Anda di halaman 1dari 15

TRADISI LARUNG

SESAJI DI INDONESIA
Vicko Hernanda Putra 16/397419/FI/04284
Alfin Ardiansyah 16/397349/FI/04214
Epic Akbar Kingpin
Azhar
Adjis Romadon 16/397342/FI/04207
Kris
Sekilas Larung Sesaji
• Pelaksanaan upacara adat masyarakat yang masih mempercayai nilai-nilai
lelehurnya biasanya membutuhkan ubo rampen atau sesaji.
• Sesaji merupakan aktualisasi dari pikiran, keinginan, dan perasaan pelaku
untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
• Sesaji juga merupakan simbol yang digunakan sebagai sarana untuk
negosiasi spiritual kepada hal-hal gaib. Hal ini dilakukan agar makhluk-
makhluk halus ‘di atas’ tidak memberikan malapetaka bagi manusia yang ada
di bumi.
• Ritual larung sesaji ini merupakan simbol menyatunya alam semesta dengan
manusia. Sebagai sarana memuji syukur pada semua bentuk Kekuasaan
Tuhan
Larung Sesaji di Gunung Kelud, Desa Sugihwaras,
Ngancar, Kediri, Jawa Timur.

ALFIN ARDIANSYAH
Latar Belakang
• Menurut cerita masyarakat setempat, larung sesaji di Gunung Kelud
dimasukan untuk menolak bala sumpah Lembu Suro yang ditipu Dewi Kilisuci.
• Bagi masyarakat Hindu, ritual suci ini diselenggarakan sebagai bentuk rasa
syukur kepada Sang Hyang Widhi, dan juga bentuk rasa hormat pada
penguasa Gunung Kelud.
• Larung Sesaji; Hasil bumi, masakan rumahan, dan nasi tumpeng.
Kajian Penelitian
• Bersifat kualitatif; prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
data tertulis atau lisan orang yang diobservasi. Studi pustaka literature terkait dan
juga melihat langsung tayangan wawancara dengan pelaku Larung Sesaj1 Gunung
Kelud.
• Mengkomparasikan dengan kajian filsafat (Rasionalisme, Skeptisisme, dan
Religious)
Upacara Labuhan di Lereng Gunung
Merapi
Vicko Hernanda P.
Latar Belakang
• Labuhan di Gunung Merapi adalah salah satu upacara yang diselenggarakan secara
rutin oleh Kraton Yogyakarta dan diadakan sekali dalam setahun, tepatnya tanggal
30 Rajab.
• Upacara labuhan ini dipimpin oleh Sang Juru Kunci. Kraton Yogyakarta
melaksanakan upacara Labuhan setiap tahunnya. Kata “labuh” artinya mirip kata
“larung” yang bermakna membuang sesuatu ke dalam air baik sungai atau laut.
• Secara sederhana upacara ini sendiri bisa diartikan sebagai aktivitas memberi sesaji
atau persembahan kepada roh halus yang berkuasa di suatu tempat. Tujuannya
untuk keselamatan pribadi Sri Sultan, kraton serta rakyat Yogyakarta. Sedangkan
cara pemberian sesaji tergantung dari lokasi upacara Labuhan itu sendiri.
Lanjutan
• Upacara Adat Labuhan Merapi diselenggarakan di Pos 1 Srimanganti jalur selatan
pendakian Gunung Merapi, desa Kinahrejo, kecamatan Cangkringan, kabupaten Sleman,
DI Yogyakarta.
• Upacara labuhan di gunung Merapi ini dilaksanakan di bagian kendhit, lereng tengah
gunung Merapi di sisi selatan. Pada mulanya lokasi awal Labuhan Merapi
diselenggarakan di Pos 2 Rudal atau sekitar 20-30 menit dari Pos 1. Namun karena
terkena terjangan awan panas erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, lokasi
penyelenggaraan Labuhan Merapi dipindah ke Pos 1 hingga sekarang.
• Ubo rampe : selembar semekan gadhung melati, sinjang limar, semekan gadhung melati,
sinjang cangkring, paningset udaraga, seloratus lisah konyoh (sejenis minyak), kelapa
satu buah, uang dalam dua amplop, selembar destar doromuluk, 10 biji seswangen.
• Sesaji : nasi tumpeng, srundeng, lauk ingkung ayam yang diberikan kembang setaman.
Kajian Penelitian

• Prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau
lisan orang yang diobservasi. Studi pustaka literature terkait dan juga melihat
langsung dari tayangan wawancara dengan pelaku larung sesaji.
• Mengkomparasikan nilai-nilai historis, spiritualis, dan religius.
Labuhan Parangkusumo
• Labuhan berasal dari bahasa Jawa labuh yang artinya sama dengan larung yaitu
membuang sesaji ke dalam laut dengan tujuan untuk memperoleh keselamatan.
Lokasi labuhan di Keraton Yogyakarta dilakukan di pantai Parang Kusumo. Lokasi
ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa tempat tersebut pada zaman dahulu
dipakai oleh raja-raja Mataram ,terutama Panembahan Senopati untuk bertapa.
Dengan demikian, maksud dan tujuan diadakannya upacara labuhan laut adalah
untuk keselamatan pribadi Sultan, Keraton Yogyakarta dan rakyat Yogyakarta.
Prosedur
• Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Karakter permasalahan dalam penelitian
ini bersifat lintas sektoral,yakni berhubungan dengan fakta budaya (ritual, pranata,
kepercayaan , fungsi) dan antropologis, maka perspektif pendekatan yang digunakan
adalah fenomenologi. Teknik pengumpulan data menggunakan (1) observasi ,(2) kajian
dokumentasi, dan (3) wawancara. Observasi dan studi dokumen diarahkan pada bentuk-
bentuk visual dan verbal objek penelitian, dan aspek-aspek lainnya yang terkait.
• Teknik keabsahan data dalam penelitian ini mengikuti kriteria Lincoln dan Guba
(Sumaryanto, 2007: 113) yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan
(transferability),kebergantunagan (depen-dability), dan kepastian (confirmability). Teknik
yang dilakukan untuk mencapai derajat kepercayaan dalam penelitian ini menggunakan
triangulasi yaitu informasi didapatkan dari berbagai sumber.Analisis data menggunakan
analisis kualitatif. Data yang berbentuk kata-kata disusun ke dalam teks yang lengkap
melalui tiga alur kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan .
Kosmologi

Wahyu
Keprabon

Raja Jawa

Rakyat Ratu Kidul


Prosesi
Jenis Benda-Benda yang Dilabuh
Jenis benda yang dilabuh ada dua yaitu benda pokok dan benda pengiring. Benda-benda pokok itu
ditujukan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Sedangkan benda-benda pengiring kepada Nyai Rara Kidul,
patih luar dari Ratu Kidul dan Nyai Riyo Kidul, patih dalam Ratu Kidul.
• Benda-benda pokok yang dilabuh antara lain:
Sinjang (kain panjang) Limar, Sinjang Cangkring, Sumekan ( kain penutup dada), Sumekan solok,
Sumekan gadhung mlathi, Sumekan gadhung, Sumekan udaraga, Sumekan jingga, Sumekan
bangun Tulak, “Wangkidan” kuluk kaniraga, Wangkidan pethak / putih, Songsong gilap, Gelaran
pasir kesasaban mori, “Selo” (kemenyan) dan konyoh (param), “Arta” (uang) tindih Rp. 8,33
• Benda-benda pengiring yang dilabuh berupa:
Sinjang poleng, Sinjang tulung watu, Sumekan dringin, Sumekan songer, Sumekan
pandhan binethot, Sumekan solok, Sumekan podhang ngisep sari, Sumekan gadhung mlathi,
Sumekan bangun tulak, Kemenyan, ratus dan param, Pethi sapetadhahan, “Lorodan agem dalem”
barang bekas kepunyaan Sri Sultan, Lanyon sekar

Anda mungkin juga menyukai