DISUSUN OLEH :
Rafif Amjad ( D1A019040 )
DOSEN PENGAMPU:
Ir. Arsyad Lubis, M.Si.
Ir. Jamaluddin, M.Si.
Pengertian adopsi dan adaptasi terkadang membuat kita keliru, keduanya terkadang
diartikan sebagai “penyesuaian”. Di dalam proses adaptasi, dapat juga berlangsung proses
penyesuaian tetapi adaptasi itu sendiri lebih merupakan proses yang berlangsung secara alami
untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan. Sedangkan adopsi benar–benar
merupakan proses penerimaan sesuatu yang baru ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain
(penyuluh).
Adopsi dalam proses penyuluhan pertanian, pada hakekatnya dapat diartikan sebagai
proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik yang berupa : pengetahuan
(cognitive), sikap (effective) maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang
setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasaran
(Mardikanto, 2009).
Dalam inovasi terdapat tiga unsur yang berkembang di dalamnya yaitu : (1) ide atau
gagasan; (2) metode atau praktek; (3) produk (barang atau jasa). Untuk dikatakan sebuah
inovasi maka ketiga unsur tersebut harus mengandung sifat “baru”. Sifat baru tersebut tidak
mesti dari hasil penelitian mutakhir. Namun pengertian “baru” disini dinilai dari sudut
pandang penilaian individu yang menggunakannya yaitu masyarakat / petani sebagai
“adopter”. Dan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi percepatan adopsi adalah sifat
inovasi itu sendiri.
Adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini
disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan
keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya, maka calon
adopter (dalam hal ini petani) biasanya senantiasa mencari informasi dari sumber yang
relevan serta akurat.
Ada tiga hal yang diperlukan bagi calon adopter dalam kaitannya dalam proses adopsi
inovasi, yaitu (Turindra, 2009) :
1. Adanya pihak yang telah melaksanakan inovasi dan berhasil dengan sukses. Pihak yang
tergolong kriteria ini dimaksudkan sebagai sumber informasi yang relevan
2. Adanya suatu proses adopsi inovasi yang berjalan secara sistematis, sehingga dapat
diikuti dengan mudah oleh calon adopter.
3. Adanya hasil adopsi inovasi yang sukses dalam artian telah memberikan keuntungan,
sehingga dengan demikian informasi seperti ini akan memberikan dorongan kepada calon
adopter untuk melaksanakan adopsi inovasi.
2. Tahapan Adopsi dan Inovasi
Berikut adalah beberapa ciri yang umum yang banyak ditemui dalam kelompok
masyarakat adopter, yaitu (Rogers, 1971) :
Inovator (innovators). Anggota kelompok tani ini biasanya mempunyai lahan usaha tani
yang relatif luas dan pendapatannya tinggi dibandingkan pendapatan rata–rata
masyarakat sekitar dimana mereka bertempat tinggal. Mereka mempunyai resiko kapital,
juga berani menanggung resiko yang tinggi. Secara umum meraka yang mempunyai ciri
seperti ini adalah mereka yang tergolong dalam golongan perintis pemula yang
melakukan adopsi inovasi.
Pelopor (Early Adopter). Kelompok ini biasanya mempunyai usahatani yang luas dan
pendapatan yang relatif tinggi dibandingkan dengan angka rata–rata petani yang tinggal
di daerah sekitarnya. Secara umum mereka menjadi orang – orang yang pertama untuk
mencoba ide baru dan sekaligus bersedia mempraktekkannya. Kelompok ini termasuk
kelompok yang relatif berpandangan maju dan mempunyai wawasan yang luas. Artinya
mereka tidak selalu skeptis terhadap perubahan – perubahan yang berada di sekitarnya
dan bahkan selalu berpandangan positif terhadap hal baru.
Pengikut dini (Late Adopters). Kelompok ini biasanya memiliki lahan pertanian yang
relatif sempit dan sering dijumpai bahwa golongan petani ini adalah petani yang
subsistem. Mereka cenderung sudah berumur tua atau mereka yang menjelang usia senja.
Bila saja mereka cenderung untuk melakukan adopsi inovasi yang lambat, maka
partisipasinya dalam kelompok formal biasanya sangat rendah.
Pengikut akhir (Late Majority). Kelompok petani ini biasanya berpendapatan lebih dari
cukup bila dibandingkan dengan pendapatan rata–rata petani yang tinggal disekitarnya.
Partisipasi kelompok sebagian besar terbatas pada organisasi lokal dimana ciri organisasi
seperti ini hanya cenderung menarik anggota–anggotanya dari lokalitas terdekat saja.
Si kolot (Laggards). Mereka yang tergolong dalam kelompok ini adalah mereka yang
pada umumnya termasuk tradisional sehingga enggan untuk melakukan adopsi inovasi.
Masyarakat yang mepunyai ciri demikian memang seringkali sulit untuk mengubah
dirinya dengan hal – hal yang baru. Seringkali mereka tergolong sudah lanjut usia, status
sosialnya rendah dan usahataninya sangat subsistem.