Anda di halaman 1dari 14

A.

DIFUSI INOVASI
Teori mengenai difusi inovasi pertama kali dicetuskan oleh Everett
Rogers melalui publikasinya pada tahun 1960 dengan mendefinisikan sebagai
proses dimana inovasi dikomunikasikan melalui saluran tertentu pada kurun
waktu tertentu kepada anggota sistem sosial. Sedangkan inovasi diartikan
sebagai ide, praktek atau obyek yang dianggap baru oleh individu, kelompok
atau bahkan organisasi. Proses individu mengadopsi inovasi secara bertahap
meliputi

fase

pengetahuan,

persuasi,

keputusan,

implementasi

dan

konfirmasi. Pengenalan obat baru juga mengikuti fase tersebut. Dokter akan
menggunakan obat baru setelah menerima berbagai informasi melalui berbagai
saluran komersial dan divalidasi oleh saluran profesional.
Akan tetapi, penerapan konsep inovasi dan difusi bagi adopsi teknologi
informasi tidaklah sederhana. Keputusan mengadopsi teknologi informasi tidak
hanya terletak pada aspek individu, tetapi juga pada tingkatan organisasional.
Inovasi penggunaan surat elektronik (e-mail) lebih tergantung kepada keputusan
individu bukan organisasi. Di sisi lain, dalam suatu organisasi, berbagai jenis
perangkat lunak (yang baru dan lama) dapat digunakan secara bersama-sama.
Faktor lain yang mempengaruhi inovasi adalah saluran komunikasi di
organisasi yang memperkuat jaringan sosial. Komunikasi yang mendukung
pertukaran wacana (diskusi), membawa pengetahuan dan informasi dari luar
organisasi akan mempercepat proses difusi. Selain itu, faktor lain yang
berpengaruh adalah proses pengambilan keputusan dan komitmen manajemen
puncak. Komitmen pucuk pimpinan dapat ditunjukkan dengan pemberian
kesempatan serta sumber daya. Gaya kepemimpinan juga sangat berpengaruh.
Pada fase identifikasi kebutuhan gaya kepemimpinan partisipatif akan sangat
mendukung. Tetapi ketika sudah fase implementasi, model kepemimpinan yang
hirarkis disebut-sebut lebih menentukan tingkat keberhasilannya. Yang terakhir
adalah kesiapan terhadap perubahan. Zaltman et al.mengatakan bahwa pada fase
implementasi, struktur organisasi yang mendukung pengendalian serta
manajemen proyek yang berhati-hari sangat mempengaruhi keberhasilan proses
inovasi. Oleh karena itu, perencanaan merupakan salah satu variable penting
dalam penerapan.

Atribut organisasi merupakan prediktor penting dalam meluasnya


penggunaan inovasi teknologi informasi. Akan tetapi variabel ini tidak cukup
meyakinkan untuk mempengaruhi tingkat inovasi.
B. KATEGORI ADOPTER TEORI
Dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang
berjudul Diffusion of Innovations . Ia mendefinisikan difusi sebagai proses
dimana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dalam jangka
waktu tertentu, pada sebuah sistem sosial tertentu suatu tata hubungan antara
inividu dengan individu lain. Rogers menjelaskan bahwa anggota sistem sosial
dapat dibagi ke dalam kelompok-kelompok adopter (penerima inovasi) sesuai
dengan tingkat keinovatifannya (kecepatan dalam menerima inovasi). Salah satu
pengelompokan

yang

bisa

dijadikan

rujuakan

adalah

pengelompokan

berdasarkan kurva adopsi, yang telah diuji oleh Rogers (1961). Gambaran
tentang pengelompokan adopter dapat dilihat sebagai berikut:
1. Inovator, Seseorang yang menyukai hal-hal baru Senang bereksperimen,
biasanya inovator memiliki kedudukan penting dalam masyarakat atau
biasanya seorang pemimpin yang memiliki pengaruh terhadap masyarakat.
Sekitar 2,5% individu yang pertama kali mengadopsi inovasi. Cirinya:
petualang, berani mengambil resiko, mobile, cerdas, kemampuan ekonomi
tinggi.
2. Early adopters, Seseorang yang cepat menerima suatu Inovasi, Cerdas. Ia
merupakan seseorang yang selalu mempertimbangkan sebuah keputusannya
berfikir kritis setelah ia telah memutuskan suatu keputusannya maka
keputusan tersebut sudah benar-benar diyakini dan

untuk segera

diaplikasikan. Early adopter ini merupakan seseorang pemimpin yang


memiliki tanggung jawab penuh atas semua keputusannya karena hal ini
dapat berpangaruh pada pengikutnya. 13,5% yang menjadi para perintis
dalam penerimaan inovasi. Cirinya: para teladan (pemuka pendapat), orang
yang dihormati, akses di dalam tinggi.
3. Early Majority, Seseorang yang cerdas, terbuka terhadap hal- hal yang baru
tetapi tidak terlalu berfikir kritis dan mempertimbangkan. Segala sesuatunya
ia hanya berfikir sisi positifnya saja/ dapat dikatakan selalu mengikuti trend
terbaru. Ia bukan seorang pemimpin tetapi pengikut yang senang dengan

hal-hal baru. 34% yang menjadi pera pengikut awal. Cirinya: penuh
pertimbangan, interaksi internal tinggi
4. Late Majority, Seseorang yang selalu diikuti dengan rasa curiga/ skeptics,
terlalu memikirkan kesulitankesulitan sesuatu inovasi, mereka tergolong
orang-orang yang telat terhadap munculnya suatu inovasi, jika sudah
banyak masyarakat menggunaan inovasi tersebut dan terbukti baik dan
aman untuk digunakan maka akhirnya ia baru ikut menggunakan inovasi
tersebut. 34% yang menjadi pengikut akhir dalam penerimaan inovasi.
Cirinya: skeptis, menerima karena pertimbangan ekonomi atau tekanan
social, terlalu hati-hati.
5. Laggards/ avoiders, Sesorang yang bersikap tertutup terhadap hal-hal yang
baru. Dapat dikatakan seseorang yang fanatik terhadap cara-cara yang sudah
ada sebelumnya (cara lama) senang dengan cara-cara lama, terlalu kriktis
terhadap hal-hal baru, tidak antusias menggunakan teknologi yang baru, dan
ia akan menggunakan/ mengikuti sebuah inovasi jika adanya suatu tekanan
dan semua orang sudah lama menggunakannya. 16% terakhir adalah kaum
kolot/ tradisional. Cirinya: tradisional, terisolasi, wawasan terbatas, bukan
opinion leaders, sumberdaya terbatas. Difusi inovasi sebenarnya didasarkan
atas teori di abad ke 19 dari seorang ilmuwan Perancis, Gabriel Tarde.
Dalam bukunya yang berjudul The Laws of Imitation (1930), Tarde
mengemukakan teori kurva S dari adopsi inovasi, dan pentingnya
komunikasi interpersonal. Tarde juga memperkenalkan gagasan mengenai
opinion leadership , yakni ide yang menjadi penting di antara para peneliti
efek media beberapa dekade kemudian. Tarde melihat bahwa beberapa
orang dalam komunitas tertentu merupakan orang yang memiliki
ketertarikan lebih terhadap ide baru, dan dan hal-hal teranyar, sehingga
mereka lebih berpengetahuan dibanding yang lainnya. Orang-orang ini
dinilai bisa memengaruhi komunitasnya untuk mengadopsi sebuah inovasi.

C. PROSES DIFUSI INOVASI


Berikut adalah bagan model proses difusi inovasi menurut Everett M. Rogers :
1. Tahap Pengetahuan (Knowledge)
Ada beberapa sumber yang menyebutkan tahap pengetahuan sebagai tahap
Awareness. Tahap ini merupakan tahap penyebaran informasi tentang
inovasi baru, dan saluran yang paling efektif untuk digunakan adalah saluran
media massa. Dalam tahap ini kesadaran individu akan mencari atau
membentuk pengertian inovasi dan tentang bagaimana inovasi tersebut
berfungsi. Rogers mengatakan ada tiga macam pengetahuan yang dicari
masyarakat dalam tahapan ini, yakni:

Kesadaran bahwa inovasi itu ada.

Pengetahuan akan penggunaan inovasi tersebut.

Pengetahuan yang mendasari bagaimana fungsi inovasi tersebut bekerja.

2. Tahap Persuasi (Persuasion)


Dalam tahapan ini individu membentuk sikap atau memiliki sifat
yang menyetujui atau tidak menyetujui inovasi tersebut. Dalam tahap
persuasi ini, individu akan mencari tahu lebih dalam informasi tentang
inovasi baru tersebut dan keuntungan menggunakan informasi tersebut. Yang
membuat tahapan ini berbeda dengan tahapa pengetahuan adalah pada tahap
pengetahuan yang berlangsung adalah proses memengaruhi kognitif,
sedangkan pada tahap persuasi, aktifitas mental yang terjadi alah
memengaruhi afektif. Pada tahapan ini seorang calon adopter akan lebih
terlibat secara psikologis dengan inovasi.
Kepribadian

dan

norma-norma

sosial

yang

dimiliki

calon adopter ini akan menentukan bagaimana ia mencari informasi, bentuk


pesan yang bagaimana yang akan ia terima dan yang tidak, dan bagaimana
cara ia menafsirkan makna pesan yang ia terima berkenaan dengan informasi
tersebut. Sehingga pada tahapan ini seorang calon adopterakan membentuk
persepsi umumnya tentang inovasi tersebut. Beberapa ciri-ciri inovasi yang
biasanya dicari pada tahapan ini adalah karekateristik inovasi yakni relative
advantage, compatibility, complexity, trialability, danobservability.

3. Tahap Pengambilan Keputusan (Decision)


Di tahapan ini individu terlibat dalam aktivitas yang membawa
pada suatu pilihan untuk mengadopsi inovasi tersebut atau tidak sama sekali.
Adopsi adalah keputusan untuk menggunakan sepenuhnya ide baru sebagai
cara tindak yang paling baik.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yakni:
a.
b.
c.
d.

Praktik sebelumnya
Perasaan akan kebutuhan
Keinovatifan
Norma dalam sistem sosial
Proses keputusan inovasi memiliki beberapa tipe yakni:
a. Otoritas adalah keputusan yang dipaksakan kepada seseorang oleh
individu yang berada dalam posisi atasan
b. Individual adalah keputusan dimana individu yang bersangkutan
mengambil peranan dalam pembuatannya. Keputusan individual terbagi
menjadi dua macam, yakni:
1) Keputusan opsional adalah keputusan yang dibuat oleh seseorang,
terlepas dari keputusan yang dibuat oleh anggota sistem.
2) Keputusan kolektif adalah keputusan dibuat oleh individu melalui
konsesnsus dari sebuah sistem sosial
3) Kontingen adalah keputusan untuk menerima atau menolak inovasi
setelah ada keputusan yang mendahuluinya.
Konsekuensi adalah perubahan yang terjadi pada individu atau suatu sistem
sosial sebagai akibat dari adopsi atau penolakan terhadap inovasi .

4. Tahap Pelaksanaan (Implementation)


Tahapan ini hanya searah jika pada tahap sebelumnya, individu atau
partisipan memilih untuk mengadopsi inovasi baru tersebut. Dalam tahap ini,
individu akan menggunakan inovasi tersebut. Jika ditahapan sebelumnya
proses yang terjadi lebih kepada mental exercise yakni berpikir dan
memutuskan, dalam tahap pelaksanaan ini proses yang terjadi lebih searah
perubahan tingkah laku sebagai bentuk dari penggunaan ide baru tersebut.
5. Tahap Konfirmasi (Confirmation)

Tahap

terakhir

ini

adalah

tahapan

dimana

individu

akan

mengevaluasi dan memutuskan untuk terus menggunakan inovasi baru


tersebut atau menyudahinya. Selain itu, individu akan mencari penguatan atas
keputusan yang telah ia ambil sebelumnya. Apabila, individu tersebut
menghentikan penggunaan inovasi tersebut hal tersebut dikarenakan oleh hal
yang

disebut

discontinuance.
ketidakpuasan

disenchantment

discontinuance

Disenchantment
individu

dan

discontinuance
terhadap

atau

replacement

disebabkan
inovasi

oleh
tersebut

sedangkan replacement discontinuance disebabkan oleh adanya inovasi lain


yang lebih baik.
D. PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DUNIA KESEHATAN
Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat telah merambah
ke berbagai sektor termasuk kesehatan. Meskipun dunia kesehatan (dan medis)
merupakan bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi
teknologi informasi relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial
secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia
perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap
perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal
sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi investasi teknologi
informasi masih merupakan bagian kecil. Di AS, negara yang relatif maju baik
dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit
rerata hanya menginvestasinya 2% untuk teknologi informasi.
Di sisi yang lain, masyarakat menyadari bahwa teknologi informasi
merupakan salah satu tool penting dalam peradaban manusia untuk mengatasi
(sebagian) masalah derasnya arus informasi. Teknologi informasi (dan
komunikasi) saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi.
Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat
(kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap
tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk
mengudapte perkembangan terbaru. Selain memiliki potensi dalam memfilter
data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah
kapasitas jauh lebih banyak dari cara-cara manual. Konvergensi dengan

teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-share secara


mudah

dan

cepat.

Disamping

itu,

teknologi

memiliki

karakteristik

perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru
dengan kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan kapasitas
penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif terbaru.
Dengan berbagai potensinya ini, adalah naif apabila manajemen
informasi kesehatan di rumah sakit tidak memberikan perhatian istimewa.
makalah ini secara khusus akan membahas perkembangan teknologi informasi
untuk mendukung manajemen rekam medis secara lebih efektif dan efisien.
Tulisan ini akan dimulai dengan berbagai contoh aplikasi teknologi informasi,
faktor yang mempengaruhi keberhasilan serta refleksi bagi komunitas rekam
medis.
E. APLIKASI

TEKNOLOGI

INFORMASI

UNTUK

MENDUKUNG

MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN


Secara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi
dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak dan infrastruktur. Perangkat
keras meliputi perangkat input (keyboard, monitor, touch screen, scanner, mike,
camera digital, perekam video, barcode reader, maupun alat digitasi lain dari
bentuk analog ke digital).
Perangkat

keras

ini

bertujuan

untuk

menerima

masukan

data/informasi ke dalam bentuk digital agar dapat diolah melalui perangkat


komputer. Selanjutnya, terdapat perangkat keras pemroses lebih dikenal sebagai
CPU (central procesing unit) dan memori komputer. Perangkat keras ini
berfungsi

untuk

mengolah

serta

mengelola

sistem

komputer

dengan

dikendalikan oleh sistem operasi komputer. Selain itu, terdapat juga perangkat
keras penyimpan data baik yang bersifat tetap (hard disk) maupun portabel
(removable disk). Perangkat keras berikutnya adalah perangkat outuput yang
menampilkan hasil olahan komputer kepada pengguna melalui monitor, printer,
speaker, LCD maupun bentuk respon lainnya.
Perangkat keras (baik input, pemroses, penyimpan, maupun output),
perangkat lunak serta infrastruktur, ketiga-tiganya memiliki potensi besar untuk

meningkatkan efektivitas maupun efisiensi manajemen informasi kesehatan.


Beberapa contoh penting seperti :
1.
2.
3.
4.

Rekam medis berbasis komputer


Teknologi penyimpan portabel seperti smart card
Teknologi nirkabel
Komputer genggam
1. Rekam medis berbasis komputer (Computer based patient record)
Salah satu tantangan besar dalam penerapan teknologi
informasi dan komunikasi di rumah sakit adalah penerapan rekam
medis medis berbasis komputer. Dalam laporan resminya, Intitute of
Medicine mencatat bahwa hingga saat ini masih sedikit bukti yang
menunjukkan keberhasilan penerapan rekam medis berbasis komputer
secara utuh, komprehensif dan dapat dijadikan data model bagi rumah
sakit lainnya.
Pengertian rekam medis berbasis komputer bervariasi, akan
tetapi, secara prinsip adalah penggunaan database untuk mencatat
semua data medis, demografis serta setiap event dalam manajemen
pasien di rumah sakit. Rekam medis berbasis komputer akan
menghimpun berbagai data klinis pasien baik yang berasal dari hasil
pemeriksaan dokter, digitasi dari alat diagnosisi (EKG, radiologi, dll),
konversi hasil pemeriksaan laboratorium maupun interpretasi klinis.
Rekam medis berbasis komputer yang lengkap biasanya disertai dengan
fasilitas sistem pendukung keputusan (SPK) yang memungkinkan
pemberian alert, reminder, bantuan diagnosis maupun terapi agar dokter
maupun

klinisi

dapat

mematuhi

protokol

klinik.

2. Teknologi penyimpan data portable


Salah satu aspek penting dalam pelayanan kesehatan yang
menggunakan pendekatan rujukan (referral system) adalah continuity
of care. Dalam konsep ini, pelayanan kesehatan di tingkat primer
memiliki tingkat konektivitas yang tinggi dengan tingkat rujukan di
atasnya. Salah satu syaratnya adalah adanya komunikasi data medis
secara mudah dan efektif. Beberapa pendekatan yang dilakukan

menggunakan teknologi informasi adalah penggunaan smart card (kartu


cerdas yang memungkinkan penyimpanan data sementara). Smart card
sudah digunakan di beberapa negara Eropa maupun AS sehingga
memudahkan pasien, dokter maupun pihak asuransi kesehatan. Dalam
smart card tersebut, selain data demografis, beberapa data diagnosisi
terakhir juga akan tercatat. Teknologi penyimpan portabel lainnya
adalah model web based electronic health record yang memungkinkan
pasien menyimpan data sementara kesehatan mereka di Internet. Data
tersebut kemudian dapat diakses oleh dokter atau rumah sakit setelah
diotorisasi oleh pasien. Teknologi ini merupakan salah satu model
aplikasi telemedicine yang tidak berjalan secara real time.
Aplikasi penyimpan data portabel sederhana adalah bar code
(atau kode batang). Kode batang ini sudah jamak digunakan di
kalangan industri sebagai penanda unik merek datang tertentu. Hal ini
jelas sekali mempermudah supermarket dan gudang dalam manajemen
retail dan inventori. Food and Drug Administration (FDA) di AS telah
mewajibkan seluruh pabrik obat di AS untuk menggunakan barcode
sebagai penanda obat. Penggunaan bar code juga akan bermanfaat bagi
apotik dan instalasi farmasi di rumah sakit dalam mempercepat proses
inventori. Selain itu, penggunaan barcode juga dapat digunakan sebagai
penanda unik pada kartu dan rekam medis pasien.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer
adalah RFID (radio frequency identifier) yang memungkinkan
pengidentifikasikan

identitas

melalui

radio

frekuensi.

Jika

menggunakan barcode, rumah sakit masih memerlukan barcode reader,


maka penggunaan RFID akan mengeliminasi penggunaan alat tersebut.
Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang
disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam
database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara
otomatis.
3. Teknologi nirkabel

Pemanfaatan

jaringan

computer

dalam

dunia

medis

sebenarnya sudah dirintis sejak hampir 40 tahun yang lalu. Pada tahun
1976/1977, University of Vermon Hospital dan Walter Reed Army
Hospital

mengembangkan

local

area

network

(LAN)

yang

memungkinkan pengguna dapat log on ke berbagai komputer dari satu


terminal di nursing station. Saat itu, media yang digunakan masih
berupa kabel koaxial. Saat ini, jaringan nir kabel menjadi primadona
karena pengguna tetap tersambung ke dalam jaringan tanpa terhambat
mobilitasnya oleh kabel. Melalui jaringan nir kabel, dokter dapat selalu
terkoneksi ke dalam database pasien tanpa harus terganggun
mobilitasnya.
4. Komputer genggam (Personal Digital Assistant)
Saat ini, penggunaan komputer genggam (PDA) menjadi hal
yang semakin lumrah di kalangan medis. Di Kanada, limapuluh persen
dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA. PDA dapat
digunakan untuk menyimpan berbagai data klinis pasien, informasi
obat, maupun panduan terapi/penanganan klinis tertentu. Beberapa situs
di Internet memberikan contoh aplikasi klinis yang dapta digunakan di
PDA seperti epocrates. Pemanfaatan PDA yang sudah disertai dengan
jaringan telepon memungkinkan dokter tetap dapat memiliki akses
terhadap database pasien di rumahs akit melalui jaringan Internet. Salah
satu contoh penerapan teknologi telemedicine adalah pengiriman data
radiologis pasien yang dapat dikirimkan secara langsung melalui
jaringan GSM. Selanjutnya dokter dapat memberikan interpretasinya
secara langsung PDA dan memberikan feedback kepada rumah sakit.

D. PENINGKATAN PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MELALUI IT


Penerapan teknologi informasi di bidang kesehatan, di satu sisi,
inovasi ini dapat menyebabkan efisiensi, tetapi disisi lain dapat menyebabkan
pemborosan, memperburuk kinerja organisasi bahkan kegagalan. Salah satu
upaya dalam membantu peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat kelompok
penelitian Teknik Biomedika ITB mengembangkan sistem telemedika berbasis
ICT. Sistemtelemedika berbasis ICT terutama terdiri dari sejumlah unit berbasis

PC, infrastruktur telekomunikasi yang tersedia, modul perakgkat keras, modul


perangkat lunak aplikasi, serta SDM pelaksana.
Hal tersebut telah dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan
Pemerintah Daerah dimana uji cobanya telah diimplementasikan pada Dinas
Kesehatan

Kota

Bandung

dan

sejumlah

puskesmas,

dengan

aplikasi

mecakup pencatatan, pelaporan data pasien dan data obat, telekonsultasi


sederhana, tele koordinasi, tele diagnosa serta pendidikan masyarakat.
Meskipun diperoleh hasil-hasil positif, berbagai langkah pengembangan lebih
lanjut masih diperlukan untuk implementasi sistem telemedika di sejumlah
lembaga pelayanan kesehatan masyarakat. Terdapat berbagai tantangan menarik
untuk pengembangan berbagai aplikasi sistem telemedika berbasis ICT guna
membantu penyelesaian masalah nyata dalam peningkatan pelayanan kesehatan
masyarakat.
1. Telemedika (telemedicine)
Telemedicine di Indonesia sudah berkembang cukup signifikan.
Di Indonesia sudah meluai menggunakan telemedicine sejak tahun 90an.
Pada era tersebut masih menggunakan teknologi telepon standar. Di era
sekarang telemedicine sudah berkembang lebih pesat, misalnya di Surabaya
antar puskesmas di seluruh Surabaya sudah saling terhubung dengan tekologi
internet dan sudah terhubungsatu dengan yang lain, selain itu puskesmas juga
sudah terhubung dengan pusat kesehatan kota. Tetapi bandwidth di Indonesia
masih kurang untuk dilakukan teleconference antar pasien dengan praktisi
kesehatan. Tetapi hal ini memungkinkan apabila antar puskesmas dengan
pusat kesehatan kota memiliki akses internet sendiri tidak menggunakan
layanan public internet.
Cangkupan layanan telemedicine meliputi :
Skala Mikro yaitu dilaksanakan oleh salah satu intansi layanan kesehatan
dalam skala terbatas.
a. Skala Makro yaitu ada Aplikasi Sektoral (terbatas untuk satu subdisiplin
ilmu kedokteran/ bidang layanan kesehatan)
b. Aplikasi Regional (mencakup keseluruhan bidang layanan kesehatan
terbatas pada wilayah tertentu dalam satu Negara)
c. Aplikasi Nasional (mencakup seluruh bidang layanan kesehatan di
seluruh wilayah suatu Negara)

Teknik Biomedika telah berkembang sejak lebih dari 50 tahun


yang lalu di banyak negara maju, pada awal tahun 2006 terdapat lebih dari
110 perguuan tinggi di Amerika Utara. Secara umum, telemedika sebagai
salah satu ruang lingkup teknik biomedika, diartikan sebagai aplikasi
elektronika komputer dan telekomunkasi dalam teknik biomedika, untuk
melakukan pertukaran informasi kedokteran dari satu tempat ke tempat yang
lain guna membantu pelaksanaan prosedur kedokteran.
Tujuan dari telemedika adalah guna meningkatkan kualitas hidup
manusia

melalui

peningkatan

pelayanan

dan

pendidikan

kesehatan

masyarakat. Dengan demikian, dalam sistem telemedika selalu dilakukan


pemrosesan informasi kedokteran, pengiriman dan penerimaan informasi
kedokteran, yang hasilnya harus dapat menunjang pelaksanaan prosedur
kedokteran. Dibawah koordinasi Departemen Kesehatan berbagai usaha oleh
banyak instansi/lembaga atau kelompok untuk menurunkan angka kematian
Ibu, bayi dan balita.
Telemedicine sendiri memiliki banyak layanan antara lain :
a. Telekonsultasi : konsultasi jarak jauh antara pasien dengan praktisi
kesehatan mengenai perawatan atau sakit yang dialami pasian.
b. Teleedukasi : merupakan layanan kesehatan yang bersisi mengenai
informasi pendidikan yang menunjang untuk kesehatan pasien. Misal
edukasi mengenai informasi obat-obatan berbahaya.
c. Telekardiologi : merupakan pelayanan kesehatan jarak jauh untuk
penderita sakit jantung.
d. Teleradiologi
e. Telepatologi

Bagian-bagian Sistem Telemedika


Suatu sistem telemedika secara umum terdiri dari bagian-bagian sebagai
berikut:
a. Sejumlah

unit

(medical

stations)

berbasis

mikrokontroller
b. Infrastruktur telekomunikasi yang tersedia

komputer

(PC)

atau

c.
d.
e.
f.

Sejumlah modul perangkat lunak telemedika


Sejumlah perangkat keras telemedika
Sejumlah alat kedokteran dan atau alat tambahan lainnya
Personil pelayanan kesehatan operator dan teknik

Bagian-bagian tersebut dapat berupa peralatan yang telah tersedia secara


komersial yang harganya relatif sangat mahal. Infrastruktur telekomunikasi
yang digunakan dapat berupa jaringan khusus atau jaringan publik seperti:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Jaringan telepon (PSTN)


Jaringan telepon bergerak (mobile phone)
Jaringan telepon satelit
Jaringan telekomunikasi radio, terestrial, satelit
Jaringan internet
Kombinasi dari jaringan-jaringan tersebut

E. KENDALA DAN HAMBATAN TELEMEDICINE


Pelaksanaan telemedicine di Indonesia sampai saat ini terus dikaji dan
dikembangkan, karena dalam implementasinya dijumpai beberapa kendala
utama. Kendala pertama berasal dari aspek instalasi sistem/infra struktur
telemedicine. Biaya perangkat keras untuk melakukan teleconference (untuk
telediagnosis maupun tele konsultasi) belum banyak dimiliki di fasilitas
kesehatan yang ada di daerah terpencil. Biaya pengadaan perangkat lunak
penunjang (kalau memang teknologinya sudah ada) juga tidak murah, belum
lagi biaya instalasi yang memerlukan dukungan tenaga terlatih. Masalah lain
juga timbul pada aspek integrasi konsep Telemedicine ke dalam praktek
kedokteran di Indonesia. Tenaga Medis dengan dukungan kemampuan
telemedicine masih terbatas. Penerimaan komunitas terhadap hasil dari
telemedicine dibidang tenaga kesehatan maupun tenaga non-medis juga
beragam, belum lagi aspek legal dan etik praktik telemedicine ini. Dan terakhir
adalah aspek pemeliharaan sistem.Beberapa isu yang mengemuka adalah
besarnya Biaya pemeliharaan, Efektivitas-biaya secara komersial, Penga wasan
kualitas layanan, dan terakhir adalah Penyesuaian dgn perkembangan teknologi
informasi & ilmu kedokteran.
Manfaat telemedicine mencakup kedalam 3 aspek yang saling terkait satu sama
lain yaitu pasien, dokter dan rumah sakit. Manfaat langsung bagi pasien adalah:

1. Mempercepat akses pasien ke pusat-pusat rujukan.


2. Mudah mendapatkan pertolongan sambil menunggu pertolongan langsung
dari dokter-dokter pribadi.
3. Pasien merasakan tetap dekat dengan rumah dimana keluarga dan sahabat
dapat memberikan dukungan langsung.
4. Menurunkan stres mental atau ketegangan yang dirasakan di tempat kerja.
5. Menseleksi antara pasien-pasien yang perlu dibawa ke rumah sakit dan
pasien yang tidak perlu perawatan di rumah sakit akan tetap tinggal di rumah.
F. SEGI POSITIF DAN NEGATIF ADANYA TELEMEDICINE
Pemanfaatan dan kepercayaan yang berlebihan pada teknologi ini
mungkin saja merusak komunikasi tradisional pasien-dokter, di samping resiko
dan tanggung jawab dari seorang dokter. Masih banyak yang belum jelas
mengenai resiko konsultasi, diagnosis, dan intervensi medis jarak jauh ini.
Karena itu selama telemedicine ini diperuntukkan untuk menambah
wawasan dalam bidang kesehatan baik bagi pasien maupun dokter, sumber
rujukan untuk mendapatkan strategi penanganan penyakit yang lebih baik dalam
hal diagnosis maupun pengobatan, maka tidak salahnya dimanfaatkan secara
informal.
Mengingat manfaat yang besar, maka penggunaan telemedicine secara
profesional tetap harus dikembangkan hingga terdapat sistem regulasi dan
legalitas yang jelas, disertai dengan kapasitas yang baik dan bertanggung jawab
dari siapapun yang akan menyelenggarakan telemedicine ini. Sebaiknya
penyelenggara telemedicine minimal adalah sebuah institusi rumah sakit dan
suatu departemen sistem informasi yang duduk bersama dalam merencanakan
implementasi sistem yang paling baik disesuaikan dengan kapabilitas yang
dimiliki termasuk dalam hal teknologi yang tersedia dan paling tepat,
manajerial, sistem operasional, serta policy dan procedures manual.

Anda mungkin juga menyukai