Anda di halaman 1dari 24

FENOMENOLOGI

Persiapan ke lapangan
1. Peneliti bisa menerima bahwa persepsi
itu relatif
Persepsi itu tergantung pada pengalaman masing-masing orang.
Jika 100 orang menonton konser music yang sama, apakah persepsi mereka sama?
TIDAK
Peneliti harus berhati-hati agar tidak mengotori pengalaman subjek dengan pengalaman
peneliti. Biarkan subjek melihat pengalamannya menurut persepsinya.
Abschattung = sudut pandang
Peneliti perlu merenungkan arti atau makna (psikologi)dari semua Abschattung dalam persepsi
partisipan.
2. Peneliti bisa menjalankan Epoche

Untuk bisa melihat inti pengalaman peneliti perlu menjalankan epoche


Epoche adalah istilah sentral dalam kualitatif fenomenologi khususnya Edmnd Husserl
Epoche = Einklammerug = bracketing = upaya mengurung >> sikap tanpa penilaian (non-
judgemental attitude).
Apa yang “dikurung”?
Yang dikurung adl pengetahuan yang sudah “tertanam” di dalam diri peneliti, yang potensial
mengganggu dalam melihat pengalaman orang lain apa adanya.
Semua dikurung/ disingkirkan sehingga peneliti bias melihat keaslian/ orisinalitas pengalaman
orang lain
3. Peneliti memiliki kemampuan mendengarkan

Latihan yang paling bagus untuk mengembangkan epoche adalah berlatih mendengarkan orang
lain
Mendengarkan (listening) tidak sama dengan mendengar (hearing)
Listening berarti membuka diri selebar-lebarnya dan membiarkan orang lain menampilkan diri
dengan pengalaman hidupnya
4. Peneliti bisa menjalankan empati

Orang yang bisa mempraktikan epoche dan bisa mendengarkan orang lain adl
orang2 yang secara alamiah mengembangkan kemampuan empati.
Apa itu empati?
Einfuhlug = one feeling = satu rasa
Adl proses alami yang muncul saat kita bias mengarahkan diri sepenuhnya pada
orang lain yang sedang menceritakan pengalaman hidupnya.
Kemampuan menjalankan empati terkait dengan kemampuan mendengarkan.
Upaya apa yang perlu dipersiapkan
peneliti sebelum turun ke lapangan?

“Peneliti Fenomenologis harus siap menjalankan prinsip-


prinsip fenomenologis”
dsb
Untuk memeriksa kesiapan dapat dilakukan
dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok
berikut… (pada penelitian fenomenologis)
1. Apa itu penelitian fenomenologis?
2. Apa artinya “fenomena” dalam penelitian fenomenologis?
3. Siapakah partisipan/ subjek penelitian fenomenologis?
4. Bagaimana membuat judul penelitian fenomenologis?
5. Apa yang diperlukan dari peneliti agar fenomena-fenomena dalam kesadaran
partisipan bias dideskripsikan / diinterpretasikan dengan baik?
6. Apa perbedaan antara IPA (Interpretative Phenomenological Analysis) dan
PFD (Penelitian Fenomenologis Deskriptif)?
7. Kualitas penting apa yang dibutuhkan dari seorang peneliti fenomenologis?
1. Apa itu penelitian fenomenologis?
Penelitian reflektif tentang pengalaman subjektif partisipan.

2. Apa artinya “fenomena” dalam penelitian fenomenologis?


Peristiwa/kejadian/aktivitas mental apa saja yang muncul dalam
kesadaran partisipan.

3. Siapakah partisipan/ subjek penelitian fenomenologis?


Orang yang mengalami secara subjektif dan secara langsung
fenomena yang menjadi judul penelitian.
4. Bagaimana membuat judul penelitian fenomenologis?
Caranya bervariasi. Peneliti membuat judul yang berpegang pada upaya
memahami pengalaman orang lain dari perspektif orang pertama (si aku
yang mengalami suatu peristiwa)

5. Apa yang diperlukan dari peneliti agar fenomena-fenomena dalam


kesadaran partisipan bias dideskripsikan / diinterpretasikan dengan baik?
Epoche/ mengurung pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peneliti
6. Kualitas penting apa yang dibutuhkan dari seorang
peneliti fenomenologis?
Mengakui relativitas persepsi (perbedaan persepsi antar
pribadi), bisa menjalankan epoche,memiliki kemampuan
mendengarkan, dan dapat berempati.
Siap secara konseptual belum cukup, Anda perlu siap
untuk menerapkan konsep yang Anda di lapangan!
Parti

Wawancara yang berjalan baik


me M

Cara yang dilakukan


sipa
n ng en
yang ak gh
akan
dite ses asil
mui pe ka
me
mili ng n
ki ala dat
pen
gam ma a
ana n ya
n
subj de ng
ektif ng lay
yang ak
ingi an
n wa un
diak
wa tuk
ses
oleh nc dia
pen
ara nal
eliti
isis
Bacaan Literatur & sikap peneliti
Judul adalah langkah awal dalam menjalankan riset!
Saat membuat judul penelitian, peneliti perlu
memperhatikan manfaat dari “pengalaman” yang diteliti
bagi disiplin/ ilmu yang digeluti.
Misal: peneliti berasal dari fakultas psikologi maka
penelitian yang dilakukan dapat memberi manfaat bagi
psikologi.
Langkah kedua, peneliti melakukan survey pendahuluan untuk
memprediksi apa proses pengumpulan data nantinya tidak akan
mengalami kesulitan.

Artinya, peneliti perlu yakin bahwa dia bias menemukan orangorang


yang mau & terbuka untuk diwawancarai.

Sejak awal, peneliti diharapkan sudah mulai menjalin kontak/


komunikasi dengan calon partisipan.
Sambil menunggu waktu yang tepat untuk menamui
partisipan,peneliti dapat menuliskan :
Latar belakang/ pendahuluan penelitian (umumnya BAB I),
Reviu literatur/ tinjauan pustaka (umumnya BAB II)
Metode Penelitian (umumnya BAB III)
Dua persiapan yang dilakukan sebelum
terjun ke lapangan
1. Persiapan yang terkait dengan bacaan literature
2. Persiapan diri pra-wawancara
1. Persiapan yang terkait dengan bacaan
literatur
Bacaan literatur biasanya dibutuhkan untuk penulisan latar belakang
penelitian & reviu literatur.
Carilah literatur yang memiliki kaitan dengan pengalaman yang ingin
diteliti.
contoh:
Ingin meneliti pengalaman menjadi single mother, carilah literatur
yang terkait dengan itu (misal parenting, susunan keluarga, peran
ibu, relasi ibu dan anak, cross cultural tentang keluarga, dsb)
Membaca
literatur

Memiliki gambaran tentang


asumsi, teori, dan perspektif
yang berkaitan dengan judul
yang ingin diteliti
Bukankah peneliti kualitatif (fenomenologis)
perlu menjalankan epoche/ mengurung teori?
Untuk mengurung teori, harus ada teori yang dikurung.
Mengesampingkan teori bukan berarti tidak tahu teori.
Mengesampingkan teori dalam epoche = tahu teori & tahu juga
potensinya dalam ‘mengotori’ peneliti dalam melihat pengalaman
asli partisipan
Persoalanya bukan bacaan, tetapi sikap terhadap bacaan.
Kita tidak menghilangkan asumsi/ teori/ anggapan/
penilaian.
Tidak mungkin dihilangkan karena kita sudah mengingat dan
menjadikan hal tsb sebagai bagian dari diri kita.
Kita hanya perlu menyingkirkannya untuk sementara agar
tidak mengganggu dalam melihat pengalaman orang lain
dengan jernih.
2. Persiapan Diri Pra-wawancara
Epoche bisa diketahui dari cara peneliti merumuskan
pertanyaan dalam panduan wawancara.

Tidak mencerminkan epoche


Pertanyaan yang mencerminkan
( menggiring pada jawaban
epoche (pertanyaan netral)
tertentu)
Bentuk wawancara yang umum digunakan adalah wawancara semi
terstruktur.
Panduan wawancara penting untuk menarik informasi keluar dari
pengalaman partisipan.
Tanpa panduan wawancara peneliti pemula akan mengumpulkan
data yang kurang mendalam sehingga berdampak pada kesulitan
menganalisis data.
Panduan wawancara yang buruk akan menghasilakn data yang
kurang/ tidak layak diteliti.
Saat wawancara peneliti kualitatif dapat
melakukan teknik prompting dan
probing
Mendorong
Mendorongpembicara
pembicarayang
yangragu
raguuntuk
untukberbicara
berbicara menemukan
menemukaninformasi
informasiyang
yangtersembunyi
tersembunyi

Artinya,
Artinya,upaya
upayamendorong
mendorongpartisipan
partisipanuntuk
untukbercerita
berceritalebih
lebihbanyak
banyaklagi
lagitentang
tentangpengalamannya
pengalamannya Artinya,
Artinya,meminta
memintaklarifikasi
klarifikasilebih
lebihlanjut
lanjuttentang
tentangistilah
istilahatau
atauungkapan
ungkapantertentu
tertentuyang
yangbelum
belumjelas
jelasatau
ataumasih
masihsamar.
samar.

Prompting Probing
Pertanyaan yang perlu dihindari
dalam penelitian kualitatif!
1. pertanyaan dengan empati berlebihan (over empathic questions), yaitu
pertanyaan yang mengklaim memahami betul perasaan atau emosi
partisipannya dan mengajak partisipan stuju dengan perasaanya. Contoh: “Saya
bisa merasakan betapa sakitnya diabaikan seperti itu, seperti itukah yang kamu
rasakan?”

2. pertanyaan-pertanyaan yang memanipulasi partisipan (manipulative


questions), yaitu pertanyaan yang mendorong partisipan untuk memberi
jawaban yang diinginkan peneliti. Contoh:” Tadi Anda mengatahakan bahwa
Anda merasa diabaikan. Bukankah kenyataannya lebih buruh daripada itu?”
3. Pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan (leading questions),
yaitu pertanyaan yang memaksa pertisipan untuk memberi jawaban
yang diinginkan/ contoh : “Pasti sakit sekali rasanya diabaikan
seperti itu?”

4. Pertanyaan-pertanyaan closed questions, yaitu pertanyaan yang


hanya dijawab dengan “ya”, “tidak” atau informasi singkat yang tidak
mencerminkan pengalaman. Contoh : “Anda sudah 2 tahun menikah,
kan?”

Anda mungkin juga menyukai