Anda di halaman 1dari 71

LAPORAN KASUS

“ANESTESI SPINAL PADA KISTA OVARIUM


DAN APENDIKSITIS AKUT”
Dokter Pembimbing:
dr. Fauzi Abdilah Susman, SpAn

Disusun oleh :
Cendy Andestria - 2015730020
Identitas Pasien
• Nama : Ny. Y
• No.Rekam Medik : 3707**
• Usia : 40 tahun
• Status Pernikahan : Menikah (1 kali)
• Agama : Islam
• Pekerjaan : IRT
• Pendidikan : SD
• Alamat : Sukabumi Cikidang, Nangkakoneng, RT 02/RW 04
Sukabumi, Jawa Barat
• Ruangan : Cut Nyak Dien
• Tanggal masuk RS : 28 Juli 2019
• Tanggal operasi : 29 Juli 2019
Anamnesis (autoanamnesis tanggal 28 Juli 2019)
• Keluhan Utama
Nyeri perut pada bagian bawah sejak ± 4 bulan SMRS.
• Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke RSUD Sekarwangi dengan keluhan nyeri perut pada bagian bawah
sejak ± 4 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan hilang timbul. Awalnya pasien hanya
merasakan nyeri ringan namun lama kelamaan nyerinya semakin lama semakin berat.
Nyeri dirasakan pada bagian bawah perut dan terkadang menjalar ke
panggul/pinggang dan ke bagian paha. Nyeri dirasakan bila beraktifitas lebih berat
seperti sedang menyapu, mengepel ataupun menyuci baju dengan tangan. Skor nyeri
1 – 10 adalah 6. Pasien juga mengaku terdapat benjolan di bagian bawah perutnya
dan dirasakan tidak nyaman dan nyeri bila ditekan. Benjolan tersebut teraba keras
bila pagi hari setelah bangun tidur dan terkadang juga merasakan mual.
Anamnesis (autoanamnesis tanggal 28 Juli 2019)

– Disamping itu pasien juga sering merasakan nyeri pada bagian perut kanan
bawah (hilang timbul) tetapi tidak terlalu dirasakan dibandingkan nyeri pada
bagian bawah perutnya.
– Gigi goyang, gigi ompong maupun penggunaan gigi palsu disangkal pasien
– Keluhan demam, gangguan BAB dan BAK disangkal. Penurunan berat badan,
riwayat penyakit asma, kencing manis, darah tinggi, penyakit pernapasan dan
penyakit jantung disangkal
– Pasien mengaku tidak menggunakan alat kontrasepsi dan haidnya terkadang
tidak teratur
Anamnesis (autoanamnesis tanggal 28 Juli 2019)

• Riwayat Operasi:
– Pasien belum pernah menjalani tindakan operasi sebelumnya.
• Riwayat Penyakit Dahulu
– Riwayat hipertensi disangkal, riwayat diabetes melitus disangkal, riwayat
penyakit kardiovaskular disangkal, riwayat penyakit pernapasan disangkal,
riwayat asma disangkal, riwayat alergi obat disangkal.
• Riwayat Penyakit Keluarga
– Pasien menyangkal adanya penyakit yang serupa pada keluarga pasien,
hipertensi disangkal, diabetes melitus disangkal
Anamnesis (autoanamnesis tanggal 28 Juli 2019)

• Riwayat Pengobatan
– Pasien telah berobat ke Poli Kebidanan RS Sekarwangi sejak 2 bulan ini
dan telah diberikan obat. Pasien juga mengonsumsi jamu sejak 2 bulan
belakangan ini. Saat ini pasien di diagnosis kista ovarium.
• Riwayat Alergi
– Pasien menyangkal adanya riwayat alergi terhadap makanan, obat-
obatan, maupun terhadap cuaca atau suhu tertentu.
• Riwayat Psikososial
– Pola makan pasien tidak teratur, pasien senang mengonsumsi
makanan pedas (seperti seblak). Pasien tidak merokok dan tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol.
Pemeriksaan Fisik (tanggal 28 Juli 2019)

• Keadaan umum : Tampak sakit sedang


• Kesadaran : Composmentis
• BB : 50 kg
• TB : 150 cm
• IMT : 22,2 kg/m² (normoweight)
• Tanda Vital
– Tekanan darah : 110/80 mmHg
– Pernafasan : 18x / menit
– Denyut nadi : 74 x / menit
– Suhu : 36.5°C
Pemeriksaan Fisik (tanggal 28 Juli 2019)
• Status Generalis
– Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah rontok, alopesia (-)
– Mata :Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(3 mm/3 mm), refleks cahaya langsung (+/+)
– Hidung : Deviasi septum (-/-), sekret (-/-)
– Telinga : Normotia, nyeri tekan (-/-), serumen (-/-), sekret (-/-)
– Mulut : Mukosa bibir lembab, mukosa buccal basah, mallampati score : 1,
gigi goyang (-), gigi palsu (-)
– Leher : Pembesaran KGB (-), abses (-), trakea teraba di tengah
– Tengggorokan : Faring hiperemis (-) Tonsil T1/T1
Pemeriksaan Fisik (tanggal 28 Juli 2019)
– Thoraks
Inspeksi : Normochest, simetris dextra-sinistra, retraksi (-)
Palpasi : Vocal fremitus teraba sama dikedua lapang paru.
Iktus cordis teraba di ICS IV midclavikula sinistra..
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: Paru : Vesikular +/+, wheezing -/-, ronki -/-
Jantung : BJ I dan BJ II reguler. Murmur (-), Gallop (-)
– Abdomen
Inspeksi : Abdomen tampak datar, distensi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 6 x/menit
Perkusi : Timpani di seluruh abdomen
Palpasi : Supel, Nyeri tekan (+) pada bagian bawah perut
Pemeriksaan Fisik (tanggal 28 Juli 2019)

Ekstremitas Atas Bawah


Akral Hangat Hangat
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
CRT ≤ 2 detik + +

• Punggung : Tidak terdapat kelainan tulang belakang


Pemeriksaan Penunjang
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12.3 g/dL 12 – 14 LABORATORIUM
Hematokrit 37 % 36 – 46
Leukosit 7.800 /uL 4.000 – 11.000 (22 Juli 2019)
Trombosit 279.000 /uL 150.000 – 400.000
GOL. DARAH + O (+) IMUNOSEROLOGI HASIL
RHESUS
Anti HIV NR
KIMIA KLINIK
AST (SGOT) 17U/L < 21 HBsAg NR
ALT (SGPT) 15 U/L <22
Ureum 19 mg/dL 10 – 50
Kreatinin 0,8 mg/dL 0,5 – 0,9
Natrium 143 mmol/L 135 – 155
Kalium 4,8 mmol/L 3,6 – 5,5
GDS 119 mg/dL <160
Pemeriksaan Penunjang
FOTO TORAKS (22 Juli 2019)
• COR: < 50%
• Paru : corakan bronchovascular meningkat dan kasar. Peribronchial
cuffing (+). Mediastinum tidak melebar, trachea di tengah, tak
tampak pembesaran limfonodi hilus bilateral. Tak tampak kalsifikasi
pada aorta. Sistem tulang yang tervisualisasi intak.
• Kesan : bronchitis kronik.
EKG (26 Juli 2019) : sinus rhytme, tidak ditemukan kelainan
USG : kesan kista ovarium
DIAGNOSIS

• Diagnosis Kerja : Kista Ovarium


• Penggolongan status fisik pasien menuru ASA : ASA I
• Rencana Tindakan : Kistektomi
• Rencana Anestesi : anestesi regional dengan teknik spinal
• Resume : Pasien wanita, 40 th, BB 50 kg, dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah dengan diagnosis pembedahan kista ovarirum, dengan
dtindakan yang akan dilakukan adalah kistektomi. Pasien dengan status
ASA I, tanpa penyulit. Rencana anestesi regional dengan teknik spinal
anestesi pada L3-L4.
PERSIAPAN ANESTESI
ASSESMENT PRA INDUKSI DAN PELAKSANAAN
INDUKSI
Persiapan Pre-Anestesi

• Sebelum Operasi di Ruang Perawatan


1. Inform consent
2. Menjelaskan dan meminta persetujuan operasi pasien
3. Melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
4. Menilai status fisik pasien menurut ASA
5. Memberikan edukasi pasien : puasa 6 jam sebelum
operasi
Status anestesi
• ASA :I
• Tanggal Operasi : 29 Juli 2019
• Ahli Anastesi : dr. Fauzi Abdillah, SpAn
• Ahli Kandungan : dr. Hendrawan, SpOG
• Diagnosis Pra Bedah : Kista Ovarium
• IMT : 22 (Normoweight)
• TTV : TD = 110/80 mmHg HR = 74x/menit
RR = 18x/menit Suhu = 36.5 °C
• SPO2 : 99%
• B1 (breathing): Airway bebas, nafas spontan, RR: 18 X/menit. Mallampati score : 1.
leher : trakea ditngah. Paru : pergerakan dinding dada simetris , suara paru
vesikuler, rh(-/-), wh(-/-)
• B2 (Blood) : Akral hangat, CRT ≤ 2 detik. Nadi 74x/menit, regular kuat angkat,
TD : 110/80mmHg, JVP tidak meningkat, kadar Hb : 12,3 g/dL
• B3 (Brain) : Kesadaran Compos Mentis, GCS: 15 (E4V5M6), riwayat kejang (-), riwayat
pingsan (-), pupil bulat isokor Ø 3mm | 3mm, refleks cahaya +|+
• B4 (Bladder) : Terpasang kateter, produksi urin selama operasi + 50 cc,
warna kuning jernih.
• B5 (Bowel) : Supel, nyeri tekan (+),
• B6 (Bone) : Fraktur (-), edema (-), sianosis (-)
Pre- Operatif

• Ruang Persiapan Operasi


1. Identifikasi pasien
2. Memakai pakaian operasi yang sudah disediakan
3. Anamnesa singkat
• Ruang Operasi
1. Posisikan pasien di meja operasi
2. Pemasangan infus, manset, pulse oxymeter, dan nasal kanul
3. Pemeriksaan tanda vital pre operatif
4. Pemberian pre medikasi ondansentron 4 mg
• Persiapan alat dan bahan induksi
1. Sarung tangan steril 1. Bupivacaine 0,5 % (regivell)
2. Spuit 3 cc dan 5 cc berisi 1 ampul (4 mL)
3. Jarum spinocan No. 27 2. Fentanyl 1 ampul (2 mL)
4. Kasa steril 3. Cairan Ringer Laktat 500 mL
5. Betadine 4. Cairan Gelofusine 500 mL
6. Hansaplast 5. Menyiapkan obat resusitasi :
atropin 0,25 mg, ephedrine 50
mg/mL, adrenalin
• Perisapan alat emergensi
1. Stetoskop &laringoskop
2. ETT ukuran 6.5 dan 7
3. OPA
4. Plester
5. Mandrin
6. Suction
7. Mesin anestesi dan monitor EKG dan SpO2
8. Sungkup muka dewasa dan pipa Y-piece
9. Spuit 20 cc
Pelaksanaan Anestesi

• Menyiapkan alat bahan anestesi, dan selanjutnya


menggunakan sarung tangan steril
• Memposisikan pasien duduk tegak, dengan leher di tekuk
(flexi), posisi tangan menyatu di depan perut pasien, atau
memposisikan tulang belakang seperti huruf “C” dilihat dari
samping.
• Menentukan posisi penyuntikan yang tepat (L3 – L4)
• Memberikan tanda dengan menekan lokasi dengan kuku jari
Pelaksanaan Anestesi

• Melakukan tindakan aseptik dengan menyemprotkan betadin


dilokasi penyuntikan  di bersihkan dgn kasa steril
• Menusukan lokasi penyuntikan dgn spinocan No.27 
memastikan CSF keluar (saat penyuntikan tidak ada darah) 
memasukan obat anestesi dari spuit yang berisikan obat anestesi
 setelah obat masuk, pasien langsung dipersilahkan berbaring
lagi
• Menilai blokade anestesi dengan meminta pasien mengangkat
kedua kaki dan menguji sensasi nyeri.
• Pre medikasi : ondansentron 4 mg
• Jenis Pembedahan : Kistektomi dan Apendektomi
• Teknik Anestesi :
 Jenis Anestesi : Spinal Anestesi (blok subarakhnoid)
 Lokasi penyuntikan : L3 – L4
 Pendekatan : Midline
 Ukuran jarum : Spinocan No.27G
 LCS : LCS (+), jernih tidak ada darah
 Jumlah puncture : 1x
 Obat anestesi : bupivacaine 0,5% 2 mL (10 mg) + fentanyl 0,1 mL (5 mcg)
• Lama operasi : ± 1 jam (10.15 – 11.25)
• Infus : Cairan RL 500 mL, IV line aboccath 18 G, tangan kanan
Pelaksanaan Anestesi

• Monitoring TD, HR, Saturasi O2, obat-obatan dan cairan yang


masuk ke tubuh pasien setiap 15 menit
• Pemberian O2 nasal kanul 2 liter/menit
• Infus : Cairan RL 500 mL, IV line abbocath 18 G, tangan kanan
 Induksi : 10.15
 Insisi : 10.23
 Operasi selesai : 11.25
 Pemindahan pasien : 11.30
Tanda vital intraoperatif

TD HR SpO2
Waktu
(mmHg) x/menit (%) Cairan Obat IV

10.15 131/84 101 99 RL 500 -


10.30 119/69 100 99 - -
10.45 110/69 80 99 - -
11.00 111/65 102 99 - -
11.15 132/74 78 99 - -
Monitoring cairan
• Perhitungan cairan : BB 50 kg
– 10 Kg I : 10 x 4 ml/KgBB/jam = 40 ml/jam
– 10 Kg II : 10 x 2 ml/KgBB/jam = 20 ml/jam
– Sisanya 30 x 1 ml/KgBB/jam = 30 ml/jam
Total = 90 ml/jam
• Cairan stress operasi  derajat operasi  sedang
– 6 ml/kgbb/jam
– 6 x 50 = 300 ml/jam
• Cairan pengganti puasa
– lama puasa x maintenance
– 6 jam x 90 ml/jam = 540 ml
Monitoring cairan

• Cairan yang diberikan


– Jam I : Maintenance +( ½ x pengganti puasa) + stress operasi
• 90 ml + 270 ml + 300 ml = 660 ml/jam
– Jam II : Maintenance + (¼ x pengganti puasa) + stress operasi
• 90 ml + 135 ml + 300 ml = 525 ml/ jam
– Jam III : Maintenance + (¼ x pengganti puasa) + stress operasi
• 90 ml + 135 ml + 300 ml = 525 ml/ jam
– Jam IV : Maintenance + stress operasi
• 90 ml + 300 ml = 390 ml/jam
– Selanjutnya : Maintenace + stress operasi
• 90 ml + 300 ml = 390 ml/jam
Post-Operatif
• Masuk ruang pemulihan : 11.30
• Diberikan analgetik dalam drip RL 500 mL berisikan tramadol 200 mg +
ketorolac 30 mg
• Monitoring tanda-tanda vital
 Kesadaran : composmentis
 TD : 108/70 mmHg
 HR : 68 x/menit
 RR: 18 x/menit
 SpO2 : 99%
• Bromage Score
Instruksi Pasca - Bedah

 Pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 15 menit selama12 jam


 Observasi KU dan perdarahan luka operasi
 Berikan infus RL dengan 20 tetes per mennit
 Bila kesakitan : berikan tramadol 200 mg + ketorolac 30 mg dalam drip RL
500 mL/20 tpm
 Bila mual & muntah : berikan ondansentron 4 mg
 Th/ lain-lain sesuai terapi TS dr. Hendrawan, SpOG dan dr. Gatot,SpB
 Pasien boleh makan dan minum
 Pasien bedrest 24 jam dan head up 30°, O2 2 – 3 lpm via nasal kanul
Follow up post-operasi
• Hari/Tanggal : Selasa / 30 Juli 2019
• Jam : 10.00 WIB
• S : Keluhan nyeri di lokasi bekas operasi, nilai nyeri 1 – 10 = 8
• O : Keadaan Umum = Tampak sakit ringan
Kesadaran = Composmentis
Tekanan Darah = 110/80 mmHg
Nadi = 86 x/menit
Respirasi = 20 x/menit
Suhu Badan = 36.8 oC
• A : Kista Ovarium + Appendiksitis Post Kistektomi dan Appendiktomi Hari I
• P : - Observasi TTV dan nyeri
- Bed rest
- Ceftriakson 2 x 1 gr
- Metronidazole 3 x 500 mg
PEMBAHASAN
• Pasien wanita 40 tahun dengan
diagnosis Kista ovarium dan Apendiksitis
akan dilakuan tindakan Kistektomy dan
Apendektomi, status fisik American
Society of Anesthesiologist (ASA) I tanpa
adanya gangguan.
• Status fisik menurut ASA : ASA I
• Tidak ada penyakit penyerta
• Pemilihan anestesi regional dengan teknik spinal untuk
dengan pertimbangan :
1. Lokasi yang akan dilakukan operasi terletak pada daerah
abdominal-inguinal
2. Pada pemeriksaan fisik, laboratorium dan penunjang
lainnya tidak ditemukan kelainan yang membuat tindakan
anestesi spinal kontraindikasi
3. Posisi pasien selama operasi adalah terlentang,
4. Operasi yang tidak memerlukan instrumen alat bantu nafas
5. Pasien tetap sadar, komunikatif, relaksasi optimal,
perawatan pasca bedah minimal sehingga nyeri pasca
bedah dapat dikelola lebih mudah
6. Tidak ada penolakan dari pasien untuk dilakukannya
prosedur anestesi spinal
Persiapan pada prosedur anestesi spinal
juga
membutuhkan persiapan selayaknya akan
dilakukannya prosedur anestesi umum 
antisipasi kegawatdaruratan jalan nafas,
perubahan durasi operasi
• Tinggi blokade  setinggi T10
• Pendekatan yang digunakan  median
 pasien dengan kondisi gizi normal dan
tidak ada penyulit lainya
• Pemantauan blokade anestesi spinal dengan
penilaian motorik dan sensoriknya.
• Hasil monitoring peri-operatif, tekanan darah
awal pasien adalah 131/84 mmHg dan namun
setelah 5-15 menit kemudian terlihat penurunan
tekanan darah dan nadi
• Obat yang digunakan Bupivacaine 10 mg, Fentanil
5mcg
Monitoring Intraoperatif

• Tanda tanda penting dari turunnya tekanan darah


adalah pucat, berkeringat, mual atau merasakan
badan yang tidak enak secara keseluruhan
• Jika pasien merasa baik dan tekanan darah dapat
dipertahankan, maka tidak dibutuhkan pemberian
efedrine/atropin
• Jika tekanan darah menurun dapat diberikan efedrin
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi Spinal (SAB)
Definisi

• Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berati tidak, dan Aesthesis
berarti rasa atau sensasi
• Sehingga anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi tanpa
atau disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat sementara dan
dapat kembali kepada keadaan semula.
• Anestesi regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang
menginversi regio tertentu, yang menyebabkan hambatan konduksi impuls
aferen yang bersifat temporer.
• Anestesi spinal (subaraknoid) atau yang sering kita sebut juga
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal adalah
anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik
lokal ke dalam ruang subaraknoid (cairan serebrospinal).
• Fungsi motorik dan autonom dapat terpengaruh sebagian
atau seluruhnya.
• Pasien tetap sadar sehingga patensi jalan nafas dapat terjaga.
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi Kontraindikasi
 Bedah ekstremitas bawah  Absolut :
 Bedah panggul  Pasien menolak
 Hipovolemia berat, syok / renjatan sepsis
 Tindakan sekitar rektum
 Koagulopati atau mendapat terapi
perineum antikoagulan/trombositopenia
 Bedah obstetrik-ginekologi  Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
 Bedah urologi  Relatif :
 Bedah abdomen bawah  Sepsis
 Infeksi sekitar daerah pungsi
 Bedah abdomen atas dan bawah
 Riwayat gangguan neurologis
 Pada pediatrik biasanya  Kelainan anatomi vertebra (Skoliosis)
dikombinasikan dengan  Kondisi jantung yang tergantung pada preload (Stenosis aorta,
anesthesia umum ringan kardiomiopati hipertrofi obstruktif)
Persiapan Analgesia Spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan anesthesia
umum. Daerah sekitar tempat penyuntikan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sekali sehingga tak teraba tonjolan proses spinosus. Selain itu perlu diperhatikan
hal-hal di bawah ini:
1. Inform consent (izin dari pasien)
2. Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal
3. Pemeriksaan fisik
4. Tidak dijumpai kelainan fisik spesifik seperti kelainan tulang punggu dan lain-
lainnya
5. Pemeriksaan Laboratorium Anjuran
6. Hemoglobin, hematokrit, PT (Protrobine time) dan PTT (Partial trombine time)
Peralatan Analgesia Spinal

1. Peralatan monitor : Tekanan darah, nadi, oksimetri denyut (pulse oximeter),


dan EKG.
2. Peralatan resusitasi/anesthesia umum
3. Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, Quincke-Babcock)
atau jarum spinal dengan ujung pensil (pencil point, Whiteacare)
Mekanisme dan FarmakokinetikAnestesi Lokal

• Memblok konduksi potential aksi dengan cara berinteraksi


dengan bagian D4-S6 dari subunit alfa kanal natrium voltage-
gated.
• Lipid/Water solubility ratio  awitan obat anestesi lokal. Semakin
rendah kelarutan dalam lemak akan semakin cepat awitan potensi
anestesi lokal
• pKa  menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan
basa. Makin rendah pKa dan semakin dekat dengan PH fisiologis
yakni 7,40 akan semakin cepat onsetnya (Bupivacaine 8.1)
Persiapan Anestesi
• Posisi pasien
 Lateral dekubitus  cedera atau fraktur pinggul
 Duduk  bagus digunakan pada pasien obesitas dan dilakukan untuk
operasi lumbar bawah atau sacral
 Tengkurap pada pembedahan anorektal, pada posisi “jack-knife”
Anatomi

• Untuk menentukan lokasi pungsi, ada beberapa panduan (landmark) yang


dapat digunakan untuk menjadi patokan yaitu:
1. Berpatokan bahwa garis khayalan setinggi krista iliaka dianggap setinggi L4
atau L4-L5
2. Garis khayalan setinggi margo inferior scapula sesuai dengan ketinggian T7
3. Prosesus spinosus yang paling menonjol di dasar leher sesuai dengan
vertebrae C7

• Lokasi pungsi  L3-L4  Conus medularis dewasa


• berakhir di L2  mencegah trauma medulla spinalis
• Secara anatomis, bila dilihat dari posisi sagittal maka struktur
vertebra dari lumbar adalah: (Luar ke dalam)
1. Kulit
2. Lemak Subkutan
3. Ligamentum Supraspinosus
4. Ligamentum interspinosum; yang merupakan ligament yang tipis
diantara prosesus spinosus
5. Ligamentum Flavum; yang sebagian besar terdiri dari jaringan
elastic yang berjalan secara vertical dari lamina ke lamina
6. Ruang epidural; yang terdiri dari lemak dan pembuluh darah
7. Duramater
8. Ruang subdural
9. Araknoid
10. Ruang Subarachnoid; yang terdiri dari Korda spinalis dan akar saraf
yang dikelilingi oleh CSF. Injeksi dari anestesi local akan bercampur
dengan CSF dan secara cepat memblok saraf yang memiliki kontak.
Faktor yang mempengaruhi Ketinggian Blokade
Faktor Penting : Faktor lain :
• Barisitas dari cairan • Usia
• CSF
anestesi
• Kurva tulang belakang
• Posisi pasien • Volume obat
- Saat injeksi • Tekanan intraabdomen
- Segera setelah injeksi • Arah jarum injeksi
• Dosis Obat • Tinggi badan
• Lokasi injeksi • Kehamilan
• Kecepatan Injeksi
Anestetik Lokal untuk Analgesia Spinal

1. Anestetik lokal yang paling sering digunakan : Lidocaine (xylobain,


lignocain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100mg (2-5ml)
2. Lidocaine (xylobain, lignocaine) 5% dalam dextrose 5%: berat jenis
1.033, sifat hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivacaine (marcaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat isobarik,
dosis 5- 20mg (1-4ml)
4. Bupivacaine (marcaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis 1.027,
sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)
• Barisitas Cairan Anestesi
1. Memegang peranan penting
2. CSF memiliki spesifik berat jenis 1.003-1.008 pada suhu 37
3. Berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSF (hiperbarik), maka
akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi.

• Kecepatan Injeksi
Injeksi yang lambat dapat lebih diprediksi lokasi penyebaran obatnya
dibandingkan injeksi cepat.
Efek Fisiologis Neuroaxial-Block

Efek Kardiovaskuler:
 Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah (hipotensi).
 Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok.
 Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (preloading) untuk
mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi,
 Apabila telah terjadi hipotensi, dapat diterapi dengan pemberian cairan dan
vasopressor seperti efedrin.
 Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardio-accelerator fiber
di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.
Efek Respirasi :
 Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom T5)
mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan
menyebabkan terjadinya respiratory arrest.
 Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenikus sehingga  ganguan otot
pernafasan
Efek Gastrointestinal:
 Hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas parasimpatis dikarenakan
oleh simpatis yg terblok.
 Hal ini menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus
dapat menyebabkan kondisi operasi maksimal
Komplikasi Tindakan

1) Hipotensi berat, akibat blok simpatis, terjadi “venous pooling”


2) Bradikardi, terjadi akibat depresinya sistem simpatis
3) Hipoventilasi
4) Trauma pembuluh darah
5) Trauma saraf
6) Mual-muntah (PONV)
7) Gangguan pendengaran
8) Blok spinal tinggi, atau spinal total  resusitasi dan ganti
menjadi general anestesia
Komplikasi Pasca Tindakan

1. Nyeri tempat suntikan


2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urin: insiden 30% pada penggunaan bupivakain
hiperbarik
5. Meningitis
TINJAUAN PUSTAKA
Kista Ovarium
Letak Ovarium
• Ovarium terletak antara rahim dan dinding panggul, dan
digantung ke rahim oleh ligamentum ovari proprium dan
ke dinding panggul oleh ligamentum infundibulopelvicum.
• Suplai saraf berasal dari ovarian plexus yang turun dengan
pembuluh ovarium dan sebagian dari uterine plexus.
Serabut nyeri visceral afferent naik berlawanan dengan
serabut simpatetik dari ovarian plexus dan saraf lumbar
splanchnik ke badan sel di T1-L1 di spinal sensory ganglia.
• Serabut reflex viscreal afferent akan mengikuti serabut
parasimpatetik dengan berlawanan dan berjalan melalui
uterine yang letaknya inferior dari hypogastric plexus.
Selanjutnya akan diteruskan oleh saraf pelvic splanchnik ke
badan sel S2-S4 di spinal sensory ganglia
DEFINISI
Kista adalah kantong berisi cairan, kista seperti balon berisi air,
dapat tumbuh dimana saja dan jenisnya bermacam- macam.
Kista yang berada di dalam atau permukaan ovarium (indung
telur) disebut kista ovarium.
MANIFESTASI KLINIS :
 Perut terasa penuh, berat, kembung
 Tekanan pada dubur dan kandung kemih (sulit buang air
kecil)
 Haid tak teratur
 Nyeri panggul yang menetap atau kambuhan
 Nyeri senggama
 Mual, ingin muntah, atau pergeseran payudara mirip
seperti pada saat hamil
Diagnosis
• Anamnesis : rasa sakit atau tidak nyaman pada perut
bagian bawah, rasa penuh di perut. Rasa sakit tersebut
akan bertambah jika kista tersebut terpuntir atau
terjadi ruptur. Tekanan terhadap alat-alat di sekitarnya
dapat menyebabkan rasa tidaknyaman, gangguan
miksi dan defekasi.
• Pemeriksaan fisik : Kista yang besar dapat teraba
dalam palpasi abdomen, teraba massa yang kistik,
mobile, permukaan massa umumnya rata.
Pemeriksaan Penunjang

• Laparaskopi : mengetahui asal tumor dan menentukan sifat-sifat


tumor itu.
• Ultrasonografi (USG) : menentukan letak dan batas tumor,apakah
tumor berasal dari uterus, ovarium, atau kandung kencing,apakah
tumor kistik atau solid, dan dapat pula dibedakan antara cairan
dalam rongga perut yang bebas dan yang tidak.
• Foto Rontgen : menentukan adanya hidrotoraks.
• Parasintesis : Pungsi ascites berguna untuk menentukan sebab
ascites.
Tata Laksana

• Observasi  Jika kista tidak menimbulkan gejala,


maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1 -2 bulan.
• Terapi bedah atau operasi  Bila tumor ovarium
disertai gejala akut misalnya torsi, maka tindakan
operasi harus dilakukan pada waktu itu juga. Faktor-
faktor yang menentukan tipe pembedahan, antara lain
tergantung pada usia pasien, keinginan pasien untuk
memiliki anak, kondisi ovarium dan jenis kista.
TINJAUAN PUSTAKA
Apendiksitis Akut
Lokasi Apendiks

• Apendiks terletak di retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, dibelakang


kolon ascendens, atau ditepi lateral kolon ascendens. Gejala klinis
apendiksitis ditentukan oleh letak apendiks.
• Persarafan caecum dan appendix vermiformis berasal dari saraf simpatis
dan parasimpatis dari pleksus mesenterica superior. Serabut saraf simpatis
berasal dari medula spinalis torakal bagian kaudal, dan serabut
parasimpatis berasal dari kedua nervus vagus. Serabut saraf aferen dari
appendix vermiformis mengiringi saraf simpatis ke segmen medula spinalis
torakal X.
• Oleh karena itu nyeri visceral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang

• Laboratorium : Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-


18.0000/ mm3, predominan polimorfonuklear sedang, CRP ≥ 8
mcg/mL, dan persentase neutrofil ≥ 75%
• USG : Terdapat fekalit, udara intralumen, diameter apendiks
lebih dari 6 mm, penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm
dan pengumpulan cairan perisekal
• Radiologi : Gambaran opak fecalith yang nampak di kuadran
kanan bawah abdomen
Tatalaksana

1. Pemasangan infus dan pemberian kristaloid untuk pasien dengan gejala klinis
dehidrasi atau septikemia.
2. Puasakan pasien, jangan berikan apapun per oral
3. Pemberian obat-obatan analgetika harus dengan konsultasi ahli bedah.
4. Pemberian antibiotika i.v. pada pasien yang menjalani laparotomi.
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita usia subur dan
didapatkan beta-hCG positif secara kualitatif.
6. Bila dilakukan pembedahan, terapi pada pembedahan meliputi; antibiotika
profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai pada kasus akut, digunakan
single dose dipilih antibiotika yang bisa melawan bakteri anaerob
TERIMA KASIH
Daftar Pustaka

• dr. Said A Latief, dr. Kartini A Suryadi, dr. M.Ruswan Dachlan.


2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
• Lawrence, PF. 2012. Essential of General Surgery 5th edition.
Baltimore. Lippincot William & Wilkins.
• Morgan GE et al. 2006. Clinical Anesthesiology, Fifth edition.
McGraw-Hill.
• Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.
2005

Anda mungkin juga menyukai