Kontagiosum
Kelompok 7A
Tujuan Pembelajaran
Mahasiswa dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan kelainan kulit
moluskum kontagiosum yang terdiri dari:
01 06
Etiologi Diagnosis Banding
02 Patofisiologi 07 Tata Laksana
03 08
Gejala Klinis Prognosis
04 09
Pemeriksaan Fisik Komplikasi
05
Pemeriksaan Penunjang
01
Etiologi
Introduction
Molluscum contagiosum, also called
water warts, is a benign condition
of the skin. The skin lesions of
molluscum contagiosum are called
mollusca. The typical lesion
appears dome-shaped, round and
usually white, pink, or flesh-colored
with a dimple or pit in the center.
Etiologi Moluskum Kontagiosum
Molluscum Contagiosum Virus (MCV) virus vaccinia
● Famili : Poxviridae
● Subfamili : Chordopoxvirinae
● Genus : Molluscipoxvirus
● Double-stranded DNA
● Terdiri dari 4 subtipe:
○ MCV 1 (98% kasus, sering pada anak)
○ MCV 2 (pada kondisi immunocompromised
seperti pasien HIV)
○ MCV 3
○ MCV 4 di Asia dan Australia
Etiologi Moluskum Kontagiosum
TRANSMISSION
Direct Indirect
➔ Skin-to-skin ➔ Towels
➔ Sexual ➔ Underclothes
contact ➔ Toys
➔ Razor
Autoinoculation
02
Patofisiologi
03
Gejala Klinis
Gejala klinis
● Bintil mutiara multipel
● Dapat mengalami peradangan jika pecah
● Dapat disertai gatal
● Biasanya tidak disertai nyeri
● Onsetnya lama pada pasien immunocompromised
● Lokasi:
○ wajah, leher, ketiak, badan, dan ekstremitas
(jarang di telapak tangan/kaki)
○ dewasa di daerah pubis dan genitalia eksterna
.
04
Pemeriksaan
Fisik
1. Status Generalis
Efloresensi
● Papul miliar, kadang-kadang
lentikular dan berwarna putih
seperti lilin, berbentuk kubah
yang kemudian ditengahnya
terdapat lekukan (delle).
● Lokasi predileksi adalah
daerah muka,badan, dan
ekstremitas, sedangkan pada
orang dewasa di daerah
pubis dan genitalia eksterna.
Kasus pada Skenario
Efloresensi:
● Demam prodomal
● Malaise
● Lesi awal: papul eritem lalu berkembang menjadi vesikel pada
dasar eritematosa dan edematosa yang terdistribusi unilateral
dalam 1 dermatom. Dermatom yang sering terkena adalah
toraks (53%), serviks (20%), dan trigeminal (15%) termasuk
oftalmikus dan lumbosakral (11%).disertai rasa nyeri terbakar.
● Ramsay Hunt syndrome type II
● Erosi atau vesikel di membran mukosa pada rahang atas atau
rahang bawah
ada 3 fase infektif pada herpes zoster:
Medikamentosa
Tata Laksana non-medikamentosa
Aplikasi :
- menggunakan lidi kapas pada
masing - masing lesi (10-15 detik).
- diulang dengan interval 2 sampai 3
minggu.
2. Eviserasi
3. Electrocautery
1. Terapi Topikal
2. Terapi Sistemik
Terapi Topikal
1. Suspensi podofilin 25%
ES lokal → erosi, jaringan parut.
ES sistemik → neuropati saraf perifer, gangguan ginjal, ileus, leukopeni,
dan trombositopenia.
2. Podofilotoksin 5%
→ alternatif yang lebih aman dibandingkan podofilin.
→ sebanyak 0,05 ml podofilitoksin 5% diaplikasikan pada lesi 2x sehari
selama 3 hari.
4. Imuquimod 5%
→ Merupakan imunomodulator non steroid topikal.
→ digunakan 3x/mgg pada malam hari selama 6-10 jam hingga lesi hilang,
maks pemakaian 16 mgg
Terapi Sistemik
1. Cimetidin 40mg/KgBB/oral/hari
→ Antagonis reseptor histamin H2 yang menstimulasi reaksi
hipersensitifitas tipe lambat.
Farmakokinetik :
- Absorpsi : diperlambat oleh makanan.
- Ekskresi : 40% dari dosis oral diekskresi dalam bentuk asal dalam urin.
Efek samping :
nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam kulit,
pruritus, kehilangan libido, dan impoten.
2. Sidofovir
Mekanisme kerja :
● Menghambat sintesis DNA Virus dengan cara memperlambat dan akhirnya
menghentikan perpanjangan rantai.
● Sidofovir → bentuk difosfat yang aktif oleh enzim selular.
● Bentuk difosfat bekerja sebagai inhibitor kompetitif dan substrat alternatif
DNA polimerase virus.
Dosis :
- IV 5mg/kg per minggu selama 2 minggu pertama
- kemudian, 5mg/kg setiap 2 minggu, diikuti dengan hidrasi yang cukup dan
diberikan probenesid.
- topikal dalam bentuk gel atau krim 1%
Efek Samping :
- IV : Nefrotoksisitas.
- Topikal : reaksi lokal pada tempat pemberian (rasa terbakar, nyeri, pruritus)
Edukasi & Pencegahan
○ Infeksi Bakteri
○ Jaringan Parut