Anda di halaman 1dari 19

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

SENIN
3 AGUSTUS 2020

HASAN BASRI
1111141801

JUDUL PENELITIAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
KONSUMEN TERINFEKSI AKIBAT
PENGGUNAAN OBAT YANG
MENGANDUNG POLICRESULEN (MEDISIO)
YANG DI PRODUKSI OLEH PT. PHAROS
INDONESIA BERDASARKAN UNDANG
UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 36
TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
BAGIAN PEMBAHASAN SIDANG

1 BAGIAN AWAL
LATAR BELAKANG MASALAH
IDENTIFIKASI MASALAH 01
TUJUAN PENELITIAN
2 BAGIAN POKOK

KERANGKA TEORI
02 METODE PENELITIAN

3 BAGIAN INTI

PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

03 4BAGIAN PENUTUP

SIMPULAN DAN SARAN

04
tahuan
ang di masyarakat,
merupakan lembagaasemakin tinggi
pentingnya
sanakan tugaskesehatan.
pemerintah Dewasa ini
naan
han
atan pokok individu
sariawan. yang dinilai sangat
mengawasi peredaran obat-
kaOleh
mencari kualitas. Manusia
lubang hingga
perundang-undangan yang sebagai
ntang
kebutuhan
sumen adalahyang tidak terbatas, baik
ntang
kitu
an memperoleh
diperlukan
kgeluaran 4
pada obat berbagai
untuk
sariawan kebutuhan
cairankesehatan.
obat luar Kesehatan
3
alam Undang-
sediaan
esulen
h setiap orang36 untuk
Undang
gai obatNo.luar. Obat dapat
yang menikmati

2
dang-
yang dilakukan
Undang Nomor tersebut sekurang-
meriksaan Badan Pengawas
ndang
han minimum
ediaan
othyl” denganyang
farmasi nomor diperlukan.
izin LATAR BELAKANG
dak
1A1
bahaya
oleh
sarana
PT. yang
Pharos Indonesia
yangpelayanan
memenuhi
n menyalurkan
didaftarkan kesehatan
PT.
obat-obatan maupun
yang 1
a. Kemudian, “Prescotide”
umenAlbothyl
butuhkan
edar oleh masyarakat. Dalam
an dan diproduksi oleh PT.
Merek
asi dituntut
disetujui. untukizin
Tak dapatedar
menghasilkan
dengan nomor
ndang
khasiatPT (efficacy),
ma.
T. Pratapa Nirmala keamanan
Pharos . Akibat (safety),
Nomor
k.izinSemakin
edar obatmeningkatnya kebutuhan
terjadi efek vasokonstriksi
dijadikannya
diperintahkan suatu kebutuhan
daerah sariawan, yang pokok
ndung
tuhan kesehatan oleh
ikeluarkannya masyarakat, di
ang menyebabkan jaringan
nfeksi selaku konsumen suatu produk
arakat
awan sesaat hilang setelah
umen
nsumen.
un dikumur, yaitu karena

1BAGIAN AWAL
GRAND THEORY

TEORI
1 PERLINDUNGAN
HUKUM

TEORI TANGGUNG
2 JAWAB MUTLAK

2
BAGIAN POKOK
METODE PENELITIAN

JENIS PENELITIAN

YURIDIS NORMATIF

DATA SEKUNDER SUMBER DATA


PENDEKATANPENELITIAN YURIDIS NORMATIF DATA PRIMER

TEKNIK PENGUMPULAN DATA STUDI KEPUSTAKAAN ANALISIS KUALITATIF ANALISIS DATA


Hasil Penelitian
A. Pelaksanaan Perlindungan Konsumen Terhadap Peredaran
Produk Obat Sariawan Medisio Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Juncto Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan.
Perlindungan hukum terhadap konsumen merupakan
perlindungan terhadap hak-hak konsumen yang telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan. Didalam Pasal 4 huruf a dan c
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen dijelaskan, hak konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis di Badan


Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Dinas Kesehatan
Kota Serang, Ikatan Dokter Indonesia dan Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia.

3 BAGIAN INTI
Penulis sependapat dengan Bapak Dr. H. Raden Furqon Haitami selaku
ketua IDI Cabang Banten bahwa banyaknya faktor yang menjadi penyebab
sariawan, tetapi efek penggunaan Medisio dapat terjadi apabila tubuh tidak mampu
untuk membentuk jaringan baru yang sehat, alhasil policresulen ini bisa memicu
iritasi walaupun penggunaannya pada sariawan bisa meredakan rasa nyeri untuk
sementara. Menurut data yang penulis dapat dari Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia bahwa sampai saat ini belum ada laporan atau pengaduan yang diterima
oleh pihak Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia terkait produk obat-obatan
secara khusus mengenai obat sariawan merek Medisio yang beredar di pasaran.
Penulis sependapat dengan Ibu Eva Rosita S.KM selaku Staf Penelitian Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia yang menyatakan bahwa alasan konsumen enggan
melapor dikarenakan dampak yang dihasilkan dari penggunaan obat sariawan
tersebut tidak langsung dirasakan oleh konsumen, nilai (harga) dari produk obat
sariawan yang dibeli oleh konsumen tidak mahal. Awareness dari konsumen itu
sendiri yang belum terbangun untuk melapor karena dianggap biasa dan hanya
membuang-buang waktu saja.
Pengaduan konsumen ke YLKI, biasanya YLKI melakukan kroscek terhadap
pelaku usaha maupun konsumen, serta konsumen yang mengadu lalu YLKI
mengirim surat kepada pelaku usaha, apabila pelaku usaha tersebut beritikad baik
ingin menyelesaikan hal tersebut secara baik-baik bisa dilakukan mediasi oleh
YLKI. Tetapi apabila pelaku usaha tersebut tidak melakukan respon, YLKI tidak
bisa bertindak selain menasehati konsumen untuk melakukan pengaduan ke Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau Badan Perlindungan Konsumen
Nasional (BPKN), sebab BPSK dan BPKN bertugas melindungi konsumen dan
membuka pengaduan dari konsumen. Namun sebetulnya bisa saja dilakukan upaya
oleh YLKI jika ada pihak konsumen yang merasa dirugikan ataupun kecewa dengan
produk obat sariawan yang dibelinya, maka pihak konsumen dapat mengadukannya
ke YLKI. Berikut ini merupakan urutan tata cara konsumen sebagai pihak pengadu
dalam melakukan pengaduan kepada pihak YLKI :
Pertama, cara yang dapat dilakukan untuk mengadu adalah melalui telepon,
surat atau datang langsung. Pengaduan melalui telepon dikategorikan menjadi dua
yaitu :
a.Hanya minta informasi atau saran (advice), maka telepon itu cukup dijawab secara
lisan dan diberikan saran pada saat itu dan selesai.
b.Pengaduannya untuk ditindaklanjuti. Jika konsumen meminta pengaduannya
ditindaklanjuti, maka si penelepon diharuskan mengirim surat pengaduan secara
tertulis ke YLKI yang berisi :
1) kronologis kejadian yang dialami sehingga merugikan konsumen;
2) wajib mencantumkan identitas dan alamat lengkap konsumen;
3) menyertakan barang bukti atau fotocopy dokumen pelengkap lainnya (kwitansi
pembelian, kartu garansi, surat perjanjian, dll);
4) Apakah konsumen sudah pernah melakukan komplain ke pelaku usaha. Jika
belum pernah, maka konsumen dianjurkan untuk melakukan komplain secara
tertulis ke pelaku usaha terlebih dahulu;
5) Cantumkan tuntutan dari pengaduan konsumen tersebut.
Kedua, setelah surat masuk ke YLKI, resepsionis meregister semua surat-surat yang
masuk secara keseluruhannya (register 1). Selanjutnya surat diberikan kepada
pengurus harian setidaknya ada tiga yaitu (a) ditindaklanjuti/tidak ditindaklanjuti,
(b) bukan sengketa konsumen (c) bukan skala prioritas. Surat di disposisikan ke
Bidang Pengaduan Konsumen dilakukan register 2 khusus sebagai data pengaduan.

Ketiga, setelah surat sampai ke personil yang menangani maka dilakukan seleksi
administrasi disini berupa kelengkapan secara administrasi. Langkah selanjutnya
dilakukan setelah proses administasi dan analisis substansi, yaitu korespondensi
kepada pelaku usaha dan instansi terkait sehubungan dengan pengaduan konsumen.
Hasil Penelitian
B. Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Yang
Dirugikan Akibat Terjadinya Peredaran Produk Obat Sariawan
Medisio Yang Mengandung Policresulen Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Juncto Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan.

Perlindungan hukum terhadap konsumen (pengguna produk) kurang


mendapat perhatian serius dari pemerintah dalam kurun waktu yang
cukup lama, walaupun telah berganti-gantinya Presiden. Pengawasan
dan penindakan cenderung terlambat, jika belum terindikasi adanya
laporan dari masyarakat hingga mencuat ke publik barulah pemerintah
terkait turun tangan, hal seperti ini terkesan lambat. Sesungguhnya hak -
hak konsumen rakyat Indonesia yang jumlahnya jutaan-lah yang
menjadi korban dari praktik kecurangan pelaku usaha
Berdasarkan pada kasus diatas penulis berpendapat jika konsumen tidak mendapatkan haknya sebagai konsumen.
Dimana konsumen berhak mendapatkan perlindungan, keamanan, serta keselamatan. Konsumen yang menjadi korban akibat
mengonsumsi obat sariawan Medisio tidak mendapatkan ganti rugi sebagaimana mestinya. Meskipun tidak ada gugatan atau
tidak ada yang menggugat, tetap secara teori dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Dari kasus Medisio ini
produsen melakukan bentuk pelanggaran dalam membuat informasi, label, promosi/iklan yang menyesatkan, karena terbukti
policresulen tidak boleh untuk mengobati sariawan. Adapun tanggung jawab produsen atau pelaku usaha yaitu pelaku usaha
terikat dengan tanggung jawabnya berupa tanggung gugat produk. Maka dari pada itu setiap pelaku usaha diwajibkan atas
tanggung gugat produk yang dihasilkan atau diperdagangkannya, karena dalam kasus ini menyangkut masalah sediaan obat.
Tanggung gugat produk ini biasanya timbul dikarenakan beberapa sebagian dan/atau seluruh kerugian yang diderita oleh
konsumen sebagai akibat dari produk gagal atau cacat bisa dikarenakan kekurang telitian pihak produsen dalam memproduksi
suatu produk. Apabila suatu produk yang di perjual belikan ataupun yang diproduksi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan,
jaminan, dan/atau kesalahan yang disebabkan oleh pelaku usaha maka pelaku usaha wajib bertanggung jawab sesuai Undang-
Undang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Kesehatan.
Mencermati pasal tersebut dapatlah diketahui bahwa
tanggung jawab pelaku usaha meliputi (1) Tanggung jawab ganti
Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha dijelaskan kerugian atas rusaknya suatu produk barang/jasa (2) Tanggung
bahwasanya : jawab ganti kerugian atas pencemaran (3) Tanggung jawab ganti
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas rugi atas kerugian konsumen disebabkan tidak baiknya produk
kerusakan, pencemaran dan/ atau kerugian konsumen akibat jasa dan barang yang dihasilkan. Namun yang perlu dicermati
mengkonsumsi barang dan/ atau jasa yang dihasilkan atau
juga terkait substansi Pasal 19 ayat 2 tersebut, dimana konsumen
diperdagangkannya.
hanya mendapatkan ganti rugi atas pengembalian uang atau
Pasal 19 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen penggantian barang dan jasa sajaSelain hal tersebut BPOM
tentang Tanggung Jawab Pelaku Usaha dijelaskan sebaiknya tidak pandang bulu dalam memberikan sanksi, sebab
bahwasanya Bentuk ganti rugi tersebut dapat berupa : pelaku usaha harus bertanggung jawab secara pidana seperti
1. Pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau
didalam Pasal 196 Undang-Undang Kesehatan dijelaskan bahwa
jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan, dan/
atau; siapa saja yang memproduksi, mengedarkan sediaan farmasi atau
2. Pemberian santunan sesuai ketentuan peraturan alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan
perundang-undangan yang berlaku. keamanan, khasiat atau kemanfaatan dan mutu diancam pidana
penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1
miliar.
Perlindungan konsumen terhadap obat sariawan Albothyl yang mengandung
policresulen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
SIMPULAN perlindungan konsumen juncto Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang kesehatan, telah banyak merugikan konsumen, dimana konsumen
dirugikan oleh pelaku usaha dalam hal materi juga kesehatan dan hilang hak-
haknya sesuai dengan Pasal 4 huruf a, c dan h Undang-Undang Perlindungan
Konsumen.
1
Mengenai kasus ini, BPOM terkesan lambat dalam memproses keluhan atau
pengaduan konsumen, sehingga setelah banyaknya laporan, BPOM baru
memberikan sanksi berupa pencabutan dan pembekuan izin edar terhadap
Medisio sejenis Albothyl. Dari hal tersebut membuktikan masih belum adanya
perlindungan dari kesalahan produsen yang diberikan terhadap konsumen
yang dirugikan hak-haknya akibat menggunakan obat Albothyl yang
mengandung zat berbahaya (policresulen).

4
BAGIAN PENUTUP
SIMPULAN Produsen sebagai pelaku usaha dalam kasus obat sariawan Albothyl ini belum
memberikan tanggung jawab secara keperdataan yang berupa ganti rugi yang
timbul dari sebagian dan/atau seluruh kerugian yang diderita oleh konsumen
yang menjadi korban akibat menggunakan obat sariawan Albothyl sebagai
akibat dari kelalaian pelaku usaha atas komposisi obat yang mengandung zat
2 berbahaya (policresulen) dan belum memberikan tanggung jawab secara
pidana maupun administrasi. Pelaku usaha hanya melakukan penarikan
produk yang mengandung zat berbahaya (policresulen) sedangkan korban
yang mengalami kerugian akibat menggunakan Albothyl tidak mendapat
perawatan kesehatan ataupun pemberian santunan, hal ini mencerminkan
kesenjangan yang terjadi antara peraturan yang seharusnya sesuai dengan
realita yang terjadi. Sedangkan tanggung jawab yang diberikan oleh BPOM
yaitu dengan mencabut izin edar Albothyl dari peredaran.

4
BAGIAN PENUTUP
SARAN Perlindungan konsumen dimaksud agar konsumen merasa nyaman, aman dan
selamat dalam menggunakan obat. Selain itu, Pelaku usaha dalam
menjalankan usahanya sebaiknya menunjukkan iktikad baik dengan
memberikan informasi yang jelas atas barang dan atau jasa yang diedarkan
serta berupaya memperhatikan hak-hak konsumen dan kewajibannya sebagai
1
pelaku usaha yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. BPOM harus lebih memperketat terkait penerbitan ijin edar
produk obat dan harus melakukan peningkatan pengawasan dan
perlindungan terhadap konsumen dari produk obat yang tidak sesuai dengan
penggunaannya dan lebih memperketat produk saat sebelum beredar dan
yang lebih utama saat sudah beredar agar tidak selalu menunggu ada korban,
setelahnya baru ada penarikan produk
SARAN Pelaku usaha seharusnya memberikan ganti atas kerugian yang disebabkan
kesalahan produsen yang diderita oleh konsumen akibat produk yang dihasilkannya
mulai dari yang menderita sakit biasa, kerugian materi, sampai yang meninggal.
Tetapi tanggung jawab pelaku usaha tidak sesuai dengan kenyataan, sebaiknya
pengaturan tentang perlindungan hak-hak, kesehatan dan keselamatan konsumen
2 harus menjadi perhatian serius pemerintah melalui BPOM. Diharapkan BPOM
lebih memperketat regulasi yang sudah ada dan memberikan hukuman yang tegas
selain pembekuan izin edar atas kelalaian produsen atau pelaku usaha. Selain itu
agar tidak terjadi kasus yang sama sebaiknya BPOM bersama pelaku usaha
memberikan pengetahuan kepada konsumen secara langsung melalui sosisalisasi
terhadap produk yang diedarkannya, dengan adanya sosialisasi diharapkan
konsumen akan lebih teliti dan paham akan hak-haknya sebagai konsumen.
TERIMA KASIH
CV
Your Picture Here

Nama : Hasan Basri


Temp,Tanggal Lahir :
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat :
Email :
Sosial Media :

Anda mungkin juga menyukai