Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan

Fraktur

Kelompok 3
1. Hary Maulana N
2. Elisabeth Silitonga
3. Saidah
4. Siti Holilah
5. Wulan Harapan
Latar Belakang
• Fraktur adalah patah tulang atau terganggunya kesinambungan jaringan tulang yang
disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Badan kesehatan
dunia (WHO) mencatat jumlah kejadian fraktur pada tahun 2011-2012 terdapat 1,3
juta orang yang menderita fraktur. Menurut DEPKES RI tahun 2011 di Indonesia
sendiri juga banyak yang mengalami fraktur, fraktur di Indonesia terdapat 45.987
orang yang mengalami fraktur, prevalensi kejadian fraktur yang paling tinggi
adalah fraktur femur yaitu terdapat 19.729 orang yang mengalami fraktur,
sedangkan ada 14.037 orang yang mengalami fraktur cluris dan terdapat 3.776
orang mengalami fraktur tibia. Salah satu cara untuk mengembalikan fraktur seperti
semula yaitu salah satu cara adalah rekognisi atau dilakukan tindakan pembedahan
(Sjamsuhidayat & Jong, 2005).
Definisi
Fraktur menurut Smeltzer (2002) adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Demikian pula menurut Sjamsuhidayat
(2005), fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umunya disebabkan oleh rudapaksa. Sementara
Doenges (2000) memberikan batasan, fraktur adalah
pemisahan atau patahnya tulang. Fraktur adalah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (price,1995).
Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntur mendadak, dan bahkan kontraksi
otot ekstrem (Smeltzer,2002). Umumnya fraktur
disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang. Fraktur cenderung terjadi pada
laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur di bawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan,
atau luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor. Sedangkan pada orang tua, perempuan lebih
sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang
berhubungan dengan meningkatkan insiden osteoporosis
yang terkait dengan perubahan hormon pada menopause
(Reeves,2001).
Manisfestasi Klinis

Mendiagnosis fraktur harus berdasarkan manifestasi klinis klien,


riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologis. Beberapa fraktur
sering langsung tampak jelas; beberapa lainnya terdeksi hanya dengan
rontgen (sinar-X).
Klasifikasi Fraktur
Metode klasifikasi paling sederhana adalah berdasarkan pada apakah fraktur tertutup
atau terbuka. Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh di atas lokasi cedera,
sedangkan fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit di atas cedera tulang. Kerusakan
jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya:
 Derajat 1. Luka kurang dari 1 cm; kontaminasi minimal.
 Derajat 2. Luka lebih dari 1 cm; kontaminasi sedang.
 Derajat 3. Luka melebihi 6 hingga 8 cm; ada kerusakan luas pada jaringan lunak, saraf, dan
tendon; dan kontaminasi banyak. Oleh karena luka berhubungan dengan dunia luar, risiko
infeksi harus segera dikenali dan ditangani.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rontgen: menentukan lokasi/luasnya
fraktur/trauma, dan jenis fraktur.
2. Scan tulang, tomogram CT Scan/MRI: memperlihatkan
keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Arteriogram: dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan
vaskukar.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi
fraktur atau organ jauh pada multipel trauma). Peningkatan jumlah
SDP adalah proses stress normal setelah trauma.
5. Kreatinin: trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, transfuse multipel atau cedera hati.
Penatalaksanaan
Derajat I : Terdapat luka tembus kecil seujung jarum, lika ini di
dapat dari tusukan fragmen-fragmen tulang dari dalam.
Derajat II : Luka lebih besar disertai dengan kerusakan kulit
subkutis. KAdang-kadang ditemukannya beda-benda asing
disekitar luka.
Derajat III : Luka lebih besar di bandingkan dengan luka pada
derajat II. Kerusakan lebih besar karena sampai mengenai
tendon dan otot-otot saraf tepi.
Salah satu tindakan untuk fraktur terbuka yaitu dilakukan
debridemen. Debridemen bertujuan untuk membuat keadaan
luka yang kotor menjadi bersih, sehingga secara teoritis fraktur
tersebut dapat dianggap fraktur tertutup. Namun secara praktis
hal tersebut tidak pernah tercapai. Tindakan debridemen
dilakukan dalam anestesi umum dan selalu harus disertai
dengan pencucian luka dengan air yang steril/NaCl yang
mengalir.
Pengkajian
1. Identitas Klien dan penanggung jawab
2. Keluhan Utama : PQRST
3. Riwayat Kesehatan sekarang : Data dapat berupa
kronologis terjadinya penyakit tersebut, sehingga dapat
ditentukan kekuatan tulang dan bagian tubuh yang terkena.
4. Riwayat Kesehatan sebelumnya : Pada pengkajian ini
ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker
tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,
penyakit diabetes dengan luka di kaki
5. Riwayat Kesehatan Keluarga : Penyakit keluarga yan
berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu
faktor predisposisi terjadinya fraktur, misalnya diabetes
mellitus, osteoporosis dan kanker tulang.
6. Riwayat Psikospiritual

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya serta peran klien dalam keluarga dan masyarakat,
serta respos atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7. Pemfis
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d trauma
2. Perfusi perifer tidak efektif b.d trauma
3. Gangguan integritas kulit b.d penurunan mobilitas
4. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang
5. Risiko infeksi
6. Risiko syok
Intervensi
Thank You

Anda mungkin juga menyukai