Anda di halaman 1dari 12

KASUS VAKSIN PALSU

Di Rumah Sakit Harapan Bunda


Disusun oleh :

Risma Triswati 412118043

Aicsah Rollis 412118053

M willy Gunawan 412118059

Fitriani Nur Sugesti 412118060

Nurul Apriyani B 412118064

Isnia Ayu Islamiyati 412118069

Sevyya Risna Putri H 412118082


POKOK BAHASAN

Pendahuluan Kasus Pembahasan Kesimpulan

Medical
Pendahuluan
Menurut Coughlin’s Dictionary Law, malpraktek adalah tindakan dokter/ dokter gigi
atau tenaga kesehatan yang tidak sesuai dengan standar profesi, standar prosedur dan
informed consent yang mengakibatkan kematian atau cacat dan/atau kerugian materi pada
pasien baik yang dilakukan secara sengaja atau tidak sengaja. Dalam kasus pemberian
vaksin palsu kepada bayi jika merujuk pada kesimpulan pengertian tentang malpraktek
diatas maka kasus pemberian vaksin palsu kepada bayi dapat dikategorikan sebagai
perbuatan malpraktek yang dapat dilakukan oleh dokter, perawat atau Rumah Sakit.
Vaksin adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan
terhadap suatu penyakit. Pemberian vaksin (imunisasi) dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi pengaruh infeksi penyebab penyakit – penyakit tertentu. Vaksin biasanya
mengandung agen yang menyerupai mikroorganisme penyebab penyakit dan sering dibuat
dari mikroba yang dilemahkan atau mati, dari toksinnya, atau dari salah satu protein
permukaannya.

Medical
KASUS

“ Kasus Vaksin Palsu RS Harapan Bunda


Orang tua pasien terindikasi vaksin palsu, Maruli Tua Silaban, menggugat
Rumah Sakit Harapan Bunda senilai Rp600 juta. RS di Jakarta Timur itu diduga
memberikan vaksin palsu kepada putri penggugat yang divaksin di sana. Selain
RS Harapan Bunda, Dokter Muhidin selaku dokter anak yang menangani putri
Maruli saat divaksin, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawasan Obat dan
Makanan juga ikut. Menurutnya, gugatan dilayangkan untuk memberi efek jera
kepada pihak-pihak yang terkait kasus vaksin palsu, sebab mereka hingga saat
ini dinilai tidak memberikan pertanggung jawaban jangka panjang kepada para
korban. “Penggugat telah mengalami kerugian sejak mengetahui putrinya yang
saat ini berusia tiga tahun terindikasi divaksin dengan vaksin palsu. Ini soal
pertanggungjawaban jangka panjang pihak terkait untuk korban,” kata Rony
kepada CNNIndonesia.com.


KASUS


Kasus Vaksin Palsu RS Harapan Bunda
Maruli membawa putrinya vaksin ke RS Harapan Bunda. Biaya suntik bervariatif sebesar
Rp600 ribu-1 juta . Dalam kuitansi yang diberikan RS kepada Maruli, tak
dicantumkan vaksin polio yang diberikan kepada putrinya dalam informed
consent .“Hanya ditulis biaya rawat jalan,” kata Maruli. menurutnya kejanggalan ini
adalah Maruli selalu dibawa kesebuah ruangan dan dimintai bayaran tetapi pada
kuitansi vaksin polio yang seharusnya diberikan kepada pasien tidak diberikan
malah dicoret-coret. Maruli menceritakannya kepada teman-temanya. RS Harapan
Bunda selaku tergugat sampai sekarang belum memberikan keterangan apapun terkait
gugatan Maruli. Hingga waktu persidangan seharusnya dimulai, tergugat juga tak terlihat di
ruang sidang. Majelis hakim berencana tetap membuka sidang meski tanpa kehadiran
tergugat. Sehingga terjadi aksi dari orang tua mendesak pihak rumah sakit. Sehingga pihak
rumah sakit akan bertanggung jawab atas peredaran vaksin palsu dilingkungannya yang
ternyata dilakukan melalui jalur tak resmi, masuknya vaksin palsu atau produksi vaksin
milik seorang dokter dan seorang perawat diklaim tidak diketahui oleh pihak RS.


PEMBAHASAN
Kenapa kasus disebut bisa dikatakan malpraktek?

Karena kasus vaksin palsu tersebut tindakan dokter atau tenaga kesehatan melanggar kode etik, standar profesi
,hukum dan perjanjian terapeutik dilihat dari seorang dokter dan perawat yang memberikan vaksin palsu tanpa
sepengetahuan pihak RS dan tidak memenuhi prosedur pembayaran yang ada diRS. Lalu pengisian informed consent
tidak sesuai.
terungkap bahwa praktek ini telah berjalan sejak tahun 2003 sampai sekarang. Artinya selama kurun waktu
tersebut,sudah ribuan vaksin palsu dibuat, diedarkan dan digunakan disarana- sarana pelayanan kesehatan. Apalagi
yang menjadi korban adalah bayi-bayi dan anak-anak.
Medical
PEMBAHASAN
terdapat dua jalur produksi dan distribusi peredaran obat dan vaksin, yaitu jalur distribusi legal dan jalur distribusi
ilegal.
Pada kasus ini masalahnya berada pada jalur ilegal. Produksi dan distribusi vaksin palsu pada jalur ilegal.
Karena ilegal,maka tidak ada data resmi yang dapat menjadi pegangan. Aspek produksi vaksin palsu pada jalur ini
dilakukan secara sembarangan dan tidak mengikuti aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik(CPOB). Bagaimana
mungkin vaksin yang langsung disuntikkan ketubuh bayi dan anak-anak dibuat dalam skala produksi rumah tangga,
menggunakan fasilitas seadanya dan dilakukan oleh tenaga yang tidak berwenang dan berkompeten untuk hal itu.
Apalagi wadah-wadah vaksin yang digunakan adalah wadah sisa limbah dari vaksin yang berasal dari rumah sakit-
rumah sakit swasta.
Terungkap bahwa kandungan yang ada dalam vaksin palsu tersebut sangat berbeda dengan yang tertera pada
kemasannya. Vaksin palsu tersebut diedarkan dengan penanganan distribusi yang tidaktepat.Padahal distribusi vaksin
harus memenuhi aturan Cara Distribusi Obat yang Baik(CDOB). Rantai dingin (cold chain) harus selalu dijaga sesuai
dengan suhunya. Hal ini untuk tetap menjaga keamanan dan kualitas vaksin itu sendiri. Maka sekalipun masa
kadaluarsanya masihpanjang, vaksin yang tidak dijaga rantai dinginnya akan mudah sekali rusak. Ada indikator
tertentu yang bisa dilihat pada kemasannya bila suatu vaksin telah rusak. Vaksin rusak seperti ini sekali pun diproduksi
dengan benar, tidak dapat digunakan lagi untuk pelayanan kesehatan.
Medical
PEMBAHASAN
Dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa praktik kefarmasian
yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dipenjelasan pasal tersebut disebutkan
bahwa tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan itu adalah tenaga kefarmasian. Tenaga
kefarmasian meliputi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (asisten apoteker). Tenaga kefarmasianlah yang
diberi kewenangan oleh regulasi dalam hal produksi,distribusi dan pengadaan obat dan vaksin. Sedangkan dalam
kasus ini produk milik pribadi dari seorang dokter dan perawat. jikalau dari aspek produksi, distribusi dan
pengadaan obat dan vaksin di sarana-sarana kesehatan dilakukan oleh apoteker, yang memenuhi syarat dan
ketentuan maka tidak akan ditemukan obat dan vaksin palsu.

Medical
Melanggar dalam aspek
Kode etik
Perjanjian Teurapetik

Kode etiik dokter ;: Standar


Standar profesi
profesi dokter : Dengan adanya hak dan
• Dokter mengedarkan vaksin
•Memperhatikan kepentingan Hukum kewajiban dalam kontrak
palsu secara illegal.
masyarakat • Dokter tidak memiliki Teraupetik antara dokter dan
•Memperhatikan semua aspek kewenangan dalam produksi terhadap perbuatan malpraktek pasien maka salah satu
pelayanan kesehatan yang
vaksin. medis pemberian vaksin palsu pihak yang dirugikan dapat
Yang tercantum dalam Dalam
menyeluruh terdapat dua hubungan hukum melakukan tuntutan ganti
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009
•Mengutamakan perlindungan Standar profesi perawat : yaitu Perbuatan melawan hukum rugi secara Perdata.
dan keselamatan pasien •Kolaborasi dengan klien dan tenaga (hukum perdata):dan Perbuatan Karena dalam kasus ini
kesehatan lain dalam memberikan tindak pidana (hukum pidana).
Kode etik perawat : pasien dirugikan oleh dokter
asuhan keperawatan sesuai dengan
•Mampu jika menerima atau •Pasal 197 UU no.36 tahun maka benar adanya pasien
lingkungan, wewenang dan tanggung
mengalih tugaskan tanggung jawab (CHS 1983) 2009  menggugat dokter tersebut
jawab yang ada hubungannya •Pasal 98 ayat (2) UU no.36

dengan perawatan
Medical tahun 2009
•Pasal 55 dan Pasal 56 “KUHP”). Medical
Medical

Medical
KESIMPULAN
Dari data kajian yang telah kita peroleh dapat
disimpulkan bahwa seorang dokter dan perawat tidak
sepantasnya melakukan malpraktek vaksin palsu, tetapi
orang tua pasien juga harus lebih kritis dan pihak RS pun
harus lebih mengawasi supaya tidak terjadi hal tersebut.
Artinya harus berhati-hati dalam memberikan pelayanan
terhadap pasien. Supaya pelayanan atau tindakan yang
dilakukan tidak merugikan pasien juga tidak berdampak
pada kesehatan pasien.
Oleh karena itu seorang dokter atau tenaga kesehatan
harus menjunjung tinggi kode etik serta menuruti hukum
yang ada.
THANKS
Any questions?

Anda mungkin juga menyukai