Anda di halaman 1dari 22

1.

LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

2. MASTER PLAN SEKTOR JASA KEUANGAN


INDONESIA

3. KEWENANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN


(OJK)

disusun oleh :
An-Nisha Dewi Puspaningrum (17.05.52.0115)
Diah Ayu Puspitasari (17.05.52.0127)
BAB 3 LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

 Latar Belakang Pembentukan LPS

Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan


nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara
stabilitas industri perbankan. LPS sendiri memiliki dua
fungsi, yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan
melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS
bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak mungkin
nasabah. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usaha dan
harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan
setiap nasabah bank sampai pada jumlah tertentu, asalkan
tidak terdapat ketentuan yang dilanggar nasabah dan/atau
bank.
 Pembentukan, Status dan tempat kedudukan LPS

LPS adalah badan hukum dan lembaga independen yang dibentuk


berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 7
Tahun 2009 (Undang-Undang LPS). LPS merupakan penyempurnaan
dari program penjamin pemerintah terhadap seluruh kewajiban bank
(blanked guarantee) yang berlaku di masa lalu (tahun 1998-2005).
FUNGSI

Sesuai dengan Undang-Undang LPS, fungsi LPS


adalah:
1. Menjamin simpanan nasabah penyimpan.
2. Turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem
perbankan sesuai dengan kewenangannya.
TUGAS

Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam angka 1


tersebut mempunyai tugas:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan
simpanan
b. Melaksanakan penjaminan simpanan.
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam angka 2
tersebut, LPS mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif
memelihara stabilitas sistem perbankan.
b. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan
penyelesaian Bank Gagal yang tidak berdampak sistemik.
c. Melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
WEWENANG
1. Menetapkan dan memungut premi penjaminan.
2. Menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi
peserta.
3. Melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS.
4. Mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan
keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak
melanggar kerahasiaan bank.
5. Melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/atau konfirmasi atas data tersebut
pada angka 4.
6. Menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim.
7. Menunjuk, menguasakan, dan/atau menugaskan pihak lain untuk bertindak
bagi kepentingan dan/atau atas nama LPS, guna melaksanakan sebagian tugas
tertentu.
8. Melakukan penyuluhan kepada bank dan masyarakat tentang penjaminan
simpanan.
9. Menjatuhkan sanksi administratif.
Kepesertaan Penjaminan Simpanan
Nasabah

MENYERAHKAN DOKUMEN YG DIPERLUKAN

MEMBAYAR PREMI ASURAN


MENYAMPAIKAN LAPORAN SECARA BERKALA

MEMBERI DATA, INFORMASI


DAN DOKUMEN YG
DIBUTUHKAN
MENEMPATKAN BUKTI KEPERSETAAN ATAU SALINANNYA DI DALAM KANTOR BANK
SEHINGGA DAPAT DIKETAHUI DENGAN MUDAH

MEMBAYAR KONTRIBUSI KEPERSETAAN


SEBESAR 0,1% DARI MODAL SENDIRI BANK
PADA AKHIR TAHUN FISKAL SEBELUMNYA
SIMPANAN YANG DIJAMIN

Nilai simpanan yang dijamin dapat diubah apabila terpenuhi


salah satu atau lebih kriteria sebagai berikut:

1. Terjadi penarikan dana perbankan dalam jumlah besar secara


bersamaan.

2. Terjadi inflasi yang cukup besar dalam beberapa tahun.

3. Jumlah nasabah yang dijamin seluruh simpanannya menjadi


kurang dari 90% (sembilan puluh per seratus) dari jumlah nasabah
penyimpanan seluruh bank.

4. Terjadi ancaman kritis yang berpotensi mengakibatkan


merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan dan
membahayakan stabilitas sistem keuangan.
PREMI PENJAMINAN

PEMBAYARAN KLAIM PENJAMIN


Penyelesaian &Penanganan
Bank Gagal

Penyelesaian atau penanganan bank gagal dilakukan oleh LPS dengan


cara sebagai berikut:

1. Penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistematik dilakukan


dengan melakukan penyelamatan terhadap bank gagal dimaksud atau
tidak.

2. Penanganan bank gagal yang berdampak sistematik dilakukan


dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang
saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.
Keputasan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan
penyelamatan suatu bank gagal ditetapkan oleh LPS, dengan
sekurang-kurangnya didasarkan pada perkiraan biaya penyelamatan
dan perkiraan biaya jika tidak melakukan penyelamatan bank gagal
yang dimaksud.
PENYELAMATAN BANK GAGAL

LPS menetapkan untuk menyelamatkan bank gagal


yang tidak berdampak sistematik jika dipenuhi
persyaratan sebagai berikut:

1. Perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari


perkiraan biaya jika tidak melakukan penyelamatan.

2. Setelah diselamatkan, bank masih menunjukan prospek usaha yang


baik.

3. Ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnnya memuat


kesediaan.

4. Bank menyerahkan dokumen kepada LPS.


PENANGANAN BANK GAGAL

Penanganan bank gagal yang berdampak sistemik hanya dapat dilakukan


apabila:

1. Pemegang saham bank gagal telah menyetor modal sekurang-kurangnya 20%


(dua puluh per seratus) dari perkiraan biaya penanganan.
2. Ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat
kesediaan untuk:
a. Menyerahkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS;
b. Menyerahkan kepengurusan bank kepada LPS; dan
c. Tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS dalam hal proses
penanganan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS
melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3. Bank menyerahkan kepada LPS, dokuman mengenai:
a. Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia;
b. Data keuangan nasabah debitur;
c. Struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 (tiga) tahun terakhir;
dan
d. Informasi lainnya terkait dengan aset, kewajiban, dan permodalan bank yang
dibutuhkan LPS.
ORGANISASI LPS

Organisasi LPS terdiri dari Dewan Komisioner dan


Kepala Eksekutif. Dewan Komisioner adalah pimpinan
LPS. Dewan Komisioner merumuskan dan menetapkan
kebijakan serta melakukan pengawasan dalam rangka
pelaksanaan tugas dan wewenang LPS. Dewan
Komisioner dipimpin oleh seorang Ketua Dewan
Komisioner. Salah satu anggota Dewan
Komisioner yang ditetapkan scbagai Kepala Eksekutif
bertugas melaksanakan kegiatan operasional LPS.
Tugas dan wewenang Kepala Eksekutif ditetapkan
dalam keputusan Dewan Komisioner.
ARAH PENGEMBANGAN MPSJKI

MPSJKI memiliki tiga arah


pengembangan :

1. Kontributif

2. Stabil

3. Inklusif
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

OJK dibentuk dengan tujuan agar seluruh kegiatan


dalam sektor jasa keuangan :

1. Terselenggara secara teratur, adil, transparan dan


akuntabel
2. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil
3. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat
TUGAS DAN FUNGSI
OJK

Hal yang diinformasikan meliputi:


1. Pelaksanaan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan, pasar modal,
usaha perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa
keuangan lainnya;
2. Kondisi terkini dan kecenderungan yang akan terjadi di perbankan, pasar modal,
usaha perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa
keuangan lainnya;
3. Kejadian penting terkait perbankan, pasar modal, usaha perasuransian, dana
pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya yang patut
diketahui Dewan Komisioner; dan
4. Kebijakan strategis yang telah dan akan diambil oleh Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, dan/atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan.
Di dalam UU No. 21 Tahun 2011 ditegaskan
bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan
dan pengawasan terhadap:

1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;


2. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian,
dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga
jasa keuangan lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang :

1. Menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang;


2. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
3. Menetapkan peraturan dan keputusan OJK:
4. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa
keuangan;
S. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
6. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah
tertulis terhadap lembaga jasa keuangan dan pihak tertentu;
7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan
pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan,
8. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta
mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan
kewajiban; serta
9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang :

1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan


jasa keuangan;
2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh
kepala eksekutif,
3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan
konsumen, dan tindakan lain terhadap lembaga jasa keuangan, pelaku,
dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan:
4. Memberi perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan dan/atau
pihak tertentu;
5. Melakukan penunjukan pengelola statuter,
6. Menetapkan penggunaan pengelo!a statuier,
7. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; serta
8. Memberi dan/atau mencabut
Dalam melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di
sektor perbankan sebagaimana dimaksud di atas, 0JK
mempunyai wewenang:

1. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang


meliputi:
a Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran
dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya
manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi bank, serta pencabutan izin
usaha bank; dan
b. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana,
produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.

2. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank.

3. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank.


OJK juga berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam
membuat peraturan pengawasan di bidang perbankan antara
lain:

1. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank;


2. Sistem informasi perbankan yang terpadu;
3. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta
asing, dan pinjaman komersial luar negeri;
4. Produk perbankan, transaksi derivatif, dan kegiatan usaha bank
lainnya
5. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically important
bank; serta
6. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan
informasi.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, OJK berdasarkan asas-asas
sebagai berikut :

 ASAS INDEPENDENSI

 ASAS KEPASTIAN HUKUM

 ASAS KEPENTINGAN UMUM

 ASAS KETERBUKAAN

 ASAS PROFESIONALITAS

 ASAS INTEGRITAS

 ASAS AKUNTABILITAS

Anda mungkin juga menyukai