Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

UNDANG-UNDANG KEFARMASIAN

NAMA : ROSNILA
NIM : F201901018
KELOMPOK : 4
KELAS : C1

PROGRAM STUDI S1-FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
KENDARI
2022
HASIL DISKUSI KELOMPOK 4
1. penanya
Nama : siti sartinah
Nim : f201901031
Kel :2
Pertanyaan:
Di dalam proses Pemusnahan dan penarikan Alat kesehatan yang tidak dapat digunakan, harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pertanyaan sya bagaimana langkah2 dalam pemusnahan, penarikan alat kesehatan tersebut
menurut undang-undang
penjawab
nama: Hikmah
Nim : F201901017
Kelompok: 4
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
NOMOR UM.01.05/IV/1850/2020
TENTANG “TATA CARA PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN ALAT KESEHATAN
DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA”
a. Tata Cara Pemusnahan* Alat Kesehatan dan PKRT
Pemusnahan Alat Kesehatan dan PKRT dilaksanakan oleh Produsen, Distributor Alat
Kesehatan, Importir PKRT dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan perintah
Direktur Jenderal. Perintah pemusnahan ini berdasarkan hasil pengawasan terhadap Alat
Kesehatan atau PKRT yang tidak memenuhi persyaratan atau peraturan perundang-
undangan. Adapun mekanisme pelaksanaan perintah pemusnahan sebagai berikut:
1) Direktur Jenderal menerbitkan surat perintah pemusnahan Alat Kesehatan atau PKRT
yang tidak memenuhi persyaratan beserta instruksi tindakan perbaikan dan pencegahan
kepada Produsen, Distributor Alat Kesehatan, Importir PKRT dan/atau fasilitas
pelayanan kesehatan, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
setempat, dengan jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja. Surat Perintah
Pemusnahan tersebut minimal menguraikan tentang:
 Nama/jenis produk, nama dagang, spesifikasi produk;
 Nomor Izin Edar;
 Kode produksi/bets/lot/seri/tipe;
 Identitas lainnya (jika tidak mempunyai Nomor Izin Edar);
 Sumber temuan;
 Jenis pelanggaran;
 Jangka waktu pelaksanaan pemusnahan;
 Tindakan lanjut pemusnahan (Tindakan Perbaikan dan Pencegahan); dan
 Instruksi lain apabila diperlukan.
2) Produsen, Distributor Alat Kesehatan, Importir PKRT dan/atau fasilitas pelayanan
kesehatan melaksanakan perintah Direktur Jenderal, dengan prosedur sebagai berikut:
 memeriksa, menginvestarisasi dan mencatat data persediaan stok dan/atau data
produk yang telah ditarik dari peredaran untuk kemudian dimusnahkan.
Invenstarisasi produk yang akan dimusnahkan disampaikan kepada dinas kesehatan
setempat.
 produk yang akan dimusnahkan tersebut dipisahkan dari stok persediaan lain yang
memenuhi syarat
 pelaksanaan pemusnahan wajib disaksikan oleh Dinas Kesehatan setempat dan
dibuatkan Berita Acara Pemusnahan.
 hasil pelaksanaan pemusnahan dilaporkan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi atau Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dengan
melampirkan Berita Acara Pemusnahan.
Direktur Jenderal melakukan evaluasi terhadap laporan pemusnahan termasuk
tindakan perbaikan dan pencegahan yang dilaporkan.
b. Tata cara penarikan:
Tata Cara Penarikan Alat Kesehatan atau PKRT dibagi menjadi 4 tahap:
1) pra penarikan,
2) melaksanakan penarikan
3) peninjauan efektifitas penarikan dan
4) penutupan penarikan.
Sebelum memerintahkan atau menginisiasi penarikan, dilakukan identifikasi produk
yang tidak sesuai standar atau persyaratan dan melakukan análisis risiko dampak
kesehatan terhadap pengguna untuk menentukan jangka waktu penarikan. Tahapan
berikutnya adalah mengembangkan strategi dan cakupan penarikan. Kemudian
dilaksanakan penarikan oleh pelaku usaha, selanjutnya pelaku usaha melakukan
tindaklanjut berupa laporan penarikan kepada Kementerian Kesehatan dan Dinas
Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota tempat lokus penarikan. Selanjutnya pelaku usaha
melakukan peninjauan efektifitas penarikan oleh pelaku usaha. Kementerian Kesehatan
setelah meninjau CAPA dan bukti-bukti penarikan berupa berita acara, jumlah
rekonsiliasi stok telah sesuai, maka dibuat surat yang menyatakan bahwa penarikan sudah
selesai.
2. penanya
Nama : atika rusman
Kel : 3
Pertanyaan :
Seperti yang kita ketahui, yang berhak memberikan pelayanan di apotek yaitu apoteker,
asisten apoteker, dan tenaga kefarmasian. Tetapi tidak jarang ditemukan di beberapa daerah,
beberapa apoteknya dijaga oleh seseorang yang bukan bidangnya, misalnya bukan dari bidang
farmasi, seperti anak SMA yang baru lulus misalnya. Apakah tidak ada sanksi kepada
apoteker yang mempekerjakannya, atau ada aturan2 yang mengatur tentang hal itu?
Penjawab
nama:Tri Ainan
Nim : F201901006
Jika ada orang yang melakukan praktik kefarmasian, padahal tidak mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu, dapat dipidana berdasarkan Pasal 198 jo. Pasal 108 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”).
a. Pasal 108 UU Kesehatan:
1) Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat
dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Ketentuan mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
b. Pasal 198 UU Kesehatan:
“Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik
kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).”
c. Selain sanksi pidana yang diberikan terhadap pemilik yang bukan apoteker, juga
dilakukan pencabutan izin usaha sebagaimana diatur dalam pasal 201 ayat (2) UU nomor
36 tahun 2009 tentang kesehatan terhadap apotek dapat dikenakan sanksi pidana
tambahan yaitu pencabutan izin usaha
3. Penanya
nama: Fingki Enggar Pratiwi
nim: (F201901020)
Kelompok: 2
“pada slide mengenai pasien yang perlu diberikan konseling khususnya pada pasien yang
memiliki penderita khusus seperti pediatric, geriatric, gangguan fungsi hati/ginjal, ibu hamil
dan menyusui. Pertanyaannya bagaimana tahapan konseling yang diberikan pada pasien yang
memiliki penderitaan khusus tadi”
Penjawab :
Rosnila (F201901018) kel. 4
Jawaban :
Sesuai dengan PerMenKes No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di apotek, salah satu upaya apoteker dalam membantu masyarakat dalam
menyelesaikan masalah terkait kesehatan dan pengobatannya serta dalam meningkatkan mutu
kehidupan pasien adalah memberikan konseling terkait penggunaan obat yang benar.
Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil
dan menyusui) perlu dilakukan konseling dengan tahapan sebagai berikut:
a. Bangun rasa percaya dalam membuat hubungan dengan pasien. Perkenalkan diri Anda
sebagai seorang apoteker, menjelaskan tujuan dan estimasi waktu dari sesi konseling, dan
dapatkan persetujuan pasien untuk berpartisipasi, serta tentukan bahasa lisan utama pasien.
b. Kaji pengetahuan dan sikap pasien tentang penyakit dan obatnya serta kemampuan fisik
dan mental untuk menggunakan obat dengan tepat. Tanyakan pertanyaan terbuka tentang
tujuan masing-masing obat dan hasil yang diharapkan, dan minta pasien untuk
menjelaskan/menunjukkan bagaimana dia akan menggunakan obat.
c. Gunakan demonstrasi untuk mengisi gap antara pengetahuan dan pemahaman pasien.
Menunjukkan bentuk, warna, tanda dosis, dll. dari obat yang digunakan serta
mendemonstrasikan alat khusus seperti inhaler hidung dan mulut. Sebagai tambahan,
sediakan handout tertulis untuk membantu pasien mengingat informasi. Jika seorang pasien
mengalami masalah dengan obatnya, kumpulkan data dan kaji masalahnya lalu sesuaikan
regimen farmakoterapi sesuai dengan protokol atau memberitahukan dokter pembuat resep.
d. Verifikasi pengetahuan dan pemahaman pasien tentang penggunaan obat-obatan. Minta
pasien untuk menjelaskan bagaimana mereka akan menggunakan obat mereka dan
mengidentifikasi efeknya
4. Pertanyaan
Nama :Hikmawati
Nim :F201901044
Kelompok :6
“Pada slide dijelaskan bahwa konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dgn
pasien /keluarga untuk meningkatkan pengetahuan,pemahaman, kesadaran dan kepatuhan
sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yg di
hadapi pasien.pertanyaan saya yaitu perubahan perilaku seperti apa yg dihadapi pasien dlm
penggunaan obat tersebut?”
Penjawab
Nama :Muhammad Afdal nur Nim:F201901013
Jawaban
Perubahan perilaku dalam penggunaan obat artinya Pasien lebih tau mengenai manfaat dan
pentingnya kepatuhan untuk mencapai kesehatan, Pasien lebih yakin akan efektifitas obat
dalam penyembuhan , serta pasien dapat mengetahui resiko apa sja yang akan terjadi bila
tidak mematuhi aturan yang telah di tetaPkan sehingga pasien lebih menjaga perilaku minum
obat selama proses pengobatan berlangsung

Anda mungkin juga menyukai