Anda di halaman 1dari 26

ADOPSI INOVASI

DAN DIFUSI
INOVASI
Kelompok 5
1. Firnando Ismanto
2. Risma Rahman
O Pada dasarnya kegiatan penyuluhan ditujukan untuk
tercapainya perubahan-perubahan perilaku masyarakat demi
terwujudnya perbaikan mutu hidup. Karena itu, pesan-pesan
pembangunan yang disuluhkan haruslah mampu mendorong
atau mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan yang
memiliki sifat pembaharuan.
O Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan
dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi
sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan
keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang
mempengaruhinya. Adopsi inovasi merupakan proses
berdasarkan dimensi waktu. Dalam penyuluhan pertanian,
banyak kenyataan petani biasanya tidak menerima begitu
saja, tetapi untuk sampai tahapan mereka mau menerima
ide-ide tersebut diperlukan waktu yang relatif lama.
O Suatu keputusan untuk melakukan perubahan dari semula
hanya mengetahui sampai sadar dan merubah sikapnya untuk
melaksanakan suatu ide baru tesebut, biasanya juga
merupakan hasil dari urutan-urutan kejadian dan pengaruh
tertentu berdasarkan dimensi waktu. Dengan kata lain suatu
perubahan sikap yang dilakukan oleh petani adalah
merupakan proses yang memerlukan waktu dimana tiap-tiap
petani berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini disebabkan
oleh berbagai hal yang melatarbelakangi petani itu sendiri,
misalnya kondisi petani, kondisi lingkungan dan karakteristik
dari teknologi yang mereka adopsi. Usaha-usaha yang secara
sengaja ini diarahkan untuk memperbaiki sistem-sistem sosial
yang terdapat pada masyarakat dan pada akhirnya
penyuluhan ini memperbaiki masyarakat secara keseluruhan.
Untuk itu perlu adanya adopsi dan difusi inovasi dalam
penyuluhan pertanian.
Adopsi Inovasi dalam Penyuluhan
O Pada hakekatnya adopsi dalam proses penyuluhan, diartikan sebagai
proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan, sikap dan
keterampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang
disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Pengertian adopsi
sering rancu dengan pengertian “adaptasi” yang berarti penyesuaian.
Selain itu adopsi juga dapat diartikan sebagai proses yang terjadi
sejak pertama kali seseorang mendengar hal-hal baru sampai orang
tersebut menerima, menerapkan, dan menggunakan hal baru tersebut.
O Dalam proses adopsi ini petani sasaran dapat mengambil keputusan
setelah melalui beberapa tahapan. Karena adopsi merupakan hasil
dari kegiatan penyampaian pesan penyuluhan yang berupa “inovasi”,
maka proses adopsi itu dapat digambarkan sebagai suatu proses
komunikasi yang diawali dengan penyampaian inovasi sampai
dengan terjadinya perubahan perilaku.
Difusi Inovasi dalam Penyuluhan
O Yang dimaksud dengan proses difusi inovasi adalah
perembesan adopsi inovasi dari satu individu yang
telah mengadopsi ke individu yang lain dalam
system sosial masyarakat sasaran yang sama.
Perubahan sosial yang direncanakan pada proses
penyuluhan sangat rumit, pada dasarnya dapat
dikelompokkan menjadi tiga tahap kegiatan, yaitu:
invensi, difusi dan konsekuensi-konsekuensi. Dan
dalam perubahan sosial perlu diadakan perencanaan
yang terencana, khususnya dalam pembangunan
pertanian karena adanya faktor-faktor tertentu.
Tahapan dan Faktor-faktor Adopsi dan Difusi
Inovasi Dalam Penyuluhan Pertanian

O Di dalam proses adopsi dan difusi inovasi


terdapat juga proses penyesuaian, tetapi
adaptasi itu sendiri lebih merupakan proses
yang berlangsung secara alami untuk
melakukan penyesuaian terhadap kondisi
lingkungan.
Proses Adopsi Inovasi
Tahapan Adopsi Inovasi
1. Tahapan Adopsi
O Dalam proses adopsi terdapat tahapan-tahapan
sebelum masyarakat mau menerima atau
menerapkan dengan keyakinannya sendiri,
meskipun selang waktu antara tahapan satu
dengan yang lainnya tidak selalu sama
(tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran,
keadaan lingkungan dan aktivitas atau
kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh).
Tahapan-tahapan adopsi adalah:
a. Awareness atau kesadaran
Setelah dilakukan penyuluhan dengan daya, gaya dan contoh yang
menarik bagi para petani, pada tahap ini para petani baru mengetahui
dan menyadari bahwa ada cara-cara
O Yang mereka lakukan kurang baik atau mengandung kekeliruan.
O Yang baru serta dapat meningkatkan hasil usaha dan pendapatan.
O Yang baru serta efektif, dan dapat mengatasi kesulitan yang tengah
atau sering dihadapinya.
Cara-cara yang kurang baik atau keliru harus ditingggalkan dan cara-
cara yang baru perlu dilakukan, tetapi benar-benar dapat membawa
hasil atau tidak. Disini para petani akan menentukan sikapnya, yaitu
menaruh perhatian atau acuh tak acuh. Selain itu penyuluh dituntut
kemampuan komunikasinya agar dapat menimbulkan sikap petani yang
kebanyakan akan menaruh perhatian tarhadap apa yang akan ia
suluhkan.
b. Interest atau adanya minat

Petani yang telah tertarik dan sadar akan


perlunya teknologi baru yang berkaitan dengan
usaha taninya mulai menaruh minat terhadap
cara-cara itu. Karena sikapnya yang selalu hati-
hati sehingga mereka masih perlu bertanya-
tanya.
c. Evalution atau penilaian

Setelah petani mendapat penjelaan-penjelasan dari


sesama petani yang tergolong mudah mengadopsi,
maka ia mengetahui sesuatu hal yang lebih banyak dan
kebimbangannya mulai pudar. Mulailah petani itu
melakukan penilaian atau evaluasi terhadap teknologi
baru. Pada tahap ini peranan penyuluh dengan jalan
memberikan penjelasan yang jelas dan terperinci
adalah sangat penting. Penyuluh harus dapat
menghilangkan segala keraguan sehingga timbul
keinginan petani untuk mencoba inovasi tersebut.
d. Trial atau mencoba

Pada tahap ini penyuluh membimbing dan


memperagakan materi yang telah disuluhkannya,
kemudian penyuluh pertanian menuntun petani
agar bisa mempraktekkan teknologi secara
mandiri. Penyuluh harus aktif melakukan
pengawasan, karena apabila mengalami
kegagalan maka kepercayaan petani selanjutnya
akan hilang atau sulit ditimbulkan kembali.
e. Adoption atau mau menerima

Tahap ini menjelaskan bahwa para petani akan


menerapkan terus-menerus teknologi baru itu
dalam kegiatan usaha taninya. Perlakuan demi
perlakuan dan keberhasilan demi keberhasilan
akan lebih menggairahkan petani, sehingga
setiap dilakukan penyuluhan petani tidak pernah
absen (Kartasapoetra, 1987).
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kecepatan Adopsi
a. Sifat inovasinya sendiri
Suatu inovasi mudah atau sulit diterima petani sasaran sangat dipengaruhi
karakteristik inovasi itu sendiri. Sedikitnya terdapat 5 karakteristik yang
mempengaruhi tingkat kecepatan adopsi inovasi oleh petani sasaran yaitu:
O Keuntungan relative artinya suatu inovsai akan mudah diterima oleh petani sasaran
apabila inovasi tersebut secara ekonomi menguntungkan.
O Kompatibilitas artinya suatu inovasi akan lebih mudah diterima oleh petani sasaran
apabila sesuai dengan norma-norma sosial, pngalaman petani sebelumnya dan
kebutuhan-kebuuhan petani.
O Kompleksitas artinya suatu inovsai yang sulit dipahami dan digunakan petani
sasaran relative tidak mudah diadopsi petani dibandingkan inovasi yang mudah
dipahami dan digunakan petani.
O Triabilitas menunjukkan kemampuan suatu inovasi untuk dapat dicoba dalam skala
kecil.
O Observabilitas menunjukkan kemampuan suatu inovasi untuk menghasilkan output
yang dapat dilihat oleh orang lain.
b. Sifat sasarannya
Lionberger (1960) mengemukakan beberapa factor yang mempengaruhi kecepatan seseorang
untuk mengadopsi inovasi yang meliputi :
O Luas usaha tani, semakin luas biasanya semakin cepat mengadopsi, karena memiliki
kemampuan ekonomi yang lebih baik.
O Tingkat pendapatan, seperti halnya tingkat luas usaha tani, petani dengan tingkat
pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi.
O Keberanian mengambil resiko, pada tahap awal biasaya tidak berhasil seprti yang
diharapkan. Karena itu, individu yang memiliki keberanian mengambil resiko biasanya
lebih inovatif.
O Umur, semakin tua (diatas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, dan
cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga
masyarakat setempat.
O Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi di luar lingkungannya sendiri. Warga
masyarakat yang suka bergabung dengan orang-orang di luar system sosialnya sendiri,
umumnya lebih inovatif dibanding meraka yang hanya melakukan kontak pribadi dengan
warga masyarakat setempat.
O Aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru.orang-orang atau masyarakat yang aktif lebih
inoatif daripada orang-orang yang pasif.
O Sumber informasi yang dimanfaatkan. Golongan orang-orang yang inovatif biasanya
banyak memanfaatkan beragam sumber informasi, sedangkan golongan yang kurang
inovatif hanya memanfaatkan informasi dari tokoh-tokoh setempat.
c. Cara pengambilan keputusan.

Cara pengambilan keputusan dalam mengadopsi


sesuatu inovasi juga akan mempengaruhi
kecepatan adopsi. Jika keputusan adopsi dapat
dilakukan secara pribadi relative lebih cepat
dbanding dengan pengambilan keputusan bersama.
Perubahan dapat terjadi apabila terdapat keputusan
untuk melakukan perubahan.
d. Saluran komunikasi yang digunakan
Jika inovasi dapat dengan mudah dan jelas dapat disampaikan melalui
media massa, atau sebaliknya jika kelompok sasarannya dapat dengan
mudah menerima inovasi yang disampaikan maka proses adopsi akan
berlangsung relative lebih cepat dibanding dengan inovasi yang harus
disampaikan lewat media massa antar pribadi. Kecepatan diterimanya
suatu inovasi oleh masyarakat, sangat dipengaruhi pula oleh saluran
komunikasi yang digunakan. Ada beberapa saluran komunikasi yang
dapat dipilih yaitu:
O Melalui media masa seperti TV, koran, majalah dan sebagainya.
O Melalui saluran tatap muka (inter personal)
Pada kondisi masyarakat pedesaan yang ada pada saat ini,
penyampaian inovasi pada masyarakat pedesaan melalui media massa
rasanya belum efektif, karena jangkauan masyarakat pedesaan pada
media massa masih relatif rendah. Oleh karena itu, akan lebih efektif
apabila proses penyampaian inovasi pada masyarakat pedesaan
digunakan saluran interpersonal.
e. Keadaan penyuluh

Kecepatan adopsi juga sangat ditentukan oleh aktivitas yang


dilakukan penyuluh, khususnya tentang upaya yang dilakukan
penyuluh untuk “mempromosikan” inovasinya. Semakin rajin
penyuluhnya menawarkan inovasi, proses adopsi akan semakin
cepat pula. Demikian juga, jika penyuluh mampu berkomunikasi
secara efektif dan terampil menggunakan saluran komunikasi yang
paling efektif, proses adopsi pasti akan berlangsung lebih cepat
dengan yang lainnya. Selain itu, kondisi masyarakat yang akan
menerima inovasi yang disampaikan ikut berpengaruh terhadap
kecepatan diterimanya inovasi tersebut. Secara teoritis masyarakat
yang mempunyai ciri modern akan lebih cepat menerima inovasi
dibandingkan masyarakat yang berciri tradisional.
Model Difusi Inovasi Dalam
Penyuluhan Pertanian

Proses penyebaran inovasi dari suatu sumber


inovasi kepada anggota-anggota suatu system
sosial digambarkan dalam model difusi inovasi.
Dengan menganggap bahwa sumber inovasi
hanya berasal dari lembaga penelitian, maka
terdapat tiga model difusi inovasi, yaitu: Model
Top Down, Model Feed Back dan Model Farmer
Back To Farmer.
1. Model Top Down
Model ini dikemukakan oleh A.H. Bunting
(1979), mendeskripsikan model top down ini
sebagai model penyuluhan pertanian
konvensional sebagai mana halnya proses
komunikasi yang melibatkan tenaga teknis dan
administrasi penyuluhan, yang diwakili peneliti
yang menghasilkan teknologi yang
ditransmisikan melalui penyuluhan kepada
petani produsen atau sasaran yang diharapkan.
2. Model Feedback
Model Feedback ini dikembangkan oleh Benor dan Horison
(1977). Model feedback ini dikenal sebagai training dan visit
system atau di Indonesia disebut system latihan kunjungan
(system LAKU). Model ini dianggap sebagai perbaikan
model Top-Down, yaitu dengan mempertimbangkan
mekanisme umpan balik antara peneliti- penyuluh pertanian.
Dalam model ini, peneliti bekerja di laboratrium dapat
memahami dengan baik reaksi petani terhadap teknologi
yang dihasilkan peneliti, sehingga terjadi komunikasi
langsung antara pakar agronomi, pakar ilmu-ilmu sosial dan
penyuluh yang bekerja dengan petani di lapang.
3. Model Farmer Back To Farmer

Model ini dikemukakan oleh Rhoades dan Booth (1982)


yang mengasumsikan bahwa penelitian harus dimulai
dan diakhiri dari petani. Dengan demikian dalam model
difusi ini terdapat informasi yang lengkap dan akurat
mengenai realitas usaha tani. Model juga
mengasumsikan bahwa petani memiliki masalah
teknologi dan berusaha untuk memecahkanya. Kunci
perbedaan dengan model difusi lainnya adalah
fleksibilitas dan penelitian ditingkat petani untuk
mengidenfikasi sumber daya yang ada ditingkat usaha
tani.
Pembangunan pertanian telah terbukti mampu
meningkatkan produksi komoditas pertanian serta mampu
memperbaiki kesejahteraan petani . Namun demikian,
dewasa ini dan pada masa mendatang tantangan yang
dihadapi semakin kompleks terutama bila dikaitkan
dengan stabilitas produksi, keberlanjutan (sustainibilitas)
dan pemerataan (equibilitas). Dalam menghadapi
tantangan tersebut kegiatan penelitian pertanian dan
penyuluhan pertanian memegang peranan penting karena
sebagian besar peningkatan produktivitas dan pendapatan
petani tergantung pada kedua kegiatan tersebut. Kegiatan
penelitian/pengkajian teknologi pertanian menghasilkan
informasi /inovasi pertanian yang akan disampaikan ke
petani melalui kegiatan penyuluhan .
Menurut Syam dan Wijono (1992), suatu inovasi
pertanian akan dijadikan materi penyuluhan apabila
relevan dengan permasalahan yang dihadapi petani.
Untuk itu kesesuaian inovasi pertanian yang
didiseminasikan dengan potensi atau permasalahan
lapang merupakan salah satu penentu apakah inovasi
tersebut akan diadopsi petani atau tidak. Introduksi
inovasi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pengguna merupakan salah satu faktor yang dapat
mempercepat adopsi dan difusinya. Oleh karena itu
informasi mengenai kondisi pengguna dan sumber
daya yang ada perlu diketahui sebelum menentukan
inovasi yang akan diintroduksikan.
TerimaKasih

Anda mungkin juga menyukai