaah
mengumpulkan batu-batuan tersebut dari tanah di
hamparan Muzdalifah dan melemparkannya. Para
jamaah mengambil batu di Mina, tidak disyaratkan
mencuci batu tersebut.
Batu yang digunakan tidak besar cukup kerikil
seukuran ujung jari dan tidak berbentuk runcing.
Adapun cara melontar adalah sebanyak tujuh batu
pada hari Id, yaitu Jumrah Aqabah saja. Sedangkan
pada hari-hari tasyriq maka sebanyak 21 batu setiap
hari, masing-masing tujuh lontaran untuk Jumrah Ula,
tujuh lontaran untuk Jumrah Wustha, dan tujuh
lontaran untuk Jumrah ‘Aqabah.
Bagi para jamaah yang ingin melontar jumrah
diperbolehkan pula mengambil jumlah batu yang
terdapat di sekitaran tempat melontar jumrah.
Adapun batu-batu yang terdapat dalam bak tempat
melontar, tidak boleh digunakan untuk melontar.
Selanjutnya adalah waktu, cara, dan jumlah lontaran
yang harus diketahui. Melontar pertama kali adalah
lontar Jumrah ‘Aqabah pada hari Ied. Tetapi jika
seseorang melakukannya pada tengah malam bagian
kedua dari malam Ied, maka demikian itu cukup
baginya.
Sedangkan yang utama adalah melontar Jumrah
‘Aqabah antara waktu dhuha sampai terbenam
matahari pada hari Ied.Tapi jika terlewatkan dari
waktu itu, maka dapat melontar setelah terbenamnya
matahari pada hari Ied. Caranya adalah dengan tujuh
kali melontar dengan membaca takbir setiap kali
melontar.
Adapun melontar pada hari-hari tasyriq adalah
dilakukan setelah matahari condong ke barat (setelah
dzuhur). Yaitu memulai dengan melontar Jumrah Ula
yang dekat dengan masjid Al-Khaif sebanyak tujuh
kali lontaran disertai takbir setiap melontar. Lalu
Jumrah Wustha dengan tujuh kali melontar disertai
takbir setiap kali melontar.
Kemudian melontar di Jumrah ‘Aqabah sebanyak
tujuh kali lontaran disertai takbir setiap kali
melontar. Dan demikian itu dilakukan pada
tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah bagi orang yang
tidak mempercepat pulang dari Mina. Tapi bagi
orang yang ingin mempercepat pulang dari Mina,
maka hanya sampai tanggal 12 Dzulhijjah.
Dan disunnahkan setelah melontar Jumrah Ula
dan Jumrah Wustha berhenti di samping tempat
melontar. Di mana setelah melontar Jumrah Ula
disunahkan berdiri di arah kanan tempat melontar
dengan menghadap kiblat seraya berdo’a panjang
kepada Allah.
Sedang sehabis melontar Jumrah Wustha
disunnahkan berdiri disamping kiri tempat
melontar dengan menghadap kiblat seraya berdo’a
panjang kepada Allah. Tapi sehabis melontar
Jumrah ‘Aqabah tidak disunnahkan berdiri di
sampingnya karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam setelah melontar Jumrah Aqabah tidak
berdiri disampingnya.

Anda mungkin juga menyukai