Fadlillah Malin Sutan KHOFIFAH AISAH AMINI 1810721002 PENDAHULUAN Puisi (sajak) sesungguhnya harus dimengerti sebagai struktur norma-norma. Karya sastra itu tak haya merupakan satu system norma, melainkan terdiri dari beberapa strata (lapis) norma. Rene Wellek (1968) dalam Pradodpo (2000: 15), mengemukakan lapis-lapis norma tu, yaitu: • Lapis pertama: bunyi • Lapis kedua: arti • Lapis ketiga: latar • Lapis keempat: lapis “dunia” • Lapis kelima: lapis metafisis Puisi Pandir Dibeli, Cerdik Dibuang orang-orang yang membuang cerdik orang-orang membeli miskin orang-orang membuang pandai orang-orang membuang kaya beribu-ribu, berbaris baris berantri-antri, bersesak-sesak orang-orang membuang bernagari-nagari, bernegara-negara orang-orang membeli harga mati, mati harga yang mati orang-orang membuang orang mati, orang hidup yang mati orang-orang membeli orang-orang di tengah orang-orang orang-orang sawah orang-orang membeli bingung yang tergadai yang terjual orang-orang membeli bodoh orang-orang membeli pekak 12 September 2019, orang-orang membeli pander Lapis pertama: bunyi • Pada puisi ini ada kata-kata yang selalu muncul berulang-ulang pada setiap bait. Yaitu “orang- orang”, “membuang”, “membeli”. Bait 1: orang-orang yang membuang cerdik • asonansi: a • aliterasi: g orang-orang membuang pandai • asonansi: a • aliterasi: n orang-orang membuang kaya • asonansi: a • aliterasi: g, n (ng) Bait 2 • asonansi: a orang-orang membuang • aliterasi: n, g • asonansi: a orang-orang membeli • aliterasi: n, g (ng) • asonansi: a, e, o orang-orang membeli • aliterasi: n, g, r, m • asonansi: a, e, o • pola rima pada bait kedua ini: ab- • aliterasi: n, g, r, m ab. Pola ini terjadi karena baris pertama dan kedua diuang pada orang-orang membuang baris ke-3 dan ke-4 orang-orang membeli bingung • aliterasi: n, g, r, m, k • asonansi: a, o, e, i • aliterasi: n, g orang-orang membeli pandir orang-orang membeli bodoh • asonansi: a • asonansi: o • aliterasi: n, r • aliterasi: n, g, r, m, b orang-orang membeli miskin orang-orang membeli pekak • asonansi: i • asonansi: a, e • aliterasi: n beribu-ribu, berbaris baris orang mati, orang hidup yang mati • asonansi: i • asonansi: a • aliterasi: b • aliterasi: n, g, r, m berantri-antri, bersesak-sesak orang-orang di tengah orang-orang • asonansi: a, e • asonansi: a • aliterasi: s, r • aliterasi: n, g bernagari-nagari, bernegara-negara orang-orang sawah • asonansi: a • asonansi: a • aliterasi: r • aliterasi: n, g, r harga mati, mati harga yang mati yang tergadai yang terjual • asonansi: a • asonansi: a • aliterasi: m, g, t • aliterasi: g Lapis kedua: arti Judul: Pandir dibeli, Cerdik dibuang. Dari judul puisi ini kita dapat mengetahui inti dari puisi. Menurut saya, puisi ini menggambarkan kondisi negara (pemerintah) dalam memperlakukan hal-hal yang bagus, bermutu, berkualitas di negeri ini. Baik itu orang-orangnya, barang- barang atau produk-produknya, dan Sumber Daya Alam-nya, dibuang, disia-siakan, dan diserahkan begit saja ke orang lain (negara lain). • Bait pertama: orang-orang yang membuang cerdik orang-orang membuang pandai orang-orang membuang kaya • pada puisi ini, kata “orang-orang” diibaratkan sebagai negara atau pemerintah atau orang-orang berkuasa di negeri ini. Negara ini telah banyak “membuang” dan menyia-nyiakan hal-hal yang bagus, bermutu, berkualitas di negeri ini kepada orang lain (luar negeri). • Hal-hala yang bagus, berkualitas itu dsebut “cerdik” dan “pandai” pada puisi ini. Kata “cerdik” dan “pandai”, yang secara leksikal sebenarnya memiliki arti yang sama saja. Namun secara gramatikal, makna “cerdik” dan “pandai” memiliki perbedaan. “Cerdik” berarti kemampuan menggunakan segala potensi dari situasi/keadaan yang orang lain belum tentu sadari untuk mencapai tujuannya. Sedangkan “pandai” berarti kemampuan untuk menganalisis atau memahami situasi lingkungan sekitarnya dan mampu menerapkannya dengan baik. • “Cerdik” dan “pandai” inilah yang dibuang begitu saja oleh negara. Banyak potensi-potensi, seperti: SDA, SDM, dan budaya yang dimiliki oleh negara ini yang tidak dimiliki oleh negara lain, yang tidak dimanfaatkan dengan baik: disia-siakan, “dibuang” begitu saja. • Kemudian pada baris ketiga terdapat kata “kaya”. Menurut saya, “kaya” adalah buah dari “cerdik” dan “pandai” tadi. “Cerdik” dan “pandai” yang dimiliki oleh negera ini adalah “kekayaan”. Jadi, apabila “cerdik” dan “pandai” tadi dibuang, maka negara juga telah membuang “kaya”. • Bait kedua: orang-orang membuang orang-orang membeli orang-orang membuang orang-orang membeli • Bait kedua ini adlaah sambungan dari bait pertama (berhubungang). Yaitu “cerdik” dan “pandai” (pada baiti pertama) yang dibuang atau disia-siakan oleh negara itu, “dibeli” atau diambil oleh orang lain (negara lain). Baris pertama dan kedau diulang kembali pada baris ketiga dan keempat, yang merupakan penegasan bahwa “cerdik” dan “pandai” yang dibuang dan diambil orang lain itu terjadi berulang kali, bukan hanya sekali. • Bait ketiga: orang-orang membeli bingung orang-orang membeli bodoh orang-orang membeli pekak orang-orang membeli pandir orang-orang membeli miskin • Bait ketiga ini juga merupakan sambungan dari bait pertama dan kedua, di mana bait ketiaga ini merupakan akibat dari bait pertama dan bait kedua. Dari segala “cerdik” dan “pandai” yang selalu dibuang dan dibeli oleh orang lain itu negara ini malah membeli kebalikannya, “kebingungan”, sehingga menjadi “bodoh”, kemudian menjadi “pekak” atau susah mendengar, sehingga menjadi “pandir” atau bebal, dan pada akhrinya menjadi “miskin”. Pada akhirnya, “miskin”-lah yang dibeli oleh negara, sedangkan “kaya” dibuang begitu saja. • Bait keempat orang mati, orang hidup yang mati beribu-ribu, berbaris baris orang-orang di tengah orang-orang berantri-antri, bersesak-sesak orang-orang sawah bernagari-nagari, bernegara-negara yang tergadai yang terjual harga mati, mati harga yang mati • Bait keempat ini menekankan begitu banyak potensi yang dimiliki oleh negara ini: “beribu-ribu” dan “berbaris- baris”. “berantri-antri” bahkan “bersesak-sesak”. Disetiap “nagari- nagari” di negara ini terdapat potensi- potensi. Harga mati, mati harga yang mati: baris keempat ini menjelaskan bahwa tidak ada lagi “harga mati” di negara ini, tetapi “mati” yang menjadi harga mati. Menunjuukkan kesengsaraan yag diderita. Orang mati, orang hidup yang mati: baris ini menjelaskan orang-orang yang mati karena kesengsaraan, kemiskinan, dan penderitaan. orang-orang di tengah orang-orang/ orang-orang sawah/ Lapis ketiga: Objek Lapis ketiga berupa objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dan dunia pengarang. Objek-objek yang dikemukakan, orang-orang, orang-orang sawah, cerdik, pandai, bingung, bodoh, pekak, pendir, miskin, kaya. Pelaku atau tokoh: orang-orang Dunia pengarang adalah kondisi negara Indonesia yang tidak bisa memanfaatkan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia-nya dengan baik sehingga diambil oleh orang lain (negara lain). Lapis keempat: Lapis “dunia” • Lapis “dunia” yang tak usah dinyatakan, tetapi sudah implisit, tampak sebagai berikut.
• Puisi ini memperlihatkan keironan yang dalam. Pada bait pertama,
cerdik-pandai-kaya, dituliskan seperti secara berurutan yang berarti cerdik dan pandai itu menghasilkan kekayaan atau kemakmuran. Pada bait ketiga: bingung-bodoh-pekak-pendir-miskin, pada bait ini juga ada sebuah urutan yang berujung dan berakhir kemiskinan. Ironinya adalah kekayaan yang dimiliki dibuang begitu saja sehingga diambil oleh orang lain, dan menyisakan kemiskinan untuk diri sendiri. Lapis kelima: metafisis Lapis kelima adalah lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi. Dalam puisi ini lapis itu berupa keironian dan perenungan; Ironinya adalah kekayaan yang yang dimiliki negara ini tidak dapat memakmurkan dirinya sendiri., justru memperkaya negara lain. Dan perenungannya yaitu betapa banyaknya potensi negeri ini yang tidak dimanfaatkan dengan baik, mulai dari SDA, SDM, dan budaya, yang seharusnya bisa memakmurkan bangsa. Akibatnya negara ini selalu tetap atau stuck pada permasalahan yang sama, yaitu, kemiskinan yang tidak penah terselesaikan. Terima Kasih