PWK - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PATTIMURA HUBUNGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH
Hubungan kerja atau kaitan tugas atau pertalian antara
perangkat pemerintah pusat dan perangkat pemerintah daerah baik berupa hubungan vertikal, horizontal, maupun diagonal.
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA MODEL HPD
1. AGENCY MODEL (MODEL PELAKSANA) pemda
semata-mata dianggap sebagai pelaksana oleh pempus. 2. PARTNERSHIP MODEL (MODEL MITRA) pemda memiliki suatu tingkat kebebasan tertentu untuk melakukan pemilihan di tingkat daerahnya.
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA PRINSIP-PRINSIP HPD DI INDONESIA
1. Permusyawaratan dalam Sistem Pemerintahan
Negara 2. Pemeliharaan dan pengembangan prinsip-prinsip pemerintahan asli 3. Kebhinekaan 4. Negara hukum
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA MEKANISME HPD
1.Mekanisme di bidang tugas pembantuan
2.Mekanisme di bidang pengawasan a.pengawasan represif (menangguhkan, menunda, dan/atau membatalkan peraturang perundang-undangan yang dibuat daerah) b.preventif (pencegahan agar tidak melanggar koridor dan rambu-rambu per-uu-an yang lebih tinggi dan kepentingan umum) 3. Mekanisme di bidang susunan organisasi 4. Mekanisme di bidang keuangan
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA PENDEKATAN HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
1. Pendekatan kapitalisasi (Permodalan); pemda memperoleh
modaal permulaan yang diharapkan untuk dinvestasikan menurut cara-cara yang dapat menghasilkan pendapatan untuk menutup pengeluaran rutin. 2. Pendekatan pendapatan; pempus memberikan sejumlah sumber pendapatan yang dipandang potensial di masing- masing daerah. Pemda diberi otonomi untuk mengelola sejumlah urusan untuk kemudian menjadi sumber pembiayaan Pemda.
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA 3. Pendekatan pengeluaran; pempus memberikan sejumlah dana pinjaman, bantuan (sumbangan) atau bagi hasil pungutan kepada pemda untuk membiayai pengeluaran tertentu. 4. Pendekatan komprehensif; menggabungkan sasaran pengeluaran dengan sumber-sumber dananya. Sumber-sumber pendapatan diberikan kpd Pemda (PAD dan bagi hasil pajak nasional), dan tg jawab dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan dan biaya yang ada.
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA BENTUK HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH
• Desentralisasi • Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan • Pinjaman daerah
Prinsip “money follows function”
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH (DESENTRALISASI FISKAL)
• Hubungan keuangan mengacu pada UU no 32 1956 yang sangat
sentralistis dan didominasi kepentingan pusat • Menimbulkan dampak politis dan ekonomi yang negatif bagi daerah, ada ketidakpuasan daerah terutama di luar pulau jawa • Budgetting policy yang sentralistis • UU No. 25 Tahun 1999 dan UU No. 33 Tahun 2004 mengatur desentralisasi keuangan dan fiskal dengan proporsi penerimaan pemerintah daerah diatur secara lebih rasional, progresif dan adil.
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA • Desentralisasi fiskal adalah pelimpahan wewenang di bidang keuangan dan fiskal kepada daerah dalam memobilisasi dan memanfaatkan sumber-sumber pendapatan daerah • Dengan DF, Daerah mempunyai wewenang mengatur dan menggali potensi dan sumber-sumber keuangannya sendiri. • DF merupakan komponen utama dari desentralisasi. • Apabila Pemda melaksanakan fungsinya secara efektif dan nmendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran di sektor publik, maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang memadai baik yang berasal dari PAD, BHP dan BP, pinjaman, maupun Subsidi/bantuan dari Pempus. PWK - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PATTIMURA SEJARAH POLITIK DESENTRALISASI DI INDONESIA
• Konsep desentralisasi mulai dikenal pada jaman kekuasaan
pemerintah kolonial Belanda • Decentralisatie Wet 1903, dijabarkan dalam Betuurshervorming Wet 1922 • Ada pembagian daerah-daerah otonom: gewest, regenschaap, dan staatgemeente • Jaman Jepang ketentuan diatas tetap berlaku • Sesudah merdeka, mengacu ke pasal 18 UUD 1945
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA • Lahir undang-undang otonomi daerah: • UU no.1 1945 tentang Komite Nasional Daerah dan ketenmtuan pokok Pemerintahan Daerah berlaku sejak tgl 23 Nov 1945 • UU no 22 1948, uu otda pada masa RIS • UUDS berlaku dan kembali ke bentuk negara kesatuan, UU n0 22 1948 tetap berlaku • UU no 1 1957 sebagai uu organik yang baru • Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, lahir UU n0 6 1959 dan PP No 1 1963 • UU no 18 1965 tentang Pemerintahan daerah • Zaman Orde Baru lahir UU no 5 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah • UU no 22 1999 • UU no 32 2004 PWK - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PATTIMURA • Pada rejim orde baru, politik desentralisasi yang dianut bukan desentralisasi demokratis. • Dominasi dan keberpihakan pada kepentingan politik kekuasaan pemerintah pusat atas daerah • Menggambarkan perilaku negara otoriter birokratik yang dalam kiprah politiknya selalu haus untuk mereproduksi kekuasaan yang cenderung hegemonik • UU no 5 1974 sebagai instrumen yang digunakan untuk mengontrol dan mendeteksi daya kepatuhan politik (political obedience)
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA • Ada hirarki struktural: Pusat, DT I, DT II. • Distribusi otoritas kekuasaan meruapakan sebuah piramida terbalik, Pusat selalu memperoleh porsi kekuasaan yang lebih besar • Ide dasar politik pemerintahan orba adalah desentralisasi, dekonsentrasi, dan medebewind. • Politik Desentralisasi yang dijalankan lebih ke pseudo autonomy (otonomi semu) • Kepala Daerah merangkap sebagai Kepala Wilayah • Selain sebagai daerah otonom, juga sebagai Wilayah administratif
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA FAKTOR - FAKTOR PENDUKUNG PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL
• Pemerintah Pusat Yang Mampu Melakukan
Pengawasan Dan Enforcement. • SDM yang kuat pada Pemda guna menggantikan peran Pempus • Keseimbangan dan kejelasan dalam pembagian tgjawab dan kewenangan dalam melakukan pungutan pajak dan retribusi daerah.
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA TUJUAN UMUM DESENTRALISASI FISKAL 1. Meningkatkan efisiensi pengelolaan sumber daya nasional maupun klegiatan Pemda 2. Dapat memenuhi aspirasi dari daerah, memperbaiki struktur fiskal, dan memobilisasi pendapatan secara regional maupun nasional 3. Meningkatkan akuntabilitas, transfaransi, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di tingkat daerah 4. Memperbaiki keseimbangan fiskal antar daerah dan memastikan adanya pelayanan masyarakat yang berkualitas di setiap daerah 5. Menciptakan kesejahteraan sosial bagi masyarakat PWK - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PATTIMURA KRITERIA KEBIJAKAN PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAN DAERAH 1. Memberikan otonomi daerah yang lebih luas, dalam arti daerah diberi kebebasan dan fleksibilitas dalam menentukan prioritas pengambilan keputusan di sektor publik 2. Ketersediaan sumber-sumber penerimaan daerah otonom yang memadai untuk menjalankan fungsinya 3. Equality, alokasi bantuan pusat meskipun bervariasi antar daerah otonom, tetapi mencerminkan kebutuhan fiskal (fiscal needs) antar daerah otonom, sehingga porsi alokasi bantuan pusat merupakan kebalikan (inverse) dari kemampuan masing2 daerah otonom dalam menggali PAD-nya 4. Bantuan pusat harus menjamin kepastian ketersediaan dananya bagi daerah otonom (predetermined) 5. Netralitas, alokasi bantuan pusat harus netral terhadap pilihan alokasi penggunaan dana untuk berbagai sektor yang diinginkan oleh daerah otonom
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA 6. Kesederhanaan, formula pembagian bantuan pusat kepada daerah otonom (hindari kriteria pembagian yang ambiguos dan tidak operasional) 7. Insentif, desain bantuan pusat harus mampu memberikan insentif kepada daerah otonom untuk melakukan efisiensi ekonomi dalam menentukan pelayanan sektor publik 8. Memberikan kebebasan akuntabilitasdi tingkat daerah otonom, antara lain dengan menempatkan DPRD sebagai satu-satunya lembaga yang mengawasi dan memberi amanat kepada gubernur, bupati, dan walikota dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat 9. Kewenangan daerah otonom dalam jangka panjang secara bertahap diarahkan untuk mencakup semua kewenangan dalam bidang pemerintahan, kecuali kewenangan yang tidak boleh diserahkan kepada daerah otonom sesuai UU otonomi daerah. PWK - FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PATTIMURA • DF harus mempertimbangkan kebijakan fiskal khususnya untuk mendukung kebijakan makro ekonomi antara lain yang berkaitan dengan fiscal sustainability dan tetap memberikan ruang bagi pempus untuk mengadakan koreksi atas ketimpangan antar daerah, sehingga taxing power yang diberikan kpd daerah tetap tidak terlalu besar. • Pemberian kewenangan pelayanan publik kepada daerah yang semakin besar tetap mempertimbangkan expenditure efficiency principles, sehingga tetap diperlukan adanya national guidelines yang dibuat oleh masing-masing departemen yang menggabungkan antara preferensi daerah dan nasional interest.
PWK - FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PATTIMURA Terima kasih atas Perhatiannya
Ekonomi makro menjadi sederhana, berinvestasi dengan menafsirkan pasar keuangan: Cara membaca dan memahami pasar keuangan agar dapat berinvestasi secara sadar berkat data yang disediakan oleh ekonomi makro